Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Opini | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KEHIDUPAN SETELAH PANDEMI BERAKHIR

Ilustrasi belajar secara daring. (Sumber: Detikcom)

Oleh: M. Chairul Arifin

Tidak ada seorangpun yang bisa meramalkan kapan pandemi COVID-19 ini akan berakhir, entah bulan depan, tahun ini, atau bahkan tahun berikutnya. Bahkan para ahli epidemiologi sekalipun belum dapat meramalkan kapan pandemi ini akan berhenti agar kembali bisa menjalani kehidupan normal. Mereka hanya mampu membuat berbagai skenario berdasarkan tindakan mitigasi dan penanggulangan yang dilakukan, yaitu bila tidak ada tindakan, tindakan sedang dan tindakan sesuai aturan.

Kurva penularan COVID-19 masih terus meroket dan upaya flatten the curve terus dilakukan secara bersamaan dengan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah dalam bentuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), social distancing, physical distancing, bekerja dari rumah (work from home/WFH), hingga larangan mudik. Tindakan inipun masih terkendala sifat masyarakat yang belum memenuhi aturan, dan di sisi lain para tenaga medis kerap kekurangan alat pelindung diri (APD) yang sesuai standar.

Apakah Kembali Normal?

Dengan segala bentuk pembatasan tersebut apakah kehidupan manusia akan kembali normal jikalau pandemi ini berakhir? Apakah seseorang, karyawan, aparatur sipil negara (ASN), siswa dan mahasiswa, cara bertani dan beternak kita akan kembali seperti sediakala? Normal yang dimaksud adalah kembali pada kebiasaan lama, mengerjakan pekerjaan kantoran yang sudah engage itu. Membentuk tim kerja  yang sudah solid bertahun-tahun sambil menunggu disposisi dari "sang bos", melaporkan, menghadiri rapat atau sesekali dinas luar (DL) seperti yang telah disampaikan oleh kawan penulis, Djajadi Gunawan, dalam artikelnya berjudul “Kapan DL Lagi”.

Dari pengalaman bekerja dari rumah yang sekian lama dialami hampir lima bulanan, kemungkinan cara kerja kita dikantor akan  berubah  secara bertahap. Dari pengalaman WFH telah memberi pelajaran suatu best practice bahwa sebagian besar pekerjaan kantoran dapat dikerjakan dirumah. Analoginya adalah pekerjaan kantor dapat dikerjakan di luaran, entah di hotel, kafe atau tempat lainnya yang memungkinkan bekerja secara daring dan luring. 

Bahkan berbagai rapat atau meeting juga tidak perlu dihadiri secara fisik. Dengan teknologi telekonferensi kita dapat hadir secara virtual dan moderator maupun pimpinan sidang sudah dapat menyimpulkan hasil rapat virtual tersebut. Jadi di luar ruangan kantorpun ternyata dapat diambil keputusan strategis dan tepat waktu. Pekerjaan macam jurnalis yang selalu dikejar deadline dapat dikerjakan secara daring dimanapun kita suka.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjadi pelopor untuk “merumahkan” para ASN-nya jauh sebelum terjadinya pandemi. Diberitakan bahwa 1.000-an ASN Bappenas diujicobakan kerja di lain tempat mulai Januari 2020, jauh sebelum pandemi melanda Indonesia pertengahan Maret 2020.

Untuk industri pertanian contoh yang sangat baik seperti peternakan ayam ras. Mereka ini telah sepenuhnya menggunakan sistem digital dari sejak di hulu, on farm sampai pengolahan dan pemasarannya. Didukung oleh kelembagaan dan sumber daya manusia yang kuat menjadikan bisnis ayam ras suatu contoh atau model sistem agribisnis modern.

Dalam dunia pendidikan apalagi (di luar pendidikan profesi yang menuntut praktik laboratorium dan pasien), maka sistem online dapat diperlakukan termasuk pembelajaran jarak jauh, ujian tengah semester maupun akhir semester. Sudah banyak aplikasi online semisal Ruang Guru yang memungkinkan siswa belajar mandiri serta mampu mengerjakan soal-soal yang diberikan. Perhatian khusus penekanan pada pendidikan karakter yang perlu dikemas menjadi hal yang lebih menarik.

Dalam tata niaga pun sudah lama dipraktikkan belanja online. Bukan itu saja, mata rantai pasok dari produsen sampai kepada konsumen sudah semakin efisien dengan aplikasi perdagangan elektronik (e-commerce) sehingga konsumen atau produsen dimudahkan dalam memilih dan membeli barang.

Jadi, baik dikalangan pemerintahan maupun dunia swasta dan yang lainnya, sebenarnya sudah dapat terhubung satu sama lain menjadi sistem terpadu sebagai embrio big data.

Akhir Pandemi

Diakhir pandemi kelak akan terlihat beberapa perubahan mendasar dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat dan bernegara. Pemakaian gawai dan internet akan menjadi bagian dari kehidupan kita tanpa kita sadari. Membangun perkantoran yang megah sudah bukan zamannya lagi, akan tergantikan dengan ruang kerja baru yang berwujud coworking space, tempat orang bekerja sharing entah darimana orang itu.

Tapi satu hal yang perlu diingat yaitu turunnya pertumbuhan ekonomi yang diramalkan menurun sampai 3% bahkan skenario terburuk pertumbuhannya minus 0,4%. Keadaan ini membutuhkan waktu pemulihan yang cukup lama. Menurut para analis sekitar 1-2 tahun. Ingatan kita masih segar bahwa pada krisis multi dimensi tahun 1997/1998 sesuatu yang berbasiskan sumber daya lokal menjadi kunci dari cepat atau tidaknya kita pulih dari suatu bencana.

Kendati demikian pandemi ini sedikit banyak memberikan pelajaran berharga, lesson learned bagi kita semua bahwa sesuatu kehidupan itu dapat berubah, bahkan diubah oleh makhluk mikroorganisme kecil yaitu COVID-19. ***


Penulis adalah:

Pegawai Kementan (1979-2006),

Staf Perencanaan (1983-2005),

Tenaga Ahli PSDS (2005-2009)

KURBAN SECARA DARING

 



Oleh : Rochadi Tawaf

Dewan Pakar PB ISPI dan Penasehat PP PERSEPSI

 

Beberapa hari lalu hari raya kurban dengan tiga hari tasrik, telah dilakukan pemotongan hewan yang dilakukan oleh orang-orang muslim yang mampu. Tahun ini, pemotongan hewan kurban berbeda dengan tahun-tahun lalu. Situasi saat ini, orang menyebutnya sebagai era baru pandemic covid-19 (C-19).

Di era ini, semua sector tanpa kecuali mulai menyesuaikan diri dengan protocol C-19. Demikian halnya dengan ritual pemotongan ternak pada saat idul kurban tahun ini. Sesuai dengan Surat Edaran kementrian Agama No. 18 Tahun 2020 dan Surat Edaran Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, No. 00008/SE/PK.320/F/06/2020 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Kurban dalam Situasi Wabah Bencana Non Alam C-19. Keputusan Gubernur Jabar No. 443/Kep.376-Hukham/2020 tentang Protokol Pemeriksaan Penjualan dan Penyembelihan Hewan Kurban serta Distribusi Hewan Kurban selama Pandemi C-19. Semua kebijakan tersebut utamanya ditujukan untuk mengendalikan perkembangan virus C-19.

Beberapa fenomena yang terjadi saat ini berkaitan dengan ritual idul kurban, telah menjadi kendala namun sekaligus merupakan peluang adalah sebagai berikut:

Pertama, bagi masyarakat yang biasa menyelenggarakan dan menerima titipan hewan Kurban, khususnya Masjid-masjid yang tidak mememiliki kemampuan melaksanakan syarat ketentuan potokol C-19 sesuai kebijakan pemerintah, memilih untuk tidak menerima titipan hewan kurban, karena mereka menyadari akan resiko yang mungkin terjadi.

Kedua, bahwa dampak pandemic C-19 ternyata telah menurunkan daya beli Mudhohi (pekurban). Hal ini ditunjukan dengan menurunnya transaksi jual beli ternak kurban, pada tahun ini dibandingkan tahun lalu. Selain hal tersebut, menurut informasi dari beberapa pedagang ternak kurban, bahwa omzet penjualannya tahun ini menurun sekitar 30-50%. Selain itu, telah terjadi pula fenomena pergeseran pembelian hewan kurban dari yang berukuran besar (mahal) ke yang lebih kecil (murah). Sesungguhnya,  kebijakan pemerintah mengenai tidak adanya pemberangkatan ibadah haji, disertai himbauan melakukan ibadah kurban di dalam negeri, merupakan peluang peningkatan permintaan akan hewan kurban.

Ketiga, bertepatan hari raya kurban jatuh pada hari Jumat. Selain  itu pemerintah menghimbau bahwa pemotong ternak sebaiknya dilakukan di RPH. Kondisi ini menimbulkan jumlah ternak yang disembelih akan bertumpuk pada hari sabtu dan minggu. kondisi ini, ternyata dilapangan tidak didukung oleh infra struktur RPH yang memadai, sehingga lagi-lagi  menyulitkan para mudhohi yang berkeinginan untuk berkurban.

Berdasarkan berbagai fenomena yang terjadi tersebut, kini bermunculan sistem perdagangan, maupun pelaksanaan dan distribusi hewan Kurban yang dilakukan secara daring. Sebut saja beberapa perusahaan yang berbasis daring seperti marketplace nya di Tokopedia, Bukalapak, Bli-Bli dsb, yang hanya menjual ternak milik orang lain. Selain itu ada juga perusahaan peternakan yang memiliki budi daya ternak, menyelenggarakan pemotongan dan juga mendistribusikannya. Kegiatan ini dilakukan secara daring, oleh perusahaan tersebut.

Era Disruption

Di era pandemic C-19 saat ini, yang bertepatan dengan era revolusi industry 4.0, disebut juga sebagai era disrupsi. Di era ini, dicirikan dengan berkembangnya teknologi robotic, dimana berbagai teknologi yang dihubungkan dengan jaringan internet yang dikenal konsep IoT (semuanya serba internet atau internet untuk semua). Era ini, sesungguhnya merupakan momentum strategis bagi setiap sector untuk berinovasi dan berubah guna menyongsong masa depan. Jika saja kegiatan usaha di sector peternakan tidak berubah atau tidak mengubah dirinya atau tidak mampu menyesuaikan diri dengan teknologi yang tengah berkembang, maka dengan sendirinya sector tersebut akan tertinggal.

Konsep dasar yang digunakan dalam teknologi daring pada bisnis daging sapi adalah transparansi. Dengan konsep transparansi maka akan muncul “kepercayaan” baik bagi konsumen maupun produsen. Tingkat kepercayaan inilah sebagai titik awal pertumbuhan dan perkembangan usaha bisnis daging sapi secara digital di era ini.

Dalam perkembangannya, bisnis peternakan sapi potong telah terjadi disrupsi pada susbsistem hilir. Perkembangan bisnis  daring di subsistem hilir tumbuh sangat cepat di bandingkan di hulunya. Di era pandemic C-19, beberapa bulan lalu (Bulan maret sd Juli), telah terjadi pertumbuhan positif bisnis daring daging sapi di sub sistem hilir yang cukup signifikan. Bahkan, omzetnya ada yang tumbuh mencapai 600%. Kecepatan pertumbuhan ini, tidak mampu diimbangi oleh pertumbuhan subsistem hulu dan budidaya. Sehingga telah terjadi disrupsi inovasi terhadap bisnis budidaya sapi potong di dalam negeri.

Ketidak mampuan produksi domestik untuk memenuhi kebutuhan konsumen telah di manfaatkan dan di intervensi oleh daging impor  yang  mendistorsi pasar daging domestik. Fakta ini merupakan bukti bahwa negeri ini sudah berada di posisi kondisi keterperangkapan pangan daging sapi. Yaitu, kondisi dimana ketergantungan terhadap daging impor untuk memenuhi kebutuhan konsumen di dalam negeri semakin membesar.

Tebar Kurban

Tebar Kurban (istilah dari PT Agro Investama), merupakan konsep bisnis pemasaran hewan kurban secar daring, yang terintegrasi dari subsistem hulu ke hilir secara kaptif (closed loop business). Dimana fungsi subsistem hilir sebagai lokomotif akan mampu menarik dan menggerakan gerbong budidaya untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang sangat transparan. Setiap pelaku bisnis sebagai aktor dalam system rantai pasok nya telah mampu menjalankan fungsi dan perannya, sehingga melahirkan efisiensi produksi, dan produk yang dihasilkan memiliki daya saing tinggi.

Konsep tebar kurban, mampu meyakinkan mudhohi (dimana saja mereka berada tanpa batas ruang dan waktu) untuk membeli hewan kurban dengan spesifikasi harga, kualitas dan kuantitasnya yang transparan. Pemotongan ternak dapat disaksikan pula melalui jaringan internet dalam waktu yang ditentukan atas kesepakatan. Demikian pula, pengelolaan pasca potong dan distribusi tepat sasaran (sampai ke mustahik) dapat diketahui dengan sangat jelas melalui pemberdayaan pola distribusi yang ada. Misalnya, memanfaat jaringan Go Send pada aplikasi ojek online. Kesemua program ini menggunakan sistem aplikasi yang dirancang dan mampu meyakinkan mudhohi untuk mengetahui proses ritual kurban, sejak membeli ternak,  penyembelihan hingga distribusinya sampai ke mustahik. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya jumlah mudhohi dalam mengikuti program tebar kurban secara daring dari tahun ke tahun.

Kiranya konsep tebar kurban secara daring dapat dijadikan inspirasi pengembangan sistem bisnis masa depan di sector peternakan yang mampu menggerakkan subsistem budidaya. Sehingga konsep ini merupakan salah satu solusi pengendalian disrupsi inovasi seperti yang tengah terjadi pada kasus bisnis daging sapi saat ini…. Semoga.

REFLEKSI HARI LAHIR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DI TENGAH HIMPITAN PANDEMI

Drh. M. Chairul Arifin
Tanggal 26 Agustus merupakan hari lahir Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia. Tanggal ditetapkan karena berdasarkan penelusuran sejarah pada tanggal tersebut tepatnya ditahun 1836 pemerintah Hindia-Belanda menerbitkan ketetapan melalui plakat yang berisi tentang pelarangan pemotongan ternak betina bertanduk atau yang kita kenal betina produktif, baik ternak ruminansia besar maupun kecil.

Plakat ini dipandang oleh para senior, pakar, akademisi, praktisi, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya merupakan era dimulainya campur tangan pemerintah sejak 184 tahun yg lalu dan diputuskanlah sebagai hari lahir Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia. Kini 26 Agustus 2020, kalau dirunut sejarahnya maka Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) kita telah berumur 184 tahun dan kita secara resmi baru mengingatnya sejak 2003 dalam bentuk  peringatan hari lahir diikuti dengan Bulan Bhakti 26 Agustus-26 September. Berarti kita secara tak sadar telah memperingatinya 17 kali baik di pusat maupun daerah.

Merajut Masa Depan

Memperingati hari lahir peternakan dan kesehatan hewan ada baiknya kita melakukan refleksi diri, bermuhasabah dengan semata tujuan untuk lebih meningkatkan peran di masyarakat dengan bekerja lebih baik lagi untuk kepentingan para peternak Indonesia yang berjumlah lebih dari 6 juta rumah tangga peternak

Dalam hal ini pertama-tama kita kembali dulu ke aspek penanganan pengendalian pemotongan ternak betina produktif, asal-muasal ditetapkannya hari lahir PKH yang sampai sekarang masih diberlakukan pemerintah.

Sampai sekarang pengendalian pemotongan betina produktif malah ditetapkan dalam UU PKH yang dilengkapi dengan instrumen Peraturan Menteri Pertanian lengkap dengan sanksinya bila seseorang memotong ternak betina produktif (Pasal 18 UU PKH No. 41/2014 dan Permentan No. 35/2011).

Pelaksanaan Pelarangan Pemotongan Betina Produktif

Tetapi tidak bisa dipungkiri lagi di lapangan bahwa masih terjadi pemotongan ternak betina produktif yang disebabkan tuntutan ekonomi peternak. Maka sudah sejak lama diupayakan pengendaliannya oleh pemerintah. Mungkin sejak berdirinya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang didahului oleh Direktorat Kehewanan di pusat dan daerah upaya penghentian pemotongannya dilakukan dengan berbagai program dari pemberian insentif sampai memakai tindakan represif dengan menempatkan polisi di berbagai rumah pemotongan hewan (RPH) untuk melarang pemotongan betina produktif tersebut.

Namun apa hasilnya? Di RPH yang diawasi polisi tentu saja terjadi penurunan drastis pemotongan betina produktif. Tetapi ibarat balon, jika ditekan di satu sisi maka akan terjadi penggelembungan di sisi lain. Terjadi pemotongan betina produktif di sekitar RPH yang dijaga oleh Polri atau terjadi pemotongan di tempat-tempat pemotongan hewan milik rakyat yang luput pengawasan.

Dari fenomena ini dan melihat upaya pengendalian pemotongan betina produktif yang sudah lebih 1,5 abad, apakah kita tidak perlu berpikir ulang pelarangan ternak betina produktif tersebut? Coba kita lihat bersama bahwa Pemerintah Hindia-Belanda menerapkan kebijaksanaan tersebut demi peningkatan populasi dan produksi ternak sapi dan kerbau. Pada waktu itu populasinya sangat kurang dan tehnologi IB ET dan berbagai rekayasa genetik belum ada dan berkembang seperti sekarang ini.

Memang terjadi kenaikan populasi sapi dan kerbau. Dari yang semula populasi sapi 1,5 juta ekor dan kerbau 2 juta ekor di tahun sebelum 1922, meningkat menjadi 3 juta ekor sapi dan 3 juta ekor kerbau di 1936. Tetapi perlu diketahui pula bahwa Pemerintah Hindia-Belanda pernah pula mendatangkan sapi Onggole dari India secara besar-besaran pada 1917 ke pulau Sumba. Sapi-sapi itu dikawin-silangkan dengan sapi Jawa yang bertubuh kecil sehingga menjadi sapi Peranakan Ongole (PO) seperti yang kita ketahui sekarang.

Kemudian dihubungkan dengan data sensus ternak BPS diadakan sejak 1967 sampai Sensus Pertanian saat ini serta berbagai survei menunjukkan bahwa ratio ternak betina dewasa produktif komposisinya ternyata tetap pada kisaran 44-45%. Artinya komposisi ternak dialam itu sangat mendukung keberlanjutan populasi (sustainibility) sebagaimana dilaporkan oleh survei UGM pada 2011 lalu, karena struktur komposisinya ini menunjukkan nilai NRR-nya lebih dari 1 (satu). Struktur seperti ini mendukung kegiatan pembibitan sapi sekaligus melestarikan populasinya.

Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan tentang adanya penurunan populasi ternak karena adanya pemotongan ternak betina produktif. Pelarangan itu hanya dapat dikenakan kepada ternak bibit dan calon bibit, serta ternak yang bunting yang ditentukan oleh dokter hewan dan pengawas mutu bibit. Selebihnya dapat dipotong atau diseleksi untuk disingkirkan sesuai UU PKH No. 41/2014.

Pelarangan pemotongan ternak betina produktif itu telah menimbulkan paranoid tersendiri bagi peternak budi daya dan petugas pemerintah sendiri. Pada masa pandemi COVID-19 ini marilah kita berpikir ulang untuk merajut masa depan. Masih tepatkah adanya aturan pelarangan pemotongan ternak betina yang sudah berumur 184 tahun diteruskan? Disrupsi kebijakan sangat diperlukan mumpung momentumnya tepat agar tidak menghambat usaha peternakan rakyat yang sekaligus dapat menjadi insentif investasi swasta dan masyarakat.

Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB)

Pada saat ini pemerintah sangat gencar dan massif dalam melaksanakan IB. Teknologi ini pernah diintroduksikan oleh Prof Zeit, seorang dokter hewan Belanda tahun 1950-an dan banyak mendidik orang pribumi untuk menjadi dokter hewan. Maka didirikanlah semacam AI Center di Ungaran Semarang. Entah karena terjadi revolusi fisik pada waktu itu program IB terhenti.

Kini setelah lebih dari 80 tahun kegiatan IB dilanjutkan oleh pemerintah melalui berbagai program, yaitu INSAP (Inseminasi Sapi Potong), Gerakan Sejuta IB, Program Swasembada Daging Sapi, Upaya Khusus dan SIKOMANDAN. Program ini berupaya mengintegrasikan IB dengan kegiatan lainnya. 

Kegiatan ini sebenarnya baik dalam artian teknis peningkatan produksi dan populasi. Tetapi satu hal yang dilupakan pemerintah yaitu sebenarnya pelaksanaan IB merupakan sarana untuk peternak agar dapat mandiri dan berswadaya dalam pelaksanaan IB. Ini tidak terjadi tapi yang ada malah tingkat ketergantungan peternak sengaja dibuat tinggi oleh pemerintah dari sejak produksi semen, distribusinya sarana-prasarana, sampai pelaksanaannya oleh para inseminator lapangan.
Pada kesempatan ini mari kita berpikir ulang untuk menjadikan gerakan IB itu perlahan kita serahkan pada dunia swasta. Prinsipnya “tidak ada makan siang yang gratis”. Peternak itu sebenarnya mau membayar asal kualitas pelayanannya baik. Sudah waktunya IB itu diserahkan pada peternak dan swasta dan tidak dimonopoli pemerintah. Harus dibedakanana yang bersifat public good dan private good.

Obat Hewan

Senada dengan itu langkah yang lebih maju telah dilakukan di bidang obat hewan oleh pemerintah. Walaupun pemerintah sendiri memiliki produsen obat hewan Pusvetma, tetapi pemerintah membuka lebar dunia swasta untuk bersama memproduksi obat hewan.

Di sini biarkan saja terjadi “persaingan” yang adil dan sehat antara pemerintah dan dunia swasta dalam hal obat hewan. Walaupun sebenarnya produksi obat hewan itu merupakan ranah private good dan memberikan porsi ini kepada swasta agar lebih efisien.
Coba kita lihat misalnya adanya stok semen beku dan obat hewan di tempat produksi di pemerintahan. Pasti masih ada tumpukan yang menambah beban bagi APBN untuk maintenance-nya. Kalau di swasta karena menerapkan efisiensi tinggi hal itu tak terjadi.

Perbibitan dan Kesehatan Hewan

Kita sudah mengetahui bahwa tugas dan fungsi pemerintah banyak bertumpu terutama pada bidang perbibitan dan kesehatan hewan/masyarakat veteriner sebagaimana diamanatkan dalam UU PKH No. 18/2014. Dalam hal perbibitan tugas pemerintah mengembangkan bibit ternak khususnya ternak besar yang belum sepenuhnya dikuasai dan dilakukan oleh masyarakat, beda dengan ayam ras yang sudah sepenuhnya dilakukan oleh swasta atau asosiasinya. Sehingga timbul pertanyaan sekarang sudah tepatkah policy breeding untuk ternak besar dan kecil, serta operasionalisasinya di lapangan? Untuk itu pemerintah telah mendirikan berbagai UPT Pembibitan Ternak baik untuk menghasilkan benih dan bibit ternak.

Hasilnya setelah Indonesia 75 tahun merdeka, belum dapat melihat bahwasannya berbagai UPT tersebut benar-benar dapat menghasilkan bibit yang sebenarnya sesuai standar ilmiah. UPT kita lebih bersifat mengembangkan budi daya ketimbang menghasilkan bibit yang benar. Apakah hal ini kita teruskan dari generasi ke generasi tanpa akhir? Diperlukan keberanian untuk merevitalisasi fungsi-fungsi UPT tersebut agar tidak berada dalam zona nyaman seperti sekarang ini, karena sistem perbibitan ternak dan berbagai perangkat aturan dan ketesediaan sumber daya manusia pembibitan telah kita miliki serta didukung dana memadai, sehingga sayang sekali hal tersebut belum dimanfaatkan dengan benar.

Refleksi dalam bidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakatnya veteriner memang telah menunjukkan adanya perubahan berarti dalam berparadigma. Paradigma lama yang terkenal yaitu maximum security, artinya sama sekali tidak boleh masuk ternak ataukah produk-produk ternak dari negara yang belum bebas dari daftar penyakit list A OIE. Perlakuan ini kemudian berganti menjadi zone base tidak lagi country base. Jadi kemungkinan Indonesia untuk impor atau ekspor ternak dan produknya menjadi terbuka dari berbagai negara. Perubahan kebijakan ini dipandang sebagai langkah cukup berani karena di lain pihak dapat memutus kartel, monopoli perdagangan internasional ternak dan produknya yang selama ini terjadi.

Tetapi, di dalam negeri sendiri kesehatan hewan dihadapkan pada kegiatan program pemberantasan penyakit menular strategis yang tidak pernah tuntas. Contoh program pembebasan penyakit Antraks, Rabies, SE, Jembrana dan belakangan timbul emerging diseases seperti Flu Burung dan African Swine Fever. Pembebasan negara dari suatu penyakit dengan memakai pola seperti sekarang ini rasanya tidak memadai lagi, malahan penyakit tersebut sudah menjadi keseharian para peternak.

Diperlukan pola lain yaitu lebih banyak melibatkan partisipasi masyarakat dalam penanggulangannya dari sejak mitigasi dan pencegahan penyakit sampai ke tingkat pemberantasan dan pengendaliannya, daripada mengatakan bahwa tugas pengendalian dan pemberantasan itu semata tugas pemerintah. Analisis resiko dapat menjadi beban bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Hentikanlah pendapat bahwa tugas-tugas kesehatan hewan itu selalu menjadi domain pemerintah, diganti menjadi tugas kolaborasi antara masyarakat peternak dan swasta serta seluruh stakeholder yang ada. Perlu perubahan pola pikir bahwa penanggulangan penyakit itu bukan untuk memuaskan hati pejabat dan pimpinan, tetapi untuk kepentingan client kita yaitu para peternak dan masyarakat. Oleh karena itu, perbanyak program yang melibatkan masyarakat, karena tugas menjadi enteng kalau melibatkan masyarakat.

Muhasabah ini ditujukan tidak saja kepada pemerintah dan para pemangku kepentingan, tetapi juga kepada diri penulis yang pernah ikut mengalami pasang surutnya birokrasi PKH dari dulu hingga sekarang. Remembering the past and Reinventing the Future untuk merajut masa depan peternakan dan kesehatan hewan Indonesia. Selamat Hari Lahir Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia. ***



Ditulis oleh: M. Chairul Arifin
Pegawai Kementan (1979-2006),
Staf Perencanaan (1983-2005),
Tenaga Ahli PSDS (2005-2009)

SOCIAL DISTANCING DAN LOCKDOWN PADA PETERNAKAN UNGGAS

Lockdown 1,5 tahun, kesejahteraan hidupnya terjamin 100%. (Dok. Pribadi)

Social distancing pada peternakan unggas dilakukan dengan cara membuat layout menempatkan ayam muda terpisah dari ayam remaja atau ayam dewasa dan posisi kandangnyapun sudah diatur sedemikian rupa sehingga jarak antara kandang satu dan kandang lainnya minimal selebar kandang (apabila lebar kandang 8 meter maka jarak antar kandang juga 8 meter). Pengaturan jarak kandang bertujuan menjaga agar ventilasi berfungsi dengan baik, sirkulasi udara lancer sehingga lingkungan di dalam kandang tetap nyaman dan segar.

Keberhasilan pemeliharaan ayam sangat ditentukan keberhasilan perawatan pada masa brooding. Operator kandang yang merawat anak ayam (DOC/day old chick) dipastikan menginap dikandang sejak DOC datang sampe selesai masa brooding. Prosedur ini bertujuan membatasi aktivitas operator menghindari kontak dengan sumber penularan dari luar yang beresiko tersebar ke dalam peternakan terutama pada DOC dan ayam muda yang masih sangat rentan penyakit.

Apabila selama perawatan ditemukan ada individu ayam menunjukan gejala sakit segera dipisahkan dari kelompok yang sehat, kemudian dikumpulkan dalam sangkar seleksi atau brooding khusus agar tidak menular pada kelompok populasi ayam yang sehat, lalu dilakukan perawatan intensif dan pengobatan sampe dinyatakan sembuh.

Sementara lockdown pada peternakan unggas sudah diterapkan sejak ayam dari DOC. Ayam yang baru menetas ditempatkan ke dalam boks kardus masing-masing berisi 100 ekor dan ektra dua ekor. Sesampainya di kandang, DOC kemudian di tebar terbagi menjadi beberapa klaster brooding yang dikelilingi pembatas plat seng setinggi 40 cm dengan kapasitas 1.200-1.500 ekor/klaster. Pembagian wilayah tersebut bertujuan agar perawatan ayam lebih intensif, mempermudah pelaksanaan program pengendalian penyakit menular dan monitoring kondisi status kesehatan unggas setiap hari.

Pada ayam broiler, masa lockdown pada umumnya berakhir setelah28 hari ketika ayam mencapai bobot 1,5 kg/ekor. Tetapi dalam kondisi darurat aturan bisa dipercepat menjadi 23 hari saja terkait order dengan harga menggiurkan, atau sengaja dipanen mempercepat periode berikutnya (potong siklus) akibat harga panen tidak menguntungkan.

Peternak mandiri dengan modal kuat sebagian memilih masa lockdown lebih dari 30 hari agar bisa menghasilkan ayam dengan bobot lebih besar, yakni 1,8-2 kg/ekor. Dalam kondisi normal perlakuan lockdown broiler pada setiap lokasi peternakan dilakukan serempak. Tanggal masuk DOC, umur dan panennya relatif serempak, all in all out, dengan tujuan memutus rantai penyebaran penyakit, selesai tuntas disetiap siklus pemeliharaan, agar tidak terjadi infeksi berulang (re-emerging disease), sehingga ayam terjaga tetap sehat dan mampu tumbuh cepat pada setiap periode pemeliharaan.

Selain peternakan ayam ras, peternakan ayam kampung juga melakukan lockdown meskipun dengan jumlah populasi dalam setiap klaster relatif tidak sebanyak peternakan ayam ras broiler maupun layer.

Pada ayam kampung pedaging untuk mencapai bobot 0,9-1 kg dilakukan lockdown selama 70 hari. Tetapi pada daerah tertentu seperti di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) cukup 40 hari saja untuk alasan konsumsi. Apabila diperlukan bobot lebih dari 1 kg, lockdown diperpanjang menyesuaikan kebutuhan. Konsekuensi dari perpanjangan masa lockdown adalah pertambahan biaya perawatan dan pengadaan pakan.

Pada peternakan ayam ras petelur modern, DOC yang datang biasa ditempatkan dalam kandang model sangkar kawat berisi 20 ekor setiap klaster cages. Setelah dirawat selama enam minggu, ayam dipindahkan ke kandang grower dengan tetap ter-lockdown dan terbagi ke dalam beberapa kandang sesuai kapasitasnya.

Pada umur 12 minggu, ayam boleh dipindahkan pada klaster kandang yang setiap kandangnya berisi ayam petelur dewasa. Prosedur lockdown pada ayam jenis petelur dilakukan selama 90 minggu atau kurang lebih 20 bulan. Perpanjangan masa lockdown dilakukan saat harga telur membaik, bisa diperpendek apabila produksi kurang bagus atau harga tidak menguntungkan.

Penerapan prosedur social distancing dan lockdown pada peternakan unggas, baik ayam kampung, broiler, jantan pedaging, layer komersil maupun layer breeder, harus diikuti ketersediaan fasilitas peralatan yang memadai, jaminan suplai pakan, air minum yang bersih, sarana kesehatan, lingkungan hidup yang nyaman dan terjaga aman. ***

Oleh: 
Drh Baskoro Tri Caroko
Poultry Tehnical Consultant

PERAN DOKTER HEWAN SELAMA PENANGANAN PANDEMI COVID-19

Muhammad Munawaroh

Oleh: Drh Muhammad Munawaroh MM, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI)

Hari Kedokteran Hewan Dunia atau World Veterinary Day diperingati setiap tanggal 25 April. Tahun 2020, dokter hewan turut berperan dalam penanganan Covid-19.

Latar Belakang

Wabah COVID-19 / SARS-CoV-2 telah berkembang pesat sejak 31 Desember 2019. Agen penyebab telah diidentifikasi sebagai coronavirus novel SARS – CoV-2. Diperkirakan berasal dari kelelawar dan menyebar ke populasi manusia melalui spesies hewan lain seperti trenggiling, dan dianggap sebagai penyakit zoonosis. Infeksi telah menyebar ke sekitar 176 negara dan 6 benua, dan pada 11 Maret, dan WHO telah menetapkan wabah COVID-19 sebagai pandemi. Indonesia, sesuai dengan keputusan presiden Republik Indonesia (Keputusan Presiden No. 12 tahun 2020) dinyatakan bahwa penyebaran COVID-19 merupakan bencana nasional

Otoritas kesehatan di seluruh negara telah diminta untuk menerapkan berbagai langkah untuk memperlambat penyebaran wabah penyakit ini. Mulai dari penerapan prosedur desinfeksi yang tinggi dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), hingga penutupan total pergerakan ke kawasan atau seluruh negara, serta menghentikan segala kegiatan yang tidak penting. Beberapa daerah dan kota di Indonesia telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam bidang kesehatan. Hal ini tentu menimbulkan konsekuensi sosial dan ekonomi yang sangat besar.

Layanan oleh dokter hewan yang penting disediakan dalam konteks global COVID-19

Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) dan World Veterinary Association (WVA) telah merilis pernyataan pada 18 Maret, yang isinya adalaha: perlunya mengadvokasikan persyaratan mutlak agar dokter hewan di seluruh dunia ditunjuk sebagai penyedia layanan penting dalam konteks pandemi COVID 19.

Layanan penting yang disediakan oleh dokter hewan dalam konteks  COVID-19 di Indonesia

Layanan pengaturan dan keamanan pangan

Dokter hewan pemerintah maupun non pemerintah yang bekerja dan berperan dalam rantai pasokan ternak yang memungkinkan hewan untuk diangkut, ditransaksikan, dan diproses untuk produksi protein di pasar domestik dan ekspor,  melaksanakan layanannya selama penanganan wabah COVID-19 ini berlangsung sehingga jaminan keamanan dan ketahanan pangan tetap terlindungi.

Dokter hewan yang selama ini telah menyediakan layanan vital dalam membantu mengoptimalkan produktivitas dan kualitas komoditas pada hewan produksi, tetap melaksanakan layanannya dengan prioritas mempertahankan pasokan daging, susu, telur dan komoditas ternak lainnya. Hal ini sangat penting dipertahankan dan tidak dapat ditunda karena memiliki potensi gangguan terhadap rantai makanan masyarakat. Keamanan dan Ketahanan Pangan tidak dapat dikompromikan selama masa penanganan wabah ini.

Seluruh layanan oleh Dokter Hewan di bidang ini dilaksanakan dengan mengacu kepada standar prosedur operasional dan Protokol Kesehatan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan

Layanan dokter hewan pada hewan ternak

Selain berperan dalam membantu optimalisasi produktivitas dan kualitas hewan pangan, peran utama layanan dokter hewan pada hewan ternak (hewan pangan) adalah dalam diagnosis penyakit, pengobatan dan surveilans terhadap penyakit hewan eksotik maupun penyakit hewan endemik  menular lainnya. Dokter hewan berada di garis depan dalam deteksi dan respons  terhadap penyakit endemik dan eksotis dan penting agar peran ini tetap terpenuhi selama penanganan COVID-19 di Indonesia.

Layanan kedokteran hewan ini saat ini bahkan lebih penting mengingat adanya penyakit eksotis yang telah masuk di negara ini disamping juga ancaman penyakit endemis lain karena bersamaan Indonesia memasuki masa perubahan musim.

Veteriner Indonesia saat ini sedang diuji kemampuannya karena dihadapkan dengan pandemi pada manusia dan  bersamaan pula ada ancaman wabah pada hewan ternak. Skala dampaknya terhadap ekonomi demikian luas dan belum pernah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu maka  Indonesia harus mampu mempertahankan diri dengan tetap melaksanakan deteksi terhadap penyakit endemis dan kapasitas respons sebelum, selama dan setelah wabah COVID-19.

Seluruh layanan oleh Dokter Hewan pada hewan ternak dilaksanakan wajib sesuai standar prosedur operasional dan Protokol Kesehatan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan

Layanan dokter hewan pada hewan peliharaan (companion animals) non ternak

Hewan hewan peliharaan dan kuda, biasa digolongkan sebagai hewan pendamping (companion animals) memiliki peran tersendiri dalam masyarakat. Kontribusi hewan peliharaan terhadap manusia sebagai pemilik adalah memberi rasa  tenteram dan bahagia. Akhirnya secara tidak langsung berkontribusi pada kesehatan pemilik. Hal ini tentu membantu ketenangan jiwa masyarakat dalam mengahdapi masa sulit ini.

Dokter hewan dalam praktik hewan kecil memiliki peran penting dalam menasihati klien mereka tentang implikasi kesehatan masyarakat dalam masa wabah COVID-19, dan menilai serta menafsirkan informasi yang tersedia dengan pengetahuan yang baik dan bijak terkait risiko kemungkinan penularan hewan peliharaan dari penyakit ini. Saat ini tidak ada bukti bahwa terjadi penularan dari hewan ke manusia , tetapi ini adalah situasi yang berkembang dan dokter hewan berada di garis depan dalam menghadapi masalah ini.

Dokter hewan juga memiliki peran berkelanjutan untuk memberi saran kepada klien tentang potensi    lain, penanganan hewan peliharaan dan kebersihan, dan pengawasan terhadap penyakit penting (misalnya rabies) yang selanjutnya dapat berdampak pada populasi manusia saat ini.

Mengingatkan masyarakat yang saat ini diminta untuk tinggal di rumah berada dalam jarak dekat dengan hewan peliharaan mereka, agar selalu menjaga hewan peliharaan tetap sehat dan menjaga jarak kontak dengan hewan sehari-harinya.

Dalam melaksanakan layanan terbatas saat ini, layanan dokter hewan pada hewan peliharaan non ternak dilakukan dengan tetap mematuhi protokol dan aturan Kesehatan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan.

Kesejahteraan hewan

Dokter hewan banyak berperan untuk memastikan bahwa standar kesejahteraan hewan telah dipenuhi di seluruh kontinum hewan peliharaan dan ternak. Hal ini menjadi lebih penting dalam situasi COVID-19, mengingat potensi hewan peliharaan dan ternak domestik untuk ditinggalkan atau dianiaya akibat kesalahan pemahaman bahwa hewan dapat berperan dalam transmisi COVID-19.
Kehadiran dokter hewan secara berkelanjutan memastikan bahwa masyarakat memiliki akses ke informasi yang akurat dan berbasis ilmiah dan bahwa perawatan berkelanjutan terhadap hewan dapat terjamin.

Pemenuhan standar kesejahteraan hewan ini sangat diperlukan dipertahankan setiap saat dalam produksi hewan ternak maka kehadiran layanan veteriner sangat penting untuk mencapai hal ini.

One Health/Satu Kesehatan

Mengingat bahwa COVID-19 dan sekitar 70% dari penyakit menular yang muncul pada manusia selama 30 tahun terakhir adalah zoonosis, maka dokter hewan perlu terus-menerus terlibat dalam kapasitas "One Health" ini.

Dokter hewan dalam praktik, konsultasi dan peranan pemerintah dalam memberi saran, mengendalikan, mendeteksi penyakit serta jalinan hubungan dengan otoritas kesehatan yang lebih dari sebelumnya sangat penting untuk memastikan respon terhadap COVID-19 dan peristiwa penyakit zoonosis lainnya di masa mendatang berjalan seefektif mungkin.

Mengelola risiko penyediaan layanan kesehatan hewan dalam pandemi COVID-19

Sejak deklarasi tentang pandemi COVID 19, PB PDHI telah proaktif mengumpulkan dan mendistribusikan berbagai saran, panduan kepada para dokter hewan anggota yang memungkinkan mereka untuk menerapkan prosedur manajemen risiko yang praktis dan efektif untuk meminimalkan penyebaran Coronavirus dan dampak selanjutnya pada praktik dokter hewan, staf dan klien.

PDHI percaya bahwa kombinasi dari pengetahuan ilmiah yang kuat serta penguatan epidemiologi penyakit, pengendalian infeksi, diagnosis penyakit dan manajemen ditambah dengan protokol seperti yang didistribusikan sebelumnya, akan secara memadai melengkapi dokter hewan di seluruh spektrum kesehatan hewan untuk menyediakan layanan dengan cara yang aman dan efektif, bahkan selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kesimpulan

Profesi dokter hewan di Indonesia memenuhi berbagai peran dan menyediakan banyak layanan vital yang bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan hewan dan manusia, serta memastikan keamanan dan keamanan pangan. Dalam pandemi global COVID-19 saat ini, layanan ini menjadi lebih penting dari sebelumnya. Kemampuan profesi kedokteran hewan, dalam berbagai bentuknya, untuk terus menyediakan layanan ini. PDHI memiliki komitmen mutlak untuk menjaga kesinambungan layanan veteriner dengan cara yang praktis, aman dan terkelola risiko dengan baik.

NASIONALISME PERUNGGASAN, TANTANGAN DI NEGERI SENDIRI



Komoditas perunggasan masih menjadi primadona dalam sektor peternakan di Indonesia, salah satunya ayam broiler. Sejak pertama kali ayam broiler diperkenalkan pada 1980-an oleh pemangku kekuasaan di Indonesia, terbukti dapat memberikan keuntungan yang cukup baik bagi peternak dengan masa periode produksi yang saat ini hanya sekitar 28-35 hari, sehingga peternak dapat langsung menikmati hasilnya. Oleh karena itu, penyediaan produk ayam perlu dijaga kuantitas dan kualitas dari segi kehalalan dan higienitasnya agar mampu bersaing.

Namun akhir-akhir ini sedang terjadi tantangan besar bagi pelaku usaha perunggasan di Tanah Air, karena akan adanya kebebasan impor ayam dari Brasil yang dinaungi oleh World Trade Organization (WTO).

WTO merupakan organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. Tujuan dari WTO adalah untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir dan importer dalam melakukan kegiatannya. WTO terdiri dari beberapa negara anggota, diantaranya merupakan negara berkembang termasuk Indonesia. Sehingga kita harus siap dan bijak dalam menyikapi perdagangan bebas yang terjadi.

Dalam hal ini komoditi pangan yang berkaitan dengan perunggasan sedang menjadi sorotan oleh berbagai pihak, khususnya kekhawatiran peternak ataupun penyedia daging unggas. Dimana kebebasan penyediaan daging dapat berasal dari manapun, salah satunya dari Brasil yang ingin memasok daging unggas ke Indonesia. Brasil saat ini merupakan salah satu negara pengekspor unggas terbesar di dunia yang sudah menargetkan Indonesia sebagai pangsa pasarnya. Brasil pun sudah berusaha mengekspor daging ayam ke Indonesia hingga membawa permasalahan perdagangan ayam ke WTO sejak 2014 dan memenangkan gugatan pada 2017. Brasil kemudian kembali membawa permasalahan tersebut ke WTO, karena Indonesia belum juga membuka keran impor ayam. Diketahui ayam dari Brasil tidak bisa masuk ke Indonesia karena belum mengantongi sertifikasi sanitasi internasional dan sertifikat halal.

Bagi masyarakat Indonesia, bisa jelas dibayangkan apabila terjadi proses impor daging ayam dari Brasil, tentunya akan mengakibatkan gejolak industri perunggasan makin besar, dan peternak menjadi korban pertama yang merasakan dampaknya. Seperti gejolak harga karena produk unggas Brasil harganya lebih kompetitif atau lebih murah. Begitupula komoditi dalam negeri yang juga akan mengalami penurunan. Hal ini yang harus menjadi fokus bersama karena di Indonesia masih mampu memproduksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Dapat dilihat bahwa setiap tahun produksi ayam ras pedaging terus meningkat, dari data BPS tercatat pada 2016 sejumlah 1,63 miliar ekor, 2017 sebanyak 1,85 miliar ekor dan 2018 meningkat menjadi 1,89 miliar ekor.

Kekhawatiran selanjutnya yaitu terjadinya kemungkinan sektor bisnis ini akan ditinggalkan oleh produsen dan peternak, yang akan menyebabkan industri ini akan kalah bersaing. Padahal dari sektor perusahaan peternakan unggas di Indonesia yang melakukan kegiatan pembibitan dan budidaya unggas pada 2018 terdapat sebanyak 394 perusahaan, yang terdiri dari 129 perusahaan pembibitan dan sebanyak 265 perusahaan usaha budidaya.

Sama halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, dari data BPS sebagian besar perusahaan berbentuk PT/CV/Firma (97,72%), kemudian yayasan (1,27%), BUMN (0,76%) dan koperasi (0,25%). Belum lagi dari perusahaan pakan yang ada di Indonesia, bahkan beberapa usaha tersebut dimiliki oleh anak bangsa. Sehingga dari data tersebut kita bisa bayangkan berapa banyak pekerja yang menggantungkan kelangsungan hidupnya dari sektor perunggasan.

Oleh karena itu, perlu bersama-sama mencari strategi terbaik untuk menghadapi tantangan yang terjadi di negeri sendiri. Perlu penguatan kebersamaan dan rasa gotong-royong dalam menghadapinya, sehingga persatuanlah yang menjadi solusi. Dari ranah peneliti, akademisi, pelaku usaha dan pemerintah, yang kemudian berkolaborasi dengan organisasi, asosiasi dan kelompok ternak bisa bersinergi dalam menguatkan sektor perunggasan, baik teknis maupun strategis.

Kemudian diharapkan terjadi pertukaran informasi untuk meningkatkan efisiensi produksi dengan memanfaatkan teknologi, seperti teknologi pakan yang ramah lingkungan maupun teknologi genetik. Peternak melalui kelompok juga dipermudah untuk membuat kandang closed house atau rumah pemotongan ayam. Dengan ini diharapkan dapat menekan angka kematian ternak dan meningkatkan efisiensi, serta produktivitas saat produksi maupun pasca produksi. Kemudian untuk masyarakat diharapkan dapat mengonsumsi produk, baik daging maupun olahannya yang diproduksi oleh Anak Bangsa.

Generasi muda yang produktif perlu diarahkan dan ditumbuhkan “ruh” dalam membangun peternakan Nasional, mengingat peternakan masih merupakan sektor penting bagi kebutuhan pangan Nasional. Tidak sedikit saat ini mulai bermunculan inovasi-inovasi hasil kreasi anak muda di bidang peternakan yang sangat diperlukan. Dengan pengetahuan dan kemampuannya dalam sektor IT, generasi penerus ini harus menyadari bahwa kontribusi dalam dunia peternakan sedang ditunggu-tunggu, baik sebagai tenaga ahli, pelaku usaha, pemerintahan, entrepreneur maupun sociopreneur yang bergerak dalam memajukan peternakan Tanah Air.

Sehingga jangan sampai kebutuhan pangan yang sangat mendasar ini dibebankan hanya pada salah satu sektor dan saling menyalahkan. Ini merupakan “pekerjaan rumah” besar bagi semua kalangan. Semua harus dihadapi, memang sudah saatnya bertarung dengan dunia global, jangan sampai kita terlambat dan terlena. Karena untuk menjadikan produk peternakan Indonesia berdaya saing tinggi di pasar internasional harus menggunakan cara-cara cerdas dan kreatif.

Tidak ada salahnya kita belajar dari negara lain yang bisa menjaga kedaulatan dan kesejahteraan peternaknya tapi tetap menjaga keseimbangan perdagangan internasional, sehingga bisa melakukan antisipasi, bertahan dan memenangkan pertarungan. ***

Oleh: Rifqi Dhiemas Aji
Konsultan Teknis Peternakan PT Natural Nusantara

SIAPAKAH MENTERI PERTANIAN 2019-2024 PILIHAN ANDA? IKUTI POLLING INI

Majalah Infovet, Trobos, Poultry Indonesia, Sinar Tani dan Swadaya yang tergabung dalam Forum Media Peternakan (FORMAT) mengadakan polling untuk melihat tokoh yang layak menjadi Menteri Pertanian RI periode 2019-2024 menurut para pembaca dari masing masing media.

Nama-nama yang tercantum dalam polling ini merupakan nama-nama populer yang telah diseleksi oleh Tim FORMAT. Polling ini dimaksudkan untuk melihat siapakah nama calon Menteri yang populer di masyarakat.

Ayo berpartisipasi dalam polling ini dengan memilih calon Menteri yang layak menurut Anda, dengan klik di form polling di bawah ini.


DISERBU AYAM IMPOR BRASIL, BAGAIMANA NASIB SEKTOR PERUNGGASAN?




Kendati memenangkan gugatan di WTO, ayam Brasil belum tentu mudah masuk ke Indonesia (Foto: Google Image)


Oleh : Rivan Kurniawan - Indonesia Value Investor



Rivan Kurniawan
Belakangan ini muncul berita ke permukaan bahwa Indonesia akan kembali diserbu oleh ayam ras impor dari Brasil, pasca World Trade Organization (WTO) memenangkan gugatan Brasil terkait masalah impor daging ayam atas Indonesia. Tak pelak kondisi tersebut membuat sejumlah emiten di sektor poultry diprediksikan terimbas sentimen negatif, dan dikhawatirkan akan menjadi kendala bagi pertumbuhan sektor ini. Kira-kira dengan serbuan ayam impor Brasil tersebut, akan seperti apa pengaruhnya terhadap emiten di sektor perunggasan?

Tantangan yang dihadapi Brazil Untuk Mengekspor Daging Ayam ke Indonesia
Kendati Brasil dinyatakan memenangkan gugatan di WTO, nampaknya hal tersebut tak serta merta membuat produk ayam ras impor Brasil masuk dengan mudah ke Indonesia, karena Brasil masih harus berjuang menghadapi beberapa situasi yang berlaku di Indonesia, seperti:

Pertama, masalah distribusi yang terlalu jauh. Ayam ras impor mana pun termasuk dari Brasil biasanya akan masuk ke Indonesia dalam bentuk daging beku atau olahan turunan. Seperti halnya nugget ataupun sejenis frozen food lainnya. Hal itu terjadi karena permasalahan jarak yang terlalu jauh, sehingga tentu menyulitkan produsen ayam di luar negeri untuk menyediakan ayam yang masih segar. Tentu kondisi itu tidak sejalan dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih dominan senang membeli ayam segar yang baru dipotong. Secara market share, sekitar 85% pasar ayam di Indonesia menyediakan produk ayam dalam bentuk fresh yang baru dipotong. Sedangkan sekitar 15% nya adalah daging ayam beku dan produk olahan turunannya.

Kedua, sertifikasi halal. Setiap emiten yang bergerak di sektor perunggasan di Indonesia sejatinya sudah memiliki senjata untuk mengatasi serbuan ayam-ayam impor dari negara lain. Di mana setiap produk yang dihasilkan oleh emiten sektor perunggasan di Indonesia sudah dilengkapi dengan sertifikasi halal, dan itu berlaku untuk menjamin lisensi kehalalan produk ayam yang dihasilkan. Apalagi jika melihat mayoritas penduduk Indonesia yang Muslim, tentu lisensi halal menjadi hal yang sangat sensitif. Demikian pula, proses pemotongan daging ayam juga harus sesuai dengan syariat Islam. Misalkan salah satu syarat pemotongan halal adalah menyayat 3 saluran, yaitu saluran nafas, saluran makan, dan pembuluh darah. Hal ini menjadi Pekerjaan Rumah tersendiri bagi Brasil, yang notabene mayoritas penduduknya bukan beragama Muslim.

Ayam Brasil Lebih Murah, Ancaman Bagi Indonesia ?

Meskipun menghadapi beberapa tantangan di atas, Brasil sendiri memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan emiten poultry di Indonesia. Seperti yang kita tahu bahwa sektor poultry di Indonesia masih sangat banyak menemui hambatan, seperti perlambatan pertumbuhan di tahun 2017 lalu yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah, di mana Kementerian Pertanian (Kementan) sudah tidak lagi mengeluarkan rekomendasi impor jagung untuk pakan ternak.

Hal tersebut membuat supply menjadi terbatas, dan membuat harga jagung merangkak naik. Permasalahan harga jagung cukup mempengaruhi pertumbuhan sektor poultry, mengingat bahan baku pakan ternak yang mahal adalah salah satu faktor utama yang mengakibatkan biaya produksi ayam ras lokal juga menjadi lebih tinggi sehingga tidak seunggul ayam ras impor. Apalagi hal tersebut diiringi dengan harga bibit ayam alias day old chick yang juga mahal. Dengan kondisi yang demikian, besar kemungkinan Indonesia ayam ras lokal akan menghadapi persaingan ketat dengan ayam ras Brasil. Lantaran industri unggas di Brasil sudah sangat efisien, sehingga harga ayamnya akan lebih murah.

Persaingan ini akan berdampak negatif pada harga jual ayam. Rata-rata jumlah produksi ayam ras lokal adalah sebesar 60 juta ton – 65 juta ton. Sedangkan kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap ayam hanya sekitar 55 juta ton per/tahun. Artinya, jumlah produksi ayam ras lokal melebihi kebutuhan konsumsi ayam. Ditambah lagi dengan masuknya ayam ras impor secara berlebih, akan memicu oversupply di pasar. Supply meningkat, permintaan tetap. Akibatnya akan menurunkan harga ayam.

Antisipasi Emiten Sektor Poultry Di tengah Tantangan Serbuan Ayam Impor Brazil

Dengan mengetahui sejumlah kondisi yang akan mempengaruhi pasar ayam lokal di Indonesia, penting bagi kita untuk mengetahui juga seperti apa antisipasi yang dilakukan emiten sektor poultry menghadapi serbuan ayam impor ras Brasil untuk beberapa waktu ke depan. Secara umum, sejumlah emiten poultry tidak gentar dan tetap optimis menghadapi serbuan ayam dari Brasil.

Sebut saja PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA). Meskipun berada ditengah ketidakpastian pertumbuhan sektor poultry, langkah JAPFA dalam berekspansi sangat optimis. Terhitung sejak Juni 2019 saja, JAPFA sudah melakukan akuisisi terhadap perusahaan pengeringan jagung yakni PT Celebes Agro Semesta. Adapun akuisisi tersebut dilancarkan melalui dua anak usahanya PT Ciomas Adisatwa dan PT Santosa Utama Lestari. Akuisisi yang dilakukan JAPFA di bidang industri pengeringan jagung adalah untuk mengantisipasi kenaikan harga jagung akibat musim kering.

Pada Juli 2019 ini JAPFA juga melakukan ekspansi bisnis melalui peresmian anak usahanya PT Indojaya Agrinusa (Indojaya) di Kawasan Industri Modern 4 Deli Serdang – Sumatera Utara. Pabrik Indojaya tersebut adalah perluasan dari pabrik sebelumnya yang berada di wilayah Tanjung Morawa – Deli Serdang. Pabrik ini sebagai solusi kebutuhan pasokan pakan ternak di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Pekanbaru, dan Riau dengan kualitas produk berstandar internasional. Melalui pabrik ini JAPFA memperoleh peningkatan kapasitas produksi dari 20 ribu ton/bulan menjadi 40 ribu ton/bulan. Bahkan di area yang sama juga sedang dilakukan proses pembangunan pabrik pakan ikan dan udang dengan kapasitas produksi pakan ikan apung sebesar 9.500 ton/bulan, pakan ikan tenggelam sebesar 2 ribu ton/bulan, dan pakan udang sebesar 700 ton/bulan. Tentu langkah yang dilakukan JAPFA melalui anak usahanya ini adalah untuk menyiasati serbuan produk-produk impor, sehingga kualitas produknya akan lebih unggul.

Demikian halnya dengan PT Charoen PokPhand Indonesia Tbk, yang berencana memperbesar divisi pakan ternaknya melalui pembangunan dua pabrik anyar di tahun ini. Adapun pembangunan pabrik tersebut sudah dilakukan sejak tahun kemarin dan ditargetkan rampung pada kuartal III-2019 nanti, dengan lokasi berada di Semarang dan Padang. Melalui pabrik ini kapasitas produksi pakan ternak akan meningkat dari 5.5 juta ton/tahun menjadi 6.5 juta – 7 juta ton/tahun.

Sementara langkah berbeda lain, ditempuh oleh PT Sierad Produce Tbk yang lebih memilih untuk memaksimalkan kapasitas dan kemampuannya saat ini. Salah satunya dengan lebih banyak menjalin kemitraan dengan para peternak tradisional. Di mana hal itu akan lebih menguatkan brand produk olahan Bellfoods dan juga akan menguatkan supply chain.

Penanganan yang Perlu Dilakukan Pemerintah

Setelah kita mengetahui apa saja dampak dari adanya serbuan ayam impor ras Brasil ke depannya dan bagaimana emiten poultry mengantisipasi serbuan ayam impor ras Brasil ini, kita juga perlu meninjau kembali langkah pemerintah dalam mengatasi tantangan ayam impor ini. Apalagi jika serbuan ayam ras impor ini sudah tidak mungkin dapat dihindari, itu berarti pemerintah perlu membatasi jumlah ayam ras impor yang masuk ke pasar-pasar modern. Dalam waktu yang bersamaan, pemerintah juga harus menjaga pasar tradisional agar secara mayoritas produk yang dijual lebih didominasi oleh ayam ras lokal ketimbang impor. Bahkan pemerintah perlu mengupayakan peningkatan efisiensi produksi ayam nasional, salah satunya yang bisa dilakukan adalah dengan menyediakan pakan ayam yang stabil murah.

Berkaitan dengan kebutuhan pakan ayam yang sekitar 50% komposisinya masih berasal dari jagung, maka itu artinya pemerintah harus mampu menstabilkan harga komoditas jagung. Apalagi untuk bisa menjaga stok ketersediaan jagung yang habis, tidak ada salahnya pemerintah melakukan impor jagung, asal dilakukan secara terbatas. Jika tujuan pemerintah tidak lagi melakukan impor jagung untuk menjaga petani lokal, maka sebenarnya pemerintah bisa memberlakukan bea masuk bagi impor jagung yang nantinya bisa digunakan untuk meningkatkan produktivitas petani jagung lokal. **


Artikel ini telah terbit di Majalah Infovet edisi 302 - September 2019




"KURBAN DAN PETERNAKAN" TIPS PENANGANAN HEWAN DAN DAGING KURBAN


Momen yang ditunggu-tunggu umat muslim serta para peternak sapi, domba maupun kambing akan segera tiba, yakni hari raya Idul Adha 1440 H. Sebab, pada momen tersebut menjadi berkah sekaligus panen tahunan bagi mereka. Hal tersebut merupakan hikmah ketika Allah SWT memerintahkan kepada umat untuk berkurban, bukan semata-mata hanya perkara ibadah, namun juga tentang upaya membangkitkan ekonomi umat.

Potensi perputaran ekonomi umat bernilai besar dalam kegiatan hari raya Idul Adha. Dari aktivitas tersebut, dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pada peternakan di desa-desa. Hewan ternak yang berasal dari berbagai wilayah tersebut perlu ditangani dengan tepat, sehingga mendapat hasil yang baik.

Prinsip penanganan penyembelihan kurban sama dengan penanganan daging pada umumnya, yaitu wajib memenuhi kaidah yang ditetapkan pemerintah sebagai penjabaran prinsip halal dan toyib dalam agama, yang biasa disebut konsep aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Namun yang berbeda yaitu pada ketepatan syariat sah-nya kurban, sehingga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai ibadah kurban yang sempurna. Apabila dilihat dan disinergiskan antara keduanya, maka dalam hal ini meliputi pemilihan ternak, handling/penanganan ternak, waktu penyembelihan, proses penyembelihan, pengelolaan daging, sampai proses distribusi ke masyarakat. Keseluruhan proses itu harus dijalankan sesuai hukum syariat kurban serta mengikuti kaidah, sehingga tidak melupakan kesejahteraan hewan (animal welfare).

Mulai dari waktu penyembelihan (10, 11, 12 dan 13 bulan Dzulhijjah), kurban juga harus cukup umur (musinnah), tidak cacat dan tidak sedang dalam keadaan sakit. Salah satu parameter umur musinnah adalah gigi telah berganti, atau biasa diistilahkan dengan poel. Poel pertama kambing/domba berkisar usia 1 tahun (masuk tahun kedua) dan sapi 2 tahun (1,5 sampai 2 tahun). Hewan kurban yang berada di lokasi penyembelihan juga harus diperlakukan dengan baik sejak sebelum pemotongan hingga saat pemotongan. Hewan kurban yang disembelih atas nama Allah SWT dan ditandai dengan terpotongnya tiga saluran (napas, makanan dan darah). Kesalahan yang kerap terjadi pada saat pemotongan, biasanya juru sembelih menginginkan hewan cepat mati, dengan cara memutus spinal chord (sumsum tulang belakang). Memutus/menusuk spinal chord akan menghentikan transmisi syaraf pusat ke jantung, sehingga jantung berhenti memompa darah padahal darah belum keluar sempurna. Menurut Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Nanung Danar Dono Ph.D, bahwa daging dari kambing/sapi yang ditusuk jantung atau spinal chord-nya akan berkualitas buruk, cepat busuk karena banyak sisa darah di dalam daging.

Selain itu, penanganan daging kurban sesuai prinsip ASUH juga sangat penting, dimulai dari petugas yang menangani hewan kurban pasca penyembelihan (pengulitan, parting dan pengeletan/deboning). Petugas harus menjaga kebersihan tangan, tempat dan pakaian. Kemudian petugas harus menyediakan tempat penanganan daging dan jeroan secara terpisah untuk menghindari kontaminasi. Sebab, jeroan lebih rentan terhadap kontaminasi bakteri pengurai yang mempercepat pembusukan, sehingga tidak layak tercampur atau mencemari daging. Hindari pula membersihkan jeroan di sungai, jeroan sebaiknya dicuci pada air bersih mengalir. Sehingga lebih baik menggunakan air keran untuk mencuci dengan cara menyiapkan lubang untuk mengalirkan zat sisa pembuangan jeroan.

Penanganan daging seperti pemotongan daging sebaiknya dilakukan di atas meja atau tempat yang memiliki alas yang mudah dibersihkan (terpal plastik) dan menggunakan alas pengiris (talenan) yang bersih dan kering. Hindari mengiris daging di lantai atau tanah meskipun telah diberi alas, karena rentan terhadap cemaran debu dan kotoran. Daging yang sudah dipotong-potong hindarkan dari proses pencucian, pencucian akan meningkatkan perkembangan bakteri. Pencucian dilakukan hanya pada saat sebelum daging dimasak/diolah. Masukkan daging yang akan dibagikan ke dalam kantong plastik khusus untuk pangan atau kualitas food grade (kantong plastik berstandar pangan). Jeroan dikantongi terpisah dengan daging. Daging secepat mungkin didistribusikan kepada masyarakat. Daging yang diterima masyarakat sebaiknya sesegera mungkin disimpan pada mesin pendingin atau langsung diolah agar tidak mengalami penurunan kualitas atau bahkan membusuk. Namun sebelum disimpan, sebaiknya daging perlu dipotong kembali sesuai tujuan penggunaannya, sehingga jika sudah disimpan dan ingin diolah kembali hanya mengambil bagian tertentu saja tanpa harus menetralkan seluruh bagian daging. Dengan begitu daging akan bertahan lebih lama dan kualitasnya tetap baik.

Pemotongan hewan kurban ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan, hal ini dikarenakan semua masyarakat ikut terlibat. Momen Idul Adha juga harus diiringi dengan turut sertanya pemerintah dan masyarakat dalam mengontrol, menjaga dan mengamankan hewan kurban dari risiko penularan penyakit zoonosis dan upaya penyediaan daging kurban yang ASUH. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 114/2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban, hewan kurban yang dijual dan akan dipotong harus memenuhi persyaratan syariat Islam, administrasi dan teknis. ***

Rifqi Dhiemas Aji
Konsultan Teknis Peternakan,
PT Natural Nusantara

BILL GATES SEBUT BETERNAK AYAM CARA JITU BERANTAS KEMISKINAN


Berita soal keinginan Bill Gates memelihara ayam ramai dibahas warga net. Orang terkaya nomor wahid ini berniat untuk beternak ayam. Ia berkesimpulan, beternak ayam adalah kunci untuk keluar dari jerat kemiskinan.

Lewat blog pribadinya, Gatesnotes.com, Gates menulis pengalamannya yang berjudul “Mengapa Saya Memelihara Ayam.” Tulisan itu dilatari ketika ia berkunjung ke negara-negara miskin. Pendiri Microsoft Corporation ini mengaku telah belajar dari orang-orang miskin yang memelihara ayam untuk bertahan hidup. “Saya bertemu orang-orang di negara miskin yang beternak ayam, dan saya juga belajar bagaimana beternak ayam. Sebagai anak-anak dari kota Seattle, saya harus banyak belajar!. Orang yang hidup dalam kemiskinan, lebih baik beternak ayam,” ungkapnya.

Tak lupa Gates menjelaskan secara gamblang, bagaimana beternak ayam bisa menjadi solusi jitu mengentaskan kemiskinan. Alasannya, ayam mudah dipelihara. Makanan unggas ini pun mudah didapatkan. Selain itu, harga vaksin ayam murah, kurang dari 20 sen. Tapi, ia menganjurkan, sebaiknya ayam diberikan makanan yang layak supaya pertumbuhannya juga baik.

Gates kemudian merinci nilai investasi beternak ayam. Jika seorang petani beternak dengan lima ekor, kemudian ayam dikawinkan dengan ayam jantan tetangga, setelah tiga bulan, si petani memiliki 40 ekor anak ayam. Ia berkesimpulan, petani di Afrika Barat bisa berpenghasilan lebih dari 1000 dolar AS selama setahun bila ayamnya dijual $5 per ekor.

Berdasarkan cerita Gates itu, ayam yang dimaksud adalah ayam lokal atau di Indonesia biasa disebut ayam kampung. Sebab jika yang dipelihara adalah ayam ras komersil tidak dapat untuk ditelurkan kembali karena produktivitasnya menurun sehingga tidak efisien.

Bantuan Ayam Kampung   dari Kementerian Pertanian untuk Rumah Tangga Miskin
(Foto : Roni)

Berantas kemiskinan

Berdasarkan simpulan Gates, sangat mungkin negara-negara berkembang seperti Indonesia menjadikan komoditi ternak ayam kampung sebagai program pengentasan kemiskinan. Ada enam alasan mengapa ayam kampung cocok sebagai program pengentasan kemiskinan:

Pertama, Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi ayam dunia selain Cina dan India. Memanfaatkan ayam asli sendiri berarti menyelamatkan sumber daya genetik dan plasma nutfah Indonesia. Kedua, nilai investasi ternak ayam lebih murah ketimbang ternak besar seperti sapi. Ketiga, harga jual ayam kampung relatif stabil ketimbang ayam broiler ras. Keempat, hampir semua masyarakat di wilayah perdesaan memiliki ternak ayam kampung sehingga tidak perlu keahlian khusus untuk pemeliharaan. Kelima, ayam kampung sangat erat dengan kegiatan-kegiatan tradisi budaya di Indonesia seperti di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bali, dll. Keenam, saat ini Indonesia memiliki bibit ayam lokal unggul hasil seleksi genetik dari Badan Penelitian dan Perkembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian. Pemerintah telah mengeluarkan galur murni ayam KUB dan ayam Sentul Seleksi (Sensi).

Syukurnya, tahun lalu pemerintah melalui program Bekerja (Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera) Kementerian Pertanian telah membagikan jutaan ekor ayam kampung sebanyak 50 ekor kepada 1 rumah tangga miskin di sejumlah daerah di Indonesia. Program ini cukup efektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Telur-telur tetas yang dihasilkan dari program ini akan dijual kembali untuk ditetaskan. Meski demikian, progam Bekerja perlu dilanjutkan dengan berbagai catatan yakni memaksimalkan bibit ayam kampung asli, meningkatkan pendampingan pemeliharan, penggunaan obat atau vaksin, pemasaran, dll.

Melalui ayam kampung, kesejahteraan masyarakat bisa meningkat. Seperti kata Bill Gates, kehidupan orang yang hidup dalam jurang kemiskinan akan membaik jika mau memelihara ayam. Ayo beternak ayam kampung!. (Roni)


Oleh : Febroni Purba
(Penulis merupakan praktisi dan pengamat Ayam Kampung)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer