Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini herbal | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BICARA KHASIAT SEDIAAN HERBAL

Penggunaan herbal sudah lama digunakan pada ternak unggas. (Foto: Istimewa)

Sediaan herbal dan minyak esensial digadang-gadang sebagai sediaan alternatif pengobatan yang alami, aman dan berkhasiat. Namun, perlu juga ditelusuri seberapa jauh sediaan tersebut dapat memberikan khasiat dan mafaat.

Kaya Khasiat
Sebagaimana disebutkan bahwa terdapat kurang lebih 9.000-an spesies tanaman yang berkhasiat sebagai obat untuk ternak, khususnya unggas. Dari berbagai macam khasiat yang ada, sederhananya penggunaan sediaan herbal berupa jamu berkhasiat menambah nafsu makan, menurunkan angka kematian dan lain sebagainya.

Namun sebenarnya, dalam level yang lebih mikro alias di tingkat molekular banyak manfaat yang didapat dari penggunaan sediaan herbal dan minyak esensial. Misalnya sebagai anti-inflamasi, memperbaiki performa saluran pencernaan, memenuhi kebutuhan nutrisi, anti-bakterial, antivirus, anti-parasitik dan lain sebagainya.

Beberapa fungsi sediaan herbal. (Sumber: Istimewa)

Kusno Waluyo, merupakan satu dari banyak peternak yang merasakan khasiat herbal pada ayam petelur. Dirinya mengaku sudah 13 tahun menambahkan suplementasi herbal dalam ransum ayam petelurnya. Selama itu pula dirinya mengaku mendapat… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2021. (CR)

ESSENTIAL OILS: ALBUM KEARIFAN KUNO

EO diperoleh dari tanaman, apakah dari akar, batang, bunga, kulit pohon atau kulit buah, dedaunan, biji, bahkan buah. (Foto: Istimewa)

Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI - Jakarta)

Minyak atsiri (minyak terbang) alias Essential Oils (EO) merupakan “the missing link” dalam dunia kedokteran modern, tidak hanya pada kedokteran manusia tetapi juga pada hewan. Seiring dengan munculnya kesadaran baru kemungkinan adanya sisi abu-abu penggunaan “Antibiotic Growth Promoter” (AGP) pada pakan ternak pasca publikasi Schwann (1969) dalam “food producing animals”, maka penggunaan EO dalam bentuk sediaan tunggal dan/atau kombinasi dengan preparat non-antibiotika lainnya seolah-olah menemukan cakrawala baru.

Kerajaan Tumbuhan (Plant Kingdom)
Sepanjang sejarah manusia dan hewan, tumbuhan (tanaman) adekuat terbukti memegang peranan yang sangat vital bagi kelangsungan hidupnya, terutama jika mencermati siklus energi atau rantai makanan di alam. Tegasnya, sebenarnya peranan tumbuhan tidak hanya penting bagi menjaga keseimbangan ekologis dalam planet, dimana manusia/hewan itu berada, tetapi juga adanya hubungan yang intim dalam dimensi fisik, emosi dan spiritual dengan umat manusia sejak semula keberadaannya.

Sampai hari ini tumbuhan masih menjadi primadona sebagai subjek pelbagai penelitian atau penemuan baru, terutama dalam dunia teknologi nutrisi dan kedokteran modern. Bagian-bagian tanaman seperti akar, kulit kayu, bunga, biji dan dedaunan yang tersebar menutupi hutan belantara, dasar sungai atau laut, perbukitan, atau bahkan pada area yang belum terjamah di bumi inipun mulai dieksplorasi.

EO dan ekstrak tumbuhan (plant extracts/herbal) lainnya yang pada awal mula sudah teranyam erat dalam kebijaksanaan (kearifan) kehidupan manusia kuno sehari-hari, yang seolah sekumpulan “mutiara” yang pernah hilang dalam ilmu kedokteran modern, kini mulai digali kembali. Sejarah telah mencatat, manusia kuno menggunakan EO dan herbal untuk membunuh bakteria, jamur dan virus, kemudian perang mengatasi gigitan serangga, kumbang, bahkan ular dan mengobati beberapa penyakit yang “misterius”. Juga digunakan untuk stimulasi pertumbuhan jaringan tubuh atau bahkan regenerasi jaringan syaraf (Alagawany et al., 2015; Akbarian et al., 2016; Dhifi et al., 2016).

Penelitian modern pada kehidupan manusia, EO juga terbukti dapat memperbaiki keseimbangan emosi, meningkatkan semangat, mengurangi emosi negatif dan memberikan atmosfer yang romantis bagi kehidupan manusia itu sendiri (Ali et al., 2015).

Sekilas Sejarah EO
Sebenarnya penggunaan EO sebagai bahan anti infeksi, kosmetik, agen suportif, aroma terapi atau sebagai pengawet (misalnya pengawetan mayat atau mummi) sudah tercatat sejak... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2021. (toe)

MEMANFAATKAN HERBAL SEBAGAI TERAPI MEDIS PADA HEWAN

Sediaan herbal dapat digunakan sebagai terapi kesehatan pada ternak unggas. (Foto: Dok. Infovet)

Di masa kini tren gaya hidup manusia semakin berubah, termasuk dalam hal kesehatan. Manusia di masa kini banyak mengonsumsi obat-obatan herbal dan jejamuan demi menunjang kesehatannya. Namun pada kenyataannya, sediaan herbal juga dapat digunakan sebagai terapi dalam kesehatan hewan.

Menurut Drh Slamet Raharjo, selaku praktisi dokter hewan sekaligus peneliti dan staf pengajar dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM), Indonesia sebagai salah satu negara mega biodiversity memiliki potensi yang besar karena keanekaragaman tanaman obatnya. Hal itu ia sampaikan dalam webinar Dr B The Vet show, beberapa bulan lalu.

Lebih lanjut dijelaskan Slamet, ada ratusan bahkan ribuan jenis tanaman obat yang tersedia di Tanah Air. Kendati demikian, belum banyak termanfaatkan dengan maksimal, khususnya pada sektor medis veteriner.

Pria kelahiran Kebumen tersebut kemudian menjelaskan beberapa penelitiannya yang bisa dibilang sederhana tetapi menakjubkan. Seperti misalnya ketika meneliti tentang potensi daun sambiloto pada luka iris ke beberapa jenis hewan seperti domba dan anjing.

“Ini berawal dari pengalaman pribadi saya, ketika mengalami kecelakaan, saya mencoba pada diri saya. Lalu berpikir bahwa seharusnya pada hewan juga memiliki efek yang sama dan saya mencobanya, ternyata bisa,” tutur Slamet.

Selain daun sambiloto, Slamet juga menyebut beberapa jenis tumbuhan obat lain yang telah banyak digunakan sebagai obat pada hewan. Misalnya kunyit dan meniran yang dikombinasikan sebagai imunomodulator pada ayam petelur yang telah terbukti dapat meningkatkan ketahanan tubuh ayam terhadap serangan Avian Influenza (AI).

Selain itu dalam beberapa literatur yang sudah dipublikasikan, khasiat tumbuhan obat sambiloto juga digunakan untuk menggantikan peran antibiotika seperti tetracycline yang secara luas digunakan oleh peternak sebagai aditif pakan ayam pedaging. Diantara spesies dalam famili Acanthaceae, sambiloto mempunyai khasiat obat paling populer (Prapanza dan Marianto, 2003). 

Pada umumnya sambiloto digunakan sebagai obat infeksi saluran pencernaan, disentri (Sindermsuk, 1993), diare (Duke dan Ayensu, 1985), infeksi saluran pernapasan (SCHRI, 1996), demam, batuk (Akbarsha et al. 1990; Prapanza dan Marianto, 2003). Khasiat sambiloto telah diketahui karena sifat antimikrobial yang dimiliki oleh komponen aktif penyusunnya, yaitu andrographolide (Deng dkk., 1982). Ekstrak sambiloto dapat diperoleh dari seluruh bagian tumbuhan atau akarnya saja dimana bagian daun mengandung komponen aktif tertinggi (2.5-4.8% dari berat keringnya) (Prapanza dan Marianto, 2003).

Saat ini belum banyak kajian tentang peranan sambiloto jika diberikan pada ayam pedaging. Diyakini bahwa penggunaan sambiloto dapat menurunkan pH dalam saluran pencernaan. Hal ini akan menyebabkan mikroba patogen dalam saluran pencernaan dapat ditekan atau bahkan dimatikan pertumbuhannya. Sedangkan mikroba yang menguntungkan, seperti Lactobacillus sp. dan Bacillus sp. dapat meningkat pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan kondisi tersebut, diharapkan kesehatan ayam meningkat sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas, menurunkan penggunaan antimikroba dan meningkatkan efisiensi pakan. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan ekstrak daun sambiloto untuk ayam pedaging.

Indonesia memiliki potensi herbal yang dapat dimanfaatkan dalam terapi medis veteriner. (Sumber: Istimewa)

Perhatikan Penggunaan Herbal
Dalam penggunaan obat herbal, kembali dijelaskan Slamet, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, khususnya sebagai media terapi pada hewan. Menurut dia, herbal digunakan sebagai terapi suportif, untuk itu penggunaan herbal akan lebih baik jika dikombinasikan dengan sediaan konvensional.

Ia juga mengingatkan agar para dokter hewan untuk memahami jenis herbal yang digunakan, serta spesies pasien yang akan diterapi dengan herbal, karena hal ini juga berkaitan dengan efek fisiologis dari pasien tersebut.

Selain itu, penting juga memperhatikan cara pemberian sediaan herbal, karena terkait dengan jenis herbal dan spesies yang diobati tadi. Terakhir ia juga mengingatkan bahwa agar sediaan herbal memiliki khasiat obat, volume, konsentrasi dan aplikasinya harus tepat dan digunakan sesuai kaidah medis.

“Jika volume kurang tidak berefek, jika berlebih bisa jadi toksik, oleh karena itu harus tepat. Lebih penting lagi, gunakan herbal yang memang sudah diteliti memiliki efek dan khasiat, jadi jangan serampangan juga menggunakan tumbuhan yang belum pernah diteliti di laboratorium," pungkasnya. (CR)

MEMANFAATKAN HERBAL SEBAGAI TERAPI MEDIS PADA HEWAN

Indonesia memiliki potensi herbal yang dapat dimanfaatkan dalam terapi medis veteriner


Di masa kini tren gaya hidup manusia semakin berubah, termasuk dalam hal kesehatan. Manusia di masa kini banyak mengonsumsi obat - obatan herbal dan jejamuan dalam menunjang kesehatannya. Pada kenyataannya sediaan herbal juga dapat digunakan sebagai terapi dalam kesehatan hewan.

Hal ini dibahas secara mendalap pada webinar Dr. B The Vet show pada Minggu (29/11) melalui daring Zoom Meeting. Bertindak sebagai narasumber dalam webinar tersebut adalah Drh Slamet Raharjo, praktisi dokter hewan sekaligus peneliti dan staff pengajar dari FKH UGM. 

Menurut beliau, Indonesia sebagai salah satu negara mega biodiversity memiliki potensi yang besar karena keanekaragaman tanaman obatnya. 

"Ada ratusan bahkan ribuan jenis tanaman obat yang tersedia di negara ini dan banyak belum termanfaatkan dengan maksimal dalam hal ini pada sektor medis veteriner," tutur Slamet.

Pria kelahiran Kebumen tersebut kemudian menjelaskan beberapa penelitiannya yang bisa dibilang sederhana tapi mind blowing. Seperti misalnya ketika ia meneliti tentang potensi daun sambiloto pada luka iris pada beberapa jenis hewan seperti domba dan anjing.

"Ini berawal dari pengalaman pribadi saya, ketika mengalami kecelakaan, saya mencoba pada diri saya. Lalu berpikir bahwa seharusnya pada hewan juga memiliki efek yang sama, dan saya mencobanya, ternyata bisa," tutur dia.

Selain daun binahong, Slamet juga menyebut beberapa jenis tumbuhan obat lain yang telah banyak digunakan sebagai obat pada hewan. Misalnya kunyit dan meniran yang dikombinasikan sebagai imunomodulator pada ayam petelur yang telah terbukti dapat meningkatkan ketahanan tubuh aya terhadap serangan AI.

Namun begitu Slamet juga menjelaskan hal - hal yang harus diperhatikan terkait penggunaan herbal sebagai media terapi pada hewan. Menurut dia, herbal digunakan sebagai terapi suportif, untuk itu penggunaan herbal akan lebih baik jika dikombinasikan dengan sediaan konvensional. 

Ia juga mengingatkan agar para dokter hewan untuk memahami jenis herbal yang digunakan serta spesies pasien yang akan diterapi dengan herbal, karena hal ini juga berkaitan dengan efek fisiologis dari pasien tersebut. Cara pemberian sediaan herbal juga harus diperhatikan, karena terkait dengan jenis herbal dan spesies yang diobati tadi.

Terakhir ia juga mengingatkan bahwa agar sediaan herbal memiliki khasiat obat, volume, konsentrasi, dan aplikasinya harus tepat dan digunakan sesuai kaidah medis.

"Jika volume kurang tidak berefek, jika berlebih bisa jadi toksik, oleh karena itu harus tepat. Lebih penting lagi, gunakan herbal yang memang sudah diteliti memiliki efek dan khasiat, jadi jangan serampangan juga menggunakan tumbuhan yang belum pernag diteliti di laboratorium," pungkasnya.

Dr. B The Vetshow sendiri merupakan sebuah media edukasi dan diskusi bagi para dokter hewan dari berbagai sektor yang digagas oleh Drh Ridzki Muhammad Firdaus Binol, seorang alumnus FKH IPB. Webinar tersebut merupakan seri ke-2 dari acara Dr. B The Vetshow. Untuk webinar, podcast , dan acara lainnya, lebih lengkap dapat dilihat pada instagram @Dr.b_thevetshow. (CR)


HERBAL BERKHASIAT UNTUK KESEHATAN UNGGAS

Pemberian herbal untuk ternak berdampak pada peningkatan nafsu makan dan ternak menjadi lebih sehat. (Sumber: Herbie.id)

Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke kaya akan plasma nutfah, baik hewan maupun tanaman, termasuk tanaman obat-obatan yang populer dengan nama “herbal”. Dari total 40.000 jenis tumbuh-tumbuhan obat yang telah dikenal di dunia, 30.000 diantaranya berada di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 25% diantaranya atau sekitar 7.500 jenis sudah diketahui memiliki khasiat herbal atau sebagai tanaman obat. Namun baru 1.200 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan untuk bahan baku obat herbal atau jamu (PT Sido Muncul, 2015 dikutip Norbertus K, 2020).

Potensi kekayaan tanaman tersebut belum sepenuhnya digali, berdasarkan data Departemen Kesehatan RI dalam Kotranas (Kebijakan Obat Tradisional Nasional, 2006) ternyata dari 30.000 jenis tanaman yang dimiliki Indonesia tidak kurang 9.600 jenis memiliki khasiat obat. Namun dari jumlah tersebut hanya 5% yang dimanfaatkan sebagai bahan fitofarmaka, sedangkan lebih kurang 1.000 jenis tanaman sudah dimanfaatkan untuk bahan jamu.

Tanaman obat (biofarmaka) yang paling dimanfaatkan dalam industri jamu, baik untuk manusia dan hewan ternak adalah jenis empon-empon (jahe, laos/lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temu ireng, temu kunci, temu putih), kemudian dlingo/dringo, kapulaga, mengkudu, mahkota dewa, kejibeling, sambiloto dan lidah buaya.

Mengapa Beralih ke Herbal?
Pertanyaan tersebut sangat menggelitik keingintahuan masyarakat akhir-akhir ini. Tampaknya kini semakin meluas kesadaran bahwa pemakaian obat-obatan kimia pada ternak unggas secara terus-menerus dapat menimbulkan resistensi dan residu dalam produk unggas (daging dan telur).

Obat-obatan kimia yang diproduksi pabrik obat hewan banyak digunakan dalam operasional peternakan ayam pedaging dan petelur, sehingga produk daging dan telur yang dihasilkan dikhawatirkan membawa residu bahan-bahan kimia tersebut. Karena itu muncul kesadaran untuk mencari alternatif lain sebagai pengganti obat-obatan kimia atau “feed additive” baik diberikan melalui pakan maupun air minum.

Ramuan herbal yang terdiri dari bahan-bahan pilihan dapat dibuat jamu melalui proses fermentasi yang telah diuji pada ternak unggas (ras dan lokal), dimana herbal tersebut digunakan sebagai probiotik (pengganti antibiotik kimia), sehingga diperoleh daging dan telur yang aman dikonsumsi.

Pemberian herbal untuk ternak berdampak pada peningkatan nafsu makan, ternak menjadi lebih sehat dan tidak menimbulkan bau menyengat. Masyarakat kini cenderung memilih obat alami karena diyakini tidak memiliki efek samping dan harga lebih terjangkau (Zainuddin, 2006 dikutip Herbertus, 2020). Keuntungan lain dari jamu unggas ialah terjadinya peningkatan efisiensi pakan yang dampaknya menekan biaya produksi dan buntutnya harga daging dan telur terjangkau konsumen.

Manfaat Pemberian Herbal
Berbagai manfaat yang dapat diperoleh unggas dengan pemberian ramuan jamu antara lain: (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2020)

Sjamsirul Alam
Praktisi perunggasan, alumni Fapet Unpad

CV Pradipta Paramita, Pelopor Probiotik untuk Ternak Indonesia



Bupati Karanganyar, Drs H Juliyatmono awal Desember lalu meresmikan Pabrik CV Pradipta Paramita yang berlokasi di  Desa Waru Pulosari, Kebakkramat, Karanganyar, Solo. CV Pradipta Paramita adalah salah satu pelopor untuk mengkampanyekan aplikasi probiotika terhadap industri perunggasan di Indonesia.

Berawal dari sebuah produk bermerk RALAT, sebuah preparat organik herbal yang berfungsi untuk mengendalikan populasi lalat pada kandang ternak. Dra Agnes Heratri MP, Direktur Utama CV Pradipta Paramita menguraikan suka dukanya dalam mendirikan CV Pradipta Paramita pada tahun 1999.

“Mulanya saya bersama suami, Ir Yani Rustana meramu, mengaduk dan mengemas sendiri produk ke dalam botol di garasi rumah kami. Urusan pemasaran produk ditangani langsung oleh suami hanya dengan mengandalkan sepeda motor hingga lintas kabupaten bahkan provinsi, dengan angkutan umum, bus, dan kereta api,” ungkap wanita yang akrab disapa Ratri ini.

Awal tahun 2000-an CV Pradipta Paramita telah menggencarkan aplikasi probiotika dan mengurangi pemakaian antibiotika pada budidaya unggas.

“Kala itu tidak sedikit orang yang mencibir dan menganggap usaha kami tidak masuk akal dan bahkan melawan arus,” kenangnya.

Kini berbuah bukti nyata, pemerintah mengeluarkan aturan penghentian aplikasi preparat antibiotika di dalam pakan untuk industri ternak. Sekarang, nyaris tiada lagi produsen obat hewan yang tidak ikut serta memproduksi preprat herbal.

"Saat ini pabrik CV Pradipta Paramita didukung oleh hampir 75 orang karyawan. “Awalnya hanya satu produk saja, kini ada sekitar 70 produk, 40 item diantaranya untuk sektor peternakan," kata Ratri.

"Tersedia aneka herbal untuk ayam potong, petelur dan juga ternak sapi, kambing dan babi,” imbuhnya..

Produk-produk CV Pradipta Paramita sudah lolos standar CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik). CV Pradipta Paramita juga menyediakan aneka produk untuk menggenjot produktivitas dan efisiensi usaha perikanan. Bahkan untuk kebutuhan manusia juga dipasarkan produk dengan aneka variasi rasa dan juga manfaat seperti Sari Jahe, Sari Melon, Temu Lawak, dan lainnya.

Segmen pasar obat pengendali lalat organik yakni RALAT, mampu mengambil peran utama di Indonesia dalam berbagai usaha agroindustri saat ini. Omsetnya telah mampu membawa gerbong usaha bisnis Ratri melesat.

“Peresmian pabrik ini adalah cita-cita kami untuk usaha yang maju dan sehat, terus berkembang bersama peternak, petani dan petambak udang,” ucap Ratri penuh syukur. (iyo/nu)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer