Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini peternakan sapi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PERCEPATAN ADAPTASI TEKNOLOGI DI PETERNAKAN SAPI HARUS LIBATKAN SWASTA

Peternak Sapi Indonesia, Masih Didominasi Peternak Tradisional

Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Ibnu Budiman mengatakan, pelibatan sektor swasta mempercepat adopsi teknologi pada peternakan sapi, yang salah satu dampaknya adalah meningkatkan produktivitas susu.

"Pelibatan swasta dapat mempercepat adopsi teknologi pada peternakan sapi karena mereka memiliki metode kemitraan yang bersifat jangka panjang, ada kontinuiti pada program tersebut. Program kemitraan dengan swasta juga memberikan kesempatan kepada peternak untuk meningkatkan kualitas susu yang dihasilkan, melalui transfer pengetahuan dan teknologi," jelas Ibnu dalam siaran resminya diterima di Jakarta, Rabu (21/9).

Ibnu melanjutkan, saat ini produksi susu segar Indonesia hanya mampu memenuhi 22 persen kebutuhan susu nasional. Dengan meningkatnya konsumsi susu dan target nasional untuk memenuhi setidaknya 60 persen kebutuhan nasional dari produksi dalam negeri pada tahun 2025, peningkatan produktivitas peternakan sapi perah menjadi penting.

Untuk itu, lebih banyak adopsi teknologi, teknik dan praktik manajemen peternakan terbaik oleh peternakan sapi perah untuk meningkatkan produktivitas susu sapi sangat dibutuhkan. Namun, karena sebagian besar peternak sapi perah adalah petani kecil, berinvestasi dalam teknologi merupakan tantangan karena biaya, skala produksi yang kecil, dan kurangnya informasi dan motivasi.

Pendekatan sektor swasta lebih efektif untuk memastikan adopsi teknologi karena mereka memahami masalah yang dihadapi peternak terkait kualitas susu dan manajemen peternakan dari interaksi sehari-hari. Pendekatan ini terbukti mampu meningkatkan adopsi teknologi dan produksi susu sapi peternak.Dengan bekerja sama dengan koperasi susu dalam membantu peternak membeli teknologi melalui pemberian pinjaman, pendekatan kemitraan berkontribusi untuk mempertahankan adopsi yang berkelanjutan dan mencegah perilaku disadopsi atau adopsi semu yang biasanya terjadi dalam penyediaan teknologi gratis.

"Penting bagi Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memfasilitasi peran sektor swasta dalam transfer teknologi dan pengetahuan. Hal ini dapat dicapai dengan terlebih dahulu memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan target spesifik dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementan berikutnya," ungkapnya. Ibnu juga menambahkan, Kementan juga perlu merevisi dan melaksanakan Permentan Nomor 13/2017 tentang Kemitraan Usaha Peternakan untuk melaksanakan alih teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai kemungkinan skema kemitraan antara perusahaan dan peternakan.

Pemetaan transfer teknologi yang ada dari sektor swasta, donor, dan pemerintah daerah juga diperlukan untuk memastikan intervensi yang diberikan tepat sasaran. Intervensi dari pemerintah sendiri dapat melengkapi dan memfasilitasi para peternak melalui pendekatan berbasis pasar.

Penelitian terbaru CIPS yang berjudul Technology and Knowledge Transfer to Dairy Farms: Private Sector Contribution to Improve Milk Production merekomendasikan beberapa hal untuk meningkatkan adopsi teknologi pada peternakan.

Yang pertama adalah meningkatkan kemitraan antara peternakan dan pelaku usaha untuk penyerapan susu dalam negeri. Permentan Nomor 33/2018 memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan transfer teknologi dan harga yang lebih baik untuk mendorong kualitas dan produksi susu yang lebih tinggi.Sementara itu, Perpres 10/2021 juga mendorong kemitraan melalui pemberian tax allowance bagi investor yang menjalin kemitraan dengan petani. Kementan, dengan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dapat lebih mendorong transfer teknologi melalui insentif untuk bisnis, misalnya, insentif pajak yang terkait dengan penyediaan teknologi kepada petani lokal atau jumlah susu segar dalam negeri yang digunakan dalam produksi. (INF)

IPB UNIVERSITY RINTIS SEKOLAH PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN BLORA

Prof Muladno bersama Bupati Blora (kedua dari kiri) dalam acara sosialisasi SPR

IPB University merintis didirikannya Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) di Kabupaten Blora. Hal tersebut merupakan tindak lanjut penandatanganan MoU antara Bupati Blora dengan Rektor IPB University beberapa waktu lalu dalam rangka Sesarengan mBangun Blora di sektor peternakan.

Tim yang dipimpin Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University Prof Muladno, menggelar sosialisasi kepada para Camat, Kepala Desa, dan petani peternak di hall pertemuan Hotel Al-Madina Blora, Jumat (19/8/2022).

Hadir langsung Bupati Blora,  Arief Rohman dan Wakil Bupati Tri Yuli Setyowati bersama beberapa pejabat di Kabupaten Blora seperti Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pangan Pertanian Peternakan dan Perikanan, dan jajarannya.

Prof Muladno yang juga mantan Dirjen Peternakan dan Keswan Kementan itu mengaku senang bisa hadir di Blora. Pihaknya bersedia membantu pembangunan sektor peternakan yang menurutnya Blora memang mempunyai potensi besar.

“Setelah sejak dua tahun lalu berkomunikasi dengan Pak Arief, Pak Bupati, akhirnya kini saya bisa berjumpa langsung dengan beliau disini. Terimakasih Pak Bupati yang bulan lalu telah menjalin MoU dengan Pak Rektor IPB sebagai dasar program SPR ini,” ucap Prof Muladno.

Menurutnya, peternakan menjadi sektor yang penting untuk mendukung terwujudnya kedaulatan pangan nasional. Sehingga sudah seharusnya para peternak kecil di pedesaan bisa memperoleh ilmu dan pendampingan untuk mengembangkan usahanya.

“Di Indonesia ini, sebagian besar kebutuhan daging nasional dipenuhi oleh para peternak kecil di berbagai daerah yang punya sapi 2 sampai 4 ekor," sambungnya.

Sisanya baru perusahaan peternakan dimana sapinya justru beli dari Australia.

"Maka jika kita ingin daulat daging, peternak desa-desa harus kita damping untuk berkembang. Salah satunya lewat SPR ini nanti,” jelasnya.

Sebagai pilot project, tahap awal ini menurutnya SPR akan dilaksanakan di Desa Palon, Kecamatan Jepon, dan Desa Pengkolrejo, Kecamatan Japah.

“Jadi nanti peternak rumahan di desa itu kita kumpulkan untuk belajar bersama, sekaligus praktik, hal itu agar peternak bisa ikut membangun industri peternakan di wilayahnya sendiri.Untuk pembiayaan program ini InsyaAllah dibantu IPB dan Kementan." terangnya.

"Sedangkan untuk pelaksanaannya akan kita carikan skema pinjaman bunga rendah, seperti yang pernah disampaikan Pak Bupati,” tambahnya.

Pada kesempatan itu Bupati Arief Rohman menyampaikan terimakasih kepada Prof Muladno dan tim yang beranggotakan para dosen IPB Bogor asli Blora, atas kesediaannya hadir memberikan ilmu peternakan kepada peternak lokal di Blora.

“Pak Kades, dan para peternak yang sudah hadir harus bersungguh-sungguh mengikuti program ini. Nek ra berhasil nanti tak coret, tidak akan dikasih bantuan program pengembangan peternakan atau lainnya," kata Bupati Blora.

Dikatakannya, harus sungguh-sungguh, apalagi program ini dibiayai oleh IPB dan Kementan. Sedangkan untuk modalnya kalau bisa nanti kita skema pinjaman bunga rendah.

"Kalau pinjaman itu ada tanggung jawab mengembalikan, namun kalau bantuan pasti habis tidak berkelanjutan,” papar Bupati.

Bupati Arief Rohman ingin agar potensi peternakan sapi di Kabupaten Blora benar-benar bisa berkembang untuk mendorong kesejahteraan para petani peternak.

“Selama ini masih banyak yang hanya sekedar rojo koyo. Hanya untuk tabungan saja kalau perlu dana dijual," ungkapnya.

Padahal, lanjut Bupati, kita punya populasi sapi terbesar di Jawa Tengah. Kita punya mimpi SPR ini nanti tidak hanya di Kecamatan Jepon dan Japah saja. Namun kedepan setiap Kecamatan bisa memiliki SPR.

"Jepon dan Japah ini harus sungguh-sungguh sebagai contoh awal,” sambung Bupati.

Dikatakan, pihaknya tertarik dengan SPR karena beberapa tahun lalu mendengar sukses story peternakan justru dari Kabupaten sebelah.

Sedangkan Blora yang punya potensi besar justru belum punya SPR. Oleh karena itu SPR di Blora harus bisa dijalankan dengan baik. Untuk penjualan hulu hilirnya, Pemkab juga telah menjalin MoU dengan PD Dharma Jaya DKI Jakarta.

Untuk diketahui Sentra Peternakan Rakyat (SPR) merupakan suatu kawasan tertentu sebagai media pembangunan peternakan dan kesehatan hewan yang di dalamnya terdapat populasi ternak tertentu yang dimiliki oleh sebagian besar pemukim di satu desa atau lebih, serta sumber daya alam untuk kebutuhan hidup ternak (air dan bahan pakan).

Di dalam SPR, terdapat Sekolah Peternakan Rakyat (Sekolah PR) yang merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membangun kesadaran peternak dan mendorong tindakan kolektif.

Melalui SPR, peternak berskala kecil baik individu maupun yang sudah tergabung dalam kelompok atau asosiasi didorong untuk berkonsolidasi membangun perusahaan kolektif yang dikelola secara profesional dalam satu manajemen. Ini merupakan salah satu upaya untuk menjadikan peternak berdaulat dan memiliki posisi tawar lebih tinggi.

“Sapinya bisa berkembang dengan baik dan menguntungkan. Kotorannya bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik," kata Bupati.

Jadi nanti pertanian organiknya juga harus jalan. Kedepan pertanian organik ini menjadi produk yang mahal dan banyak dicari orang. (INF)

LUKA MUKOSA AKIBAT PMK BISA PULIH KEMBALI

Lesi awal infeksi, tampak mulai terbentuk vesikel pada mukosa lidah. (Foto: Istimewa)

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) telah menyebar ke berbagai pulau dan provinsi di Indonesia. Penyebaran penyakit terjadi secara cepat dari provinsi ke berbagai kabupaten. Perbedaan harga, pedagang yang hanya mengejar keuntungan yang besar di tengah ketidakpahaman para peternak tentang PMK menyebabkan sapi tertular, sapi subklinis PMK yang baru saja tertular atau baru fase penyembuhan luka di mukosa mulutnya dibeli murah pedagang untuk dijual lagi dalam kondisi hidup atau disimpan untuk dipotong.

Dalam kenyataan di lapang di area pemeliharaan sapi, sapi Bali jantan muda yang di pasaran dalam kondisi sehat laku Rp 15.000.000, harga dibeli oleh pedagang seharga Rp 7.000.000 lantaran terkena PMK. Sapi Limosin jantan dewasa besar normal sehat seharga Rp 45.000.000, dalam kondisi terserang PMK harga dibeli pedagang Rp 20.000.000. Pedagang menyetok sapi, memberi pengobatan, dalam fase menuju sembuh, menjual ke lokasi lain dengan harga sapi normal. Dalam 1-2 minggu keuntungan pedagang berlipat ganda.

Stay at home, tinggal di dalam kandang untuk sapi sakit karena PMK adalah penting, sapi diberikan pengobatan suportif, multivitamin dan antibiotika. Pemberian antibiotika bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder bakterial yang terjadi pada mukosa hidung, mukosa mulut dan pada celah kuku, corona kuku atau pada kuku. Tinggal dalam kandang menekan penyebaran PMK antar kandang atau antar area.

Kepanikan peternak biasa terjadi saat pertama terjadi infeksi PMK, kemarahan pedagang dan reaksi lainnya timbul saat petugas datang untuk memeriksa sapi-sapinya. Saat diberikan penjelasan, pengobatan beberapa kali dan disinfeksi, barulah peternak bisa mengerti. Pada awalnya sapi tidak nafsu makan, demam dan bobot badan menurun. Beberapa hari luka-luka di mulut dan lidah mulai membaik, sapi mulai mau makan, beberapa sapi mulai bisa berdiri dan berjalan normal tidak pincang lagi.

Sapi-sapi besar dewasa jantan Simental atau Limosin ada beberapa diantaranya yang kesulitan berdiri akibat luka di kukunya dan menahan bobot badan yang besar. Sapi bisa menjadi cepat kurus karena tidak bisa menjangkau tempat pakan dan minum.

Berbeda dengan ras sapi Bali atau sapi Madura, sapi jenis ini relatif tidak menunjukkan gejala hipersalivasi (berliuran berlebih) dibandingkan ras Simental atau Limosin. Luka di celah kuku, corona kuku tidak terlihat mencolok. Bahkan beberapa sapi ras Bali dan sapi Madura tampak sehat secara fisik jarak jauh dengan lesio pada mukosa mulut yang tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan virologis dengan RT-PCR positif terdeteksi adanya matriks virus PMK.

Virus PMK di Indonesia
Indonesia memilih laboratorium referensi untuk pengujian PMK yaitu Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) di Surabaya. Pengujian PMK secara serologi dan virologi sudah bisa dilakukan di Balai Besar Veteriner dan Balai Veteriner yang berada di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi.

Sampel swab mukosa lesi mukosa dalam transpor media virus (VTM), darah dan organ sapi yang tertular PMK atau kawanan sekandangnya di Indonesia telah diuji secara virologis dengan RT-PCR, skuensing dan filogenik analisis telah dilakukan guna mengetahui virus PMK yang bersirkulasi dan menyerang ternak berkuku belah di Indonesia. Virus PMK Indonesia… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2022.

Ditulis oleh: 
Drh Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya
Balai Veteriner Banjarbaru

MANAJEMEN PETERNAKAN DALAM MENGHADAPI PMK

Medik Veteriner Muda, Balai Veteriner Lampung, Drh Joko Susilo, saat memaparkan presentasinya dipandu oleh Septiyan Noer Erya sebagai moderator. (Foto: Dok. Infovet)

Pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang ideal saat ini adalah dengan populasi tervaksin, karena sekarang sangat sulit untuk menemukan zona hijau atau daerah yang tidak tertular, selain dengan tidak memasukkan sapi dari daerah tertular PMK dan menerapkan disinfeksi dan sanitasi yang baik di kandang.

Hal itu seperti disampaikan oleh Medik Veteriner Muda, Balai Veteriner Lampung, Drh Joko Susilo, yang menjadi narasumber tunggal dalam Webinar Nasional “Manajemen Peternakan Hadapi Wabah PMK”, Kamis (11/8/2022).

Dijelaskan Joko, dalam budi daya ternak sapi penting untuk memperhatikan kesejahteraan hewan untuk menghindari sapi dari segala macam bentuk ancaman penyakit dengan memenuhi beberapa hal, diantaranya bebas rasa haus dan lapar.

“Berikan pakan hijauan terbaik dan pakan alternatif yang dapat memacu produktivitas, serta pemberian air bersih secara adlibitum,” ujar Joko mengawali presentasinya.

Lebih lanjut dijelaskan, pemeliharaan sapi juga harus bebas dari ketidaknyamanan. Dengan menjaga lingkungan tetap bersih, kering dan nyaman, serta terlindung dari panas dan hujan, kebutuhan kandang cukup, serta lantai kandang tidak licin ataupun terlalu kasar.

“Karena jika lingkungan kandang tidak nyaman bisa menyebabkan permasalahan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh ternak, sehingga penyakit mudah menyerang dan bisa memperparah kondisi sapi yang terserang penyakit. Berikan kandang yang senyaman mungkin bagi ternak,” jelasnya.

Dengan begitu, pemeliharaan sapi juga akan terbebas dari rasa sakit dan penyakit. “Terkait sapi yang terserang PMK, itu akan terjadi penurunan nafsu makan. Oleh karena itu, dalam penanganannya kita harus menganggapnya seperti keluarga sendiri, membantunya makan dengan cara disuapi,” ucap Joko.

Dengan menjaga kebersihan kandang dan lingkungan sekitar, tidak melalulintaskan hewan dari daerah tertular, pemberian pakan hijauan dan air minum yang cukup, vaksinasi, disinfeksi dan sanitasi untuk menetralisir virus, diharapkan dapat menjadi pegangan peternak dalam menjaga sapi-sapinya tetap sehat.

Hal itu juga yang diungkapkan Mantan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan periode 1999-2004, Dr Drh Sofjan Sudardjat MS, yang turut hadir dalam webinar. “Pentingnya sanitasi untuk mencegah penyebaran PMK. Sebab, tikus yang memakan kotoran sapi bisa menjadi penyebar PMK kemana-mana,” kata Sofjan.

Upaya lain yang juga dapat dilakukan untuk memutus penyebaran PMK, dijelaskan Sofjan, adalah dengan melakukan pemusnahan atau stamping out. Walau berpotensi kehilangan biaya besar, hal itu menjadi upaya yang sangat baik dalam menangani wabah PMK agar tidak menimbulkan kerugian yang semakin meluas. (RBS)

BAHAN AKTIF: ELECTUARIUM, GARGARISMA, COLLYRIUM ORIS, CERATES, EMPLASTRUM, DIPPING UNTUK PMK DAN BAHAN PENSUCIHAMA UNTUK LINGKUNGAN PEMELIHARAAN TERNAK (BAGIAN 4 - HABIS)


Oleh Mochamad Lazuardi

Bahan aktif untuk obat disebut Remedium cardinale (RC), sedangkan bahan pengisi disebut Eksipien (Eks) dan perlu diketahui bahwa RC untuk luka lepuh kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di sekitar rongga mulut berbeda pada sekitar pangkal kaki dan kuku. Kaidah utama yang harus dipatuhi adalah a) Bekerja lokal. b) Tidak memunculkan risiko sakit karena RC. c) Tidak memunculkan residu pada Produk Segar Asal Hewan (PSAH). d) Aman lingkungan. e) Dalam tanggung jawab tenaga profesional. Lima butir tersebut menghasilkan prinsip penggunaan obat hewan  “logis dan bertanggung jawab.”

Mengapa tidak menggunakan prinsip lain seperti rasional atau bijaksana, karena RC digunakan oleh objek sakit: a) Dikonsumsi manusia. b) Hidup di habitat alam (tak boleh mencemari lingkungan). Selanjutnya RC juga digunakan untuk: c) Populasi spesifik (tak boleh melahirkan keragaman respon RC baru). d) Berisiko dijadikan objek abused-missused. e) Terapi namun tidak mustahil menghasilkan khasiat tak sesuai tujuan.

Bahan Aktif untuk Electuarium-Gargarisma-Collyrium Oris
Secara umum pemilihan RC untuk ketiga bentuk sediaan lokal lepuh mulut dan sekitar rongga mulut hingga pangkal tenggorokan adalah seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan aktif untuk kasus PMK sapi sekitar ronggga mulut hingga pangkal tenggorokan

Remedium Cardinale

Kadar (%)

Keterangan

Acid boric

3 %

Rongga mulut-tenggorokan

Acid stearicum

2-3 %

Rongga mulut-tenggorokan

Acid hydrochloic dilutus 0,01 N

2 %

Rongga mulut-tenggorokan

Acids alicylicum-Sulfur precipitatum

2-4, 3-5, 5-10

Hanya untuk bibir

Jodium dikombinas Kalium Jodida

2-3%

Rongga mulut-tenggorokan

Antiseptik lainnya

2-3 %

Lidah, bibir dan rongga mulut

Disinfektan lainnya

Sampai dengan 3%

Hanya untuk bibir


Dalam daftar di atas, dapat dilakukan modifikasi kadar dan kombinasi dengan RC lainnya, dengan catatan masih dalam satu peruntukan sama. Modifikasi kadar dilakukan berdasarkan tingkat ketercampuran bahan-bahan RC dengan unsur Eks. Tingkat ketercampuran diperlukan, sehingga electuarium direkomendasikan menggunakan kadar RC maksimal. Hal tersebut disebabkan atas dasar tiga hal, yaitu tingkat homogenitas ketercampuran RC-Eks, kecepatan daya lepas RC dari jerapan Eks menuju ke lokasi luka, serta daya penetrasi RC pasca lepas dari Eks menuju ke target inti luka.

Sementara diketahui bahwa luka akan otomatis terlapisi Eks. Tiga hal tersebut menyebabkan nasib RC dalam kinerja mengalami apa yang dikenal terdapat kadar yang hilang (TKH) atau dalam bahasa Inggris disebut first pass effect. Pada keadaan demikian bila dipilih kadar RC dipilih terendah maka daya kerja RC tidak akan berlangsung sempurna atau bahkan tidak bekerja sama sekali. Adakalanya RC setelah melalui halangan tiga hal tersebut, struktur molekul RC berubah bahkan sudah terikat dengan unsur senyawa kimia pengotor lainnya. Pada keadaan demikian yang terjadi adalah RC tidak bekerja sesuai harapan. Untuk melindungi RC tersebut maka dilakukan formulasi dengan menambahkan bahan penstabil yang diikatkan pada RC.

Dengan demikian dalam perjalanan kinerja RC melalui tiga hal tersebut, struktur molekul RC tak berubah. Bahan-bahan yang sering ditambahkan diantaranya adalah seperti pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Bahan penstablit atau pelindung bahan aktif obat luar untuk kasus PMK

Jenis bahan eksipien

Kadar lebih banyak dari jumlah bahan eksipien (%)

Keterangan

Gliserin

20-30

-

Polyethylen glicol

10-20

-

Gliserin-cera alba

20-30

Menbentuk emulsifikasi

Gliserin / polyethylen glycol dengan bahan-bahan pengental seperti gom arab, tragacanth,

 

12-15

Setelah bahan pengental ditambah air  7x bobot bahan pengental


Penentuan kadar RC untuk bentuk sediaan gargarisma dan collyrium oris dapat di tetapkan mulai rentang paling minimum hingga maksimum, sebab tak akan terjadi proses TKH. Namun harus berhati-hati sebab bentuk sediaan gargarisma dan collyrium oris berbentuk cair saling larut sempurna. Sehingga bentuk sediaan obat (BSO) tersebut tidak boleh berinteraksi dengan senyawa kimia pengotor dari matrik biologi yang menempel pada luka lepuh termasuk sekreta.

Pantangan tersebut diberlakukan sebab bila senyawa matrik luka ikut terlarut dengan BSO, maka akan mengikat RC. Dampak pengikatan tersebut adalah RC tidak mampu berkinerja sesuai harapan. Perlu diingat manakala BSO antara RC dan Eks saling larut sempurna maka struktur molekul RC akan terbuka, pada keadaan demikian akan terbuka peluang pengikatan dengan senyawa lain yang terlarut dari pelarut Eks. Sebagai indikator kasat mata, bila RC terikat dengan senyawa lain, maka larutan BSO berubah dari  transparan menjadi keruh. Bila hal tersebut dibiarkan, maka bagian keruh akan berada di dasar wadah sedangkan bagian transparan berada di atas fraksi keruh. Indikator lain adalah adanya perubahan bau dibanding sebelum obat tersebut diaplikasikan.

Antiseptik-Disinfektansia (AD)
Pemilihan AD atau senyawa pensucihamaan di wilayah pemeliharaan ternak PMK, harus khusus sebab harus memenuhi beberapa hal, yaitu: a) Berpotensi membunuh virus PMK atau mikroba lainnya. b) Mudah terurai di alam. c) Dalam aplikasinya tidak mencemari lingkungan lainnya. d) Struktur molekul stabil saat AD bekerja. e) Diperoleh/digunakan oleh tenaga profesional. Lima butir tersebut menyebabkan tidak semua jenis AD dapat digunakan untuk pensucihamaan kasus PMK, kecuali wilayah target memenuhi syarat: 1) Limbah AD tidak akan mencemari lingkungan. 2) Dalam pengawasan ketat tenaga profesional hingga pasca pensucihamaan. 3) Tidak membahayakan kebutuhan hidup masyarakat sekeliling termasuk hewan-hewan di sekitar pensucihamaan. Syarat ketat tersebut diberlakukan karena tidak dikehendaki pasca perlakuan pensucihamaan, wilayah hidup manusia termasuk hewan dan tumbuhan di sekitar lahan pensucihamaan terkena dampak  berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Prinsip bahan-bahan AD dengan syarat kelima butir tersebut di atas adalah senyawa cair yang memiliki keseimbangan asam-basa berupa asam lemah ataupun basa lemah. Dari kedua ciri senyawa cair tersebut yang paling umum digunakan adalah senyawa dengan tingkat keseimbangan asam-basa cenderung asam lemah.

Asam lemah memiliki kelebihan dalam melakukan aksi AD terhadap mikroba yaitu mampu mengaglutinasi semua protein atau unsur atom pembentuk matrik organik seperti Karbon Hidrogen Oksigen Nitrogen Sulfur Fosfat Kalium, Natrium dan sebagainya, serta bekerja di lingkungan hidup mikroba. Dengan proses aglutinasi tersebut maka secara otomatis mikroba tidak akan mampu hidup berkembang biak. Terkadang kerja AD bersifat langsung yaitu melakukan proses aglutinasi terhadap mikroba, sehingga mikroba menjadi musnah termasuk virus PMK. Perlu diketahui bahwa saat AD diaplikasikan, maka semua unsur pembentuk atom organik yang terkena sesuai kadar aglutinasi akan hancur.

Dengan demikian tidak melihat apakah itu mikroba yang membahayakan atau tidak membahayakan, sehingga bila dampak pensucihamaan tidak hanya untuk target aksi, maka yang terjadi adalah kerusakan non-target aksi termasuk kerusakan lingkungan.

Jenis AD basa lemah seperti natrium hidroksida, natrium bicarbonat dan sebagainya juga dapat dimanfaatkan dan senyawa tersebut, termasuk cepat terurai di alam. Namun terdapat kelemahan, yaitu setelah terikat di alam, maka ikatan tersebut akan terbawa di alam sehingga berpotensi menambah unsur eksternal di alam. Hal inilah yang menyebabkan AD basa lemah tidak banyak digunakan di lapangan. AD dengan unsur basa lemah lebih sesuai untuk penggunaan medis seperti luka AD pembersih untuk bekas penjahitan operasi dan lainnya.

Pada kasus medis sangat bermanfaat sebagai misal ikatan natrium bikarbonat dengan asam organik dari lingkungan luka, akan menghasilkan reaksi pengikatan yang akhir memunculkan gas karbon dioksida. Gas tersebut bermanfaat untuk mendorong keluar epitel terkelupas akibat luka atau bekas jaringan-jaringan kulit yang mati. Dalam aplikasi lapangan, senyawa-senyawa basa lemah dapat dinaikkan kadar daya bunuh dan kasus tersebut cocok untuk tempat-tempat pensucihamaan seperti tempat minum ternak sapi dan sebagainya.

Pengobatan PMK Sistemik
Pengobatan PMK untuk membunuh kuman yang menyebar ke tubuh atau dikenal dengan kondisi sepsis, harus dilakukan melalui penyuntikan antibiotika ataupun oral antibiotika. Pemberian melalui penyuntikan dapat berlangsung optimal bila memenuhi tiga hal yaitu: 1) Kecukupan plasmabumin. 2) Kecukupan ion-ion tubuh atau tidak terjadi kekurangan cairan tubuh. 3) Tidak hipersensitif terhadap antibiotika.

Perlu diketahui bahwa hasil dari pemberian melalui penyuntikan ataupun oral, hanya berlangsung antara 4-6 jam, kecuali senyawa RC yang diberikan dibuat lepas lambat. Kinerja antara 4-6 jam itupun dapat berlangsung optimal bila tiga hal tersebut tercukupi dalam tubuh ternak PMK. Sehingga dapat dibayangkan bila suatu tindakan pengobatan PMK disyaratkan hanya satu kali atau beberapa kali penyuntikan. Dengan demikian tindakan tersebut tidak akan menghasilkan dampak pengobatan optimal.

Tindakan pengobatan optimal hanya dapat dilakukan dengan cara pemberian berinterval tertentu secara teratur, dimana kondisi ternak tersebut memenuhi ketiga butir syarat di atas. Pengobatan antibiotik umumnya diberikan berinterval 3-4 hari selama 7-10 hari dan dapat di ulang bila kondisi ternak belum pulih. Pada keadaan demikian maka respon gejala lain ikutan seperti lesu dan panas tubuh meningkat akan berkurang dan ternak menjadi lebih baik. Ciri makin pulih akibat tindakan pengobatan antibiotika, adalah makin meningkatnya kondisi kesembuhan tubuh ternak sakit. Sehingga diperlukan pemberian pengobatan suportif seperti pemberian obat-obat perangsang nafsu makan sekaligus menurunkan rasa takut dan cemas pada sapi penderita PMK.

Dalam pengobatan PMK, baik pemberian antibiotika maupun obat-obat suportif, yang perlu diperhatikan saat PSAH dikonsumsi manusia adalah waktu henti obat. Waktu henti obat dapat dihitung masyarakat awam melalui rumus lazim. Rumus tersebut dapat diaplikasikan dengan memasukkan nilai parameter yang diketahui dapat dicari di mesin pencari berbasis teknologi informasi. (https://doi.org/10.20473/jlm.v4i1.2020.100-108 ).

Rumus tersebut melibatkan faktor aman (F), dimana faktor aman tersebut amat tergantung dari kepedulian masalah food safety masyarakat termasuk pemerintahan di suatu negara. Bila kepedulian masyarakat termasuk pemerintah suatu negara sangat abai, maka nilai F dapat dinaikkan menjadi dua hingga tiga kali. Namun bila kepedulian masyarakat tinggi termasuk pihak pemerintah, maka nilai F cukup bernilai satu. Nilai F tidak pernah bernilai nol, sebab bila nilai tersebut nol menandakan tidak ada risiko pemberian obat pada ternak atau tidak ada nilai waktu henti obat hewan.

Pelajaran tentang kasus PMK bagi masyarakat yaitu sudah saatnya masyarakat dilibatkan dalam persoalan food safety, sehingga harus ada pendidikan khusus bersifat non-formal yang didanai tersendiri dan diupayakan secara terus menerus. ***

Penulis adalah Guru Besar Ilmu Farmasi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Unair

AKIBAT PMK DOMPU GAGAL KIRIM SAPI KE JAKARTA

Petugas kesehatan hewan memeriksa sapi yang terindikasi PMK

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada sapi yang ditemukan di Jawa Timur berdampak pada penjualan ternak di Kabupaten Dompu. Kuota 500 ekor sapi untuk dikirim ke Jakarta untuk kebutuhan lebaran Idul Qurban tahun 2022 melalui tol laut, Senin, 16 Mei 2022 gagal dikirim akibat tidak mendapat rekomendasi dari daerah penerima.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Dompu, Ir Zaenal Arifin, MSI mengungkapkan, pengiriman ternak antar daerah dan pulau melalui jalur darat kini dihentikan untuk antisipasi penyebaran PMK yang terindikasi sudah masuk di pulau Lombok untuk wilayah NTB. Tapi pengiriman ternak antar pulau melalui jalur tol laut masih dibolehkan selama ada rekomendasi dari daerah penerima dan ternak yang dikirim kondisinya sehat dan bebas dari penyakit.

Selama ini, ternak dari Dompu banyak dikirim melalui darat untuk memenuhi permintaan pasar menjelang lebaran Idul Qurban. Sementara jadwal pengiriman ternak melalui tol laut bagi pengusaha ternak Dompu pada 16 Mei 2022. Jadwal itu tidak terisi karena rekomendasi dari daerah penerima tidak didapat pengusaha ternak Dompu.

“Karena tidak ada rekomendasi dari daerah penerima, jadwal kita tanggal 16 Mei kemarin tidak terisi. Akhirnya dimanfaatkan oleh pengusaha dari Bima untuk tol laut dari Bima ke Jakarta,” kata Zaenal Arifin.

Jadwal tol laut bagi pengusaha ternak Bima pada 19 Mei ini. Untuk mengantisipasi pengiriman ternak antar daerah, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Dompu akan meningkatkan pengawasan di sejumlah titik.

Pasca temuan kasus PMK pada sapi di Jawa Timur, Zaenal mengatakan pihaknya terus meningkatkan pengawasan pada kesehatan hewan di daerah. Termasuk pada rumah potong hewan (RPH). “Sejauh ini tidak ada PMK di pulau Sumbawa. Tapi kita akan intenskan pengawasan, termasuk melakukan penyemprotan pada ternak sapi dan ayam,” ungkapnya.

Penyakit mulut dan kuku itu sendiri tidak berbahaya bagi manusia. Penyakit ini hanya menyebar dari hewan ke hewan. Ternak yang terjangkit PMK, masa inkubasinya selama 14 hari. “PMK ini dampaknya pada ekonomi petani. Ketika terjangkit PMK, maka akan menimbulkan kematian ternak lebih cepat. Ini yang kita antisipasi,” katanya. (INF)

KETUM PB PDHI: SEGERA LAKUKAN VAKSINASI UNTUK MENCEGAH PMK

Vaksinasi untuk mencegah penyebaran PMK. (Foto: Istimewa)

Menyikapi mewabahnya kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), Drh M. Munawaroh, menegaskan untuk segera melakukan tindakan pencegahan melalui vaksinasi agar virus tidak meluas.

"PMK ini virus, tidak ada obatnya. Bisa dilakukan pencegahan dengan vaksinasi. Ini tidak jauh beda dengan COVID-19. Dengan adanya vaksin akan memudahkan pencegahan," kata Munawaroh ketika menjadi narasumber dalam program Primetime News di Metro TV, Selasa (10/5/2022).

Ia mengimbau, apabila vaksinasi dalam negeri kurang atau tidak mencukupi, bisa dilakukan impor vaksin agar kejadian PMK tidak semakin menyebar ke wilayah  lain di Indonesia. Diketahui PMK merebak di Jawa Timur dan Aceh.

Disebutkan merebaknya penyakit PMK tak luput dari lalainya impor ternak maupun daging dari negara yang belum bebas PMK seperti India maupun Brasil, melalui PP No. 4/2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan.

"Kita sudah pernah beri masukan soal impor sapi atau daging dari negara yang belum bebas PMK. Aturan itu perlu ditinjau ulang. Ini menjadi kecerobohan kita. Karena untuk bebas dari PMK tidak mudah dan membutuhkan biaya," ucap Munawaroh. Hal ini menjadi keprihatinan mengingat Indonesia sudah bebas PMK sejak 1986 silam.

Kendati demikian tegas Munawaroh, masyarakat diimbau tak perlu risau untuk mengonsumsi daging sapi maupun ternak ruminansia lainnya. Karena PMK bukan merupakan penyakit zoonosis.

"Saya tegaskan PMK tidak menular kepada manusia, sehingga tidak perlu takut mengonsumsi daging sapi, asal daging tersebut benar-benar dimasak dengan matang," pungkasnya. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer