-->

ADHPI GELAR PELATIHAN FARMAKOLOGI & PERESEPAN POPULATIF

Para Peserta Pelatihan Berfoto Bersama Direktur Kesehatan Hewan
(Foto : CR)


Salah satu Organisasi Non Teritorial PDHI yakni Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) menggelar kegiatan pelatihan mengenai farmakologi dan peresepan populatif. Kegitatan tersebut berlangsung di Pranaya Boutique Hotel, BSD City Rabu - Kamis 21-22 Mei 2025. 

Ketua Umum ADHPI Drh Dalmi Triyono dalam sambutannya mengatakan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah agar dokter hewan di bidang perunggasan dapat lebih mahir dalam menghitung dosis obat dan menulis resep obat hewan secara populatif. 

"Kami diunggas agak berbeda, pasiennya ribuan ekor, bahkan puluhan ribu. Oleh karena itu pemberian obat dan peresepannya pun punya teknik sendiri. Oleh karenanya kita adakan pelatihan ini, antusiasmenya cukup baik dan bahkan bukan cuma dokter hewan, apoteker pun ada yang mengikuti kegiatan ini," tuturnya. 

Dalmi juga berharap dengan adanya pelatihan ini dokter hewan di sektor perunggasan semakin mampu meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. Ia juga mengatakan bahwa serangkaian kegiatan pelatihan lainnya sudah disiapkan oleh ADHPI dalam menunjang continuing education bagi para anggotanya. 

Senada dengan Dalmi, Ketua Umum PB PDBI Drh Muhammad Munawaroh juga mengatakan betapa esensialnya kegiatan tersebut. Menurutnya selaku dokter hewan dengan pasien paling banyak, dokter hewan di perunggasan wajib memiliki tanggung jawab profesional dalam kemampuan menulis resep dan memahami aspek farmakologi dalam skala populatif. 

 "Kami akan terus mendukung kegiatan - kegiatan ONT kami, apalagi menurut saya kegiatan ini sangat esensial bagi para anggota. Semoga kegiatan ini tidak hanya diadakan sekali tetapi juga ada tahap selanjutnya," kata Munawaroh. 

Pihak pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pun angkat topi dengan diadakannya kegiatan ini. Hal tersebut terlontar dari mulut Drh Nur Sapta Hidayat selaku Direktur Pakan, Ditjen PKH. 

Pria yang akrab disapa Sapto tersebut mengatakan bahwa perunggasan merupakan sektor yang paling dominan dalam peternakan, sehingga dibutuhkan perhatian khusus dari sektor hulu maupun hilir. 

Terkait peresepan populatif, Sapto mengatakan bahwa pakan terapi dan peresepan populatuf memilki kaitan yang erat. Oleh karenanya menurut dia diperlukan kecakapan khusus bagi seorang dokter hewan dalam menulis resep populatif agar pengobatan menjadi efektif. 

"Saya senang dapat berada di sini, memastikan bahwa kegiatan berjalan dengan baik, semoga kegiatan ini dapat menjadi jalan dalam mencapai efektifitas dari sebuah pakan terapi," kata dia. 

Pendapat serupa juga dilontarkan oleh Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH, Drh Imron Suandy. Dirinya sangat mengapresiasi ADHPI dalam kegiatan pelatihan peresepan populatif tersebut. 

Menurutnya, peresepan populatif yang tepat guna selain berdampak baik bagi kesehatan hewan juga akan memberi dampak positif pada kesehatan manusia, dan lingkungan. Hal ini tentu erat kaitannya dengan isu Anti Microbial Resisstance (AMR). 

"Ini tentunya adalah bagian dari Good Veterinary Practices dan bisa juga kami sebut Anti MIcrobial Stewardship. Makanya kami harap semua dokter hewan di perunggasan memiliki keahlian di bidang ini. Pemerintah sangat terbantu dalam hal pengawasan penggunaan anti mikroba," kata Imron. 

Dalam kegiatan pelatihan yang diadakan selama dua hari tersebut, para peserta kembali di refresh ingatannya mengenai aspek farmakologi, baik farmako dinamik maupun kinetik. Selain aspek teknis, tak lupa panitia juga menyisipkan materi mengenai aspek legislasi mengenai penggunaan sediaan obat hewan, cara pemberian, serta berbagai ketentuan hukum yang berlaku. (CR) 


FAO DAN KEMENTAN UNDANG BARA GELAR WORKSHOP AMR

Foto Bersama Para Peserta dan Trainer

Resistensi antimikroba (AMR) tentunya sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Isu tersebut bahkan merupakan salah satu topik yang dibahas oleh para pemimpin dunia pada KTT G-20 di bali beberapa waktu yang lalu.

Indonesia sendiri masih berjuang dalam mengendalikan resistensi antimikroba. Dengan tujuan studi banding sekaligus berbagi pengalaman, FAO ECTAD Indonesia bersama Kementan melaksanakan kegiatan workshop mengenai AMR bertemakan MPTF - BARA Traning and Workshop di Hotel Aston Priority, Jakarta Selatan (23/5) lalu. Pesertanya merupakan semua stakeholder baik pemerintah dan swasta yang bergerak dalam bidang medis, akuakultur, dan pertanian yang bersinggungan dengan penggunan antimikroba. 

Kasubdit POH Drh Ni Made Ria Isriyanthi yang hadir mewakili Direktur Kesehatan Hewan dalam sambutannya menyatakan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang telah mendukung keberlangsungan acara tersebut. Ia menyebut bahwa pelatihan ini merupakan upaya dari pemerintah dalam mengendalikan resistensi antimikroba.

"Kita berkolaborasi dengan BARA dan FAO juga bukan tanpa alasan, di Bangladesh kampanye AMR ini sangat masif, dan kita bisa mengambil hal - hal positif dari mereka," tutur Ria.

BARA (Bangladesh AMR Response Alliance) sendiri merupakan organisasi independen yang terdiri dari bermacam profesi yang berhubungan dengan medis seprti dokter, dokter hewan dokter gigi, apoteker, dan semua pihak yang berkecimpung di sektor keamanan pangan, akuakultur, dan pertanian secara luas.

Hal tersebut disampaikan oleh Jahidul Hasan selaku fasilitator / trainer dalam acara tersebut Pria yang berprofesi sebagai apoteker tersebut juga merupakan salah satu anggota BARA. Ia mengatakan bahwa BARA terbentuk sejak tahun 2018 atas keresahan mengenai resistensi antimikroba yang terjadi di Bangladesh.

Di negaranya, Jahidul mengatakan bahwa penggunaan antimikroba di berbagai sektor dapat dibilang sangat serampangan. Bahkan ia menyebut bahwa seorang profesor di satu rumah sakit besar di Bangladesh sampai terkaget - kaget bahwa bakteri yang diisolat dari rumah sakit tempatnya bekerja merupakan superbug alias bakteri yang resisten terhadap berbagai macam jenis antibiotik.

"Ini tentu sangat meresahkan, oleh karena itu kami berinisiatif membangun BARA. semua sektor kami rangkul, dokter, dokter gigi, dokter hewan, bahkan dari sektor akuakultur dan pertanian juga boleh, kami tidak membatasi keanggotaan kami, siapapun yang merasa terpanggil akan masalah ini boleh menjadi anggota kami," tuturnya.

Kegiatan yang dilakukan BARA antara lain melakukan penyuluhan, pendampingan, konsultasi, dan pelatihan ke masyarakat, pelajar, mahasiswa, kalangan medis, bahkan petani, peternak, dan pembudidaya ikan. Mereka umumnya melaksanakan kegiatan dengan pendekatan yang persuasif dan menyenangkan sehingga masyarakat menerima kedatangan mereka.

"Kami memulai dari bawah, mengumpulkan data, melihat apa yang terjadi, dan melakukan action sesuai dengan permasalahan yang ada di lapangan. Pemerintah pun ikut andil dalam hal ini, karena kami tahu bahwa data adalah hal yang penting juga bagi mereka dalam mengambil keputusan," kata Jahidul.

Dari data yang terkumpul, BARA kemudian mengolahnya dan menjadikanya aplikasi yang dapat digunakan oleh masyarakat. Dari situlah masyarakat dapat mengakses isu tentang AMR, teredukasi, dan lebih menyadari pentingnya isu tersebut.

Dalam kesempatan yang sama Drh Erianto Nugroho selaku perwakilan FAO ECTAD Indonesia mengatakan bahwa program ini sangat bagus dan esensial bagi Indonesia yang tengah berjuang menghadapi AMR. Ia menilai dari sini Indonesia bisa banyak belajar, membagi dan berbagi pengalaman terutama challenge di lapangan terkait pengendalian AMR.

"Bisa saja kita membuat semacam organisasi kaya BARA, orang yang ikut yang benar - benar independen. Tapi sebagus - bagusnya program yang dibuat kalau masyarakatnya tidak aware akan hal ini juga rasanya percuma, jadi fokus utamanya bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat dulu ya mungkin," tutur dia.

Kegiatan tersebut berlangsung selama 3 hari dimulai dari 23-26 Mei 2023. Diharapkan dengan selesainya kegiatan ini kapasitas Indonesia dalam mengendalikan AMR semakin meningkat dan lebih baik. (CR)


ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer