Carl Gustav Jung, seorang psikoanalis masa,
mengatakan bahwa “dunia manusia” alias kondisi sekelompok manusia yang sedang
berkembang pesat selalu ditandai adanya dinamika alias “gonjang-ganjing” yang
sangat intensif, signifikan dan kadang terkesan liar. Walaupun
dibaliknya penuh dengan motivasi serta harapan tertentu yang kadangkala tidak
selalu kasat mata, namun situasi yang dinamis tersebut umumnya sarat dengan
pendapat, ide atau bahkan pandangan-pandangan yang mungkin saja tidak selalu
selaras satu sama lainnya, tergantung dari “paradigma” masing-masing. Inilah
kondisi sebenarnya yang sedang menerpa industri perunggasan di Indonesia,
termasuk bagaimana menemukan jurus jitu di lapangan dalam menghadapi
dampak implementasi pelarangan penggunaan preparat antibiotika dalam pakan (AGP
= Antibiotic Growth Promotor) yang seolah-olah terkesan
panik. Ditengah gonjang-ganjing yang ada, tulisan yang
dibuat ditengah keheningan alam lereng gunung Pangrango ini berusaha merefleksikan
situasi terakhir di lapangan dalam larutnya kebimbangan persiapan pakan non-AGP di
Indonesia dari sudut pandang seorang praktisi lapangan secara pragmatis.
Mencermati
sejarah dan penerapan pakan non-AGP secara global memang tidaklah mudah. Argumentasi
teknis, ekonomis bahkan politis sekalipun sudah banyak berseliweran dan tentu
saja masing-masing pihak mempunyai kepentingan dan latar belakang tertentu yang
sangat berpengaruh dalam argumentasi yang dilontarkan. Hasilnya? Perfomans
hewan ternak serta situasi lapangan pasca penerapan pakan non-AGP
di beberapa negara pun masih mempunyai celah untuk diperdebatkan. Sangat
variatif dan tampaknya ada kehilangan “roh” awal, di mana
penggunaan preparat antibiotika dalam industri peternakan yang sejatinya berkurang,
justru dibanyak negara dengan pakan non-AGP penggunaan antibiotika untuk
tindakan pengobatan (treatment alias
kuratif) cenderung meningkat. Dari fakta informasi seperti inilah penulis
mengajak para peternak yang budiman untuk melirik kembali dimensi-dimensi
tatalaksana peternakan yang mendasar agar kasus-kasus yang perlu ditangani
dengan melibatkan preparat antibiotika bisa direduksi serendah mungkin.
Ada beberapa
dimensi penting dalam tatalaksana lapangan yang terkait dengan sukses tidaknya
kontrol kasus penyakit infeksius dalam suatu peternakan, khususnya peternakan
ayam. Di lapangan, seorang praktisi perunggasan berhadapan dengan suatu
populasi ayam tertentu, bukanlah secara individu ayam. Oleh sebab
itu, faktor-faktor yang digunakan dalam mendeteksi, menganalisa serta
pengambilan keputusan tindakan yang akan diambil (terutama tindakan pencegahan)
tentu juga berada dalam koridor kecenderungan (trend) dari faktor-faktor yang ada dalam populasi ayam tersebut. Terkait dengan ini, ada tiga faktor sangat mendasar yang
menentukan daya tahan suatu populasi ayam (imunitas flok) terhadap kejadian
infeksius yang harus diperhatikan, yaitu:
a) Bagaimana status
umum populasi ayam tersebut.
b) Bagaimana status
imunitas populasi ayam terhadap patogen tertentu.
c) Bagaimana kepadatan
patogen lapangan beberapa saat sebelum terjadi ledakan kasus. (toe)
Tony
Unandar
(Anggota Dewan Pakar ASOHI)
Selengkapnya
baca di Majalah Infovet edisi 282 Januari 2018.