Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini dirjen PKH | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

HUT ISPI KE-52 TAHUN: BERSAMA BANGUN PETERNAKAN INDONESIA

Koordinasi Nasional dan HUT ke-52 Tahun ISPI yang dilakukan secara daring, Rabu (26/8/2020). (Foto: Dok. Infovet)

Berbarengan dengan Hari Kebangkitan Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diperingati pada Agustus-September tiap tahunnya, Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (PB ISPI) turut menyelenggarakan hari jadinya dengan menggelar pertemuan secara daring “Koordinasi Nasional dan HUT ke-52 Tahun ISPI” konsolidasi organisasi dan menetapkan langkah bersama untuk pembangunan industri peternakan Indonesia, Rabu (26/8/2020).
“Tidak terasa perjalanan ISPI sudah mencapai usia 52 tahun dalam mengoptimalkan potensi pembangunan peternakan dalam negeri. Banyak dinamika yang terjadi dengan bermacam karakter yang dinamis kita tetap berupaya memberikan gagasan yang strategis dan konstruktif. Sudah saatnya kita berdiri sendiri membangun industri peternakan dalam negeri di era globalisasi,” ujar Ketua Umum PB ISPI, Ir Didiek Purwanto dalam sambutannya.
Ia juga menegaskan perlunya bahu-membahu seluruh elemen dalam pembangunan sektor peternakan dan kesehatan hewan Tanah Air.
“Mari kita bersinergi bersama, tidak ada lagi dikotomi antara peternakan dan kesehatan hewan. Kita bergandengan bersama untuk membangun kemajuan industri peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), Drh M. Munawaroh, yang turut hadir dalam acara.
“Kita bisa saling membantu, diharapkan ke depan kita bisa terus bersinergi dengan ISPI. Mari kita selalu berkoordinasi dalam mendampingi pemerintah mengambil kebijakan yang bermanfaat, selain mampu memberikan pemenuhan protein hewani bagi masyarakat,” kata Munawaroh.
“Ini menjadi momentum yang luar biasa, semoga ISPI semakin maju dan berkembang. Tentunya ini menjadi kebanggan tersendiri.”
Apresiasi lain juga datang dari Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, Ir Nasrullah, melalui video singkatnya.
“Semoga ISPI semakin solid dan lebih nyata lagi dalam membangun sektor peternakan di Indonesia, khususnya di era pandemi COVID-19 ini. Kami mengajak ISPI untuk bersama-sama membangun industri peternakan, ini menjadi kiprah nyata sarjana peternakan Indonesia. Bravo ISPI,” tukas Dirjen PKH.
Kegiatan yang dimulai sejak pukul 08:30 WIB ini dihadiri sebanyak 120 peserta, diantaranya pemimpin cabang dan anggota ISPI yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, serta para tamu undangan, termasuk salah satunya pendiri ISPI Ir Ign Kismono. Peserta juga disajikan beberapa penayangan video tribute ISPI yang merangkum perjalanan dan kegiatan ISPI.
Pada kesempatan yang sama juga secara langsung dilakukan soft launching buku “Refleksi 50 Tahun ISPI” oleh ketua umum. Buku tersebut berisi mengenai sejarah perjalanan ISPI dari awal berdiri hingga saat ini dan visi ISPI di tahun mendatang. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan diskusi peningkatan peran dan eksistensi ISPI oleh para anggota. (RBS)

POTENSI DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN KERBAU KALIMANTAN SELATAN

Pengembangan dan pelestarian kerbau rawa Kalsel tidak semata bertujuan meningkatkan populasi dan produksi daging, tapi juga menjaga aspek pelestarian budaya dan ekosistem rawa. (Foto: FLICKR.COM)

Kerbau Kalimantan Selatan merupakan rumpun kerbau rawa yang tersebar di beberapa kabupaten di Kalimantan Selatan (Kalsesl). Kerbau ini telah dikukuhkan keberadaannya sebagai plasma nutfah melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 2844/Kpts/LB.430/8/2012.

Plasma nutfah Kalsel ini telah dibudidayakan secara turun-temurun dengan sistem kalang. Budi daya kerbau rawa dengan sistem kalang merupakan kearifan lokal masyarakat yang hidup di daerah rawa di Kalimantan Selatan, Timur dan Tengah.

Oleh karena itu, pengembangan dan pelestarian kerbau rawa Kalsel tidak semata bertujuan meningkatkan populasi ternak dan produksi daging, namun juga menyentuh aspek pelestarian budaya dan ekosistem rawa. 

Berdasarkan kondisi tersebut, Pimpinan Cabang Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (PC ISPI) Kalimantan Selatan, menyelenggarakan webinar pada Selasa (11/8/2020), dengan topik “Peluang dan Pengembangan Kerbau Kalimantan Selatan” yang didukung Kementerian Pertanian (Kementan), Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari dan Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan. 

Ketua PC ISPI Kalsel, Sabrie Madani, menyebut bahwa kerbau rawa yang akrab disebut dengan kerbau kalang merupakan kekayaan daerah yang perlu dilestarikan. Pelestariannya membutuhkan kontribusi banyak pihak, baik terkait mutu genetiknya maupun nutrisi dan pakannya.

“Masalah yang sering dihadapi peternak adalah kecenderungan penurunan populasi, diduga karena minimnya sentuhan teknologi dalam pengembangannya, misalnya perkawinan sedarah yang marak sehingga bermunculan gen resesif yang dapat berdampak pada tingginya angka kematian. Di samping itu, penyempitan lahan penggembalaan juga perlu diperhatikan,” kata Sabrie.

Sementara Ketua Umum ISPI, Ir Didiek Purwanto, mengemukakan, upaya pelestarian plasma nutfah secara prinsip memang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, namun ia berharap ada keterlibatan banyak pihak seperti Kementan ataupun pihak swasta yang intens dengan budi daya dan pengembangan ternak di wilayahnya.

 “Ke depannya kita berharap bukan hanya sapi namun kerbau juga harus menjadi prioritas pengembangan untuk basis penghasil protein hewani masyarakat,” ujar Didiek.

Hal itu langsung ditanggapi Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Dr Ir Nasrullah, yang menyatakan bahwa pengembagan kerbau memang menjadi prioritas pihaknya. Namun masih terdapat beberapa kendala salah satunya sistem reproduksi. Kerbau memiliki banyak perbedaan dengan sapi, sehingga upaya peningkatan populasinya melalui teknologi inseminasi buatan tidak mudah dilakukan.

“Masalah bagi kita dalam pengembangannya, namun ke depannya kita akan melibatkan banyak pihak untuk mendapatkan alternatif solusi terkait pengembangbiakan kerbau ini,” kata Nasrullah.

Webinar inipun diharapkan menjadi langkah awal untuk mengangkat potensi kerbau rawa sebagai plasma nutfah unggul melalui perumusan kebijakan pengembangan, riset dan sinergisme antara lembaga serta dukungan pihak peternak dan perusahaan peternakan dalam budidayanya. (Sadarman)

METODE TRIPLE HELIX PERCEPAT PENGEMBANGAN SAPI BALI

Metode Triple Helix untuk mempercepat pengembangan sapi Bali. (Foto: Istimewa)

Kementerian Pertanian (Kementan) mendukung pengembangan industri sapi Bali di Kabupaten Buleleng menggunakan metode Triple Helix. Metode ini merupakan model inovasi yang melibatkan akademisi, industri dan pemerintah untuk menumbuhkan perkembangan ekonomi dan sosial.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, menghadiri penandatanganan nota kesepahaman kemitraan Triple Helix di Kantor Gubernur Bali, Senin (3/8/2020). Ia juga menyambut baik kerja sama ini sebagai upaya pengembangan agrikultur atau ketahanan pangan.

“Saya ucapkan terima kasih dan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Bali dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) atas penandatangan nota kesepahaman ini. Industri peternakan tidak akan bisa tumbuh dan berkembang jika tidak didukung oleh sinergi seluruh pihak,” kata Ketut.

Ia mengemukakan, semua komponen di Bali sudah menunjukan komitmen mendukung pengembangan Sapi Bali. Komponen tersebut diantaranya pemerintah, pengusaha dan akademisi (dalam hal ini Universitas Pendidikan Ganesha dan Central Queensland University).

“Pengolahannya juga didukung agar menghasilkan produk yang memberikan nilai tambah (added value). Selain itu, pengembangan program studi peternakan dan teknologi pasca panen juga diberikan untuk mendukung kesinambungan penyediaan sumber daya manusia yang terkait,” tambahnya.

Kerja sama antara Bappenas, Pemda Kabupaten Buleleng, Universitas Pendidikan Ganesha, Trade and Investment Queensland Australia dan Central Queensland University ini menekankan pada penelitian dan pengembangan, misal pengembangan aplikasi teknologi maju dan memastikan rantai pasokan berkelanjutan, khususnya ternak sapi di Bali.

Tujuan tersebut diarahkan untuk dapat mendukung pencapaian target pembangunan pangan dan pertanian dalam RPJMN 2020-2024. Selain itu, kerja sama juga terkait pengembangan program studi peternakan dan teknologi pasca panen untuk mendukung kesinambungan penyediaan sumber daya manusia peternakan.

Sekadar informasi, kerja sama Triple Helix ini dilakukan untuk pengembangan ketahanan pangan di Provinsi Bali sebagai salah satu kegiatan dalam upaya mendukung Program Prioritas Peningkatan Ketersediaan, Akses dan Kualitas Konsumsi Pangan.

Dipilihnya Kabupaten Buleleng sebagai pilot project dikarenakan berdasarkan Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2019, Kabupaten Buleleng memiliki populasi sapi potong terbanyak di Provinsi Bali, yaitu sebesar 151.423 ekor atau 25% populasi sapi potong berada di Kabupaten Buleleng. Dengan mengacu Kepmentan Nomor 472/Kpts/RC.040/6/2018 tentang Lokasi Kawasan Pertanian Nasional, disebutkan bahwa Kabupaten Buleleng merupakan salah satu lokasi pengembangan sapi potong di Provinsi Bali. 

“Kami akan terus berusaha memberikan stimulus untuk melaksanakan pengembangan ternak di Indonesia,” tegas Ketut.

Di tempat terpisah, Menteri Pertanian (Mentan) Syarul Yasin Limpo, mengatakan bahwa Bali merupakan provinsi yang memiliki potensi pertanian dan peternakan yang sangat besar. Dengan adanya nota kesepahaman ini, ia berharap Kementan bisa mendukung sepenuhnya program-program pertanian dan peternakan di Bali.

“Kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan pembangunan pertanian menuju pertanian yang maju, mandiri dan modern,” tukas Mentan. (INF)

HARI ZOONOSIS SEDUNIA, MOMENTUM MEMBANGKITKAN KESADARAN MANUSIA

Ilustrasi zoonosis. (Dok. Infovet)

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), menilai masyarakat harus lebih sadar akan bahaya zoonosis. Pasalnya, zoonosis adalah penyakit yang dapat berpindah dari hewan ke manusia dan 75% dari penyakit menular pada manusia adalah zoonosis.

Dirjen PKH Kementan, I Ketut Diarmita, mengatakan bahwa keamanan pangan asal ternak yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Sebab konsumen harus mendapatkan kualitas yang layak dan aman dari penyakit.

“Selain pangan yang dikonsumsi harus mengandung nilai gizi yang tinggi, kita juga harus memberikan ketentraman batin bagi konsumen, memastikan apa yang mereka konsumsi layak dan aman dari penyakit,” ujar Ketut dalam sambutannya pada webinar memperingati Hari Zoonosis Sedunia, Sabtu (11/7/2020).

Webinar diselenggarakan atas kerja sama Kementan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, FAO ECTAD dan USAID yang dilaksanakan dalam dua sesi ini merupakan puncak rangkaian peringatan Hari Zoonosis Sedunia yang jatuh pada 6 Juli. Sebelumnya sudah diadakan penayangan infografis, live instagram yang berisi edukasi mengenai sejarah Hari Zoonosis Sedunia, pengertian zoonosis dan potensi zoonosis di sekitar manusia sejak 1-10 Juli 2020.

“Acara yang sangat penting bagi khalayak ramai karena memberikan informasi langsung dari para ahlinya terkait bahaya zoonosis yang dapat menyebar melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan,” ucap Ketut.

Webinar mengenai potensi zoonosis dalam bahan makanan.

Sementara menurut narasumber dalam webinar, selaku dosen FKH IPB, Denny Widaya Lukman, memang masyarakat perlu sadar dan paham akan adanya potensi zoonosis dalam pangan asal hewan. Pasalnya, pangan asal hewan dapat menjadi pembawa mikroorganisme patogen penyakit hewan (Foodborne Zoonoses). 

“Oleh karena itu, unsur kehati-hatian dalam membeli pangan asal hewan sangat dibutuhkan, seperti pemilihan daging yang bersih dari pasar atau penjual yang terpercaya untuk menghindari adanya bakteri maupun parasit,” kata Denny dalam pemaparannya.

Ia pun memberikan tips mengenai pola hidup sehat dan kiat belanja aman khususnya di tengah pandemi COVID-19 ini. Salah satunya dengan membawa tas belanja sendiri dari rumah sesuai dengan barang belanja yang akan dibeli. 

“Jadi ada baiknya kita dari rumah sudah mempersiapkan dan membawa beberapa kantong belanja, memisahkan antara daging, buah dan sayuran agar tidak terkontaminasi,” jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Chef Yulia Baltschun yang juga menjadi narasumber dalam webinar tersebut. Menurutnya juga perlu menambahkan ice bag ke barang-barang seperti ikan, daging dan sejenisnya.

“Hal ini agar saat sampai di rumah kondisinya masih dalam keadaan baik. Dengan kita membiasakan melakukan itu, maka kita sedang berusaha membentuk pola hidup yang higienis,” kata Yulia.

Sementara ditambahkan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kemenkes, Siti Nadia, bahwa masyarakat wajib menerapkan Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS) dengan mencuci tangan dengan sabun, mencuci bahan makanan sebelum diolah, memasak dengan benar dan jaga kebersihan di sekitar makanan. Jika ada gejala sakit akibat makanan tercemar disarankan segera datang ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.

“PHBS ini tidak hanya diterapkan pada pengolahan makanan. Kebiasaan baik tersebut juga harus dilakukan ketika berinteraksi dengan hewan peliharaan,” kata Siti. (RBS)

EKSPOR PERDANA 63.000 DOSIS VAKSIN SEPTIVET KE TIMOR LESTE

Pusvetma ekspor vaksin Septivet ke Timor Leste. (Foto: Humas PKH)

Secara perdana sebanyak 63.000 dosis vaksin Septivet dari Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) yang merupakan unit pelaksana teknis (UPT) bidang kesehatan hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), sukses di ekspor ke Republik Demokratik Timor Leste.

“Jumlah tersebut telah dipenuhi Pusvetma. Vaksin Septivet yang diekspor yaitu dengan kemasan 200 ml atau 100 dosis/botol. Vaksin ini dapat memberikan kekebalan pada sapi hingga dua tahun,” ujar Kepala Pusvetma, Agung Suganda, Kamis (9/7/2020).

Ekspor berawal dari kunjungan Dirjen Peternakan Timor Leste ke Pusvetma pada 2019  lalu dan tertarik dengan kualitas vaksin Septivet dan vaksin Brucivet yang dimiliki Pusvetma. Timor Leste memutuskan mengimpor vaksin tersebut guna mendukung program kesehatan hewan di negaranya. Septivet untuk mengatasi penyakit ngorok atau Septichaemia epizootica (SE) pada hewan besar yaitu sapi, kerbau dan babi, sedangkan Brucivet untuk mencegah penyakit keluron menular (Brucellosis) pada sapi. 

“Namun dengan adanya pandemi COVID-19, permintaan Septivet yang diajukan ke Pusvetma hanya sejumlah 63.000 dosis. Kalau tidak sedang pandemi mungkin lebih,” ucap Agung.

Dalam menjaga kualitas vaksin, Pusvetma mempunyai sertifikat Cara Produksi Obat Hewan yang Baik (CPOHB) dari Kementan. Laboratorium pengujian mutu vaksin yang dimiliki juga telah memperoleh Akreditasi ISO 17025 dari Komite Akreditasi Nasional.

Untuk vaksin yang di ekspor, Tim Karantina Balai Besar Karantina Hewan Surabaya, pada Senin (6/7) telah menyerahkan sertifikat ekspor kepada Pusvetma. Sebelumnya juga sudah dilakukan pemeriksan terhadap kondisi dan suhu gudang penyimpanan, serta pengecekan fisik vaksin Septivet yang akan diekspor.

“Septivet yang akan diekspor dikemas dalam boks styrofoam dilengkapi dengan ice gel berkualitas  untuk menjaga rantai dingin, kemudian dilakukan penyegelan kemasan vaksin,” jelasnya.

Ia menambahkan, adapun kendala yang dihadapi dalam proses ekspor vaksin pertama ini, mulai dari pengurusan izin, waktu pengiriman, sampai akses masuk perbatasan yang cukup rumit. 

Selain itu, pengiriman vaksin menggunakan transportasi udara dan transportasi darat untuk melewati perbatasan. Situasi lockdown yang diberlakukan Timor Leste selama pandemi COVID-19 turut menyebabkan kendala dalam pengiriman vaksin.

“Tapi semua kendala tersebut dapat diatasi dengan baik sehingga ekspor perdana ke Timor Leste dapat terwujud,” ungkapnya. Timor Leste memberlakukan kebijakan baru dengan membuka jalur lalu lintas di perbatasan. Namun, jalur pengiriman hanya dilakukan satu kali di tiap minggunya, yaitu setiap Rabu pada pukul 10-12 siang waktu setempat.

Di sisi lain, Pusvetma konsisten menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 yang terintegrasi dengan ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan. Pusvetma juga telah melaksanakan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan memperoleh sertifikat ISO 45001:2018.

Dirjen PKH Kementan, I Ketut Diarmita, berharap ke depannya Pusvetma bisa melakukan lebih banyak ekspor produknya, baik vaksin maupun bahan diagnostik lainnya. Ia percaya Pusvetma bisa membidik negara seperti Pakistan dan Srilanka sebagai negara tujuan ekspor berikutnya. 

“Semoga harapan ini dapat terlaksana dengan mudah dan dalam waktu secepatnya. Dengan demikian Pusvetma turut mendukung kebijakan Pak Mentan untuk mewujudkan pertanian yang maju, mandiri dan modern tentunya dibidang kesehatan hewan,” harap Ketut.

“Sudah saatnya produk-produk karya anak bangsa menjadi tuan di negeri sendiri dan diminati di luar negeri. Jayalah produk bangsaku,” pungkasnya. (INF)

WASBITNAK, KONTROL DAN AWASI BIBIT UNGGAS BERMUTU BAIK

Pengawasan terhadap aspek produksi dilakukan secara preventif dan represif. (Foto: Humas PKH)

Untuk menghasilkan ayam yang baik berawal dari bibit (day old chick/DOC) yang bermutu. Pengawasan dan pengontrolannya pun terus dilakukan pemerintah melalui program Pengawas Bibit Ternak (Wasbitnak). Hal itu juga dilakukan karena jumlah sumber pembibitan yang cukup banyak dan tersebar di seluruh Indonesia.

“Wasbintak diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan benih dan bibit ternak,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, Rabu (8/7/2020).

Dijelaskan, Wasbintak terdiri atas pengawas bibit ternak pusat, pengawas bibit ternak provinsi dan pengawas bibit ternak kabupaten/kota. Ia juga memastikan proses pengawasan tetap sesuai dengan amanat undang-undang.

Sesuai amanat Pasal 13 ayat (6), (7) dan (8) Undang-Undang No. 41/2014 junto Undang-Undang No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Pasal 59 dan Peraturan Pemerintah No. 48/2011 tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak dalam pengawasan peredaran benih dan bibit ternak dibutuhkan petugas pengawas bibit ternak yang kompeten, profesional dan berdaya saing.

Ketut menerangkan, dalam Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, juga disebutkan pada Pasal 13 ayat (1) setiap benih atau bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat yang dikeluarkan lembaga sertifikasi yang terkadreditasi atau ditunjuk oleh menteri.

Sementara dalam Permentan No. 42/2014 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Benih dan Bibit Ternak, pada Pasal 5 dikatakan, pengawasan benih atau bibit harus dilakukan mulai dari proses produksi sampai dengan hasil produksi.

“Pelanggaran terhadap mutu produk yang beredar akan diberikan sanksi sesuai aturan yang belaku, mulai teguran tertulis, penghentian produksi sampai pencabutan izin usaha,” tegas Ketut.

Sementara Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Ditjen PKH, Sugiono, mengungkapkan bahwa pada Juni dan Juli 2020, sudah menugaskan Wasbintak kepada sekitar 20 perusahaan pembibitan ayam ras. Ia memastikan pengawasan terhadap aspek produksi dilakukan secara preventif dan represif.

Pengawasan preventif dilakukan dengan melihat kesesuaian proses produksi dalam menerapkan cara pembibitan yang baik sesuai pedoman pembibitan ayam ras yang baik dan pedoman penetasan yang baik, serta kesesuaian hasil produksi benih atau bibit sesuai SNI. Sementara, pengawasan represif dilakukan apabila diduga terjadi penyimpangan persyaratan mutu bibit DOC.

“Pengawasan aspek peredaran dilakukan di pos-pos lalu lintas ternak. Kemudian pengawasan kelengkapan dokumen, diantaranya rekomendasi lalu lintas ternak, surat keterangan kesehatan hewan, sertifikat LSPro (Lembaga Sertifikasi Produk) benih atau bibit dan kesesuaian kemasan menurut jenis. Lalu kesesuaian alat angkut, kesesuaian kondisi fisik sesuai SNI atau PTM, serta kesesuaian label,” imbuh Sugiono. 

Diketahui, pelaksanaan pengawasan ini dilalukan secara berkala setiap enam bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

“Diharapkan produsen bibit akan selalu menghasilkan DOC yang bermutu, sehingga peternak mendapatkan keuntungan dalam usahanya, serta tentunya produk ayam potong terjamin sampai di tangan masyarakat,” pungkasnya. (INF)

KEGIATAN SOSIALISASI DIGITAL PERINGATI HARI ZOONOSIS SEDUNIA

Hari Zoonosis Sedunia yang diperingati setiap 6 Juli.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan) bekerjasama dengan FAO dan USAID menyelenggarakan kegiatan sosialisasi edukasi zoonosis melalui platform digital, sekaligus memperingati Hari Zoonosis Sedunia yang jatuh pada 6 Juli setiap tahunnya.

Hari Zoonosis Sedunia diperingati untuk memberikan penghargaan kepada ilmuwan Louis Pasteur yang sukses melakukan vaksinasi pertama penyakit rabies di Prancis pada anak yang digigit oleh anjing terinfeksi virus rabies pada 6 Juli 1885.

Kegiatan memperingati Hari Zoonosis Sedunia ini didukung juga Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kegiatan dimulai sejak 1 Juli hingga 11 Juli 2020.

“Adapun rangkaian kegiatan berupa penayangan infografis, live Instagram, Whatsapp blast dan webinar dengan tema melindungi kesehatan hewan untuk menjaga kesehatan manusia,” kata Dirjen PKH, I Ketut Diarmita dalam keterangan resminya, Selasa (7/7/2020).

Lebih lanjut dikatakan, penayangan infografis tentang zoonosis mulai dilakukan sejak 1 Juli hingga 10 Juli 2020 melalui media sosial (Facebook, Instagram, Twitter). Pemberian informasi tentang zoonosis ini dilakukan bertahap dan berkelanjutan agar masyarakat memahami akan pentingnya kewaspadaan terhadap bahaya dan potensi penularan zoonosis bagi kesehatan hewan, manusia dan lingkungan.

Rangkaian kegiatan dilanjutkan pada 6 dan 10 Juli 2020 dengan kegiatan live Instagram, yang memberikan pemahaman mengenai sejarah Hari Zoonosis Sedunia, pengertian zoonosis dan potensi zoonosis yang ada di sekitar manusia, serta mempromosikan kegiatan webinar.

“Sedangkan Whatsapp blast disebarkan ke grup pada 6 Juli 2020 mengenai edukasi zoonosis sesuai dengan infografis yang ditayangkan di media sosial sebelumnya,” ujarnya.

Puncak acara kegiatan memperingati Hari Zoonosis Sedunia dilaksanakan pada 11 Juli 2020 nanti dengan penyelenggaraan webinar melalui zoom yang juga tersambung ke Youtube.

“Sesi pertama membahas tentang makanan sehat bebas bahaya zoonosis, sedangkan sesi kedua akan membahas tentang potensi zoonosis pada hewan peliharaan,” pungkasnya.

Webinar akan diselenggarakan dalam bentuk bincang santai dengan beberapa narasumber, seperti dosen FKH IPB dan Komisi Ahli Keswan, Kesmavet dan Karantina Hewan Kementerian Pertanian, Dr Drh Denny Widaya Lukman. Ada juga penerima Anugerah Cendekiawan Harian Kompas 2020, Drh Tri Satya Putri Naipospos, kemudian praktisi hewan kesayangan, Drh Nyoman Sakyarsih, serta Master Chef Top 3 Season 4, Yulia Baltschun dan public figure pemilik hewan kesayangan Melly Goeslaw juga diagendakan hadir.

Sebagai informasi, menurut Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), sekitar 60% penyakit infeksius pada manusia merupakan zoonosis dan 75% penyakit infeksi baru (Emerging Infectious Diseases) yang berasal dari hewan. Sedangkan, dari lima penyakit baru yang muncul pada manusia setiap tahun, tiga diantaranya berasal dari hewan. (INF)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer