-->

Potensi Keuntungan dan Manfaat Dalam Beternak Kambing

Ternak kambing yang ditampilkan pada kegiatan Jambore Peternakan Nasional tahun lalu.

Ternak kambing di Indonesia populasinya menduduki urutan ketiga diantara hewan ruminansia, yaitu sebesar 10.012.794 ekor (Statistik Peternakan, 2016), sedangkan urutan pertama domba sebanyak 17.024.685 ekor disusul sapi potong 15.419.718 ekor. Populasi kambing ini cenderung menurun drastis bila dibandingkan populasi tahun 2012-2013 sejumlah 17.905.862 ekor dan 2014-2015 sebanyak 18.091.838 ekor.

Menurut Prof. DR. Ir. Trinil Susilawati (2007) problem utama yang dihadapi dalam pengembangan ternak kambing di Indonesia adalah rendahnya kepemilikan ternak kambing di masyarakat, di samping rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM), sehingga system pemeliharaan belum secara ekonomis tetapi masih secara konvensional. Padahal Indonesia memiliki tanah yang subur dan di sisi lain kambing memiliki toleransi yang tinggi untuk memakan berbagai hijauan dibanding ternak ruminansia lainnya. kambing doyan mengkonsumsi rumput-rumputan, leguminosa, rambanan, daun-daunan sampai semak belukar yang tidak disukai ternak memamah-biak lainnya.

Pandangan Susilawati diperkuat oleh pendapat para pakar peneliti ternak dari Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor (1989), yang mengemukakan bahwa beberapa bahan pakan kambing sebagai sumber energi antara lain onggok, kulit ketela pohon, kulit ubi jalar, dedak padi dan daun ketela pohon. Sedangkan daun-daunan sebagai sumber protein antara lain daun lamtoro, daun kacang tanah, daun nangka, daun cebreng (gliricidia), daun ketela pohon dan daun leguminosa herba (mengandung protein 18-22%). Selanjutnya Susilawati menyarankan agar peternak kambing di pedesaan membentuk kelompok ternak atau Kelompok Usaha Bersama (Kube) yang terdiri dari 10 atau lebih kepala keluarga yang memiliki rata-rata empat ekor kambing induk Peranakan Etawah (PE) per kepala keluarga, di mana dengan sistem ini lebih efisien dalam perlakuan kawin suntik (Inseminasi Buatan/IB), penyediaan pakan ternak, control penyakit, seleksi/pemilihan mutu bibit dan pemasarannya, di samping memudahkan para konsumen/peminat kambing melakukan pemesanan karena tersentralisasi di suatu tempat.

Pernyataan ini sejalan dengan saran Presiden Joko Widodo sewaktu kegiatan Jambore Peternakan Nasional dan Silaturahmi Nasional (Silatnas) Peternak Domba dan Kambing tahun lalu, di mana presiden menyarankan agar peternak berkoporasi alias berkelompok, mulai dari hulu sampai hilir dikonsolidasikan, sehingga bias menekan biaya beternak dan pengolahan hasil ternak. Peternak harus dapat bekerjasama dan membentuk sebuah kelompok besar, maka dengan cara ini bias diperoleh pendapatan (income) peternak yang semakin berlipat.

Selanjutnya Jokowi menyarankan alangkah baiknya peternak kambing berkelompok diberikan rangsangan (stimulan) agar masuk ke sistem perbankan antara lain Kredit Usaha Rakyat (KUR), namun jangan sampai menina-bobokan mereka tetapi menjadikannya mandiri.

Perkembangan Populasi dan Keuntungan
Sebagai ilustrasi/gambaran perkembangan populasi dan keuntungan (profit) berternak kambing dengan berkelompok, dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1: Populasidan Keuntungan Kelompok Usaha Bersama (10 Peternak)
Peternak Kambing Tanpa Biaya Produksi
No.
Jenis
Bulan I
Bulan II
Bulan III
Bulan IV
Bulan V
1
Induk kambing PE (ekor)
40
-
-
-
-
2
Anak betina (A-10%) (ekor)
-
36
36
36
36
3
Anak jantan (A-10%) (ekor)
-
36
36
36
36
4
Dara betina (ekor)
-
-
36
36
36
5
Dara jantan (ekor)
-
-
36
36
36
6
Dijual sebagai pejantan (ekor)
-
-
-
36
36
7
Total ternak yang dimiliki (ekor)
40
112
184
184
184
8
Total ternak yang dijual**) (ekor)
-
-
-
72
72
9
Hasil penjualan (Rp juta)



216
216
10
Nilai investasi (Rp juta)
120
336
552
552
552
11
Keuntungan per KK (Rp juta)
-
-
-
21,6
21,6
12
Nilai investasi per KK (Rp juta)
12
33,6
55,2
55,2
55,2
13
Penghasilan per bulan KK (Rp juta)
-
-
-
2,7
2,7
Sumber: Prof. DR. Ir. Trinil Susilawati, 2007.
Keterangan: **) Asumsi dijual umur satu tahun dengan bobot ≥ 30 kg seharga Rp 3.000.000 per ekor (2017)

Nilai Gizi Daging Kambing
Nilai gizi daging kambing ternyata lebih tinggi dibandingkan hewan ternak lainnya, terutama kandungan protein dan kalorinya  walau kandungan lemaknya lebih tinggi kecuali dibandingkan dengan ternak babi, seperti pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2: Perbandingan Komposisi Gizi Daging Kambing/Domba
dengan Daging Ternak Lainnya
Jenis Daging
Protein (%)
Lemak (%)
Air (%)
Kalori (%)
Kolestrol (mg/100 gram)
Kambing/domba
51,7
27,7
55,8
13,3
250
Kelinci
20,8
10,2
67,9
7,3
164
Ayam
20,0
11,0
67,6
7,5
220
Kalkun
25,0
4-7
67,0
11,9
15-24
Sapi
16,3
22,0
55,0
13,3
230
Anak sapi (pedet)
18,8
14,0
66,0
8,4
-
Babi
11,9
40,0
42,0
18,9
230

Sumber: B. Sarwono (2007), dan berbagai sumber.

Dari data komposisi gizi tersebut ternyata komposisi lemak dan kolesterol antara daging kambing/domba dibandingkan dengan daging sapi tidak jauh berbeda, jadi tidak perlu takut mengkonsumsi daging kambing/domba hanya selalu dibayang-bayangi kolesterol jahat yang akan menyebabkan penyakit darah tinggi atau stroke, asalkan diimbangi dengan mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran sebagai antioksidan. Penulis pernah berkunjung ke Vayetville, California Amerika Serikat tahun 1996, ternyata pola makan masyarakat di negeri “Paman Sam” itu sangat berbeda dengan di sini, yaitu sebelum mengkonsumsi daging apakah berasal dari ayam/kalkun/sapi dll, didahului dengan mengkonsumsi salad yang notabene terdiri dari sayuran dan buah-buahan. Selain itu, orang Amerika menghindari mengkonsumsi lemaknya, sedangkan masyarakat Indonesia lemak diikut sertakan pada pola makan daging, sehingga menjadi ancaman bagi kesehatannya, apalagi tanpa didahului mengkonsumsi salad.

Pada Silatnas kemarin digelar kegiatan makan bersama 100 ekor daging kambing guling, oleh peserta dan memecahkan Rekor MURI (Museum Rekor Indonesia), sebagai pesan pada masyarakat Indonesia jangan takut makan daging kambing/domba.

Nilai Gizi Susu Kambing
Beternak kambing PE selain untuk memperoleh dagingnya, juga dapat diusahakan untuk mendapatkan susunya, yang tidak kalah nilai gizinya dibanding susu sapi dan ASI (Air Susu Ibu), seperti tampak pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3: Perbandingan Komposisi Gizi Susu Kambing, Sapi dan ASI Per 100 Gram
No.
Komposisi Gizi
Kambing
Sapi
ASI
1
Air (gr)
83-87,5
87,2
88,3
2
Karbohidrat (gr)
4,6
4,7
4,9
3
Energi (Kcal)
67,0
66,0
69,1
4
Protein (gr)
3,3-4,9
3,3
1,0
5
Lemak (gr)
4,0-7,3
3,7
4,4
6
Ca (mg)
129
117
33
7
P (mg
106
151
14
8
Fe (mg)
0,05
0,05
0,02
9
Vitamin A (IU)
185
138
240
10
Thiamin (mg)
0,04
0,03
0,01
11
Riboflavin (mg)
0,14
0,17
0,04
12
Niacin (mg)
0,30
0,08
0,20
13
Vitamin B12 (mcg)
0,70
0,36
0,04

Sumber: I Ketut Sutama, Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor (1997).

Susu kambing adalah minuman yang sangat bergizi dan bermanfaat mempercepat penyembuhan berbagai penyakit, bahkan dianjurkan sebagai minuman pengganti yang aman bagi bayi dan anak-anak yang alergi terhadap susu sapi dan jenis makanan yang mengandung susu sapi. Susu kambing mengandung Fluorin yang merupakan antiseptik alami yang mengandung elemen pencegah tumbuhnya bakteri di dalam tubuh. Selain itu, kandungan Fluorin dapat meningkatkan ketahanan tubuh, sehingga dapat mengurangi perkembangan bakteri patogen yang berbahaya, kadar Fluorin susu kambing sangat tinggi, yaitu 10-100 kali lebih tinggi dari susu sapi. Susu kambing juga sangat baik bagi kaum wanita, terutama untuk mengembalikan zat besi (Fe)  yang berkurang setelah haid, selama kehamilan dan setelah melahirkan. Juga bagi kaum wanita, susu kambing mampu menghaluskan kulit terutama kulit wajah, salah satunya tidak terlepas dari kandungan kalsiumnya (Ca) yang tinggi. Di samping itu manfaat susu kambing bagi wanita ialah mampu menghindarkan pengeroposan tulang (osteoperosis).

Adapun beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam penyajian susu kambing, yaitu: 1) Susu adalah minuman yang dapat memberikan sensasi, maka sebaiknya nikmati dalam kondisi dingin tanpa dihangatkan. 2) Apabila ingin menikmatinya dalam keadaan hangat, rendamlah susu kambing kemasan/gelas/botolnya dalam air hangat (tidak panas) selama beberapa menit sampai cairan susu kambingnya terasa hangat. Ingat pemanasan berlebihan akan merusak susu. 3) Apabila belum dikonsumsi, simpan susu kambing dalam kondisi beku di freezer. 4) Setelah kemasan susu kambing dibuka, harus segera dikonsumsi sampai habis.

Demikian sekilas tentang kambing “ternak kecil” yang berpotensi besar menyangkut usaha berkelompok, serta berbagai manfaat produk yang dihasilkannya (daging dan susu). Semoga berbagai stakeholder peternakan Tanah Air memberikan dukungan pengembangan ternak kambing ini untuk peningkatan ketahanan pangan Nasional.

Ir. Sjamsirul Alam
Penulis praktisi peternakan,
alumni Fapet Unpad

Tingkatkan Daya Saing Produk Olahan Peternakan, Kementan Gandeng Badan POM



Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menggandeng Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk olahan peternakan milik UMKM Indonesia.

Menghadirkan narasumber dari BPOM dan Universitas Mataram, Ditjen PKH menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Implementasi Standar Mutu dan Keamanan Pangan Bimtek yang dihadiri oleh 56 orang peserta yang terdiri dari 40 orang Pengurus dari 20 Unit Pengolahan Hasil Peternakan (UPH) di 10 kabupaten/kota se-Provinsi NTB dan 16 orang petugas teknis Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota.

Peserta yang hadir merupakan pelaku pengolah hasil peternakan meliputi susu (sapi, kerbau dan kuda liar), permen susu kerbau, daging berupa dendeng sapi, abon (daging sapi, kuda, ayam, daging rusa), ayam ungkep, bakso daging sapi, sosis daging sapi dan nugget daging ayam, serta kerupuk kulit sapi, yang pada umumnya belum memiliki izin edar dari BPOM.

Bimtek yang diselenggarakan pada 27 Februari hingga 1 Maret 2018 di Mataram, Nusa Tenggara Barat ini merupakan tindaklanjut dari MoU kesepakatan kerjasama antara Ditjen PKH dengan Deputi III Bidang Pengawas Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani mengatakan tujuan diselenggarakan Bimtek ini adalah untuk meningkatkan kompetensi Pengolah hasil peternakan dan para pendamping teknis dinas dalam implementasi standar mutu dan keamanan pangan, guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk hasil peternakan baik untuk pasar domestik maupun internasional.

Pada kesempatan tersebut Fini mengungkapkan, Indonesia mempunyai potensi besar sebagai negara pengekspor pangan olahan yang bercitarasa etnik seperti rendang yang kelezatannya sudah dikenal di dunia. Oleh karena itu, Ia berharap agar Unit Pengolah Hasil Peternakan yang merupakan UMKM untuk semakin mengembangkan diri, sehingga dapat menjangkau pasar ekspor.

"Saat ini kita akan terus mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan daya saingnya, sehingga bisa menembus ekspor," pungkasnya. (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan)


Permentan Nomor 26 Tahun 2017 Wujudkan Kemandirian Pangan



Pemerintah tengah berusaha keras mewujudkan kemandirian pangan dan meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah. Salah satu upaya dilakukan dengan menerbitkan Permentan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.

“Permentan Nomor 26 ini mengatur pemenuhan kebutuhan protein hewani, mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan produksi susu nasional dan meningkatkan kesejahteraan peternak,” kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani pada acara Sosialisasi Pedoman Teknis Pelaksanaan Permentan No. 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu, Senin (19/2/2018) di Auditorium Gedung D, Kementerian Pertanian.

Fini menegaskan, untuk mewujudkannya, maka kontribusi pemanfaatan Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) harus ditingkatkan,” ujarnya kepada peserta yang hadir.

Sebanyak 150 orang peserta yang hadir berasal dari Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Pertanian, Industri Pengolahan Susu (IPS), Importir Susu dan Produk Susu, Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS), Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Asosiasi atau Yayasan yang bergerak dibidang peternakan ataupun perlindungan konsumen, Tim Nilai Tambah dan Daya Saing Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, dan beberapa Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan.

Menurut Fini, dunia persusuan nasional pernah mengalami masa kejayaan sehingga pada tahun 1990-an SSDN dapat berkontribusi sebesar 41% atas kebutuhan susu nasional. Ia sebutkan, seiring diberlakukannya INPRES No 4/1998 kontribusi SSDN menurun tahun demi tahun, hingga pada tahun 2017 produksi SSDN hanya mampu memasok sebesar 20,74% (BPS) atau 922,97 ribu ton dari total kebutuhan nasional sebesar 4.448,67 ribu ton setara susu segar.

“Untuk mememenuhi kebutuhan tersebut, kekurangannya sebesar 3.525,70 ribu ton (79,26 %) harus dipenuhi melalui importasi,” imbuhnya.

Sejak penerbitan INPRES Nomor 4 tahun 1998, pemerintah seolah-olah tidak hadir dalam dunia persusuan nasional. Peternak bergelut sendiri memecahkan permasalahan mereka hingga pada titik dimana beternak sapi perah bukan lagi usaha yang menjanjikan secara ekonomi.

Peternak perlahan meninggalkannya untuk usaha bidang lain, ternak mulai dijual atau dijadikan ternak potong atau dikawinkan dengan sapi jenis lain agar dapat lebih bernilai ekonomi. Keadaan itu menyebabkan penurunan jumlah peternak, penurunan populasi sapi perah yang berdampak pada penurunan produksi SSDN.

Produktivitas dan kualitas susu menurun karena kurangnya pembinaan dan bimbingan teknis sehingga posisi tawar peternak sapi perah melemah, harga susu tidak dapat menutup biaya produksi. Sementara itu harga susu internasional lebih rendah, sehingga Industri Pengolahan Susu (IPS) lebih mengutamakan penggunaan susu impor untuk bahan baku produksinya.

“Keadaan ini harus diperbaiki dengan tools yang paling memungkinkan adalah melalui program Kemitraan yang dituangkan dalam Permentan Nomor 26 tahun 2017,” kata Fini.

Dijelaskan, sebagai implementasinya telah diterbitkan Pedoman Teknis Penyediaan dan Peredaran Susu yang menjadi acuan dalam: 1). pelaksanaan kemitraan; 2). pelaksanaan penghitungan supply demand susu; dan 3) pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan implementasi Permentan dimaksud.

Kemitraan diatur secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan peternak/gapoknak/koperasi, pembobotan sesuai kesepakatan, penilaian tergantung target dan realisasi.

“Penilaian kemitraan dilakukan oleh Tim Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Susu dengan memperhatikan kelayakan dari kemitraan tersebut,” tambahnya.

Pada dasarnya IPS dan importir bahan baku susu dan produk susu mendukung program kemitraan sebagai salah satu kontribusi mereka dalam memajukan bidang persusuan di Indonesia. 

“Beberapa IPS telah menjalankan kemitraan selama puluhan tahun dengan kelompok peternak/gapoknak/koperasi, sehingga dengan adanya pedoman teknis ini kemitraan yang telah dilaksanakan dapat lebih terarah dan terukur dalam pengembangan persusuan nasional, terutama untuk mencapai kesejahteraan peternak,” urainya.

Namun demikan, Fini mengungkapkan bahwa bagi importir, kemitraan merupakan hal baru sehingga perlu panduan dan sinergi dari semua pihak agar kemitraan dapat dijalankan dengan efektif dan efisien.

Fini menyebutkan, Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan juga siap melaksanakan kegiatan kemitraan antara pelaku usaha dan kelompok peternak/gapoknak/koperasi dalam hal pembinaan dan pengawasan, serta pelaporan.

Selain itu, di katakan pula bahwa Gabungan Koperasi Seluruh Indonesia juga siap membantu program kemitraan dalam berkoordinasi dengan pelaku usaha dan kelompok peternak/gapoknak/koperasi agar kemitraan berjalan sesuai kebutuhan dan terarah.

Penerimaan proposal rencana kemitraan dari pelaku usaha diterima paling lambat  pada akhir Februari 2018 dan akan dievaluasi oleh Tim Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Susu pada Bulan Maret 2018 untuk diimplementasikan mulai Maret 2018.

“Kemitraan yang memiliki prinsip saling ketergantungan, saling menguntungkan dan saling membutuhkan dalam konteks penyediaan dan peredaran susu adalah kemitraan yang output kegiatannya akan meningkatkan produksi SSDN yang berefek pada peningkatan kesejahteraan peternak baik melalui peningkatan produktivitas ternak, peningkatan kualitas susu, kemudahan akses permodalan, dan kemudahan pengembangan usaha,” pungkasnya. (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan)


ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer