Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Prediksi Pasar Domba dan Kambing

Momen Idul Adha menjadi penting bagi peternak dan pedagang ternak (domba dan kambing) untuk memaksimalkan laba.


((Momen Idul Adha menjadi penting bagi peternak dan pedagang ternak qurban untuk memaksimalkan laba, namun tampaknya perlu strategi khusus bagi keduanya untuk Idul Adha tahun depan.))

Hampir dipastikan setiap tahunnya, selalu ada cerita peternak menjerit karena rendahnya harga pasar domba dan kambing mereka. Realita ini sulit dijelaskan bilamana tidak “mengutak-atik” mekanisme pasar. Namun, setidaknya penurunan harga pasar ini ditentukan pula oleh momen krusial di masyarakat yang mempengaruhi supply-demand domba dan kambing hidup. Ya, dikatakan ternak hidup karena berdasarkan pengalaman penulis, hanya harga ternak hidup yang sering naik-turun, berbeda dengan harga produk hilirnya seperti daging dan karkas yang cenderung stabil, didukung pula oleh kenyataan bahwa domba dan kambing tidak dijadikan objek politik, berbeda dengan sapi.

Momen Idul Adha Sebagai Anugerah
Tingginya jumlah populasi manusia Indonesia dengan kategori kekuatan ekonomi negara berkembang, mempunyai dampak berupa lenturnya mekanisme pasar yang disebabkan oleh perihal sosial budaya, terutama di daerah pedesaan sebagai lumbung ternak, walau dengan jumlah kepemilikan terbatas (kurang dari lima ekor per peternak). Survei di Jawa Tengah menunjukkan bahwa ternak lebih condong digunakan sebagai tabungan dibanding penghasil cash money (Budisatria et al., 2007). Jika membutuhkan dana mendesak, alternatif utama yang akan diambil adalah dengan menjual ternak tabungan mereka. Hal ini menjadi catatan penting, bahwa motivasi menjual adalah karena kebutuhan uang mendesak, bukan karena murni kegiatan usaha. Motivasi seperti ini mempunyai kelemahan, yaitu mempunyai nilai tawar yang rendah, atau sangat tergantung pada kondisi sosial setempat. Jika kejadian ini dilakukan berjamaah, misal karena peternak sama-sama menghadapi pergantian tahun ajaran baru anak-anak mereka (sekolah), mau pun kebutuhan mendesak jelang hari raya, maka dipastikan akan menurunkan harga jual, karena membeludaknya jumlah ternak di pasaran.

Hari raya keagamaan umat Islam, salah satunya Idul Adha, merupakan musim yang menyita perhatian pedagang sekitar sebulan pra dan pasca hari raya ini merupakan puncak tingginya permintaan ternak qurban, baik domba, kambing, ataupun sapi. Harga jual ternak ke konsumen pada musim ini meningkat bervariasi dari 10-50% dibanding hari biasa dengan harga normal. Sesuai mekanisme pasar, harga akan otomatis terkatrol seiring meningkatnya permintaan ternak qurban. Sehingga pedagang akan beramai-ramai menyetok ternak jelang musim tersebut. Musim qurban (2017), berdasarkan hasil survei dan pengalaman penulis sebagai pedagang ternak qurban khusus domba dan kambing sejak 2008, terjadi peningkatan permintaan ternak ruminansia kecil (kambing dan domba) hingga 30%, bahkan beberapa rekan pengusaha mengaku meningkat hingga 50%.


Perlu olah strategi bagi peternak dan pedagang ternak untuk berperan
membentuk sistem pasar yang diharapkan
dan saling menguntungkan.
Preferensi konsumen di musim qurban (2017) di D.I. Yogyakarta, masih didominasi domba dibanding kambing, meskipun ada kecenderungan peningkatan penjualan kambing dibanding domba. Hal ini bertolak belakang dengan preferensi konsumen di jalur utara Jawa Tengah (Pantura) dengan kambing masih sangat mendominasi penjualan hingga 90%. Range harga domba dan kambing di D.I. Yogyakarta masih lebih ramai di segmen harga Rp 2-3 juta, atau tepat di bawah harga iuran sapi qurban (Rp 2,7-3,1 juta per orang untuk tujuh orang sohibul). Dan yang lebih menarik adalah, terjadi peningkatan yang signifikan disegmen domba dan kambing kelas tinggi (harga di atas Rp 3 juta, di atas harga iuran sapi), dimana konsumen mulai tertarik memperhatikan kualitas domba dan kambing dari segi penampilan fisik, kebersihan bulu, jenis ternak unggul (domba Garut dan kambing Peranakan Etawa), dan kelengkapan spesifikasi (timbangan digital, potret gigi seri, riwayat obat, dll).

Olah Strategi Masing-masing Sektor
Idul Adha 2017 kemarin jatuh tepat pada Jumat, 1 September 2017, atau sekitar dua bulan pasca pergantian tahun ajaran sekolah. Pengusaha ternak qurban merasakan adanya penurunan harga kulak domba dan kambing di D.I. Yogyakarta, disebabkan momen pergantian tahun ajaran tersebut. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa hal ini dipicu tingginya angka penjualan ternak “tabungan” oleh peternak. Jika dicermati, maka tanggal jatuhnya hari raya qurban pada 2018 akan lebih awal dibanding tahun sebelumnya, di mana pola ini diyakini akan terjadi lagi. Perlu dicatat bahwa dua bulan sebelum hari raya Idul Adha merupakan hari raya Idul Fitri. Artinya akan ada tiga momen besar di sini yang mempengaruhi harga ternak, yaitu Idul Fitri, pergantian tahun ajaran sekolah dan Idul Adha. Karena itu, perlu olah strategi bagi peternak dan pedagang di masing-masing sektor untuk mengamankan asetnya.


Grafik: Ilustrasi prediksi pergerakan harga domba kelas medium (20-25 kg).
Acuan prediksi dari data Domba Sakti Farm, Yogyakarta.

Peternak diyakini akan menahan domba dan kambing mereka sejak Oktober 2017-April 2018, yang didukung oleh melimpahnya pakan hijauan di musim penghujan. Harga pada tujuh bulan di musim penghujan ini dikategorikan normal, meskipun biasanya terjadi gejolak penurunan harga di beberapa daerah dengan pakan hijauan terlalu melimpah. Disepanjang musim ini, diyakini pasar domba dan kambing lebih banyak ke arah bakalan jantan dan domba betina potong untuk mensuplai rumah makan dan Aqiqah. Ada pendapat bahwa awal tahun hingga April 2018, adalah saat yang tepat bagi peternak untuk menjual ternaknya dengan harga normal. Jika terlambat, maka mereka harus dihadapkan pada mekanisme pasar di bulan Mei-Juli 2018, di mana diprediksi harga akan turun seiring berlomba-lombanya pengusaha mencari ternak dagangan, berkorelasi dengan meningkatnya penjualan ternak “wajib” oleh peternak. Atau pun jika peternak masih mempunyai talangan dana menghadapi tiga momen tersebut, maka disarankan menjual ternaknya tepat di musim qurban langsung ke konsumen qurban. Hal ini tidak mustahil dilakukan peternak dengan kepemilikan kecil, tanpa perlu membuka lapak dan mendeklarasikan diri sebagai penjual ternak qurban. Cukup memanfaatkan media sosial dan kemajuan teknologi informasi lainnya. Sederhana dengan metode tahan jual atau ikhlaskan jual.


Bagaimana dengan para pengusaha? Tentunya ada beragam cara. Yang terpenting adalah terjalinnya hubungan mutualistik antara pengusaha domba dan kambing dengan peternak kecil. Karena tidak dipungkiri bahwa sebesar apapun skala usaha pengusaha domba dan kambing, selalu tidak lepas dari peran peternak kecil, sebab sama-sama berperan membentuk sistem pasar yang diharapkan akan saling menguntungkan, membangun peternakan dengan kekuatan sosial (Sakti, 2016), demi kesejahteraan bersama pelaku ekonomi peternakan di Indonesia. ***





Awistaros A. Sakti
Peneliti Bidang Pakan dan Nutrisi Ternak,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Peternakan,
Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada.
Email: awistaros.a@mail.ugm.ac.id
awistaros@gmail.com
awis001@lipi.go.id

Indonesia dan ACIAR Luncurkan IndoBeef, Targetkan Kesejahteraan Smallholder




Lombok – INFOVET. Bertujuan utama meningkatkan populasi ternak sapi potong sejalan dengan program nasional swasembada daging pada 2026, demikian disampaikan Sekretaris Badan Litbang Pertanian Dr Ir Prama Yufdy MSc saat membuka peluncuran IndoBeef Project di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Selasa (30/1/2018).

IndoBeef merupakan proyek kerjasama di bidang penelitian pertanian dan peternakan antara Australia melalui Australian Centre For International Agricultural Research ( ACIAR) dengan Indonesia.

Menurut Dr Ir Prama Yufdy MSc, Indonesia mempunyai peluang besar dalam industri kelapa sawit dan areal luas untuk padi sawah. “Indonesia punya pengalaman dalam memelihara sapi di kedua agroekosistem ini, kenapa tak kita kembangkan. Sementara Australia memiliki expert memadai soal sapi,” ujarnya.

Lanjut dia, selama ini kelapa sawit dan padi sawah sumber yang masih terabaikan, padahal potensinya sangat besar untuk pakan.

Peter Horne, General Manager ACIAR menegaskan kerjasama ACIAR dengan Indonesia melalui IndoBeef ini menargetkan tercapainya kesejahteraaan bagi para peternak kerakyatan atau peternak dengan skala pemilikan kecil (smallholder).


Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak) Dr Ir Atien Priyanti MSc menambahkan proyek ini melibatkan institusi seperti Balitbangtan, BPTP NTB, BPTP NTT, Balitnak, Loka Penelitian Sapi Potong, serta beberapa peneliti dari perguruan tinggi seperti Universitas Mataram dan Universitas Lambung Mangkurat.

“Puslitbangnak dalam hal ini sebagai Coordinator Communicate dari beberapa institusi tersebut,” imbuhnya. (nu) 


PT Vadco Prosper Mega, Siap Berikan Gebrakan Baru

Pabrik PT Vadco Prosper Mega yang berada di Kabupaten Sumedang.
Kamis, 25 Januari 2018, tim infovet berkesempatan mengunjungi salah satu perusahaan obat hewan, yakni PT Vadco Prosper Mega.
Dalam kunjungan tersebut, tim secara langsung disambut oleh Bedjo Stefanus selaku owner PT Vadco, ditemani bersama Marketing Manager Drh Kaedi Firman, Registration Manager Drh Ratna Mustika Sari dan Production Manager Drh Mansyur. Dalam kunjungan tersebut, Stefanus banyak bercerita seputar industri yang sedang ia bangun itu.
Menempati area seluas 13.800 m2 dengan bangunan 7.000 m2, PT Vadco Prosper Mega mulai beroperasi pada 2016 kemarin. Lokasinya berada di Jalan Parakan Muncang Km. 9, No. 79, Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. “Awal mendirikan pabrik obat hewan ini murni karena ketertarikan, begitu juga kecintaan Saya dengan hewan. Nama Vadco sendiri salah satunya terdiri dari nama (singkatan) anak Saya Carlo,” ujarnya kepada Infovet, Kamis (25/1).
(Dari kiri): Drh Ratna Mustika Sari, Bedjo Stefanus (owner PT Vadco),
Drh Kaedi Firman dan Drh Mansyur.
Pria kelahiran Surabaya ini memang sebelumnya sudah lama berkecimpung di industri obat, namun obat untuk manusia. Karena ketertarikannya tadi ia akhirnya niat berinvestasi di industri obat hewan. “Kita bangun pabrik yang memproduksi obat hewan lokal, sebab saat ini pemerintah (Kementerian Pertanian) sangat concern terhadap produk-produk lokal, karena produk obat hewan impor belum tentu baik kualitasnya, itu yang menjadi pertimbangan kita,” kata Stefanus yang juga pernah bekerja di BUMN.
Perusahaan yang baru mulai bergerak dua tahun belakangan ini sudah mengantongi surat izin produksi dan sudah memiliki sertifikat CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik) pada 2017 kemarin. Semuanya dipersiapkan Stefanus dengan sangat matang, mulai dari infrastuktur hingga sumber daya manusianya. Ini tak lain karena ia ingin memberikan gebrakan baru produk obat hewan lokal yang mampu menunjang industri peternakan di Indonesia.
Adapun produk-produk yang sudah di pasarkan, diantaranya produk oral solution dan desinfektan. “Itu yang memang kita genjot terlebih dahulu,” kata Marketing Manager PT Vadco Drh Kaedi Firman.
Ia menjelaskan, produk-produk tersebut sudah mengantongi nomor registrasi dari pemerintah dan sudah merambah pasar Indonesia, produksinya pun ditunjang dengan infrastuktur yang sangat mutakhir.
Saat ini dalam sehari, PT Vadco mampu memproduksi sekitar ratusan produk oral solution dan desinfektan. “Itu masi sesuai pesanan saja, ke depan tentunya kapasitas produksi bisa kami tingkatkan,” kata Production Manager PT Vadco Drh Mansyur. (RBS)


Dirjen PKH akan Tindak Tegas Pelaku Pengguna AGP


Bogor – INFOVET. Sarasehan Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) bertajuk ‘Tantangan Budidaya Ayam Pasca Pelarangan AGP dan Masuknya Ayam Impor’ diadakan Kamis (25/1/2018) di IPB Convention Center, Bogor. Acara ini dihadiri seluruh pemangku kepentingan perunggasan nasional, turut hadir Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Drh I Ketut Diarmita MP.

Para peternak dihimbau menyatukan visi terkait kualitas produk dalam negeri, khususnya mengenai larangan penggunaan antibiotic growth promoter (AGP).

Ketut menegaskan, tidak akan memberi kelonggaran terkait pelarangan  penggunaan AGP. Tanpa ketegasan dari pemerintah, penggunaan AGP baik peternak maupun industri pakan akan terus menggunakan AGP sebagai barometer pertumbuhan unggas. Pemerintah akan memberi sanksi bagi pelaku pelanggar.

“Terkait AGP,  para ahli di Organisasi Kesehatan Dunia (OIE)  dan WHO sangat mengkhawatirkan terjadinya resistensi antibiotik, walaupun sampai hari ini sebenarnya belum ada referensi yang mengatakan dari daging ke manusia ini ada hubungan yang menyebabkan resisten,” kata Ketut.

Kendati demikian, Ketut mengatakan hingga saat ini tidak kurang dari 700.000 orang meninggal setiap tahunnya karena resistensi terhadap antibiotik.

Status pengendalian resistensi antimikroba dalam keamanan dan kesehatan hewan masih disclaimer, diakui Ketut. Untuk menjawab isu global ini, Ditjen PKH mengambil langkah strategis dengan merilis regulasi penetapan pelarangan penggunaan AGP yang dituangkan Permentan No 14 tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan.

Karenanya, para peternak diminta untuk taat terhadap pelarangan penggunaan AGP untuk imbuhan pakan ternak. “Coba kita pikirkan bagaimana keturunan kita ke depan,”imbuhnya.

Ditengah penolakan dunia terhadap AGP sebagai imbuhan pakan ternak, peternak Indonesia juga diminta patuh agar kualitas pangan Indonesia khususnya ternak tetap mendapat pengakuan di mata dunia. (nu)


Kiat Pamungkas Hadapi Badai Non-AGP

Ada tiga faktor mendasar yang menentukan daya tahan suatu populasi ayam (imunitas flok) terhadap kejadian infeksius yang harus diperhatikandiantaranya faktor status umum, faktor status imunitas dan faktor kepadatan patogen lapangan.

Carl Gustav Jung, seorang psikoanalis masa, mengatakan bahwa “dunia manusia” alias kondisi sekelompok manusia yang sedang berkembang pesat selalu ditandai adanya dinamika alias “gonjang-ganjing” yang sangat intensif, signifikan dan kadang terkesan liar. Walaupun dibaliknya penuh dengan motivasi serta harapan tertentu yang kadangkala tidak selalu kasat mata, namun situasi yang dinamis tersebut umumnya sarat dengan pendapat, ide atau bahkan pandangan-pandangan yang mungkin saja tidak selalu selaras satu sama lainnya, tergantung dari “paradigma” masing-masing. Inilah kondisi sebenarnya yang sedang menerpa industri perunggasan di Indonesia, termasuk bagaimana menemukan jurus jitu di lapangan dalam menghadapi dampak implementasi pelarangan penggunaan preparat antibiotika dalam pakan (AGP = Antibiotic Growth Promotor) yang seolah-olah terkesan panik. Ditengah gonjang-ganjing yang ada, tulisan yang dibuat ditengah keheningan alam lereng gunung Pangrango ini berusaha merefleksikan situasi terakhir di lapangan dalam larutnya kebimbangan persiapan pakan non-AGP di Indonesia dari sudut pandang seorang praktisi lapangan secara pragmatis.
Mencermati sejarah dan penerapan pakan non-AGP secara global memang tidaklah mudah. Argumentasi teknis, ekonomis bahkan politis sekalipun sudah banyak berseliweran dan tentu saja masing-masing pihak mempunyai kepentingan dan latar belakang tertentu yang sangat berpengaruh dalam argumentasi yang dilontarkan.  Hasilnya? Perfomans hewan ternak serta situasi lapangan pasca penerapan pakan non-AGP di beberapa negara pun masih mempunyai celah untuk diperdebatkan. Sangat variatif dan tampaknya ada kehilangan “roh” awal, di mana penggunaan preparat antibiotika dalam industri peternakan yang sejatinya berkurang, justru dibanyak negara dengan pakan non-AGP penggunaan antibiotika untuk tindakan pengobatan (treatment alias kuratif) cenderung meningkat. Dari fakta informasi seperti inilah penulis mengajak para peternak yang budiman untuk melirik kembali dimensi-dimensi tatalaksana peternakan yang mendasar agar kasus-kasus yang perlu ditangani dengan melibatkan preparat antibiotika bisa direduksi serendah mungkin.
Ada beberapa dimensi penting dalam tatalaksana lapangan yang terkait dengan sukses tidaknya kontrol kasus penyakit infeksius dalam suatu peternakan, khususnya peternakan ayam. Di lapangan, seorang praktisi perunggasan berhadapan dengan suatu populasi ayam tertentu, bukanlah secara individu ayam. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang digunakan dalam mendeteksi, menganalisa serta pengambilan keputusan tindakan yang akan diambil (terutama tindakan pencegahan) tentu juga berada dalam koridor kecenderungan (trend) dari faktor-faktor yang ada dalam populasi ayam tersebut. Terkait dengan ini, ada tiga faktor sangat mendasar yang menentukan daya tahan suatu populasi ayam (imunitas flok) terhadap kejadian infeksius yang harus diperhatikan, yaitu:

a)   Bagaimana status umum populasi ayam tersebut.
b)   Bagaimana status imunitas populasi ayam terhadap patogen tertentu.
c)    Bagaimana kepadatan patogen lapangan beberapa saat sebelum terjadi ledakan kasus. (toe)

Tony Unandar
(Anggota Dewan Pakar ASOHI)


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi 282 Januari 2018.

PT Medika Satwa Laboratoris Gelar Inhouse Training CPOHB


Bogor – INFOVET. Sebanyak 30 SDM PT Medika Satwa Laboratoris antusias mengikuti inhouse training bimbingan teknis (bimtek) Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB), Rabu (17/1/2018). Mengundang trainer dari  Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI antara lain Drh Yurike Elisa Dewi MSi, Drs Soeryadi HP Apt MM, dan Drh Dewi Sholihah. 


Trainer (dari kiri) Drs Soeyardi HP Apt MM, Drh Yurike Elisa Dewi MSi, dan Drh Dewi Sholihah

Dr drh Sudarisman MS selaku Direktur PT Medika Satwa Laboratoris berharap, usai bimtek ini, seluruh tim PT Medika Satwa Laboratoris memahami tata cara untuk menerapkan aturan CPOHB.

“Jadi kami pun bersiap untuk produksi, melalui tahap pengujian, hingga mengedarkan vaksin produk kami,” tegasnya ditemui Infovet di kantor PT Medika Satwa Laboratoris, Cibadak, Tanah Sereal, Bogor.

Dr drh Sudarisman MS

Drh Sudarisman juga berharap, seluruh karyawan lebih termotivasi bekerja dengan baik di laboratorium serta menghasilkan produk yang terjamin mutu sesuai aturan pemerintah.

Materi yang disampaikan para trainer diantaranya mengenai regulasi CPOHB di bidang obat hewan, pedoman CPOHB, pengenalan tentang manajemen mutu, perihal bangunan dan fasilitas, peralatan, higienitas dan sanitasi.

Kegiatan Bimtek berlangsung selama dua hari dan akan dilanjutkan esok, Kamis 18 Januari 2018. (nu)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer