Tantangan yang dihadapi peternak di masa kini amatlah banyak. Masalah pada saluran pencernaan merupakan persoalan klasik, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius. Lebih parah lagi ketika keduanya berkomplikasi dan menimbulkan masalah di lapangan.
Sunardi peternak broiler kemitraan asal Tegal mengerti betul hal itu. Ketika kebijakan pakan non-AGP dimulai, dirinya merasa performa ayam di kandangnya menurun cukup drastis. Hal ini semakin menjadi rumit, karena juga diperparah dengan cuaca ekstrem.
“Awalnya ayam cuma diare, terus saya kasih obat anti diare, nah setelah jalan dua hari bukannya sembuh tapi malah diare berdarah gitu. Gimana enggak panik saya. Saat itu langsung telepon TS obat untuk konsultasi dan ternyata ayam saya kena koksi,” tutur Sunardi.
Saat itu untungnya ayam sudah berusia 25-an hari, walaupun bobot badannya di bawah standar, Sunardi langsung buru-buru melakukan panen dini ketimbang merugi. Ia juga langsung berbenah, semua aspek yang berkaitan dengan kasus langsung ia perbaiki dan mencari penyebabnya.
“Pakan ternyata enggak bermasalah, air minum juga, semua aspek saya sudah penuhi. Tetapi mungkin saya teledor di cara pemeliharaan, memang bedaya ketika AGP sudah enggak boleh lagi digunakan cara pelihara juga harus berubah,” ucapnya.
Merubah Mindset
Dilarangnya AGP kerap kali dijadikan alasan peternak di lapangan terkait masalah yang mereka alami. Tidak semua orang seperti Sunardi, memiliki pemikiran positif dan mau merubah tata cara budidayanya. Karena masih banyak peternak yang sangat yakin bahwa AGP adalah “dewa” yang harus ada di setiap pakan unggasnya.
Country Manager PT Alltech Indonesia, Drh Akhmad Harris Priyadi, mengakui bahwa saat ini mindset dari peternak harus diubah terkait pakan. “Semua produsen pakan pasti berlomba-lomba dengan keadaan yang ada saat ini tentang bagaimana menggantikan AGP dengan formulasi yang terbaik. Masalahnya… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2022. (CR)
0 Comments:
Posting Komentar