Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini AI | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENELUSURI KEMBALI SEPAK TERJANG AI

Vaksinasi diperlukan dalam penanganan AI untuk mengurangi gejala klinis dan mortalitasnya, serta selalu lakukan monitoring vaksinasi. (Foto: Istimewa)

Avian Influenza (AI), merupakan penyakit yang paling mendapat perhatian serius banyak peternakan. Berbagai macam upaya dilakukan agar peternakan ayam terhindar dari penyakit yang masih mengancam hingga 2021.

Hasil kajian lapangan menurut berbagai sumber ahli, penyebab AI di Indonesia masih disebabkan oleh virus AI tipe A, sub tipe H5N1 dan HPAI (High Patogenic Avian Influenza). Tingkat homologi (susunan asam amino) antara isolat virus AI dari ayam di tahun 2003 dan 2021 sudah berbeda antara satu sampai dua nukleotida pada rangkaian susunan asam aminonya, terutama pada susunan cleavage-site nya.

Saat ini sebagian besar gejala klinis dan kerusakan alat tubuh yang disebabkan AI berbeda dengan yang ditemukan pada awal wabah penyakit ini pada 2003. Menurut pengamatan para ahli, ada dua bentuk klinis Avian Influenza, HPAI ganas dengan kematian tinggi (sulit dibedakan dengan Newcastle Disease/ND) dan HPAI ringan dengan kematian rendah. Kedua bentuk klinis tersebut masih disebabkan oleh HPAI.

Gejala HPAI ganas ditandai dengan ayam terlihat lesu, kadang terlihat warna kebiruan pada jengger, pial, sekitar muka, dada, tungkai atau telapak kaki. Dapat terlihat gangguan pencernaan, produksi dan saraf. Peningkatan angka kematian (20-40% atau lebih). Pola kematian pada AI berbeda dengan pola kematian ND. Pada Avian Influenza, grafik tingkat kematian meningkat lebih tinggi dan dapat merupakan kelipatan jumlah kematian sebelumnya. Pada ayam petelur, produksi telur terhenti atau sangat menurun.

Gejala klinis HPAI bentuk ringan tersifat dengan adanya penurunan produksi telur yang drastis. Biasa ditemukan pada kelompok ayam dengan titer hasil antibodi yang rendah. Ayam mengalami depresi ringan atau tanpa gejala. Kadang terjadi gangguan pernapasan. Pada layer terjadi juga penurunan produksi telur, baik pada kuantitas maupun kualitas.

Pengaruh HPAI bentuk ringan pada ayam petelur menyebabkan gangguan kualitas telur, berat, ukuran, kerabang, yolk dan albumin. Gangguan tipe penyakit HPAI ringan menyebabkan ayam mudah terkena berbagai penyakit, khususnya ND dan IB. Gangguan respon terhadap pengobatan menjadi rendah, terutama disebabkan karena hati sebagai organ metabolisme utama mengalami gangguan.

Faktor yang Memengaruhi Kejadian AI
Untuk meningkatkan keberhasilan penanggulangan penyakit AI, peternak harus memperhatikan dan mengevaluasi beberapa faktor yang dapat memengaruhi kejadian AI pada suatu peternakan atau wilayah, yaitu... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2022.

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264 JAKARTA
Telp: 021-8300300

SEPAK TERJANG AVIAN INFLUENZA DI INDONESIA

Serangan AI menyebabkan kerugian besar di peternakan. (Sumber: British Poultry)

Penyakit viral pada unggas khususnya broiler dan layer terus menjadi kendala peternak yang harus diberikan perhatian lebih. Avian influenza (AI) merupakan salah satu penyakit viral pada unggas yang selalu menjadi momok menakutkan sepanjang penyakit ini pertama kali menginfeksi unggas di Indonesia pada 2003.

Penyakit AI kini menjelma menjadi penyakit viral yang sulit dikendalikan apalagi dimusnahkan. Hal ini terbukti sudah 18 tahun penyakit ini masih sering ditemukan di sentra-sentra peternakan ayam di Indonesia. Kejadian penyakit AI dari masa ke masa mengalami perbedaan yang signifikan. Mulai dari gejala klinis yang ditimbulkan, tingkat mortalitas dan yang paling mencolok adalah perbedaan jenis virus AI yang menginfeksi.

Awal pertama kali virus AI menginfeksi gejala klinis yang khas ditemukan adalah jengger dan kaki yang kebiruan, namun saat ini gejala klinis tersebut sangat jarang sekali ditemukan. Mortalitas ayam akibat infeksi virus AI dulu dapat mencapai 100%, sedangkan saat ini dengan adanya program vaksinasi AI, mortalitas menjadi menurun 5-40% tergantung pada program vaksinasi AI yang dilakukan dan biosekuriti.

Berdasarkan hasil analisis genetik virus AI yang pertama kali ditemukan masuk dalam subtipe AI H5N1 clade 2.1.3, seiring dengan perkembangannya pada 2012 muncul AI baru yang berbeda sub clade yaitu AI subtipe H5N1 clade 2.3.2 yang awalnya di isolasi dari bebek kemudian menyerang semua jenis unggas. Virus AI subtipe H5N1 clade 2.3.2 inilah kemudian mendominasi infeksi yang terjadi pada unggas yang disebabkan oleh virus AI H5N1 pada 2015 hingga dipenghujung 2021. Walaupun demikian ditemukan materi genetik yang bervariasi meski dalam satu clade 2.3.2 ditandai dengan adanya beberapa sub clade 2.3.2.1c dengan jarak materi genetik antar strain 1-6%.

Di Indonesia, selain virus AI subtipe H5N1 (yang bersifat High Pathogenic Avian Influenza/HPAI) juga teridentifikasi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2022.

Ditulis oleh:
Ir Syamsidar SPt MSi IPM
Marketing Support PT Sanbio Laboratories

MENCERMATI RAGAM PENYAKIT DAN RAMALANNYA DI 2022

Penyakit menjadi hambatan dalam budi daya unggas. (Foto: Dok Infovet)

Salah satu hambatan dalam industri peternakan unggas khususnya sektor budi daya adalah keberadaan penyakit. Baik penyakit yang sifatnya infeksius maupun non-infeksius, semuanya bisa jadi biang keladi kerugian bagi peternak. Menarik untuk dicermati ragam penyakit yang menghampiri di tahun ini dan bagaimana prediksinya ke depan.

Perunggasan sebagai industri terbesar di sektor peternakan Indonesia tentunya paling menjadi sorotan. Perlu dicatat, bahwa Indonesia merupakan produsen telur terbesar sedunia dan produsen broiler nomor 11 dunia, diperkirakan sekitar 4 juta orang bekerja di sektor perunggasan (Dirkeswan, 2021).

Oleh karena itu, segala macam hambatan termasuk penyakit harus bisa dikendalikan agar dapat memaksimalkan produksi. Tiap tahunnya, kejadian penyakit selalu terjadi dan jenisnya pun juga beragam, baik infeksius maupun non-infeksius. Sebagai negara tropis, Indonesia menjadi tempat yang nyaman bagi berbagai jenis mikroorganisme patogen. Tentunya para stakeholder mau tidak mau harus berusaha survive dari hambatan ini.

Perlu diingat bahwa kejadian penyakit berhubungan dengan performa dan produktivitas. Kedua aspek itu akan langsung terkait pada nilai keuntungan yang didapat. Jadi, apabila peternak mampu mencegah terjadi penyakit, sudah pasti mendapat keuntungan lebih baik.

AI Menyeruak di 2021
Avian Influenza (AI) kembali mengudara di beberapa bulan terakhir di 2021, beberapa negara di Eropa dan Asia kena getahnya. Di Inggris dilaporkan virus AI H5N6 menyebabkan ratusan unggas mati dan ribuan lainnya harus dimusnahkan. Sementara di Norwegia virus AI H5NI memakan korban hingga 7.000 ekor ayam.

Korea Selatan juga terancam dengan keberadaan virus AI, ribuan unggas mati karena AI dan 770 ribu lainnya dimusnahkan. Sedangkan di Negeri Sakura sekitar 143.000 unggas harus dimusnahkan karena ratusan lainnya positif AI. Bahkan di China juga dilaporkan sebanyak 21 orang terinfeksi AI dari subtipe H5N6.

Pemerintah Indonesia sudah mewanti-wanti stakeholder perunggasan agar bersiap menghadapi AI, hal tersebut dikemukakan Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Drh Nuryani Zainuddin.

Nuryani mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat edaran nomor 08113/PK.320/F/11/2021 terkait kewaspadaan nasional terhadap potensi masuknya AI ke Indonesia. “Kami meminta stakeholder agar lebih waspada, jangan sampai wabah kembali menyeruak seperti beberapa tahun lalu, dimana kondisi perunggasan kita luluhlantah akibat AI,” tutur Nuryani.

Ia mengatakan… Selengkanya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2021. (CR)

DITJEN PKH MENGIMBAU WASPADAI PENINGKATAN KASUS AI

Laporan FAO menyebut bahwa ada potensi peningkatan dan penyebaran penyakit AI ke wilayah Eropa, Afrika dan Asia. (Foto: Dok. Infovet)

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari OIE WAHIS, beberapa laporan kejadian Avian Influenza (AI) subtipe H5Nx (HPAI/High Pathogenic Avian Influenza) pada unggas dibeberapa negara diantaranya Jerman, Republik Ceko, Finlandia, Denmark dan Rusia dengan kecenderungan peningkatan kasus.

Laporan FAO menyebut bahwa ada potensi peningkatan dan penyebaran penyakit ke wilayah Eropa, Afrika dan Asia berkaitan dengan musim migrasi unggas selama musim dingin 2021-2022. Untuk itu diperlukan tidakan antisipasi untuk mencegah penyebaran dan meluasnya kasus tersebut di Indonesia dan diperlukan rencana kontigensi dalam upaya kesiagaan munculnya AI subtipe H5Nx.

Melalui Surat Edaran Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) bernomor 08113/PK.320/F/11/2021 pada 8 November 2012, tentang peningkatan kewaspadaan HPAI subtipe H5Nx dan subtipe lainnya, serta penyakit African Swine Fever (ASF), mengimbau kepada para pejabat dan dinas, serta balai terkait untuk melakukan analisis risiko pemasukan unggas dan produknya ke Indonesia.

“Memantau dan melaporkan update dugaan AI H5Nx dan subtipe lainnya melalui iSIKHNAS. Menfasilitasi pelatihan diagnosis AI, menyiapkan sarana dan prasarana pengendalian dan penanggulangan untuk mengantisipasi masuknya AI H5Nx dan subtipe lainnya. Melakukan analisis hasil surveilans sebagai bahan kebijakan dalam penentuan program pengendalian AI,” kata Surat Edaran tersebut.

Hal lain yang juga ditekankan dalam surat tersebut adalah memperketat pengawasan pemasukan unggas dan produknya dari negara-negara yang berpotensi terinfeksi AI, meningkatkan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) risiko pemasukan virus AI.

Surat Edaran Ditjen PKH terkait peningkatan kewaspadaan AI.

Untuk balai besar penelitian veteriner juga diimbau melakukan penelitian AI subtipe H5Nx, melakukan koordinasi dengan pejabat otoritas veteriner dan balai besar veteriner/balai veteriner terkait dugaan infeksi dan pengujian AI subtipe H5Nx. Juga imbauan kepada para asosiasi bidang peternakan dan kesehatan hewan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap masuknya virus AI dan berkoodinasi dengan otoritas kesehatan hewan setempat. (INF)

CEGAH VIRUS DI KANDANG AGAR TIDAK VIRAL!

Vaksinasi, salah satu upaya mencegah penyebaran virus. (Foto: Istimewa)

Dua tahun sudah dunia di teror wabah penyakit viral (COVID-19). Layaknya manusia, hewan pun bisa terserang penyakit yang disebabkan oleh virus. Beberapa diantaranya menyebabkan kerugian ekonomis bahkan yang bersifat zoonosis layaknya Avian Influenza (AI) dapat menyebabkan ditutupnya lalu lintas hewan antar negara dan kepanikan massal.

Seperti diketahui, virus merupakan mikroorganisme yang familiar dan sangat sering didengar, namun tidak dapat dilihat secara kasat mata. Dalam hal penyakit unggas, beberapa jenis virus sangat berbahaya apabila menginfeksi unggas, misalnya saja Newcastle Disease (ND). Maka dari itu, dibutuhkan strategi khusus dalam menangkal ancaman penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus.

Musuh yang Tak Kasat Mata
Tanpa disadari keberadaan virus memang sudah ada di lingkungan. Di tanah, kandang, air, sapronak, pakaian, alat transportasi dan lain sebagainya, jika dilihat secara mikroskopis pasti akan terdapat virus. Tidak seperti bakteri, virus bisa dikatakan benda hidup juga benda mati. Hal ini karena ketika berada di lingkungan, virus mampu melakukan “hibernasi” atau disebut dorman. Namun, jika virus ada pada inang dan inang tersebut merupakan specific host-nya, maka ia akan menginfeksi dan menyebabkan penyakit. Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB), Prof I Wayan Teguh Wibawan, yang juga konsultan perunggasan, prinsip ini mutlak harus dipahami peternak.

“Kan sering di peternak kita dengar dari mulut mereka, kalau ditanya buat apa pakai antibiotik ini-itu, mereka masih banyak yang bilang kalau antibiotik bisa ngobatin ND, Gumboro, itu kan salah,” paparnya. Oleh karena itu, Wayan mengimbau para dokter hewan perunggasan agar lebih mendidik peternak supaya tidak salah kaprah.

Selain itu, virus merupakan mikroorganisme yang sulit dibunuh, beberapa jenis virus kata Wayan, dapat hidup dalam suhu tinggi dan rendah. Apabila keadaan lingkungan tidak menguntungkan, virus tidak mati melainkan dorman sampai ia bertemu inangnya dan barulah virus aktif menginfeksi.

Belum lagi sifat adaptasi virus yang luar biasa hebat, adaptasi yang dimaksud Wayan yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2021. (CR)

PENYAKIT VIRUS: TIDAK MENGENAL MUSIM

Serangan penyakit viral pada ternak broiler modern tak kenal musim. (Foto: Dok. Infovet)

Beternak ayam memang susah-susah gampang, mungkin begitulah keluhan yang sering didengar dari beberapa peternak. Berbagai aspek menjadi alasan dalam sulitnya beternak, salah satunya penyakit. Peternak sudah tidak asing lagi dengan penyakit-penyakit seperti Avian Influenza (AI), Newcastle Disease (ND), Gumboro, Marek’s dan lain sebagainya.

Selain itu, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit, misalnya perubahan cuaca yang tidak menentu dan ekstrem, sanitasi dan biosekuriti yang kurang baik, serta kesalahan dalam manajemen pemeliharaan dapat menyebabkan ayam lebih sering terinfeksi penyakit.

Mengantisipasi Musim Kering
Berdasarkan lokasi dan posisinya, Indonesia merupakan Negara tropis dimana hanya terdapat dua musim, hujan dan kemarau. Kedua musim tersebut memiliki potensi yang sama pada serangan penyakit.

Berdasarkan data terbaru BMKG (2021), puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Agustus 2021. Hal tersebut disampaikan oleh Drh Eko Prasetyo dari Tri Group dalam sebuah webinar mengenai perunggasan. 

Menurut Eko, perubahan musim yang ekstrem dari musim penghujan menuju musim kemarau atau sebaliknya menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya serangan penyakit infeksius seperti virus, terutama bagi ayam broiler modern.

Hal ini tentu saja berkaitan dengan genetik broiler modern, dimana mereka memiliki beberapa karakteristik peka dengan pergantian suhu dan kelembapan di lingkungannya. “Jika terjadi perubahan suhu sangat ekstrem, misalnya di musim kemarau suhunya sangat tinggi dan perbedaan suhu antara malam dan siang mencapai lebih dari 8° C, bisa dipastikan ayam akan mudah stres,” tutur Eko.

Lebih lanjut, ketika terjadi pergeseran keseimbangan antara lingkungan, hospes (ayam) dan agen infeksius (bakteri, virus, parasit dan sebagainya), maka yang akan terkena dampak negatif adalah hospes. Terlebih lagi stres dapat mengakibatkan sistem imun ayam tidak bekerja maksimal.

Dijelaskan bahwa stres akan memicu sekresi hormon Adenocorticotropin pada kelenjar pituitary yang kemudian akan meningkatkan sekresi hormon Kortikosteron yang mempengaruhi fungsi sistem imun. Jika sudah begini penyakit akan mudah masuk karena imunosupresi.

Berdasarkan pengalama Eko, di musim kering alias kemarau ketika diawali adanya… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2021. (CR)

RATUSAN BURUNG PIPIT MATI MASSAL DI SUKABUMI, FLU BURUNG MEREBAK KEMBALI?

Burung pipit mati massal yang direkam warga


Warganet dibuat heboh dengan video viral kematian massal burung pipit yang terjadi di Sukabumi, Jawa Barat beberapa waktu yang lalu. Dalam video tersebut, belasan ekor burung pipit, bondol atau emprit tergeletak mati di sekitar kawasan pemukiman warga.

Dilansir dari laman teras.id, video viral ersebut dibagikan oleh akun YouTube Ganesha Adventure, Kamis 29 Juli 2021. Video berdurasi 55 detik yang direkam seorang pria itu menggambarkan sejumlah burung pipit mati tergeletak di lantai yang diduga di halaman rumah atau jalan pemukiman. "Fenomena alam langka, pagi-pagi waktu keluar lihat burung mati tidak tahu kenapa," kata si perekam.

Belum diketahui penyebab kematian massal burung ini. Firman Panthera, salah seorang aktivis lingkungan di Sukabumi menyebut ia masih berusaha mencari tahu lokasi video tersebut dan mengatakan bahwa fenomena ini merupakan tanda bahaya. "Jelas ini tanda bahaya bagi lingkungan karena ada kematian massal dari satwa yang sehari-hari hidup berdampingan dengan masyarakat," kata Firman.

Firman menyarankan instansi terkait secepatnya mencari tahu lokasi dalam video tersebut. Harus dipastikan penyebab kematiannya, karena dikhawatirkan berdampak pada lingkungan sekitar.

Jika penyebabnya adalah diracun, maka harus segera ditindaklanjuti karena bangkai burung pipit yang mati tersebut berada di pemukiman. "Di permukiman itu ada kucing, banyak anak-anak bermain, jadi harus disterilisasi, biar tidak berdampak kepada satwa bahkan manusia disekitar," katanya.

Anggota relawan Komunitas Konflik Satwa Liar Jabodetabek dan Sukabumi, Igor, mengatakan bahwa kemungkinan mati massalnya burung pipit ada tiga penyebab. Pertama, burung pipit tersebut memakan racun dari ladang sawah yang selesai di semprot kimia oleh petani. Namun, untuk memastikan hal itu tinggal diukur jarak dari lokasi penemuan bangkai burung pipit ke sawah.

“Indikasi paling masuk akal dugaannya ya karena makan berbahan kimia dari ladang sawah milik petani. Burung itu biasanya berkoloni, ketika memakan makanan yang sudah disemprot kimia otomatis akan mati," katanya seperti dikutip dari laman sukabumiupdate.com partner Teras.id, 29 Juli 2021.

Kemungkinan kedua adalah terpapar virus Covid-19 yang selama ini sudah mengarah ke satwa liar. Dan kemungkinan yang ketiga adalah karena faktor alam, atau sebuah pertanda semacam fenomena alam yang akan terjadi bencana besar di wilayah tersebut.

“Indikasi-indikasi ini tentunya perlu lebih lanjut diteliti, tetapi saya lebih kepada indikasi burung pipit memakan racun dari ladang petani karena itu hal yang paling mungkin,“ ujarnya.

Sementara itu Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi Drh Asep Kurnadi mengatakan banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut. Menurutnya dua faktor yang paling mungkin menjadi biang keladi kejadian tersebut adalah Serangan AI dan Keracunan pestisida.

"Hingga kini kami sudah turun ke lapangan dan mengambil sampel, untuk pemerikasaan AI sampel yang diambil sudah tidak memungkinkan untuk diperiksa karena sudah membusuk, sementara dugaan kuat kami mereka keracunan pestisida yang digunakan oleh petani, nanti kita lihat hasil surveilansnya," tutur Asep. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer