Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

SUMBER PROTEIN ALTERNATIF HOME GROWN UNTUK UNGGAS INGGRIS

Temuan tentang sumber protein alternatif home grown dapat membantu sektor unggas Inggris menjauh dari impor kedelai yang tidak berkelanjutan.

Pada saat pasokan kedelai global terlihat semakin rapuh, penelitian telah menemukan bahwa menanam gandum dan biji vetch, tailing biji-bijian dan kacang olahan semuanya ditemukan menawarkan nutrisi alternatif yang baik untuk monogastrik, dan bisa menjadi pertumbuhan di pertanian.

Saat ini, sebagian besar kedelai yang diimpor ke Inggris digunakan untuk membuat makanan dan pakan ternak, tetapi dari impor ini, dua pertiganya ditemukan pada tahun 2019 berasal dari sumber dengan potensi risiko deforestasi, menurut UK Roundtable on Sustainable Soybean.

Masalah rantai pasokan saat ini dari China dan India tahun ini menyebabkan harga kedelai melonjak hingga 80% di tahun ini hingga Juni. Kesimpulan dari kolaborasi laboratorium lapangan 3 tahun antara petani dan peneliti sekarang menawarkan jalan menuju sistem yang didasarkan pada produksi dan sumber pakan regional. Para petani telah bekerja dengan Pusat Penelitian Organik di laboratorium lapangan bersama dengan Petani Inovatif.

Laboratorium lapangan melihat 3 kemungkinan sumber protein: bibit berkecambah, meningkatkan nilai gizi kacang melalui perlakuan panas dan dehulling, menyimpan tailing biji-bijian.

Semua ditemukan memiliki nilai sebagai sumber pakan home growing. Semua percobaan telah berhasil dengan caranya sendiri, kata Dr Lindsay Whistance, peneliti ternak senior di Pusat Penelitian Organik.

Mike Mallett, yang secara organik memelihara 3.000 ayam petelur di Suffolk, menjalankan uji coba benih berkecambah sebagai bagian dari lab lapangan dan mengatakan ayam Inggris perlu diberi makan dengan pakan yang berasal dari Inggris. “Saya telah mencoba menghilangkan kedelai dari pakan ayam saya selama 9 tahun dan telah menanam berbagai jenis tanaman, termasuk bunga matahari dan lupin. Tapi pertanian kami terlalu dingin, atau mungkin terlalu basa. Vetch, bagaimanapun, adalah sesuatu yang di pertanian kami dapat tumbuh dengan baik. ”

Vetch juga memiliki keuntungan karena berguna dalam sistem pertaniannya, tambah Mallett, karena Vetch memperbaiki lebih banyak nitrogen daripada kacang polong dan buncis, dan merupakan tanaman antar-tanaman yang sangat baik, terutama dengan gandum dan juga memperbaiki struktur tanah.

Namun, biji vetch memang mengandung racun untuk penghambat monogastrik dan tripsonin, yang memengaruhi frekuensi dan ukuran bertelur. Tapi Mallett menemukan bahwa dengan berkecambah dia bisa mengurangi ini sambil melestarikan nutrisi mikro dan protein lainnya. “Itu juga berarti saya memiliki hijauan untuk memberi makan ayam ketika mereka berada di dalam ruangan selama musim dingin ketika ada lebih sedikit hijauan di luar ruangan.” (via poultryworld.net)

MENINGKATKAN KESEHATAN DAN PRODUKTIVITAS AYAM TANPA AGP

Direktur Pakan, Agus Sunanto, saat menjadi keynote speaker dalam webinar “Training Formulasi Pakan Tanpa AGP”. (Foto: Infovet/Ridwan)

Dampak penggunaan antibiotic growth promoter (AGP) pada industri ayam ras menjadi alasan pemerintah melarang AGP yang biasanya digunakan melalui pakan. Walau diketahui penggunaannya dapat membantu menekan bakteri patogen di saluran pencernaan.

Namun dalam jangka panjang pemberian AGP dapat menimbulkan residu antibiotik pada produk unggas yang berbahaya dikonsumsi manusia, yang turut meningkatkan kasus antimicrobial resistant (AMR).

“Survei WHO pada 2014 menyebutkan angka kematian global akibat AMR sebanyak 700 juta jiwa (low estimate) dan diperkirakan meningkat menjadi 10 juta jiwa di tahun 2050 mendatang. Banyak negara di Eropa melarang semua jenis antibiotik sebagai growth promoter,” ujar Direktur Pakan Ditjen PKH Kementerian Pertanian, Agus Sunanto, dalam webinar “Training Formulasi Pakan Tanpa AGP”, Rabu (8/9/2021), yang merupakan rangkaian kegiatan Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) dan World Egg Day (WED) 2021 di Provinsi NTT pada Oktober mendatang.

Pelarangan AGP di Indonesia telah diatur melalui berbagai regulasi, diantaranya UU No. 18/2009 jo UU No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Permentan No. 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan, Permentan No. 22/2017 mengenai Pendaftaran dan Peredaran Pakan dan Permentan No. 65/2007 tentang Pengawasan Mutu dan Keamanan Pakan.

Dipaparkan Agus, tujuan dari pelarangan AGP tersebut untuk mencegah terjadinya residu obat pada ternak dan resitensi mikroba patogen, mencegah gangguan kesehatan pada manusia, serta menjaga kesehatan lingkungan.

Oleh karena itu, kata dia, langkah strategis yang bisa diupayakan untuk meningkatkan kesehatan dan produktivitas ayam bisa menggunakan alternatif seperti probiotik, prebiotik, asam organik, minyak esensial, enzim, maupun feed supplement berkualitas.

“Juga dengan penerapan biosekuriti tiga zona, peningkatan kualitas pakan dan pemilihan DOC yang sehat, berkualitas dan bersertifikat,” ungkap Agus.

Hal senada juga disampaikan Direktur Nutricell Pacific, Wira Wisnu, yang menjadi narasumber. Dikatakan di era bebas AGP sekarang ini, pelaku budi daya unggas harus lebih jeli dalam perbaikan pemeliharaan.

Dijelaskan Wira, beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan untuk mengoptimalkan performa ayam yakni dengan memperhatikan kepadatan kandang, kebutuhan air, ketersediaan dan kualitas pakan.

“Serta bagaimana kita mengatur temperatur, kelembapan, oksigen, manajemen pH saluran pencernaan (keseimbangan mikroflora), pengelolaan organ hati dan usus, serta meminimalisir kondisi stres pada ayam,” katanya. (RBS)

MANFAAT PENGIKAT PELET BERBASIS RUMPUT LAUT DALAM DIET AYAM PEDAGING

Pelet berkualitas tinggi tahan terhadap penanganan yang kasar, seperti selama pengangkutan, penyimpanan, dan pengangkutan di jalur pakan. Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengikat dari sumber alami seperti rumput laut tidak hanya membantu mencapai kualitas pelet yang diinginkan tetapi juga meningkatkan performa ayam.

Selain itu juga meningkatkan kualitas pakan yang menurunkan biaya produksi dengan mengurangi debu dan pemborosan pakan. Pengikat pelet dari sumber alami seperti rumput laut dapat berkontribusi pada lingkungan yang lebih baik dan mungkin meningkatkan preferensi untuk produk daging.

Rumput laut merupakan sumber hidrokoloid yang penting, seperti agar, alginat, dan karagenan. Hidrokoloid ini dapat digambarkan sebagai karbohidrat yang larut dalam air yang digunakan untuk meningkatkan viskositas larutan untuk membentuk gel. Berdasarkan sifat-sifat rumput laut tersebut, peneliti dari Universitas Malaysia Pahang melakukan penelitian untuk mengevaluasi manfaat penggunaan pengikat pelet berbahan dasar rumput laut.

Dalam penelitian ini, 2 spesies rumput laut, Kappaphycus alvarzeii dan Sargassum polycystum digunakan sebagai pengikat pelet untuk mengevaluasi manfaatnya terhadap kualitas pelet, kinerja pertumbuhan, efisiensi pakan dan karakteristik karkas ayam pedaging umur 1-35 hari. Pakan terdiri dari kontrol (tanpa aditif), pengikat komersial dan 3 level rumput laut; Rumput Laut 1: pakan dasar + S. polycystum pada 2%, 5%, dan 10%, dan Rumput Laut 2: pakan dasar + K. alvarezii pada 2%, 5%, dan 10%.

Kualitas pelet diukur dengan menggunakan Pellet Durability Index (PDI), bersama dengan kekerasan pelet untuk semua diet. PDI terutama menunjukkan kemampuan pelet untuk menahan gesekan selama penyimpanan dan transportasi. Dalam hal kekerasan pelet, secara umum diterima bahwa pelet yang lebih keras juga akan lebih tahan lama.

Hasil pengukuran PDI dan kekerasan pellet yang dilakukan pada pellet yang dihasilkan dengan penambahan serbuk rumput laut (K. alvarezii dan S. polycystum) menunjukkan adanya peningkatan kualitas pellet. Perlakuan dengan S. polycystum ditambahkan menunjukkan skor PDI lebih tinggi dari kontrol, K. alvarezii dan diet pengikat komersial. Sementara PDI K. alvarezii dan pengikat komersial tidak lebih baik dari pakan kontrol, untuk kedua spesies rumput laut, nilai PDI lebih tinggi untuk tingkat inklusi 2% dan 5% daripada tingkat 10%.

Dalam hal kekerasan pelet, K. alvarezii pada 5% menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan dengan sisa diet, sedangkan S. polycystum dan pengikat komersial lebih baik daripada kontrol. Dibandingkan dengan S. polycystum, nilai kekerasan yang lebih besar dari K. alvarezii dikaitkan dengan kapasitas pembengkakan dan kapasitas retensi air yang lebih besar yang meningkatkan sifat fisik dan struktural pelet. Selain itu, K. alvarezii menunjukkan kekuatan gel yang lebih besar dan viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan S. polycystum. Hal ini disebabkan oleh jenis kandungan polisakarida pada kedua spesies tersebut. Sementara K. alvarezii menghasilkan karagenan, S. polycystum tidak menghasilkan karagenan melainkan alginat. Karagenan dapat membentuk gel yang kuat dan kaku bila dicampur dengan air.

Semua tingkat penambahan rumput laut yang berbeda menunjukkan peningkatan asupan pakan selama fase starter dan grower-finisher. Perbandingan antara 2 spesies rumput laut menunjukkan bahwa rumput laut merah (K. alvarezii) lebih dapat diterima oleh ayam daripada rumput laut coklat, S. polycystum. Pertambahan berat badan lebih banyak untuk K. alvarezii dibandingkan dengan diet S. polycystum. Ayam yang diberi pakan K. alvarezii 2% memiliki pertambahan bobot badan tertinggi dibandingkan dengan tingkat inklusi 5% dan 10% dari spesies rumput laut yang sama.

Rasio konversi pakan (FCR) yang diukur selama periode finisher lebih baik untuk K. alvarezii dan S. polycystum dibandingkan dengan kontrol pada tingkat inklusi 2% dan 5%. Tingkat inklusi 10% untuk K. alvarezii dan S. polycystum lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. FCR terbaik diamati dengan diet 2% K. alvarezii. Hal ini disebabkan kualitas pelet yang lebih baik diamati dengan K. alvarezii sebagai pengikat pelet yang baik akan menjaga semua bahan utuh dan dapat dengan mudah dikonsumsi oleh ayam.

Para peneliti menyimpulkan bahwa spesies rumput laut K. alvarezii dan S. polycystum pada 2-5% dapat berfungsi sebagai pengikat pelet potensial yang meningkatkan kinerja pertumbuhan dan efisiensi pakan pada ayam pedaging tanpa efek buruk pada parameter karkas. Selain itu, karena kandungan hidrokoloid dan sifat-sifat lainnya, seperti kapasitas pengembangan, kapasitas retensi air dan kapasitas pembentukan gel, kedua spesies rumput laut ini dapat meningkatkan kualitas pelet dalam pakan ayam pedaging. (via poultryworld.net)

SEKTOR UNGGAS BULGARIA OPTIMIS MESKIPUN ADA TANTANGAN

Sektor perunggasan Bulgaria mengalami tahun yang penuh tantangan pada 2020, dengan pertumbuhan yang berkelanjutan terhenti untuk pertama kalinya dalam 10 tahun. Namun, prospek untuk tahun 2021 dan 2022 tetap optimis.

Tahun 2020 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi industri perunggasan. Di Bulgaria, dimulai dengan persediaan unggas 2% lebih tinggi dari tahun 2019 tetapi berakhir dengan stok akhir 10,3% lebih rendah. Peternakan mengurangi stok karena berkurangnya permintaan lokal dan ekspor dan meningkatnya biaya produksi.

Perkiraan industri menunjukkan peningkatan 35-50% dalam biaya produksi antara Mei 2020 dan Januari 2021, sementara harga pasar tahunan tahun 2020 untuk ayam pedaging turun 3% menjadi € 145,98/100 kg dibandingkan dengan € 183,95/100 kg untuk rata-rata UE.

Produksi daging ayam pedaging turun 2,5% dan menyumbang 79% (78% pada 2019) dari daging unggas yang diproduksi secara komersial, dibandingkan dengan daging bebek (16%).

Konsumsi unggas mengalami penurunan sebesar 3,7% pada tahun 2020. Hal ini disebabkan oleh penjualan eceran yang tidak mengimbangi penurunan industri jasa makanan. Total konsumsi daging unggas kemungkinan akan menyaksikan pertumbuhan marjinal diikuti oleh pemulihan pada tahun 2022.

Pada tahun 2020, impor, yang didominasi oleh daging ayam pedaging (94% dari total impor daging unggas), menurun secara substansial karena permintaan domestik yang lebih rendah – dengan volume 10,9% dan nilai 18,3% dari 2019. Pemasok utama adalah Polandia (20%), Hongaria (20%), dan Rumania (18%).

Namun, pendapatan ekspor terutama berasal dari produk bebek. Ekspor menurun karena permintaan ekspor yang lebih rendah oleh Yunani, Siprus, dan Belgia serta hilangnya Inggris sebagai pasar UE. Ekspor turun sebesar 22,5% berdasarkan volume dan 25,3% berdasarkan nilai karena harga ekspor yang lebih rendah. Ekspor daging itik ke pasar ekspor utama Prancis dan Belgia terpukul keras akibat pandemi Covid-19.

Pada tahun 2020, untuk daging ayam pedaging, ekspor mengalami penurunan sebesar 28,1% secara tonase dan sebesar 32,8% secara nilai. Yunani adalah pasar utama dan menyumbang 44% dari ekspor daging broiler, diikuti oleh Rumania (20%). Perbedaan antara harga rata-rata daging broiler di Bulgaria dan EU-27 memberikan keuntungan bagi eksportir lokal. Pada tahun 2020, harga rata-rata tahunan Bulgaria adalah € 145,98/100 kg dibandingkan dengan € 183,95/100 kg untuk rata-rata UE.

Diperkirakan bahwa produksi daging ayam pedaging tahun 2021 akan sedikit meningkat dibandingkan tahun 2020. Karena pendapatan konsumen, layanan makanan, dan pariwisata sebagian besar mendorong permintaan daging unggas domestik, konsumsi tahun 2021 kemungkinan akan tumbuh sedikit. Pemulihan yang lebih kuat dalam permintaan dan produksi lokal diharapkan pada tahun 2022. (via poultryworld.net)

MENEKAN GANGGUAN PENCERNAAN

Upaya menekan gangguan pencernaan pada ayam yang disebabkan agen infeksius maupun tidak, dalam penanganannya harus bersifat terpadu dan komprehensif. (Foto: Dok. Infovet)

Sampai saat ini masih banyak peternak yang mengeluhkan terjadinya gangguan pencernaan yang berakibat pada menurunnya produktivitas ayam yang dipeliharanya. Berbagai bentuk gangguan pencernaan tersebut dapat berupa meningkatnya konversi pakan, pertumbuhan terlambat, keseragaman berat badannya rendah dan terjadinya gangguan produksi seperti tertundanya waktu produksi, pencapaian puncak produksi tidak maksimal, ketahanan lamanya puncak produksi relatif singkat, serta pola produksi cenderung berfluktuasi.

Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya gangguan pencernaan pada ayam sangatlah banyak dan dapat bersifat kompleks, yakni mulai dari infeksi berbagai agen penyakit, rendahnya kualitas pakan, faktor budi daya terkait manajemen pemeliharaan, serta pengaruh iklim dan lingkungan sekitar/dalam lokasi peternakan. Mengenai mekanisme terjadinya problem pencernaan pada ayam dapat berupa terjadinya gangguan perkembangan organ terkait dengan sistem pencernaan dan gangguan fungsi akibat terjadinya kerusakan secara langsung pada organ pencernaan yang bersifat vital.

Beberapa penyakit yang secara langsung dapat merusak dan mengganggu fungsi sistem pencernaan diantaranya Newcastle Disease (ND), Koksidiosis, Kolibasilosis, Kolera, Salmonellosis, Nekrotik Enteritis (NE), Infectious Stunting Syndrome, Helminthiasis.

Beberapa penyakit atau faktor yang secara tidak langsung merusak fungsi organ pencernaan, akan tetapi mempengaruhi perkembangan organ pencernaan, diantaranya Chronic Respiratory Disease (CRD) atau penyakit pernapasan lain yang bersifat kronis, defisiensi nutrisi pakan, serta faktor yang berhubungan dengan praktik manajemen yang berpengaruh langsung pada kesehatan ayam.

Penanggulangan di Lapangan
Upaya menekan terjadinya gangguan pencernaan pada ayam yang disebabkan oleh agen infeksius maupun yang tidak bersifat infeksius, dalam penanganannya haruslah bersifat…

Oleh: Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021-8300300

TELUR CAIR NABATI BARU DIPATENKAN

Perusahaan portofolio Eat Beyond, Nabati Foods, telah mematenkan produk telur cair nabati barunya, Nabati Plant Eggz, di Kanada, AS dan Australia, dan sedang dalam proses pengajuan di Eropa dan China.

Alternatif telur cair, yang dibuat oleh perusahaan teknologi pangan yang berbasis di Kanada, terbuat dari protein lupin dan kacang polong untuk meniru konsistensi dan tekstur telur ayam konvensional. Nabati Plant Eggz dirancang untuk menjadi pengganti yang mudah untuk telur ayam.

Rasa dan tekstur dibuat sedekat mungkin dengan telur ayam asli. Sehingga saat dibuat omelet, hasilnya bisa dikatakan sama dengan omelet dari telur asli. (via poultryworld.net)

UPAYA MENGOPTIMALKAN KINERJA SALURAN PENCERNAAN

Kepadatan kandang harus diperhatikan agar meminimalisir stres. (Foto: Istimewa)

Agar nutrisi yang ada pada ransum dapat diserap sempurna, dibutuhkan sistem pencernaan yang bekerja optimal. Saluran pencernaan yang berfungsi optimal akan mampu memaksimalkan nilai pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi.

Dalam aspek pemeliharaan ayam, banyak sekali tantangan yang dihadapi peternak di masa kini. Masalah pada saluran pencernaan kerap terjadi, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius. Lebih kece lagi ketika keduanya berkomplikasi dan menimbulkan masalah yang epic di lapangan.

Seperti yang pernah dialami oleh Supendi peternak broiler kemitraan asal Bogor. Ketika kebijakan pakan non-AGP (Antibiotic Growth Promoter) mulai diberlakukan, dirinya merasa performa ayam di kandangnya menurun cukup drastis. Hal ini semakin menjadi rumit, karena kemudian diperparah dengan cuaca ekstrem.

“Awalnya ayam cuma diare, terus saya kasih obat anti-diare, setelah jalan dua hari bukannya sembuh namun malah diare berdarah gitu. Saya langsung telepon TS obat, besoknya dateng konsultasi dan ternyata ayam saya kena Koksi,” tutur Supendi.

Saat itu untungnya ayam sudah berusia 25-an hari, walaupun bobot badannya di bawah standar, Supendi langsung melakukan panen dini ketimbang merugi lebih lanjut. Ia pun langsung berbenah dan mencari tahu penyebabnya.

“Pakan sih tidak bermasalah, air minum juga, semua aspek saya sudah penuhi. Tetapi memang mungkin saya teledor di cara pemeliharaan. Memang beda ya ketika AGP sudah tidak boleh lagi digunakan, cara pelihara juga harus berubah,” ucap dia.

Mindset Harus Diubah
Dilarangnya AGP kerap kali dijadikan kambing hitam oleh peternak di lapangan terkait masalah yang mereka alami. Tidak semua orang seperti Supendi, memiliki pemikiran positif dan mau merubah tata cara budidayanya. Di luar sana banyak peternak sangat yakin bahwa AGP adalah “dewa” yang harus hadir disetiap pakan unggasnya.

Nutrisionis PT Farmsco Indonesia, Intan Nursiam, mengakui bahwa saat ini mindset peternak harus diubah terkait pakan. “Semua produsen pakan pasti berlomba-lomba dengan keadaan yang ada saat ini tentang bagaimana menggantikan AGP dengan formulasi yang terbaik. Masalahnya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2021. (CR)

VIV ASIA JANUARI 2022 DIBATALAKAN

Penyelenggara VNU telah memutuskan untuk membatalkan VIV (Vakbeurs Innovatieve Veehouderij/Trade Fair for Innovative Animal Farming) Asia yang direncanakan untuk Januari 2022. Biasanya, VIV Asia berlangsung pada bulan Maret setiap 2 tahun sekali. Edisi reguler terakhir diadakan pada Maret 2019.

Edisi tahun ini awalnya ditunda menjadi September tahun ini, kemudian menjadi Januari 2022. Keputusan terakhir edisi VIV Asia berikutnya akan berlangsung pada saat seperti biasa, dalam hal ini pada tanggal 8-10 Maret 2023.

Tempatnya akan berada di Bangkok's Impact Challenger, hall 1-3. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tempat VIV Asia bertempat di Bangkok International Trade and Exhibition Centre (BITEC).

Acara ini akan diadakan di co-location dengan acara Meat Pro Asia, yang diselenggarakan oleh Messe Frankfurt dan VNU Asia Pasifik.

Alasan reschedule terkait dengan situasi Covid-19 di Asia Tenggara. Perkembangan terakhir telah memaksa pihak berwenang Thailand untuk menerapkan langkah-langkah ketat baru, termasuk pembatasan perjalanan. Selain itu, program vaksinasi di berbagai negara Asia belum sepenuhnya berjalan. (via poltryworld.net)

PLAINVILLE FARMS MELAKUKAN PENYELIDIKAN INTERNAL

Rekaman yang menunjukkan pekerja menendang, menginjak dan memukuli kalkun di peternakan yang memasok Plainville Farms telah mendorong supermarket AS terkemuka, Whole Foods, untuk menangguhkan semua pembelian dari perusahaan itu dan menarik produk dari tokonya.

Investigasi oleh kelompok kesejahteraan hewan, People for the Ethical Treatment of Animals (PETA), menunjukkan pekerja yang tertangkap kamera melempar kalkun seperti bola basket dan mencoba mematahkan leher kalkun.

Dalam sebuah pernyataan, Plainville Farms mengatakan telah melakukan penyelidikan internal dan jika ada karyawannya yang terlibat, mereka akan dimintai pertanggungjawaban. (via poultryworld.net)

RUSIA NAIK DI PERINGKAT GLOBAL PRODUKSI KALKUN

Pada tahun 2020, Rusia meningkatkan produksi kalkun sebesar 20% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 330.000 ton, menjadikannya produsen kalkun terbesar keempat di dunia.

Jika semuanya berjalan dengan baik, tingkat produksi diperkirakan akan mencapai 400.000 ton tahun ini, mendorong negara itu ke posisi ketiga dalam peringkat global.

“Upaya konsolidasi dalam industri akan mengamankan pertumbuhan tambahan dan membiarkan negara itu menjadi produsen kalkun terbesar kedua di dunia dalam 2-3 tahun ke depan, di depan Polandia, Jerman, Prancis, dan pemimpin sejarah lainnya,” kata Agrifood Strategies. (via poultryworld.net)

DAMATE MENINGKATKAN PRODUKSI KALKUN

Untuk memperluas penjualan ke luar negeri, produsen kalkun terbesar Rusia, Damate, telah membuka ekspor produk kalkun ke Afrika Barat.

Damate telah mengekspor 100 ton sosis kalkun dengan merek Salima ke Ghana, Liberia, dan Benin.

Sebelumnya, Damate terutama berfokus pada ekspor kalkun beku ke Afrika. Pada paruh pertama tahun 2021, pasokan ini berjumlah 3.500 ton untuk 500 juta rubel (US$ 6,5 juta).

Damate mengekspor kalkun ke 31 negara, termasuk China, UEA, Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Eropa. Perusahaan bermaksud untuk meningkatkan ekspor ke Afrika. Saat ini, Damate sedang bekerja untuk mendapatkan izin yang diperlukan untuk meluncurkan penjualan ke negara-negara baru.

Pertumbuhan ekspor baru-baru ini dikaitkan dengan dimulainya produksi pabrik baru Damate untuk pemrosesan kalkun canggih di Penza Oblast seharga 9 miliar rubel (US$ 120 juta). Kinerja produksi yang dirancang adalah 303 ton per hari.

Fasilitas ini dikatakan sebagai pabrik pemrosesan kalkun canggih terbesar di Eropa. Pabrik itu memiliki otomatisasi dan robotika tingkat tinggi. (via poultryworld.net)

TANTANGAN & PELUANG INDUSTRI PERUNGGASAN PASCA PANDEMI

Farmsco E-Learning Part 9 : Kupas Tuntas Masalah Perunggasan Nasional Pasca Pandemi

PT Farmsco Feed Indonesia kembali mengadakan webinar bertajuk Farmsco E-Learning pada Selasa (31/8) melalui aplikasi Zoom Meeting dan Live Streaming Youtube. Dalam webinar kali ke-9 ini tema yang diangkat adalah "Tantangan & Peluang Industri Perunggasan Pasca Pandemi". Animo peserta pun sangat tinggi, hal ini terlihat dari jumlah peserta yang mencapai 350-an peserta hadir.

Vice President PT Farmsco Feed Indonesia Park Ju Hyun dalam sambutannya berterima kasih kepada seluruh peserta dan narasumber yang hadir dan berpartisipasi dalam acara tersebut. Ia juga bilang bahwa tema yang diangkat kali ini bertujuan untuk membuka pikiran dan wawasan para insan perunggasan Indonesia dalam mempertahankan perunggasan nasional dikala pandemi maupun pasca pandemi.

"Kita memang masih dalam masa pandemi, semua kebiasaan berubah, oleh karenanya kita harus saling menjaga satu sama lain agar perunggasan ini tetap hidup. Tantangan yang ada di depan mata kita harus disikapi dengan bijak, oleh karenanya mari kita bertukar pikiran, ide, dan gagasan baru. Kami akan fasilitasi itu," tutur Park.

Iqbal Alim Kasubdit Unggas dan Aneka Ternak Direktorat Bibit dan Produksi Ternak dalam keynote speech-nya mengatakan bahwa ditengah pandemi sekalipun perunggasan masih sangat menjanjikan. Namun begitu ada beberapa masalah yang masih merintangi perunggasan hingga saat ini.

"Beberapa masalah merupakan masalah lama seperti over supply dan fluktuasi harga telur dan ayam ras. Pandemi ini memunculkan masalah baru yaitu turunnya daya beli dan konsumsi. Selain itu ada masalah lain seperti masuknya ayam Brazil, pembukaan pasar, dan lain - lain," tutur Iqbal.

Iqbal menyatakan bahwa pemerintah berusaha semaksimal mungkin dalam mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Terlebih lagi unggas merupakan primadona sumber protein hewani masyarakat Indonesia. Iqbal juga menyingung bahwasanya ditengah pandemi ini masih ada titik terang bagi perunggasan nasional, terutama dari ekspor. 

"Beberapa produsen kita sudah bisa ekspor produk olahannya ke luar negeri, oleh karena itu ini bisa terus kita dorong dan seperti kata Pak Menteri juga bahwa kami akan mendukung semua produsen yang memang mau mengekspor," tukas Iqbal.

Narasumber selanjutnya yakni Ketua Umum GPPU Achmad Dawami. Dalam paparannya ia memaparkan secara gamblang permasalahan perunggasan dari hulu hingga hilir. Misalnya saja masalah kelebihan stok DOC FS yang hingga kini masih menjadi momok baik bagi peternak dan pembibit.

"Kita selalu melakukan cutting dan afkir dini sebagai solusi jangka pendek, tetapi solusi jangka panjangnya enggak pernah ketemu. Kita semua harus memikirkan ini, karena ini jga bukan peternak saja yang merugi, pembibit juga loh, memang dikiranya menghasilkan HE itu enggak pakai pakan?, enggak ada biaya pemeliharaannya?," tutur Dawami.

Lebih lanjut ia melanjutkan bahwa sebelum pandemi berlangsung pun mulai ada perubahan pola konsumsi. Terlebih lagi dengan kemajuan teknologi dan faktor generasi milenial yang ingin melakukan semuanya dengan praktis.

"Dulu mata rantai industri ini cukup panjang, kini ketika teknologi maju dan pandemi juga sekarang rantai pasok jadi semakin pendek.Tinggal pegang HP, tau - tau kita sudah bisa beli ayam, telur, dan lainnya. Makanya ini kita (stakeholder) juga harus melakukan perubahan agar dapat bertahan," tutur Dawami.

Dalam webinar tersebut juga dibahas permasalahan terkait pakan ternak. Tentunya Ketua Umum GPMT Desianto Budi Utomo yang langsung "turun gunung" memaparkan hal tersebut. Kata dia dalam situasi pandemi kini masalah yang dihadapi sektor pakan kian pelik, selain kenaikan harga bahan baku, ongkos kirim dari negara asal juga naik. Ia juga menyoroti turunnya permintaan pakan yang menurut survey GPMT dialami oleh 8 dari 10 perusahaan anggot GPMT.

"Ini benar - benar sulit, tetapi kita mau tidak mau suka tidak suka harus bertahan, bagaimanapun caranya. Oleh karenanya kami sangat ingin menyeriusi ini bersama pemerintah dan stakeholder lain, karena pakan ini adalah faktor esensial. Tidak bisa peternakan apapun berjalan tanpa adanya pakan," kata Desianto.

Dari sektor peternakan layer diwakili oleh Jenny Soelistiani Ketua Umum Pinsar Petelur Lampung. Berdasarkan hasil diskusi dan tukar pikiran yang telah ia lakukan dengan berbagai pihak, Jenny mengatakan bahwa masalah yang dihadapi oleh peternak layer kurang lebih sama. Namun begitu Jenny juga menyatakan bahwa pandemi membuat masalah baru, tetapi juga membuka peluang baru.

"Masalah barunya ya itu penurunan daya beli, pakan juga makin mahal. Tetapi dengan berkurangnya supply di negara lain, kita juga punya peluang untuk mengekspor hasil ternak kita ke luar negeri, enggak usah jauh - jauh, ke tetangga kita dulu aja," kata Jenny.

Oleh karena itu sejak beberapa tahun belakangan wanita asal Metro Lampung tersebut getol mengampanyekan sertifikasi NKV pada anggota asosiasinya di Lampung. Hal ini tentunya untuk memenuhi persyaratan agar produksi telur peternak bertambah value-nya. Dan ia juga berharap agar hal serupa juga dilakukan di daerah lain.

"NKV dengan level 1 itu bisa ekspor, itu artinya sudah terjamin produknya. Makanya saya ajak peternak di tempat saya untuk berjuang di situ. Karena ini juga peluang, selain itu tanggung jawab kita juga sebagai peternak untuk menjamin bahwa produk yang kita hasilkan adalah produk yang berkualitas dan terjamin mutunya," tutup Jenny.

Sebagai penutup peternak sekaligus Dewan Pembina GOPAN Tri Hardiyanto mengatakan bahwa memang semua masalah yang dihadapi baik sebelum maupun sesudah masa pandemi merupakan sebuah keniscayaan. Dan untuk menghadapinya semua harus bersabar dan berusaha semaksimal mungkin terutama dalam beradaptasi dengan perubahan.

"Apa yang tadi disampaikan oleh para narasumber lain adalah benar, mulai dari konsumsi turun, harga pakan dan DOC melonjak, fluktuasi harga ayam, ini adalah sebuah takdir yang harus kita hadapi bersama. Hanya saja kita harus lebih kompak dan bersatu dalam menghadapinya, karena ini adalah masalah bersama," tutur Tri. (CR)


PELUNCURAN SMART BROILER FARMING DI PERINGATAN HARI PETERNAKAN & KESEHATAN HEWAN

Produk aplikasi smart broiler farming diluncurkan dalam Indonesia Livestock Club (ILC) Edisi 23 secara daring. (Foto: Istimewa)

Fakultas Peternakan UGM menghilirisasikan risetnya dengan menciptakan sebuah sistem pendeteksi performa kandang ayam yang memudahkan peternak memantau ayam broiler melalui sebuah aplikasi bernama BroilerX, salah satu merek yang dikembangkan PT Integrasi Teknologi Unggas pada peringatan Hari Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kamis (26/8/2021).

Produk aplikasi smart farming tersebut diluncurkan dalam Indonesia Livestock Club (ILC) Edisi 23 secara daring tersebut dihadiri Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Nasrullah, Rektor UGM Prof Panut Mulyono dan Dekan Fakultas Peternakan UGM Prof Ali Agus. ILC bertajuk “Unggas Merdeka dengan Big Data” diikuti sekitar 230 peserta dengan narasumber utama Founder sekaligus Direktur Utama BroilerX Jati Pikukuh dan Direktur Utama Tropic Darmawan.

Dirjen PKH Nasrullah dalam kesempatan itu menyambut baik inovasi tersebut. Ia mengatakan, “Semakin banyak atau besar data yang dipegang, maka akan semakin real dan tepat sasaran dalam analisis pengambilan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Permasalahan besar kita sekarang adalah peternak masih belum terbuka tentang data, sehingga menyulitkan dalam pengambilan kebijakan yang sistematis terukur tepat sasaran,” kata Nasrullah.

Ia berharap inovasi yang dihadirkan benar-benar dimanfaatkan peternak dan dikembangkan sebaik mungkin, serta dapat membantu pemerintah dalam pemetaan masalah di industri perunggasan dan menghadirkan solusi aktual dan konkrit berdasarkan big data secara real time.

Pada kesempatan yang sama, Ali Agus juga mengemukakan tentang BroilerX yang merupakan produk generasi milenial karya anak bangsa dari mahasiswa UGM, sangat layak untuk mendapatkan ruang untuk terus berkembang dan berkiprah di negeri sendiri.

“BroilerX hadir dengan semangat untuk menghadirkan solusi teknologi yang dapat dimanfaatkan peternak untuk semakin mengefisienkan manajemen produksi budi daya mereka,” katanya. (IN)

BRASIL BERENCANA UNTUK MENUMBUHKAN PRODUKSI BEBEK

Brazil dikenal sebagai eksportir utama ayam pedaging dan saat ini berencana untuk mengembangkan produksi bebek. Produsen dan pemerintah Brasil akan meningkatkan sektor daging bebek menggunakan pembelajaran dari sektor ayam pedaging.

Pasar bebek dunia mengalami pertumbuhan selama beberapa dekade terakhir. Data FAO menunjukkan produksi daging itik meningkat 54,3% dari 3,1 juta ton menjadi 4,8 juta ton antara 2004 dan 2020. Sementara itu, ekspor melonjak dari 159.900 ton menjadi di atas 300.000 ton antara 2003 dan 2018.

Menurut ABPA, Brasil memproduksi 4.120 ton dan mengekspor 3.900 ton daging bebek pada tahun 2020, volume 26,55% lebih tinggi dari tahun sebelumnya, menghasilkan devisa US$ 10,5 juta untuk negara itu tahun lalu. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab adalah tujuan utama dan masing-masing membeli 1.390 ton dan 1.000 ton. (via poultryworld.net)

BERANTAS TUNTAS GANGGUAN PENCERNAAN

Ternak ayam broiler. (Foto: Dok. Infovet)

Data analisa BMKG untuk Agustus 2021, menunjukan bahwa curah hujan menengah dikisaran 100-300 mm dengan kelembapan di atas 80% dan suhu permukaan 23-29° C. Hal ini akan berdampak kondisi di Agustus relatif lebih dingin dan berkorelasi dengan strategi pengendalian manajemen dan kesehatan unggas. Pada kondisi tersebut, tantangan gangguan penyakit pencernaan sangat potensial terjadi mengingat kondisi lingkungan mendukung bibit patogen untuk tumbuh, berkembang dan menyebabkan gangguan sistem pencernaan.

Usus atau intestine terdiri dari usus halus (duodenum, jejenum dan ileum) serta usus besar. Usus halus terbentang dari ventriculus sampai bagian ileosekal yang merupakan tempat pertautan sekum. Bagian setelah ileosekal menuju kloaka disebut usus besar. Dibagian usus halus terdapat sel-sel epitel vili yang berperanan dalam proses pencernaan dan penyerapan pakan. Sedangkan dibagian usus besar terjadi penyerapan air.

Sejumlah penyakit dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada usus halus. Sebagai contoh adalah infeksi protozoa. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan usus untuk mencerna dan menyerap nutrisi pakan, akibatnya bobot badan ayam menurun atau terjadi hambatan pertumbuhan (Zalizar et al., 2007).

Tantangan pengendalian gangguan pencernaan semakin kompleks pasca dicabutnya penggunaan antibiotic growth promoter (AGP) dalam pakan sejak 2018. AGP secara umum digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam usus dan biasanya spesifik mengarah ke bakteri gram positif yaitu Clostrodium perfringens. Bakteri ini adalah agen penyebab penyakit Necrotic enteritis (NE). Dengan dilarangnya penggunaan AGP, maka kemungkinan besar kemunculan penyakit ini akan sering terjadi.

Menurut Paiva D. and McElroy A J. (Appl. Poult. Res. 23: 557-566), menyatakan bahwa kejadian NE meningkat setelah dilarangnya penggunaan antibiotik sebagai AGP. Masih menurut Paiva D. and McElroy A J., bahwa kejadian NE yang bersifat sub klinis menyebabkan kerugian ekonomi lebih besar. Kejadian NE seperti fenomena gunung es, dimana yang bersifat sub klinis justru lebih besar dibandingkan dengan klinisnya. Kejadian NE subklinis ditandai dengan ayam tampak tidak sehat, average daily gain (ADG) yang tidak tercapai dan feed conversion ratio (FCR) yang buruk.

Kejadian NE seperti fenomena gunung es. (Gambar: Istimewa)

Hubungan NE dan Koksidiosis, serta  Dampak Ekonominya
Kemunculan NE pada broiler tidak bisa lepas dari infeksi parasit awal yakni Koksidiosis. Gejala jika dilihat dari ekskreta yang di keluarkan broiler pun hampir sama cirinya, yakni cenderung berdarah. Infeksi awal NE pada saluran pencernaan akan mengikuti… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2021.

Ditulis oleh:
Eko Prasetyo Bayu S Spt
(Staff Region PT Karya Satwa Mulia, Mustika Grup) dan
Drh Sumarno Wignyo
(Senior Manager AHS PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer