Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Bblitvet | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

UJI KLINIS PRODUK EUCALYPTUS BALITBANGTAN TERHADAP COVID-19

Produk eucalyptus, potensial menjadi penangkal Covid-19

Badan Litbang Kementerian Pertanian melakukan ekspose hasil uji lanjutan terhadap eucalyptus, yang sebelumnya telah melalui tahap uji awal secara in vitro dengan virus gamma dan beta corona.

Kali ini, Balitbangtan menyampaikan hasil pengujian in vitro terhadap virus SARS-CoV-2, pengujian toksisitas pada hewan model, dan uji klinis pada manusia yang dilakukan bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

“Hasilnya sangat menggembirakan, zat aktif Eucalyptol dapat menjadi pilihan pengobatan yang potensial, karena berdasarkan hasil uji molekuler docking mampu mengikat Mpro pada virus SARS CoV-2 sehingga sulit bereplikasi,” tegas NLP Indi Dharmayanti, Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner dalam Talkshow Satu Tahun Penelitian Eucalyptus, di Puslitbang Perkebunan, Bogor, Rabu (5/5/2021).

Menurut Indi, selama setahun terakhir ini bersama tim penelitinya melakukan riset lanjutan terhadap eukalyptus mulai dari uji in vitro, toksisitas, hingga uji klinis, dengan menggunakan virus SARS CoV-2 atau dikenal Covid 19.

Tim yang terdiri dari peneliti Balai Besar Penelitian Veteriner, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Besar Pascapanen Pertanian dan BBP Mekanisasi Pertanian, telah melakukan riset gabungan dengan melibatkan akademisi dan Ikatan Dokter Indonesia.

Hasilnya, sangat membanggakan dan menjadi harapan bagi pengobatan Covid 19 di masa mendatang. Pengujian tersebut secara umum menunjukkan bahwa bahan tunggal maupun formula eucalyptus Balitbangtan yang diuji dapat menurunkan jumlah partikel dan daya hidup virus SARS-CoV 2, serta mengurangi kerusakan sel akibat infeksi SARS-CoV-2 secara in vitro.

Hasil penelitian tersebut dinilai berdasarkan peningkatan CT Value uji realtime PCR/rRT-PCR, peningkatan nilai Optical Density uji MTT, dan mencegah munculnya cytophatic effect (CPE) pada kultur sel. Uji toksisitas per-inhalasi pada mencit tidak menunjukkan perubahan klinis, patologi dan histopatologi pada mencit yang diuji.

Sementara pada uji klinis, manifestasi klinis yang didapatkan, rata-rata durasi gejala pada kelompok yang diberikan eucalyptus lebih baik terutama pada gejala batuk, pilek dan anosmia. Demikian juga pada Nilai Neutrophil-Lymphocyte Ratio/NLR mengalami penurunan dan menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik.

Begitu pula pada gambaran radiologi, secara umum mengalami perbaikan termasuk 5 pasien yang tergolong moderat pneumonia mengalami perbaikan setelah mendapatkan terapi eucalyptus.

“Meskipun berdasarkan uji klinis produk ini dapat membantu mengurangi gejala klinis yang dirasakan penderita Covid-19, namun penerapan protokol kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi tetap menjadi pilihan utama dalam mencegah penularan Covid-19,” demikian Indi mengingatkan.

Uji Klinis Berhasil Baik

Sementara itu, Arif Santoso, Ketua Tim Riset Eucalyptus, Fakultas Kedokteran Unhas mengatakan bahwa pihaknya harus melakukan terapi ke pasien Covid-19 yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Unhas bekerja sama dengan Balitbangtan ingin membuktikan bahwa apa yang terjadi pada pengujian in vitro, uji hewan dan uji laboratorium, kemudian diterjemahkan ke pasien.

“Kita menggunakan metode ilmiah yang standar, memang hasilnya baik. Posisinya, eucalyptus sebagai adjuvan artinya obat tambahan. Jadi pasien mendapat obat yang seharusnya dan eucalyptus. Hasilnya lebih baik dibandingkan tanpa eucalyptus. Itu yang kami dapatkan. Ke depan, kami akan meneliti dalam jumlah sampel yang lebih sehingga bisa kita aplikasikan secara luas ke masyarakat,” terangnya.

Sebelumnya, Berdasarkan studi terkait aktivitas antivirus senyawa 1,8-cineole pada SARS-CoV-2 melalui uji molecular docking yang dilakukan oleh Sharma & Kaur pada tahun 2020, memperlihatkan bahwa Main protease (Mpro) / chymotrypsin seperti protease (3CLpro) dari COVID-19, menjadi target potensial penghambatan replikasi Coronavirus.

Senyawa 1,8-cineole yang juga disebut eucalyptol, adalah komponen utama dari minyak atsiri  yang ditemukan dalam daun eucalyptus.  Senyawa 1,8-cineole dalam eucalyptus memiliki kemampuan dalam menetralisir virus, anti inflamasi dan antimikroba.

Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry menyebutkan Balitbangtan telah menguji 60 jenis bahan herbal, seperti minyak atsiri, serbuk dan daging buah yang dilaporkan mempunyai kemampuan menetralisir virus. Dari hasil pengujian, eukalyptus memiliki potensi yang lebih tinggi dibandingkan bahan herbal lainnya.

Saat ini Balitbangtan telah mengembangkan beberapa prototipe produk berbasis eucalyptus seperti Roll On, Inhaler, Balsem dan Kalung Aromatherapy. Produk eucalyptus yang dikembangkan menggunakan formula yang telah diuji secara in vitro di Laboratorium BSL-3 BBalitvet. (INF)

SELAMAT JALAN PROF SOERIPTO



In Memoriam

Prof Drh Soeripto MVsc PhD dikenal sebagai Peneliti Utama di lembaga penelitian Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLITVET UI) Bogor telah wafat meninggalkan para teman sejawatnya para dokter hewan, yang tak habis pikir dan sangat terkejut di pagi hari tanggal 30 November 2020.

Soeripto sejatinya adalah dokter hewan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1974. Meniti karier pertama sebenarnya di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kemudian melanjutkan studi S2-nya di Melbourne University Australia dalam bidang Patologi Veteriner selesai pada 1977.

Setelah menyelesaikan studi S2, Soeripto dikembalikan ke Balai Penelitian Ternak Bogor sebagai Veterinary Services. Bekerja beberapa saat di tempat itu, akhirnya ia memutuskan untuk meneruskan studi S3-nya di universitas yang sama. Kali ini dipilih bidang Bacteriology. Praktis beliau sesudah 5 tahun (masuk program PhD tahun 1982 dan selesai tahun 1987) menyelesaikan studi S3. Bidang yang ditekuninya adalah Bacteriology khususnya Mycoplasma.

Prestasi yang sangat luar biasa dari Soeripto menurut catatan dari lembar SDM Badan Litbang adalah menjadi penerima royalty dari Melbourne University sampai saat ini untuk pengembangan vaksin TS11 pencegahan CRD pada ayam yang beredar di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Hampir seluruh hidupnya didekasikan untuk penelitian. Terbukti ia telah menghasilkan 91 karya tulis, 47 dalam bentuk buku, 3 buah artikel makalah berbahasa inggris, 10 buah artikel berbahasa inggris, 16 buah makalah berbahasa Indonesia dan 15 artikel ilmiah populer majalah peternakan.

Per 1 Desember 2004, Soeripto meraih jabatan Jenjang Fungsional sebagai APU, Ahli Peneliti Utama bidang penyakit unggas.

Berkat segala prestasi dan ketekunannya sebagai peneliti, maka pada 11 Agustus 2009 lalu pemerintah memberikan Profesor Riset kepada Soeripto. Ini juga sebenarnya sebagai hadiah ulang tahunnya yang jatuh sehari sesudahnya. Soeripto lahir pada 12 Agustus 1946. Judul orasi guru besarnya adalah “Teknologi Vaksin Mutan MTGS 11: Solusi Tepat Program Penyakit Menahun pada Ayam.”

Soeripto adalah sosok yang selalu gembira, optimis dan selalu siap membantu. Dari pengalaman Penulis yang pernah meneliti di Balai Penelitian Veteriner di tahun 1988, beliau sempat memberikan arahan bagaimana mengambil sampel penelitian ayam kampung secara proporsional untuk penyusunan tesis nantinya.

Pria berputra tiga orang dan dianugerahi enam orang cucu ini bersaudara 12 orang sebagai anak keempat warisan orang tua yang tergolong generasi baby boomers, banyak anak. Lulusan SMA Teladan 1 Yogyakarta, sebagai dokter hewan tak lupa menyenangi majalah peternakan dan kesehatan hewan semisal Infovet, Poultry Indonesia, Trobos, Cat&Dog seperti yang Soeripto tulis dalam akun Facebook-nya.

Soeripto resmi purna tugas pada 1 September 2011. Ia dianggap sebagai contoh seorang peneliti yang tekun sampai akhir hayatnya. Tidak menyangka secepat itu dan mendadak sakit di seputar perutnya. Sakit sebentar, dibawa ke RS Senior di Tajur dan langsung menghembuskan napas terakhirnya tanpa meninggalkan pesan apapun. Tentu keluarga terdekat paling merasakan kehilangan sosok seorang ayah, suami dan eyang bagi anak, isteri dan cucunya.

Tapi kita semua dokter hewan, khususnya para peneliti merasa kehilangan seorang tokoh inovatif di bidang vaksin unggas. Semoga akan terus bermunculan sosok Soeripto muda di kalangan veteriner yang terus berinovasi membangun sektor peternakan dan kesehatan hewan Indonesia. Selamat jalan prof, Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un. ***

Depok, 30 November 2020
M. Chairul Arifin

ASOHI ADAKAN WEBINAR NASIONAL KESEHATAN UNGGAS DI MASA PANDEMI COVID-19

Webinar Nasional Kesehatan Unggas yang dilaksanakan ASOHI. (Foto: Dok. Infovet)

Rabu, 9 September 2020. Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) sukses menyelenggarakan Webinar Nasional Kesehatan Unggas dengan tema “Perkembangan Penyakit Unggas di Masa Pandemi COVID-19” yang dihadiri sekitar 160 orang peserta.

“Ini menjadi seminar luar biasa yang membahas mengenai penyakit unggas. Sebab informasi mengenai perkembangan penyakit unggas di lapangan terkendala pandemi COVID-19 yang tentunya menyulitkan banyak pihak,” ujar Drh Andi Wijanarko, selaku moderator webinar.

Hal itu juga seperti yang disampaikan Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, dalam sambutannya. 

“Pandemi COVID-19 ini banyak mengubah pola kerja kita. Walau di industri obat hewan masih memberikan kontribusi dan pelayanan kepada peternak maupun pabrik pakan, namun tenaga technical kita agak terbatas di lapangan,” kata Ira.

Oleh karena itu, melalui webinar kali ini Ira berharap ada update informasi terbaru seputar penyakit unggas di lapangan.

“Informasi penyakit tepat sekali kita bahas, kami harapkan ada update informasi penyakit di industri unggas di tengah pandemi kali ini. Agar kita dapat menentukan langkah-langkah dan memberikan layanan terbaik kepada masyarakat peternakan dengan kondisi yang serba keterbatasan ini,” ucapnya.

Senada dengan hal tersebut, Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, yang turut hadir mengimbau kepada masyarakat peternakan untuk tetap waspada terhadap kehadiran penyakit khususnya di sektor perunggasan.

“Kemarin kita baru terima informasi mengenai outbreak Avian influenza (AI) yang terjadi di Australia dan Taiwan, kita harus tetap waspada. Sebab di era pandemi ini informasi mengenai penyakit kurang terekspos. Padahal teknologi salah satunya di industri obat hewan sudah semakin maju guna mendukung keamanan pangan, seperti berkembangnya pengganti antibiotic growth promoter (AGP),” kata Fadjar.

Dr Drh NLP. Indi Dharmayanti dan Prof Dr Drh Michael Haryadi Wibowo saat mempersentasikan materinya. (Foto: Dok. Infovet)

Webinar yang dimulai pada pukul 13:00 WIB turut menghadirkan narasumber yang andal di bidangnya, yakni Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLitvet), Dr Drh NLP. Indi Dharmayanti MSi, yang membahas materi “Perkembangan Penyakit Viral pada Unggas di Masa Pandemi COVID-19” dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Drh Michael Haryadi Wibowo MP, yang menyajikan materi mengenai “Pengendalian Penyakit Unggas di Masa Pandemi COVID-19”. (RBS)

BBLITVET GELAR BIMBINGAN TEKNIS KESEHATAN HEWAN

Bimtek kesehatan hewan untuk membantu meningkatkan kualitas serta mendukung program pemerintah. (Foto: Infovet/Cholill)

Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mendukung program pemerintah seperti Upsus Siwab dan Bekerja, BBLitvet mengadakan Bimbingan Teknis (Bimtek) di bidang kesehatan hewan. Kegiatan dilaksanakan di BBLitvet Bogor, Rabu, 27 Maret 2019.

Dihadiri petugas medis dari berbagai unit kerja Kementan di berbagai provinsi, serta internal BBALITVET, kegiatan meliputi tiga aspek, yakni penanganan kesulitan melahirkan (distokia) pada hewan besar melalui cesar, teknologi kesehatan hewan android (TAKESI dan avindig) dan pengendalian penyakit unggas dengan vaksinasi.

Kepala BBLitvet Dr Drh Ni Luh Putu Indi Dharmayanti, mengatakan bahwa acara Bimtek tersebut merupakan pertama kalinya diselenggarakan. “Bimtek yang sekaligus ada praktik melakukan SC (operasi cesar) seperti ini baru ada di BBLitvet Bogor dan ini juga pertama kalinya buat kita sebagai tuan rumah,” kata Indi. 

Bimtek menampilkan narasumber berkompeten dan expert dalam bidangnya. “Kami mendatangkan Drh Heru Rachmadi dari Lombok yang memiliki jam terbang tinggi dalam menangani gangguan reproduksi pada sapi, juga menghadirkan Drh Abdul Samik, dosen reproduksi FKH UNAIR,” ucap dia.

Pada acara tersebut peserta diajak mendalami tentang aspek reproduksi hewan besar oleh Drh Abdul Samik melalui presentasi yang ringan dan mudah dicerna. Kemudian dilakukan praktik berupa penanganan kelahiran sapi dengan operasi cesar oleh kedua narasumber. 
Drh Heru Rachmadi mengatakan, bahwa mengatasi gangguan reproduksi juga merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan produksi ternak terutama populasi.

“Menurut pengalaman saya, sekitar 1 dari 10 ekor sapi bunting berisiko mengalami distokia, oleh karenanya dibutuhkan skill dari dokter hewan dalam menangani kasus tersebut. Apalagi baik induk maupun pedet adalah aset bagi peternak,” kata Heru.

Mengenal “TAKESI”
Selain segi teknis, peserta bimtek juga dikenalkan dengan aplikasi TAKESI (Teknologi Android Kesehatan Sapi). Aplikasi berbasis Android ini sudah diluncurkan sejak 2017 dan bisa diakses menggunakan smartphone, kini TAKESI sudah diinstall melalui Google play store oleh 4.500 pengguna.

Pencipta aplikasi tersebut April Hari Wardana, mengatakan bahwa pada aplikasi terdapat empat fitur, yakni fitur penanganan masalah kesehatan untuk sapi indukan, fitur penanganan masalah kesehatan untuk sapi anakan, fitur manajemen sapi dan fitur kontak ahli. Pada fitur manajemen sapi, pengguna aplikasi bisa mendapatkan informasi bagaimana menata kandang sapi yang baik hingga penanganan anak sapi yang baru lahir, penanganan induk yang baru melahirkan hingga kebutuhan pakannya.

Sedangkan untuk fitur penanganan kesehatan anak sapi berisi tentang informasi mengenai penyakit yang kerap menyerang anak sapi hingga program imunisasi. Sementara pada fitur penanganan kesehatan pada induk sapi, peternak bisa mengenal dan mengetahui rupa-rupa penyakit pada organ reproduksi. Menurut April, pengguna aplikasi tidak hanya mengetahui jenis masalah kesehatan pada sapi. Tetapi juga diajarkan bagaimana penanganan pertama sebelum tindakan dokter.

April mengaku cukup kesulitan dalam mendapatkan koleksi foto saat aplikasi diluncurkan. Sebab, para dokter hewan di lapangan kurang memiliki koleksi foto. Kesulitan lain, yakni terbatasnya jumlah dokter hewan. Beberapa dokter hewan merasa tidak percaya diri menjadi kontak dokter ahli dalam aplikasi tersebut.

“Untuk mengatasi hal itu, tiap dokter ahli di lapangan kami mintai dokumen foto saat menangani kasus penyakit pada sapi. Sedangkan, untuk fitur kontak dokter ahli belum bisa ditemukan di tiap kota, hanya di Sulawesi, Lampung, Jawa Barat dan Jawa Timur,” tukasnya. (CR)

BBLitvet Pertahankan Predikat Pusat Unggulan Iptek

Kepala BBLitvet Dr drh Indi Dharmayanti MSi (berkerudung) saat menerima sertifikat. (Foto: BBLitvet)

Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLitvet) menerima Sertifikat Akreditasi Pranata Litbang tahun 2018 dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Penghargaan tersebut diberikan  dalam acara “Apresiasi Lembaga Penelitian dan Pengembangan Tahun 2018” yang berlangsung di Gedung Nusantara Convention Hall II, ICE BSD, Tangerang Selatan.

Acara tersebut rutin digelar Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk memberikan apresiasi kepada lembaga litbang terbaik, baik lembaga yang ditetapkan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI), Balitbangda, Lembaga Litbang Industri inovatif dan sertifikat akreditasi KNAPPP, dan Balitbangtan terpilih menjadi salah satu Lembaga Induk Pembina Lembaga Litbang terbaik bersama enam lembaga induk lainnya.

Melansir dari laman bbalitvet.litbang.pertanian.go.id, tiga lembaga diantaranya Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Balai Besar Pascapanen Pertanian dan BBLitvet memperoleh perpanjangan sertifikat sebagai PUI.

Sementara, empat lembaga ditetapkan sebagai PUI yaitu BB Biogen, Balittas, Balitsa, dan Balithi. Dua Lembaga masuk dalam pembinaan adalah Balitanah dan Balittri.

Pada kesempatan tersebut beberapa unit kerja/UPT Balitbangtan lainnya mendapat sertifikat akreditasi pranata litbang antara lain BB-Biogen, Balitsa Lembang, Balit Jestro, Balai Penelitian Tanah Balittanah, dan Balittro Bogor. (NDV)

110 Tahun Berkiprah, Bblitvet Adakan Workshop Emerging Zoonotic Diseases

Pembicara hari pertama Workshop & Training Emerging Zoonotic Diseases yang digelar Bblitvet. (Foto: Infovet)

Menyambut 110 tahun kiprahnya, Balai Besar Penelitian Veteriner (Bblitvet) menggelar Workshop and Training on Emerging and Re-emerging Zoonotic Diseases in Indonesia pada Senin, (5/11/2018).

Kepala Bblitvet Dr drh NLP Indi Dharmayanti MSi kepada media mengemukakan, di berbagai belahan dunia emerging dan re-emerging disease merupakan penyakit penting yang sedang diupayakan solusinya, penanganan sekaligus pengendaliannya.

"Emerging disease adalah infeksi yang baru muncul dalam sebuah populasi dan meningkat secara cepat dalam sebuah wilayah geografis," ungkap Indi.

Lebih lanjut Indi menjelaskan, re-emerging disease merupakan infeksi yang muncul kembali dengan peningkatan yang cepat.

Dalam kegiatan ini juga diuraikan mengenai penyakit Zoonosis. Topik informasi terkini Zoonosis secara global dipresentasikan narasumber dari School of Veterinary Science The University of Queensland, Brisbane, Australia, Prof Joanne Meers PhD.T

Tujuan dari workshop ini untuk memberikan gambaran tentang situasi dari beberapa penyakit zoonotik yang muncul dan muncul kembali dalam perspektif Indonesia," tutur Indi dalam sambutannya.

Selain workshop juga diadakan training dengan peserta yang terdiri dari para dokter hewan dari daerah. Kegiatan pelatihan  mengusung topik 'Sample, Handling, and Collection'.

Lokakarya ini dihadiri 150 peserta dari berbagai lembaga pemerintah dan universitas, serta perusahaan dan asosiasi, seperti Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pusat Penelitian di bawah Badan Litbang, UPT di bawah Badan Indonesia untuk Karantina Pertanian (IAAQ), Fakultas Kedokteran Hewan (IPB, UGM, Udayana, Brawidjaja), BIN, GEGANA, NUBIKA, PORDASI, ASOHI, PT Caprifarmindo, dan PT. Vaksindo. (NDV)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer