Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Jamur Pakan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

SEKILAS TENTANG MIKOTOKSIN

Mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti jagung untuk pakan ternak. (Foto: Thinkstock)

Mikotoksin adalah metabolit sekunder produk dari kapang berfilamen, dimana dalam beberapa situasi dapat berkembang pada makanan yang berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Fusarium sp, Aspergillus sp dan Penicillium sp merupakan jenis kapang paling umum menghasilkan racun mikotoksin dan sering mencemari pakan ternak. Kapang tersebut tumbuh pada bahan pangan atau pakan, baik sebelum dan selama panen atau saat penyimpanan yang tidak tepat (Binder 2007; Zinedine & Manes 2009).

Kata mikotoksin berasal dari dua kata, mukes yang berarti kapang (Yunani) dan toxicum yang mengacu pada racun (Latin). Mikotoksin tidak terlihat, tidak berbau dan tidak dapat dideteksi oleh penciuman atau rasa, tetapi dapat mengurangi kinerja produksi ternak secara signifikan (Binder 2007).

Sebagai produk metabolisme jamur atau kapang, mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti kacang tanah, jagung dan sebagainya. Beberapa toksin/racun jamur ini diproduksi pada kelembapan lebih dari 75% dan temperatur di atas 20° C, dengan kadar air bahan baku pakan di atas 16%.

Beberapa jamur/fungi yang diketahui dapat menghasilkan mikotoksin yang sangat berbahaya di peternakan adalah Aspergillus flavus (Aflatoksin B1) dan A. Ochraceus (Okratoksin), Fusarium (Zearalenone/F2, Fumonisin, DON/Dioksinivalenol/Vomitoksin, T2/Trichothecenes dan Penicillium viridicatum atau P. palitans (Okratoksin).

Beberapa jenis kapang dapat memproduksi lebih dari satu jenis mikotoksin dan beberapa mikotoksin diproduksi oleh lebih dari satu spesies kapang (Zain, 2011).  Kapang merupakan bagian normal dari mikroflora.

Ternak dapat terpapar mikotoksin setelah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022. (AHD-MAS)

PENGENDALIAN CEMARAN METABOLIT JAMUR ATAU TOKSIN PADA PAKAN AYAM

Pada umumnya unggas yang berusia muda sangat rentan terhadap Aflatoksin dibandingkan dengan unggas yang lebih dewasa. (Foto: Jurnalpeternakan.com)

Beberapa strain jamur (kapang) dapat tumbuh pada pakan ternak, bahan baku pakan dan litter yang menghasilkan toksin/racun, yang bila termakan oleh hewan khususnya ayam dapat menyebabkan kematian. Kematian yang disebabkan racun tadi umumnya disebut sebagai kematian karena terjadinya Mikotoksikosis (keracunan dari toksin/racun yang berasal dari metabolit jamur). Metabolit jamur itu (toksin/racun) merupakan toksin yang sangat kuat bahkan ada yang mensejajarkannya dengan racun botulinum.

Beberapa tipe jamur menghasilkan toksin yang menyebabkan masalah pada peternakan, tetapi yang perlu menjadi perhatian pada industri peternakan adalah toksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus, dimana racun yang dihasilkannya adalah Alfatoksin. Aspergillus flavus adalah jamur yang biasanya tumbuh pada beberapa media, khususnya tumbuh baik pada biji-bijian atau kacang-kacangan.

Pada saat ini diketahui ada empat jenis Aflatoksin ang dapat dikatakan sangat berpengaruh besar pada industri peternakan, yaitu Aflatoksin B1, B2, G1 dan G2. Dimana toksin B1 merupakan yang paling kuat dan penyebab gangguan yang tinggi pada industri peternakan.

Toksin yang berasal dari jamur ini menyebabkan berbagai gejala klinis yang sangat bervariasi dan sulit untuk dikenali. Beberapa Aflatoksin umumnya menyebabkan kematian, pertumbuhan terhambat, penurunan produksi telur, penurunan daya tetas (breeder) dan menyebabkan imunosupresif. Diagnosis sangat sulit karena lesi yang khas biasanya tidak terlihat dan mendeteksi toksin tidak meyakinkan.

Bagaimana Aflatoksin Dapat Berada pada Pakan 
Jamur dapat saja mengontaminasi dan memproduksi Aflatoksin pada saat sebelum dan sesudah panen bahan baku (biji-bijian dan kacang-kacangan), selama penyimpanan dan transportasi pakan serta di gudang penyimpanan farm. Suhu, kelembapan dan curah hujan tinggi merupakan faktor kondusif di daerah tropis dan memacu pertumbuhan jamur, sekaligus memproduksi Aflatoksin. Kandungan air yang aman pada bahan baku pakan agar tidak dapat ditumbuhi jamur dan sekaligus tidak terkontaminasi Aflatoksin adalah pada kisaran 8-12%.

Aflatoksin dihasilkan oleh bahan baku pakan terutama pada bungkil kacang tanah, tepung jagung, bungkil biji kapas dan bungkil kelapa. Pada umumnya ekstrak biji bunga matahari, ekstraksi rapeseed, bungkil kedelai dan dedak mengandung sedikit kandungan Aflatoksin.

Kerentanan Unggas Terserang Aflatoksin
Diantara unggas... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021. (MAS-AHD)

MEMINIMALISIR SERANGAN MIKOTOKSIN

Pada masa tanam, kandungan jamur semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman jagung. (Foto: Infovet/Ridwan)

Mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan jamur pada kondisi lingkungan yang ideal pada hampir semua jenis komoditi hasil pertanian di seluruh dunia. Pada saat ini, lebih dari 300 jenis toksin telah teridentifikasi yang berasal lebih dari 100.000 spesies jamur.


Berbagai jenis mikotoksin antara lain Aflatoksin (berasal dari Aspergillus flavus, Aspergillus parasiticus), Okratoksin (berasal dari Aspergillus ochraceus), Fumonisin (berasal dari Fusarium spp.), Zearalenon (berasal dari Fusarium graminearum, Fusarium tricinctum, Fusarium moniliforme), Ergot Alkaloid (berasal dari Claviseps purpurea), Deoxynivalenol (DON)/Vomitoksin (berasal dari Fusarium spp.) dan T-2 toksin (berasal dari Fusarium spp.)

Gambar 1. Berbagai jenis jamur penghasil mikotoksin.

Gambar 2. Struktur kimia beberapa mikotoksin.

Jamur yang memproduksi toksin dapat dikategorikan menjadi dua berdasarkan tempat proses tumbuhnya jamur, yaitu Field Fungi (contoh: Fusarium sp.) dan Storage fungi (contoh: Aspergillus sp. dan Penicillium sp.).

Pada masa tanam, kandungan jamur semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman jagung. Mikotoksin yang dihasilkan jamur pun semakin meningkat, hal ini didukung oleh kondisi iklim, manifestasi serangga, variasi kualitas bibit dan tingkat kepadatan tanaman.

Pada proses panen, pembentukan mikotoksin antara lain karena tingkat kematangan tanaman, kadar air biji tanaman dan praktek manajemen pertanian. Kemudian pada saat penyimpanan pembentukan mikotoksin dipengaruhi oleh kandungan air, serangga, penambahan bahan pengawet. Selain itu distribusi bahan baku pakan juga berpengaruh terhadap... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2020)

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM

MEMINIMALISIR ANCAMAN TOKSIN PADA PAKAN TERNAK

Produksi telur dapat menurun akibat mikotoksin. (Foto: Istimewa)

Mikotoksin sangat berbahaya bagi kelangsungan performa di peternakan unggas. Kontaminasi mikotoksin pada unit usaha unggas apapun itu, dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar.

Ancaman Tak Terlihat
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh dimana saja dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan bagi mereka. Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya berkembang pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan, yakni jagung dan kacang kedelai.

Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase penggunaan jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia pun sangat tinggi. Jagung dapat digunakan 50-60%, sedangkan kedelai bisa 20%. Bayangkan ketika keduanya terkontaminasi oleh mikotoksin, tentunya akan berbahaya.

Sayangnya, kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin pada 2017 menununjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat terkontaminasi Deoksinivalenol/DON (Vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi dengan FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai dari Amerika Selatan terkontaminasi dengan DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka-angka tersebut sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.

Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan, apalagi pakan jadi, tentunya akan sangat merugikan baik produsen pakan maupun peternak.

Menurut salah seorang konsultan perunggasan, Tony Unandar, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan. Melainkan kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain, misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk dan pertumbuhan yang tidak merata, kemudian kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.

“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” kata Tony.

Dirinya menyarankan agar apabila ada kejadian penyakit di lapangan sebaiknya... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2020) (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer