Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini dirjen PKH | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KEMENTAN PASTIKAN HEWAN KURBAN ASUH BAGI MASYARAKAT

Pemotongan hewan kurban. (Foto: Humas PKH)

Dalam Upaya penjaminan kesehatan, keamanan dan kelayakan daging pada pelaksanaan Hari Raya Idul Adha 1441 H, Kementerian Pertanian (Kementan) terus meningkatkan pengawasan teknis kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner hewan kurban.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, Kementan, saat membuka Program Bertani on Cloud Vol. 22 dengan Topik Pelatihan Juru Sembelih Halal, Selasa (30/6).

Menurutnya, dalam proses penyembelihan hewan kurban harus memenuhi dua aspek sekaligus, yakni kehalalan dan kesejahteraan hewan (Kesrawan). Kedua aspek tersebut sejalan dengan persyaratan prinsip dasar penyembelihan sehingga peran juru sembelih menjadi sangat penting dalam memastikan pelaksanaan penyembelihan hewan kurban agar memenuhi persyaratan syariat Islam.

“Hari Raya Idul Adha sebentar lagi, jadi sangat penting sekali membekali para juru sembelih halal (Juleha) tersebut, apalagi ditengah wabah pandemi COVID-19 dengan memperhatikan  protokol kesehatan,” kata Ketut.

Untuk itu, Kementan telah melakukan serangkaian upaya mulai dari penyediaan regulasi, sosialisasi, pembinaan dan juga akan terlibat dalam pemeriksaan, serta pengawasan daging dan hewan kurban.

“Kementan berkomitmen memastikan bahwa pelaksanaan penyembelihan hewan kurban di Indonesia dapat memenuhi persyaratan teknis dalam rangka menjamin daging kurban yang akan dibagikan kepada masyarakat sesuai kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal  (ASUH),” tegasnya.

Ketut menambahkan, berbagai pelatihan dan sosialisasi tentang pelaksanaan penyembelihan hewan kurban kepada masyarakat sangat penting untuk dilakukan secara massif dalam mengedukasi masyarakat khususnya bagi panitia kurban terkait penanganan hewan kurban, penyembelihan halal dan penanganan daging kurban yang higienis, baik melalui berbagai media secara langsung maupun tidak langsung. 

Terlebih dengan adanya pandemi COVID-19 saat dimana dilakukan pembatasan sosial (social distancing), pelatihan dan sosialisasi memanfaatkan beraneka ragam aplikasi dan sarana multimedia, sehingga informasi yang dibutuhkan masyarakat dapat berjalan efektif dan efisien.

Di Indonesia panduan tentang penyembelihan halal mengacu pada tiga regulasi utama, yaitu: 1) Halal Assurance System (HAS) 23103, Guideline of Halal Assurance System Criteria on Slaughterhouses. 2) Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) No. 196/2014 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Golongan Pokok Jasa Penunjang Peternakan Bidang Penyembelihan Hewan Halal. 3) Standar Nasional Indonesia (SNI) 99002:2016 tentang Pemotongan Halal pada Unggas.

Direktur Kesehatan Masayarakat Veteriner, Syamsul Ma’arif menjelaskan titik kritis yang dapat menyebabkan daging menjadi tidak halal adalah cara penyembelihan hewan yang tidak sesuai dengan syariah agama Islam. Proses penyembelihan harus cepat, sekali ayun dan memotong tiga saluran, yaitu hulqum, mar’i dan wadjadain atau saluran napas (trachea), saluran makan (esofagus) dan pembuluh darah kiri dan kanan yang ada dibagian leher (arteri carotis comunis).

Selain itu, Syamsul juga menambahkan persyaratan prinsip dasar penyembelihan harus dilakukan, yakni penanganan ternak yang baik, penggunaan pisau yang tajam, teknik penyembelihan yang cepat dan tepat, satu kali penyembelihan sehingga tidak menginduksi kesakitan yang berlebihan, pengeluaran darah yang tuntas, serta kematian yang sempurna. (INF)

HALALBIHALAL FORMAT: INDUSTRI PETERNAKAN HADAPI ERA NEW NORMAL

Peternakan ayam broiler. (Foto: Infovet/Ridwan)

Selasa (23/6/2020), Forum Media Peternakan (FORMAT) sukses menyelenggarakan Halalbihalal Asosiasi Peternakan dan Kesehatan Hewan yang dilaksanakan secara virtual dengan mengusung tema “Persiapan Masyarakat Peternakan dan Kesehatan Hewan Menghadapi Era New Normal”.

Kegiatan yang dimulai pukul 09:30 WIB ini dihadiri Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, yang menjadi pembuka acara. Dalam sambutannya, Ketut menyampaikan bahwa di era kenormalan baru ini, pemerintah terus berupaya membantu para peternak agar tidak mendapat kesulitan.

“Karena masih banyak kendala diantaranya biaya produksi yang masih tinggi, tetapi kami akan terus bekerja melayani peternak,” kata Ketut.

Ia pun mengimbau, diperlukan sikap bekerja yang sepenuh hati khususnya dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini. “Untuk menghadapi pandemi diperlukan sikap bekerja sepenuh hati untuk menjawab tantangan di industri peternakan,” tegasnya.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Desianto B. Utomo. Menurutnya, dalam menyikapi pandemi di era kenormalan baru diperlukan perubahan pola produksi dan pemasaran melalui online. Dalam arti penggunaan teknologi harus lebih ditingkatkan lagi.

Hal tersebut juga ditekankan oleh Ketua Umum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Herry Dermawan dan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Eddy Wahyudin. Keduanya menyatakan diperlukannya penggunaan teknologi untuk meningkatkan efisiensi produksi dalam bisnis perunggasan.

“Pandemi ini adalah transisi pengelolaan, pengelolaan secara manual menjadi digital dan pengelolaan secara tradisional ke teknologi,” kata Eddy.

Sebab di saat COVID-19 mewabah, kebutuhan akan protein hewani yang mudah diperoleh yakni daging dan telur ayam sangat diperlukan masyarakat untuk meningkatkan sistem imun tubuh. Selain itu, bisnis ini pun telah mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. (INF)

KEMENTAN: KONTRIBUSI MASYARAKAT DALAM KEAMANAN PANGAN PERLU

Pangan segar khususnya pangan asal hewan memiliki nilai dan kualitas yang tinggi bagi kemaslahatan manusia. (Foto: Ist)

Menyambut perayaan Hari Keamanan Pangan Dunia (World Food Safety Day) kedua yang jatuh pada 7 Juni 2020, pemerintah mengajak semua pihak termasuk masyarakat luas untuk berkontribusi dan mengambil sikap dalam menjamin ketersediaan pangan yang aman, sehat dan bergizi.

“Saat ini kita sedang dihadapkan pada upaya pemulihan pasca pandemi COVID-19 dan potensi kerawanan ketersediaan pangan yang sangat mungkin terjadi, seiring dengan kondisi yang menekan penurunan produktivitas usaha penyediaan pangan. Oleh karena itu, kami mengajak agar semua pihak dapat ikut bertindak, karena urusan pangan adalah urusan bersama dan semua bisa berkontribusi,” ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita dalam siaran persnya, Minggu (7/6).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pangan segar khususnya pangan asal hewan memiliki nilai dan kualitas yang tinggi bagi kemaslahatan manusia, karena mengandung protein hewani dibutuhkan dan bermanfaat bagi tubuh, serta berperan mencerdaskan anak bangsa.

Akan tetapi, disisi lain pangan segar asal hewan memiliki karakteristik mudah rusak (perishable food) dan berpotensi membahayakan (potentially hazardous). Untuk itu, Undang-undang mengatur aspek mulai dari pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi dan registrasi produk dan unit usaha sejak produk pangan asal hewan diproduksi sampai siap dikonsumsi. Selain itu, juga memastikan produk pangan asal hewan memenuhi kriteria aman, sehat, utuh dan Halal (ASUH).

Dalam kesempatan ini, Ketut menghimbau agar masyarakat lebih cerdas dan bijak dalam memilih pangan asal hewan, tidak tergiur dengan produk murah dan membeli ditempat resmi dan terdaftar sesuai aturan, serta tidak mudah percaya dan meyakini informasi hoaks.

Sementara Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, turut menyampaikan, “Pemerintah berperan memastikan pangan yang aman dan berkualitas. Petani dan peternak memastikan penerapan cara bertani/beternak yang baik, pelaku usaha pengolahan pangan menjamin proses secara aman dan masyarakat memastikan terpenuhi haknya dalam memperoleh pangan yang aman, sehat dan bergizi, dengan perannya dalam memilih, menangani dan mengolah pangan dengan benar.”

Sedangkan Direktur Kesmavet, Ditjen PKH, Syamsul Maarif, menjelaskan bahwa pihaknya bersama pemerintah daerah telah mensertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) terhadap unit usaha produk hewan sebanyak 2.634 unit, serta melakukan monitoring dan pengawasan. Hasilnya memperlihatkan tren penurunan tingkat produk hewan yang sub-standar dalam lima tahun terakhir (angka rata-rata di 2019 sekitar 20% produk hewan yang sub-standar masih beredar).

“Laporan tingkat keamanan produk hewan tersebut sejalan dengan target yang ditetapkan secara Nasional yang tertuang dalam Rencana Kerja Jangka Menengah Presiden yang menetapkan angka pemenuhan persyaratan pangan segar tidak boleh kurang dari 85%,” jelas Syamsul. (INF)

MARAK PRODUK ILEGAL, KEMENTAN-PEMDA PERKUAT PENGAWASAN

Sempat heboh peredaran daging babi yang dipalsukan menjadi daging sapi. (Dok. Shutterstock)

Kementerian Pertanian mengajak dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, untuk memperkuat pengawasan dan pembinaan pelaku usaha yang memproduksi, mendistribusikan dan menjual pangan asal hewan.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, di Jakarta (13/5/2020), saat diminta menanggapi pemberitaan beredarnya daging celeng di Kabupaten Bandung dan juga telur infertil di beberapa daerah.

“Untuk mengantisipasi potensi penyimpangan peredaran produk hewan yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat, Kementan telah menerbitkan Surat Edaran Dirjen PKH Nomor: 0534/SE/TU.020/F5/04/2020 tentang penjaminan penyediaan produk hewan yang aman, sehat, utuh dan halal pada bulan Ramadan dan Idul Fitri 1441 Hijriah dan pada masa pandemi COVID-19,” ujar Ketut. 

Menurutnya, Ramadan dan Idul Fitri tahun ini terasa berbeda, karena dalam waktu yang sama masyarakat dihadapkan dengan pandemi COVID-19. Kebutuhan pangan asal hewan di masyarakat  perlu terus dijaga, mengingat kebutuhan sumber protein bagi masyarakat sangat penting untuk menjaga stamina dan kebutuhan daya tahan tubuh.

Terkait temuan daging babi yang dipalsukan dan dijual sebagai daging sapi di Bandung, Ketut menyampaikan bahwa proses hukum sedang berjalan. Saat ini sudah masuk ke tahap penyidikan Ditreskrim Polresta Bandung.

“Kami apresiasi kepolisian secara cepat mengungkap penyimpangan ini. Saya ingatkan pelaku usaha, praktik pemalsuan ini dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal 10 miliar menurut  UU No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan," tegasnya.

Sementara adanya peredaran telur infertil, Ketut menegaskan Peraturan Menteri Pertanian No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, secara tegas mengatur bahwa pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi, dilarang memperjualbelikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi. 

Ia mengingatkan berhati-hati dalam memilih produk hewan untuk konsumsi keluarga. Jangan mudah tergiur harga murah dan sebaiknya membeli produk hewan di tempat penjualan (ritel) yang terdaftar, diakui dan tersertifikasi oleh pemerintah daerah setempat.

“Kita lakukan pengawasan keamanan produk hewan ini dengan memperkuat kerjasama dan koordinasi bersama aparat penegakan hukum,” pungkasnya. (INF)

KEMENTAN: AUTS/K LINDUNGI ASET PETERNAK



I Ketut Diarmita (Foto: Dok. Kementan)

Kementerian Pertanian terus memberikan apresiasi peran peternak sebagai penyumbang bahan protein asal hewan dan pendukung perekonomian nasional melalui pengurangan pengeluaran devisa negara karena impor.

Oleh karena itu, agar peternak mempunyai daya saing usaha, dan untuk meningkatkan motivasi beternak, maka Kementan memfasilitasi pemberikan pembiayaan usaha dengan bunga terjangkau melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, di Jakarta (12/4/2020).

"Untuk memastikan usahanya berkelanjutan, kita bantu juga mereka untuk premi asuransi ternak sapi dan kerbau betina produktif," ungkapnya.

Semua fasilitasi tersebut tutur Ketut, didasari pemahaman bahwa peternak sering dihadapkan pada permasalahan dan berbagai risiko usaha, seperti fluktuasi harga, kekurangan modal, kemampuan manajemen usaha, dan kemungkinan kematian ternak yang mengakibatkan kerugian

“Bantuan premi asuransi untuk ternak sapi dan kerbau betina produktif (induk) dari Pemerintah sebesar Rp.160.000 per ekor atau 80% dari premi asuransi Rp. 200.000. Artinya dengan membayar Rp. 40.000 per ekor, peternak akan mendapat uang pertanggungan maksimal Rp. 10 Juta," jelasnya

Premi tersebut untuk masa pertanggungan satu tahun dari risiko kematian ternak karena penyakit, beranak, kecelakaan, dan kehilangan karena pencurian.

Sementara itu, Fini Murfiani, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen PKH mengungkapkan bahwa dengan adanya pertanggungan asuransi, peternak dapat membeli ternak kembali saat terjadi risiko usaha (kematian dan kehilangan) sehingga menjamin keberlanjutan usahanya.

“Hal penting yang perlu diingat, ternak yang akan diasuransikan harus sehat, dan setelah diasuransikan, peternak tetap menerapkan tatacara beternak yang baik untuk menghindari penyakit akibat keteledoran dalam pemeliharaan," ucap Fini.

Lebih lanjut dijelaskan, persyaratan aspek kesehatan akan diperketat, dan keterangan sehat ternak sapi atau kerbau dari dokter hewan atau petugas yang ditunjuk dinas harus tersedia.

Berdasarkan informasi di aplikasi SIAP (Sistem Asuransi Pertanian) per 6 April 2020, diketahui bahwa realisasi asuransi ternak pada tahun 2020 adalah sebanyak 15.995 ekor di 17 provinsi sentra ternak sapi dan kerbau.

"Masih terbuka kesempatan bagi para peternak untuk memanfaatkan Asuransi Usaha Ternak Sapi /Kerbau (AUTS/K) ini, karena pada tahun 2020, Pemerintah menyiapkan bantuan premi asuransi ternak untuk 120.000 ekor," ucap Fini.

Menurutnya AUTS/K adalah perbaikan dari program Asuransi Ternak Sapi (AUTS) yang telah dilaksanakan secara nasional sejak bulan Juni 2016. Ditjen PKH mencatat selama Juli-Desember 2016, AUTS telah diakses oleh 1.329 peternak dengan jumlah ternak yang diasuransikan sebanyak 30.227 ekor di 19 provinsi sentra sapi.

Adapun pada periode Januari-November 2017, tercatat AUTS untuk 74.030 ekor dengan 2.664 peternak dari 26 provinsi. Sementara pada pada periode Januari-November 2018 tercatat sebanyak 120.195 ekor didaftarkan dan dimiliki oleh 9.791 peternak dari 27 provinsi.

"Angkanya terus meningkat di 2019. Berdasarkan Sistem Informasi Asuransi Pertanian (SIAP), peserta AUTS/K mencapai 9.791 peternak untuk 140.190 ekor di 28 provinsi," katanya.

Fini berharap lebih banyak lagi peternak yang tertarik untuk memanfaatkan AUTS/K ini. Bagi peternak kecil yang ingin memanfaatkan bantuan premi asuransi ini, Fini menyarankan agar mereka menghubungi dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan terdekat.

"Peternak juga dapat langsung datang ke kantor PT. Jasindo terdekat, atau akses http://siap.id.jasindonet.com," tutupnya. (Rilis Kementan)

INDONESIA SIAP KEMBANGKAN VAKSIN ASF

Rapat koordinasi tim pakar pengembangan vaksin ASF di Surabaya. (Foto: Humas PKH)

Sejak mewabahnya kasus African Swine Fever (ASF) akhir 2019 kemarin di wilayah Sumatera Utara, Kementerian Pertanian (Kementan) telah melakukan langkah-langkah strategis untuk pencegahan dan pengendalian, salah satu langkah jangka panjang adalah pengembangan vaksin ASF. 

“Saat ini belum ada vaksin ASF yang efektif tersedia untuk pencegahan penyakit ini, sehingga saya minta 12 pakar kesehatan hewan Indonesia dari Universitas Udayana, Universitas Airlangga, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya dan Universitas Gadjah Mada Unibraw, serta unit teknis di Kementan untuk segera mengembangkan vaksin ASF,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementan, I Ketut Diarmita.

Dalam keterangan tertulisnya, Ketut mengungkapkan bahwa virus penyebab ASF ini sulit diatasi karena bisa tahan lama di dalam produk maupun lingkungan. Pelaksanaan strategi pengendalian dengan pengawasan lalu lintas, desinfeksi, disposal dan biosekuriti saat ini masih belum cukup menekan penyebaran ASF.

“Pengembangan vaksin ASF ini diharapkan akan memberikan solusi ke depan untuk pencegahan penyakit,” tambah Ketut. 

Sementara, Kepala Pusat Veteriner Farma (Pusvetma), Agung Suganda, yang merupakan unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Ditjen PKH, menyatakan kesiapannya untuk mengawal dan memfasilitasi pengembangan vaksin ASF. Hal itu disampaikan pada saat membuka Rapat Koordinasi Tim Pakar Pengembangan Vaksin ASF mewakili Dirjen PKH di Surabaya, Kamis (23/01/2020).

Dalam kesempatan yang sama, Prof IGN Kade Mahardika, salah satu pakar dari Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, menyampaikan bahwa pembuatan vaksin ASF sangat kompleks, karena saat ini penelitian dasar mengenai itu belum mencukupi.

Ia menjelaskan, karakteristik biologis virus ASF sangat kompleks dengan genom yang besar dan setengah protein virusnya tidak diketahui fungsinya. Begitu pula dengan mekanisme perlindungan terhadap ASF yang belum banyak diketahui. 

Lebih lanjut dikatakan, kendala pengembangan vaksin ASF yang selama ini berjalan karena penelitian tentang virus hidup ASF dibatasi hanya di laboratorium dengan tingkat biosekuriti tinggi, kurangnya model hewan kecil yang tepat dan ekonomis untuk percobaan, serta beberapa kendala teknis lainnya. 

“Oleh karena itu, kami mengembangkan vaksin ASF berbasis teknologi DNA rekombinan pada prokariota dengan sistem chaperone kombinasi protein struktural dan non-struktural yang aman dan dapat diproduksi cepat. Prosesnya sudah kita laksanakan dan saat ini master seed sudah siap untuk dibuatkan prototipenya di Pusvetma,” ucap dia.

Menyambut hal itu, Agung Suganda langsung menyatakan kesiapannya untuk segera membuat prototipe vaksin ASF rekombinan tersebut. “Ini sesuai arahan Pak Menteri Pertanian dan Dirjen PKH, yang mengharapkan agar produksi vaksin segera dilakukan dan segera dapat digunakan untuk mencegah penyebaran ASF di Indonesia,” tukas Agus. (INF)

PENINGKATAN POPULASI DAN PRODUKTIVITAS TERNAK TERUS DIDORONG

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita saat mendampingi kunjungan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, di BPTU-HPT Sembawa. (Foto: Humas PKH)

Pemerintah saat ini terus fokus meningkatkan populasi dan kualitas genetik sapi untuk menjamin peningkatan populasi dan produksi ternak dengan cepat.

Hal itu dikatakan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, pada kunjungan kerja ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pembibitan Ternak Unggul-Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Sembawa, Senin (23/12/2019).

"Kami puas melihat kinerja UPT ini, namun sayang jumlah sapinya hanya 1.200 ekor, kurang nendang. Seharusnya tiap UPT perbibitan maksimalkan lahan yang ada, misalnya memelihara 10.000 ekor sapi per UPT. Pasti akan mampu menjadi sumber replacement bibit sapi peternak kita di lapangan," kata Mentan Syahrul melalui keterangan tertulisnya. 

Syahrul menambahkan, upaya peningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak harus dilakukan secara lebih masif dan cerdas, dengan memanfaatkan teknologi peternakan terkini.

Sementara, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, di lokasi yang sama saat mendampingi Mentan, menyampaikan bahwa pihaknya terus mendorong peningkatan populasi dengan meningkatan penyediaan semen beku berkualitas lewat berbagai UPT. 

"Khusus BPTU-HPT Sembawa, Balai ini merupakan salah satu sumber penghasil pejantan (bull) berkualitas, serta bibit indukan Sapi Ongole bermutu," kata Ketut.

Ia juga mengemukakan bahwa BPTU-HPT Sembawa merupakan UPT yang mengelola komoditas sapi sebanyak 1.200 ekor dan ayam berjumlah 13.217 ekor. 

"Populasi bibit ternak ini disebarkan hampir ke seluruh wilayah Indonesia, sesuai dengan kebutuhan masing-masing provinsi dan penugasan dari kementerian," pungkas Ketut. (INF)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer