-->

Ekspos Kegiatan dan Anggaran Ditjen PKH

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menyelenggarakan pertemuan eskpose kegiatan  dan anggaran Tahun 2015 untuk Dinas Propinsi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di seluruh Indonesia, Rabu, 23 April 2014.

Kegiatan yang berlangsung selama dua hari di Tangerang ini dihadiri oleh seluruh kepala dinas propinsi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan seluruh Indonesia. Hadir dalam pembukaan acara tersebut diantaranya Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan Syukur Iwantoro dan para Direktur dan Sekretaris Direktorat lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Pada sambutannya Syukur menyampaikan, “Tujuan dari ekspose propinsi ini adalah mensinergikan penyusunan perencanaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan pusat dan daerah termasuk UPT pusat”.

 Ditambahkannya di akhir sambutannya, “Saya menekankan perlunya ada sinergi kegiatan dengan UPT lingkup Ditjen Peternakan dan Keswan karena UPT merupakan kepanjangan tangan dari Ditjen PKH di daerah untuk melaksanakan fungsi-fungsi perbibitan, budidaya, pakan, keswan dan kesehatan masyarakat veteriner dan pascapanen”.

 Pada pertemuan tersebut para kepala dinas memberikan presentasi terkait tahun awal dari rencana strategis (Renstra) 2015 – 2019.
Saat ini telah disusun dan dibahas pokok-pokok rencana strategis 2015 - 2019. Renstra ini selanjutnya akan disosialisasikan dan dibahas bersama dengan para stakeholder termasuk dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan tingkat propinsi dalam waktu yang tidak terlalu lama, sehingga penyusunan renstra dibuat paralel dengan penyusunan kegiatan tahun 2015.

 Renstra ini menjadi acuan utama pembangunan peternakan dan kesehatan hewan baik di pusat maupun daerah. Oleh karena itu pada expose kegiatan propinsi untuk tahun 2015 menjadi sangat penting sebagai langkah awal memulai kegiatan perencanaan tahunan. Dalam perencanaan tahun 2015 sebagai langkah awal, diperlukan sinergi penyusunan perencanaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan sehingga tujuan dapat tercapai/ wan

Aksi Damai Peternak Layer Kabupaten Blitar

Mereka, kelompok peternak layer yang tersebar di berbagai area di Kabupaten Blitar, bergabung pada aksi damai yang diprakarsai oleh Paguyuban Peternak Desa Dadaplangu, Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar.
Sabtu, 26 April 2014, di depan kantor Desa Dadaplangu, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar terlihat kerumunan peternak petelur. Gunung Pegat yang merupakan icon dari Desa Dadaplangu tersebut hening menatap keramaian peternak di hadapannya. Sore itu sekitar pukul 16.00 terlihat sekelompok besar orang berkerumun di perempatan jalan mempersiapkan sebuah aksi untuk menyampaikan keluh kesah kepada publik dan pemerintah.

Harga telur yang rendah bahkan mencapai harga di bawah BEP selama beberapa bulan terakhir, atau lebih tepatnya 10 bulan terakhir setidaknya demikian menurut Sukarman selaku ketua panitia aksi damai yang juga merupakan peternak ayam petelur Desa Dadaplangu, menjadi latar belakang digelarnya aksi damai tersebut.
Mewakili kelompok peternak rakyat, Sukarman mengutarakan, bahwa mengingat Blitar merupakan basis dari peternakan rakyat, maka alangkah bijaknya apabila pemerintah daerah selalu mengambil kebijakan yang berpihak pada peternak rakyat dan bukan investor asing.

“Kami mendengar ada desas desus yang mengatakan akan masuknya investor asing di area Jatim untuk beternak ayam petelur yang memerlukan area hingga 500 hektar,” ungkapnya.

“Di luar terbukti atau belumnya isu tersebut kami di sini hanya mengantisipasi, bilamana hal itu benar adanya, maka kami sungguh berharap pemerintah berani berkata tidak! Dan, membuat kebijakan yang berpihak kepada kami. Sudah terlalu banyak kerugian yang harus kami tanggung, banyak kandang-kandang kosong karena pemiliknya tidak sanggup lagi membiayai operasional kandang. Sementara beternak ayam petelur adalah mata pencaharian utama kami,” paparnya kembali dengan berapi-api.

Tidak hanya itu saja, ternyata ada keluhan lain, kebijakan mengenai breeding agar tidak terlalu tinggi mematok harga jual DOC, serta tidak serta merta menjual telur breeding ke pasaran karena DOC tidak terserap oleh pasar. Hal ini menjadi penting, karena melubernya telur breeding ke pasaran juga merupakan salah satu faktor penyebab harga jual telur di bawah standar.

Selanjutnya isu paling panas yang diangkat pada sore hari itu adalah, beredarnya informasi bahwa per 1 Mei akan ada kenaikan harga pakan hingga 300 rupiah per kg yang artinya pakan konsentrat naik 15 ribu rupiah per zak. Kenaikan harga pakan ini akan semakin mencekik kami, sementara penanganan wabah Avian Influenza juga tak kunjung selesai, jadi pada intinya bantu kami dengan kebijakan yang menguntungkan anak bangsa, angkat harga telur, tolak investor asing, tata ulang regulasi tentang keluarnya telur breeding ke pasaran, dan tangani wabah AI dengan baik bila mana perlu, adakan program vaksin AI gratis untuk peternak, demikian seperti diutarakan Sukarman mengakhiri pembicaraan. (Mas Djoko R/Bali)

Kompak dan Bersatulah Peternak Layer!

Munas (Musyawarah Nasional) I Pinsar Layer Nasional (13-14/3) di FaPet UGM Jogjakarta telah melahirkan satu organisasi yang dicita-citakan lebih sempurna untuk menyatukan langkah peternak layer yang selama ini dikenal susah disatukan.

Perkenalan Ketua Pinsar Petelur Nasional
Berangkat dari kegelisahan peternak layer karena terus merosotnya harga telur nasional dibawah harga pokok produksi (HPP) sejak triwulan pertama tahun 2014 dan terus berlanjut hingga saat ini.

Munas (Musyawarah Nasional) I Pinsar Layer Nasional pada (13-14/3) di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Jogjakarta telah melahirkan satu organisasi yang dicita-citakan lebih sempurna dan diharapkan mampu menyatukan gerak langkah peternak layer yang selama ini dikenal susah disatukan.

“Diharapkan organisasi ini dapat menjadi wadah yang lebih responsif yang didasari atas rasa saling terbuka, membangun rasa saling percaya, dan taat kepada rekomendasi hasil koordinasi antar sesama peternak baik ditingkat daerah hingga ke tingkat nasional. Untuk itu kami mohon dukungan seluruh peternak layer di Indonesia,” demikian disampaikan Yudianto Yogiarso didampingi 4 peternak seraya memperkenalkan organisasi Pinsar Layer Nasional disela pelaksanaan seminar teknis yang diselenggarakan PT Ceva Animal Health pada Rabu, 23 April 2014 di Jakarta.

Munas pembentukan Pinsar Layer Nasional ini dihadiri oleh 62 perwakilan peternak layer se-Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Munas ini menyepakati organisasi ini sebagai organisasi yang berdiri sendiri. Terpilih 5 peternak sebagai ketua (presidium) : Man Budhi (Magelang), Feri (Sukabumi), Suyadi (Blitar), Yudianto Yogiarso (Jogjakarta) dan Roby (Cianjur).

Pada kesempatan berbeda, selaku sesepuh peternak petelur nasional Paul Iskandar berharap keguyuban dan ketaatan yang dibangun dalam wadah organisasi terus dijaga, menyentuh semua lapisan peternak layer. “Jangan lagi meneruskan kebiasaan buruk, peternak baru mau berkumpul kalau harga sedang jelek,” harapnya.

Perlunya cermat dan kompak 
Kiranya semua masyarakat perunggasan sudah mafhum kalau pembentukan keseimbangan harga yang baru sedang dalam proses. Adapun penguatan harga telur dan juga broiler yang seolah terhambat. Penyebabnya bisa jadi kompleks, namun salah satunya – yang banyak diyakini oleh pelaku broiler maupun layer adalah terlalu. Lebarnya selisih harga dalam satu pulau atau wilayah yang berdekatan.

Nah, apabila ini yang dijadikan titik tolaknya, maka ke depannya nampaknya peternak harus mulai menganyam jaringan informasi yang solid sekaligus merenda kekompakan dalam memasarkan hasil unggasnya tersebut.

Ini memang tidak mudah dilakukan, tapi di era informasi yang sudah sedemikian terbuka seperti saat ini, informasi harga komoditi unggas itu sudah diupayakan oleh berbagai pihak – salah satunya oleh Pinsar Layer Nasional. Tinggal bagaimana semua pihak memanfaatkan informasi itu dengan bijak untuk kemaslahatan perunggasan di Indonesia. Hanya ada satu langkah yang harus di tempuh, yaitu “kompak”. Itu artinya, koordinasi berbagai wilayah harus dijalankan dengan lebih terorganisasi lagi, sehingga sistem pemasaran unggas yang stabil kelak bukanlah mimpi.

Bahkan seorang peternak layer yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa memang situasi seperti sekarang, menempatkan posisi tawar peternak di level yang paling bawah. Padahal tidaklah seharusnya kita seperti itu. Memang harus diakui bahwa peternakan di Indonesia didominasi oleh segelintir perusahaan besar yang notabene juga mengontrol segala hal yang berkaitan dengan dunia peternakan. Hingga pertanyaan muncul, Apakah memang kita sebagai peternak kecil akan selalu begini tanpa bisa berbuat apa-apa?/Wan

Jawaban selengkapnya, simak di Infovet edisi Mei 2014.

Ir Suryo Suryanta: Syukur dan Yakin

”Saya tidak memandang segala sesuatu yang ada di hadapan mata sebagai suka dan duka, semua perjalanan ini disyukuri dan dijalani dengan didasari keyakinan.” Demikian prinsip hidup 
Ir. Suryo Suryanta, Sales Manager PT. Hobbard & Novogen.

Awal perjalanan Suryo di ranah perunggasan dimulai dengan bekerja di CPJF, sebuah farm yang terletak di kawasan Curug, Tangerang. Suryo menceritakan tepatnya pada 15 Mei 1995, ia dipercaya menjadi supervisor produksi, yang kesehariannya berada di kandang.

”Saya belajar dari kandang, belajar menjadi anak kandang serta bagaimana mengurus ayam. Karena saya meyakini dasar bisnis ayam ada di kandang,” ungkapnya. “Saya mempelajari kendala maupun permasalahan yang muncul di dalam kandang. Kunci keberhasilannya adalah pada tahap memelihara ayam,” sambungnya.
Jodoh beserta garis nasib kita siapa yang tahu. Rupanya, ditengah menjalani masa sebagai pegawai baru, Suryo dengan berani mengambil langkah untuk mengakhiri masa lajang dan memboyong sang istri untuk menetap tinggal di Curug.

Kemantapan Suryo untuk membina keluarga tadi, semakin mendorongnya untuk berani menghadapi perubahan keadaan. “Saya memperoleh dukungan mental untuk berpindah tempat kerja, hingga saat ini sudah yang ke 6 perusahaan saya berlabuh,” tutur suami dari Drh Ani Juwita Handayani itu.
Bagi Suryo, semua yang kita hadapi direfleksikan sebagai tantangan yang harus ditaklukkan, sehingga menjadi motivasi untuk melangkah. Ujar Suryo, dengan dorongan keluarga perjalanan lebih ringan dan dikaruniai kemudahan-kemudahan untuk mencapainya.

Jadilah Pemenang
Pengalamannya bekerja di CPJF, kemudian berpindah ke SHS, lalu BUPS, Tiga Dara, hingga ISA Indonesia, Suryo beropini bahwa bisnis perunggasan di Indonesia sangat baik dan peluangnya sangat besar. Ia melihat dari sisi jumlah penduduk sebagai pasar, serta kemajuan ekonomi Tanah Air yang akan membuat kita layak membusungkan dada di kancah dunia.

Menurutnya, bangsa Indonesia lebih baik dibanding Malaysia maupun Thailand. “Mereka di sana sudah stagnan, atau seperti mati suri karena tidak ada semangat untuk maju. Semua tidak bisa ekspansi, sementara biaya produksi semakin naik,” urai Suryo. “Namun harus menjadi dasar kita untuk berhati-hati setelah nanti memasuki Pasar Tunggal Asean, jadilah kita sebagai pemenang dan jangan jadikan kita bagian pasar dari negara lain,” tandasnya.

Lanjut Suryo, perlunya penggarapan di struktur produksi Tanah Air yang masih belum efisien, karena mayoritas pelaku produksi ada di farm level 3 dan 4. Mereka yang memiliki populasi ribuan sampai puluhan ribu saja, dapat terjadi ketidakefisienan disana-sini. Strategi berikutnya adalah dipikirkan bagaimana pada level mereka tersebut, menjadi usaha kompetitif dan efisien.

“Sudah saatnya mengubah jiwa peternak ke jiwa bisnis. Maksud saya menuju bisnis yang efisien, dengan memaksimalkan performance serta memiliki daya saing pasar yang kuat,” saran Suryo untuk para pelaku bisnis perunggasan di Indonesia. Ia menambahkan, sangat penting menjadkan karyawan kadang sebagai aset, sehingga mereka mendapatkan kemajuan seiring dengan kemajuan perusahaan/farm.

Sukses Adalah Sekarang
Kesuksesan adalah sesuatu yang abstrak bukan berwujud fisik, sehingga relatif dan hak setiap orang untuk sukses serta dapat mencapainya setiap saat. Makna sukses bagi Suryo adalah sukses bukanlah nanti, tetapi sukses adalah sekarang. Prinsip Suryo dalam berkarya ia ibaratkan seperti air mengalir. “Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi, sehingga kita harus mempunyai bobot. Disitulah kita selalu belajar dan belajar. Karena untuk belajar, semua menjadi ingin terus berkarya,” terang ayah 2 putra dan 1 putri ini.

Kepada Infovet, Suryo menyampaikan obsesinya menjadi pribadi yang bermanfaat bagi keluarga dan banyak orang pada umumnya. Suryo sangat senang bisa berbagi atau sharing ilmu dan pengalaman./nung.

Dan simak lengkap pengalaman inspiratifnya di Infovet edisi Mei 2014.

UPT Puskeswan Bantul Juara Nasional Mengintegrasikan Pelayanan dan Profesionalitas

Sebuah kebiasaan, meskipun itu tidak benar dan kurang sesuai dengan tuntutan zaman, maka jika itu dibiarkan seolah akan menjadi sebuah pedoman bahkan bisa menjadi “aturan baku” di dalam sebuah institusi pemerintah. Oleh karena, jika tak ada upaya yang bersifat progresif revolusioner, maka akan sangat sulit untuk menghasilkan kebiasaan yang lebih baik dan benar sesuai aturan serta mengikuti irama kemajuan.
Begitu juga bila selama ini ada berbagai upaya dari pemerintah melalui kebijakan renumerasi jabatan dan juga kompetensi keilmuwan, hal itu tiada lain untuk lebih mengarahkan para abdi negara itu kepada kewajiban utamanya sebagai aparatur penyelenggara negara untuk benar-benar memberikan layanan yang prima kepada masyarakat.

Begitu juga halnya dengan Unit Pelaksana Tehnis (UPT) Puskeswan Bantul Yogyakarta, yang belum lama ini (akhir tahun 2013) menyandang predikat sebagai Unit Kerja Pelayanan Publik (UKPP) Berprestasi Utama Tingkat Nasional. Penilaian yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk pertama pertama kali ini, memang bermaksud untuk memberikan sebuah penghargaan sekaligus sebagai pemacu institusi pemerintah dalam lingkup sektor pertanian agar terus meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya kepada para petani/peternak.

Penghargaan dan apresiasi itu tentunya bukan menjadi “piagam kebanggaan” semata bagi para pejabat yang memangkunya, namun justru merupakan cambukan yang harus dimaknai sebagai aktifitas yang sudah selayaknya dilakukan sebagai sebuah unit penyelenggara negara dalam bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Hal itu juga yang diungkapkan oleh Drh Sri Ida S, MMA berkaitan dengan prestasi dan penghargaan yang diterima lembaga yang dipimpinnya. UPT Puskeswan Bantul yang merupakan bagian dari Pemerintah Kabupaten Bantul yang dalam hal ini Dinas Pertanian dan Kehutanan, memiliki 10 buah Puskeswan, Laboratorium. Adapun sumber daya manusianya meliputi tenaga teknis Dokter Hewan sebanyak 16 orang, yang mana hanya 6 orang yang berstatus PNS, Sarjana Peternakan 2 orang, Sarjana Pertanian 1 orang dan paramedis 3 orang serta 4 orang lulusan SMU dalam bidang adminsitrasi.

Ida mampu mengubah kebiasaan dan ritme kerja yang selama ini banyak bersifat pasif, dan menunggu menjadi proaktif jemput bola dan berbasis kinerja dan berorientasi pelayanan total kepada masyarakat.

Menurut Ida, demikian panggilan akrabnya, bahwa sebenarnya jika melihat dari sumber daya alam serta potensi ternak yang ada, saat ini Kabupaten Bantul sudah sangat kekurangan tenaga teknis Dokter Hewan.

Kondisi yang memprihatinkan seperti itu, tentu saja akan membuat para peternak di Bantul kurang mendapatkan pelayanan yang optimal. Namun menjadi sangat beruntung oleh karena di Kabupaten bantul saat ini Dokter Hewan yang berpraktek secara mandiri alias praktek partikelir dan bukan berstatus PNS, relatif banyak. Jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten ini, maka mungkin kabupaten Bantul termasuk yang paling banyak Dokter Hewan berpraktek mandiri. Di satu sisi memperlihatkan bahwa begitu besarnya potensi ternak yang ada, namun juga di sisi yang lain menggambarkan bahwa sebuah ironi jika potensi ternak yang ada di kabupaten ini belum mampu dieksploitasi dan didayagunakan oleh pemerintah daerah itu.

Menurut Ida, aset ternak di kabupaten ini sangatlah besar. Tentu saja keberadaan ternak itu telah memberikan efek positif yang sangat banyak (multiplier effect) terutama dalam menopang kesejahteraan rakyatnya. Sangat berbeda dengan ternak ayam negeri (layer dan broiler) ataupun feedloter (perusahaan penggemukan sapi, kambing) yang umumnya butuh modal kuat namun hanya mampu menyerap sedikit tenaga kerja, sedangkan eksistensi ternak di kabupaten Bantul umumnya dimiliki oleh peternak skala gurem. Meskipun demikian justru ternak di Bantul sudah mampu menjadi katup pengaman penggangguran dan bahkan sampai ke aspek lingkungan hidup./ (Iyo)

CEGAT SINDROM KERDIL DENGAN LANGKAH TEPAT

Contoh kasus: Ayam usia panen berat hanya 300-400 gr

























Akhir-akhir ini, kasus kekerdilan muncul lagi pada beberapa peternakan ayam pedaging komersial dan pada Broiler breeding farm. Adanya kasus semacam ini menimbulkan kerugian peternak, karena jumlah ayam kerdil bisa mencapai 10-50 persen dari populasi. Kekerdilan atau Sindrom Kekerdilan pada ayam sangat merugikan. Karena, ayam yang kerdil akan sulit dijual, konversi pakan yang tinggi dan dapat mengakibatkan kematian, walaupun tingkat kematiannya tidak terlalu tinggi.

Bila kita melakukan kunjungan lapangan ke peternak-peternak ayam pedaging (broiler), masih kerap kita dengar adanya keluhan mengenai ketidakseragaman ayam yang dipeliharanya. Menurut penuturan mereka, pada saat DOC tiba kondisinya terlihat seragam, tetapi setelah ayam mulai menginjak usia di atas 14 hari, baru terlihat adanya ayam yang terlambat pertumbuhannya.

Pertumbuhan yang tidak seragam pada ayam broiler memang banyak penyebabnya seperti :

·         DOC berasal dari Bibit Muda atau Bibit Tua Sekali

·         Multi strain dalam satu flock/kandang

·         Kurang tempat pakan dan tempat minum

·         Kepadatan ayam di kandang yang terlalu tinggi

·         Penyakit infectious seperti Coccidiosis dan Sindroma Kekerdilan pada Broiler (Runting and Stunting Syndrome/RSS)

Pada umumnya para peternak berpendapat bahwa beberapa penyebab yang menyebabkan ayamnya tidak seragam seperti karena DOC, multistrain dalam satu kandang, kurang peralatan makan dan minum, kepadatan ayam dalam kandang dan penyakit coccidiosis, mereka sudah dapat mengatasinya di lapangan. Tetapi untuk sindroma kekerdilan atau Runting and Stunting Syndrome, para peternak masih meraba-raba penyebabnya, karena kejadian di lapangan kadang ada dan kadang tidak ada/hilang dengan sendirinya.

Sindroma Kekerdilan pada Broiler mempunyai berbagai nama lain seperti : Malabsorption Syndrome; Runting Syndrome; Reovirus Malabsorption; Pale Bird Syndrome; Helicopter Disease; Brittle bone Disease

Apa itu sindroma kekerdilan pada broiler? dan apa saja penyebabnya? Sindroma kekerdilan didefinisikan sebagai : Sekelompok ayam (umumnya terjadi 5-40% populasi ) yang mengalami laju pertumbuhan yang kurang pada kisaran usia 4-14 hari. Dimana setelah pada awalnya pertumbuhan tertekan, kemudian kembali normal, tetapi tetap lebih kecil dari yang normal.

Bila kondisi di atas dialami peternak broiler maka beberapa kerugian sudah nampak di depan mata seperti:

-          tingginya ayam yang harus di culling

-          tingginya FCR

-          rataan berat badan di bawah standar

-          berat badan yang sangat bervariasi

Kondisi ini akan menjadi masalah bila ada kontrak dengan “slaughter house” / rumah potong ayam dan masalah dengan penjualan karena banyaknya ayam kecil. Menurut beberapa ahli penyakit ayam kekerdilan/RSS sindroma kekerdilan ini merupakan sindroma penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kekerdilan, diantaranya :

1.     Genetik, yaitu kekerdilan yang disebabkan oleh infeksi virus Reo virus, Picorna virus, Calici virus, Adeno virus, Parvo virus, Rota virus, Toga virus, Corona virus dan Enterolike virus yang dapat menular secara vertikal, sehingga jika induk ayam pernah terkena penyakit kekerdilan kemungkinan anaknya dapat tertular

2. Serangan penyakit, yaitu selain penyakit pada point 1, penyakit viral (ND, Gumboro dan Mareks), penyakit bakterial (korisa, CRD) dan penyakit parasit (koksidiosis) juga dapat memicu kekerdilan pada ayam

3.  Kesalahan tata laksana pemeliharaan, seperti kepadatan kandang yang berlebih, brooding yang kurang tepat maupun kualitas dan distribusi ransum yang kurang baik

Selain hal diatas ada beberapa penyakit juga dapat memicu timbulnya sindroma kekerdilan /(Wawan)

*Selanjutnya simak di Majalah Infovet edisi cetak Mei 2014

EMPAT PERKARA PENYEBAB KEKERDILAN

Kasus kekerdilan dilatarbelkangi oleh empat poin, yakni bibit ayam berasal dari telur ayam parent stock yang produksi di bawah umur 25 minggu. masuknya virus Reo. kasus malnutrisi, dan karena proses brooding yang salah. 

Ilustrasi: Kasus ayam kerdil.
Drh Setyono Al Yoyok yang berpengalaman sekitar 20 tahun pada bisnis peternakan di Jawa dan luar Jawa mengungkap bahwa masalah ayam kerdil dapat disebabkan oleh 4 (empat perkara).

Pertama, bibit ayam berasal dari telur ayam parent stock produksi di bawah umur 25 minggu. Yang bagus, usia parent stock ini seharusnya di atas 25 minggu, yang alat produksinya sudah matang dan selanjutnya telur tetas hasilnya bisa dimasukkan hatchery atau penetasan. Sebaliknya telur dari indukan di bawah 25 minggu ini berkualitas kurang dan beresiko kasus kekerdilan tinggi.

Kedua, masuknya virus Reo mengakibatkan ayam kerdil.

Ketiga, kasus malnutrisi, oleh karena kualitas pakan yang tidak sesuai dengan umur ayam.

Keempat, kekerdilan terjadi karena proses brooding atau pemanasan pengindukan buatan yang salah. Akibatnya energi yang dihasilkan dengan konsumsi pakan untuk pertumbuhan beralih digunakan untuk mengatasi stres, seperti stres dingin!

Menurut Drh Yoyok, besaran kasus ayam kerdil ini antara 10-20 persen. Karena faktornya virus Reo maka kegagalan vaksinasi beresiko besar virus Reo masuk!

Dari intilah, peternakan plasma macam di atas tadi mendapat pasokan DOC. Tentu DOC ini terkait dengan pembibitan peternakan inti. Diungkap Drh Yoyok, DOC ini ada yang kecil, dan DOC yang kecil ada dua macam, yaitu DOC kecil yang loyo, dan DOC kecil yang lincah. Menurutnya, DOC kecil yang lincah masih bisa dipelihara. Sebaliknya DOC yang loyo harus diafkir.

Untuk mencegah adanya DOC yang bermasalah ini, katanya, “Dikaitkan dengan faktor hiegenitas dan sterilitas, maka sumber DOC yaitu hatchery atau penetasan harus terjaga biosecuritynya terhadap penyakit supaya tidak masuk.”

Menurutnya selain virus Reo, virus yang dapat menyebabkan kekerdilan di antaranya adalah virus Mareks. Penyakit ini pun bersumber dari indukan yang terdapat pada pembibitan. Namun sudah tentu pembibitan setidaknya melakukan hal yang terbaik pada peternakan pembibitannya. Wajar pembibitan melakukan dan mengaku diterapkannya standar terbaik.

Kalau kenyataannya di lapangan ada kiriman DOC bermasalah (kerdil), di sisi peternak yang menerima kiriman DOC, tidak ada jalan lain. “Kalau menerima DOC (mau tak mau, red), kita terima saja. Tapi kita punya cara,” kata Drh Yoyok. Cara itulah yang berdasar pengalamannya diterapkan pada peternakan.

Cara yang diterapkan berdasar pengalamannya, di antaranya adalah complain pada pembibitan. Ada pembibitan yang no complain. Bisa juga banyak prosedur atau aturannya. Ujung-ujungnya breeding tidak mau tahu kondisi di peternakan.

Namun ada juga breeding yang bagus servisnya. Berapapun jumlah bibit yang kerdil atau buruk akan diganti sampai umur sekian (sekitar 1-2 minggu).

Berkebalikan dengan DOC bagus, DOC yang tidak bagus diberi asupan apa-apa juga di-support dengan pakan bagus pun tidak akan signifikan bisa memperbaiki tubuh. Oleh sebab itu,  Drh Yoyok berkiat kalau kedapatan ayam kerdil lebih baik langsung diafkir dan yang dipelihara hanya DOC yang bagus guna efisiensi.

Semua itu menurutnya harus diantisipasi sejak dari masa parent stock. Sekali lagi, tegasnya, “Indukannya harus dari ayam berumur lebih dari 25 minggu, diperhatikan proses kebersihan hatchery, vaksinasi, dan selanjutnya lari ke pembesaran, budidayanya. Kebersihan kandang, kualitas litter dan sebagainya harus ketat.”

Dengan contoh kasus pada peternakan di Lamongan tadi, biaya pakan sendiri secara umum, besarannya 70 persen dari seluruh biaya produksi. Biaya untuk obat sebesar 10-20 persen dan paling tinggi 25 persen. Menurut Drh Yoyok, program vaksinasi Reo setidaknya akan memakan 2,5-5 persen dari 25 persen tersebut dilihat dari produksi peternakan. Penggunaan vaksin Reo di peternakan, menurutnya umumnya jarang sekali. Mengapa? /Yonathan

*Perihal alasannya, Silahkan simak di Majalah Infovet edisi cetak Mei 2014.

PROMO!

MAJALAH INFOVET 
TERBIT SETIAP BULAN!!


Update berita terbaru seputar peternakan 
dan kesehatan hewan.
Info berlangganan:
Tlp/sms :08569000052
Harga:
Langganan 12 bulan (Rp. 240.000,-) khusus JABODETABEK free ONGKIR
  




GEBYAR HARI AYAM DAN TELUR NASIONAL DI BALI


“Tingkatkan gizi dan prestasi anak bangsa melalui konsumsi ayam dan telur.”

Bali memang hebat. Tahun 2013 merupakan tahun keberuntungan. Pasalnya, banyak kegiatan skala internasional diadakan di pulau sejuta pura ini, misalnya Juni ada kiprah Indolivestock, September ada Miss Word dan disusul Oktober sidang APEC. Bahkan, Bali punya Bandara Internasional Ngurah Rai dengan wajah baru dan jalan tol sepanjang 10 kilometer berjalan di atas permukaan laut yang termegah dan terindah se Asia Tenggara dan menjadi kebanggaan orang Bali.  
 
Kini, Bali mendapatkan kepercayaan untuk menyelenggarakan Peringatan Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) ke-3 dan Hari Telur Sedunia yang dilaksanakan di Lapangan Barat Museum Perjuangan Rakyat Bali, Renon, Denpasar. Dipilihnya Bali sebagai tuan rumah penyelenggara karena Bali dianggap sebagai pintu gerbangnya Indonesia bagian Timur.

Penyelenggaraan HATN kali ini diajukan pada tanggal 12 Oktober 2013 dikarenakan 15 Oktober bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. Masyarakat perunggasan diharapkan dapat mengingat kembali dan ikut berpartisipasi perlunya upaya meningkatkan konsumsi ayam dan telur sebagai pangan sumber protein yang murah dan berkualitas.

Menengok ke belakang. Dua tahun yang lalu, tepatnya 15 Oktober 2011, di lapangan Parkir Timur Senayan, Jakarta, Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MA, bersama 14 organisasi perunggasan mencanangkan Hari Ayam dan Telur Nasional dalam acara Festival Ayam dan Telur yang berlangsung pada hari itu. 

Fakta berbicara, bahwa konsumsi ayam dan telur masyarakat Indonesia masih rendah, hanya 87 butir per orang per tahun atau 1,6 butir per minggu. Konsumsi daging ayam sekitar 7 kg per orang per tahun. Banyak pihak berspekulasi, rendahnya tingkat konsumsi tersebut akibat rendahnya daya beli masyarakat. 

Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena fakta berbicara kalau masyarakat Indonesia masih mampu membeli rokok 1.108 batang rokok per orang per tahun atau 3 batang rokok per orang per hari. Padahal harga sebutir telur sama dengan sebatang rokok dan ironisnya mayoritas konsumen rokok adalah masyarakat berpenghasilan rendah. 

Oleh karenanya, kesadaran betapa pentingnya untuk meningkatkan konsumsi daging dan telur perlu dipromosikan mulai anak-anak usia dini. Dan, pada peringatan kali ini, panitia yang dikomandani oleh  I Ketut Yahya Kurniadi, SKH, menggerakkan 5.000-an murid Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar dari 34 lokasi di Denpasar.  Yahya, demikian ia akrab disapa, juga menjabat sebagai Ketua Gabungan Peternak Unggas Bali (GPUB), Wakil Sekjen PINSAR, Koordinator Indonesia Timur GOPAN.

Acara dibuka oleh Ayu Pastika istri Gubernur Bali I Made Mangku Pastika, didampingi oleh Jegeg dan Bagus Bali dengan diawali makan bareng telur dan daging ayam. Kehadiran Ayu Pastika boleh dikatakan sangat langka dan merupakan kejutan bagi usahawan dunia peternakan.  

Dikatakan olehnya, kalau isu daging ayam mengandung hormon dan kolesterol, itu tidak benar dan sudah saatnya kebiasaan merokok supaya diubah menjadi kebiasaan membeli dan mengkonsumsi daging ayam dan telur. Masa depan anak harus diperhatikan dan sebagai orangtua supaya menghilangkan kebiasaan merokok untuk diganti makan telur dan daging ayam.

Acara HATN di Bali diselenggarakan oleh GPUB, bekerjasama dengan PINSAR, ASOHI serta didukung oleh organisasi peternakan lainnya. Berbagai acara digelar, antara lain senam jantung sehat, hiburan musik, lawak tradisional Bali Bondres, aneka doorprize, bazar murah telur dan daging ayam, paket telur, nuget, sozis dan susu real good sebanyak 5 ribu kotak serta paket untuk masyarakat miskin. 

Beberapa hari sebelumnya panitia juga menyelenggarakan kampanye edukasi melalui talkshow di radio dan televisi setempat. Mari tingkatkan konsumsi ayam dan telur untuk meningkatkan gizi dan prestasi anak bangsa. Selamat Hari Ayam dan Telur Nasional! (Mas Djoko R)

LP2IL Serang Selenggarakan Apresiasi Pengujian Obat Ikan, Kimia, dan Biologi

Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang, pada 21-23 Oktober 2013 menyelenggarakan Apresiasi Pe­ngujian Obat Ikan, Kimia, dan Biologi (OIKB). Menurut Kepala LP2IL, drh Toha Tusihadi, acara ini merupakan salah satu ajang sinkronisasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan dan perusahaan yang bergerak di bidang obat ikan, terutama dalam pelaksanaan pengujian lapang, pengujian mutu, Cara Pembuatan Obat Ikan yang Baik (CPOIB) dan monitoring obat.  Ketua panitia pelaksana kegiatan, Ellis Mursitorini, S.Pi, mengemukakan bahwa dalam pertemuan kali ini dibahas 5 materi pokok yaitu penilaian teknis obat ikan, Pengenalan Cara Pembuatan Obat Ikan yang Baik (CPOIB), metoda uji mutu obat ikan, pelaksanaan uji lapang obat ikan serta perencanaan monitoring konsistensi mutu obat ikan oleh LP2IL Serang untuk tahun anggaran 2014. 

Kegiatan apresiasi diikuti oleh instansi peme­rintah dan swasta. Peserta dari unsur pemerintah meliputi Balai/Balai Besar lingkup Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota di wilayah Propinsi Banten, sedangkan untuk instansi swasta diikuti oleh produsen dan importir obat ikan. Sementara itu pemateri pada acara tersebut terdiri dari  Direktur Ke­sehatan Ikan dan Lingkungan, Kepala LP2IL Serang, Dr. Harmitha, Apt selaku konseptor CPOIB serta staf laboratorium dari LP2IL Serang. Dalam sambutannya Direktur Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Ir. Maskur, M.Si, menyo­roti maraknya peredaran obat illegal di Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut, Ir Maskur, M.Si menghimbau kepada pengusaha obat illegal untuk menyadari bahwa apa yang dilakukannya akan berdampak luas bagi keberlanjutan usaha budidaya dan keamanan produk perikanan budidaya yang dihasilkan. “Registrasi obat bukanlah sekedar prosedur administrasi semata, namun untuk mendapatkan nomor registrasi, obat yang didaftarkan harus melalui serangkaian penilaian teknis, diantaranya adalah pengujian mutu dan pengujian lapang”, Kepala LP2Il menambahkan. 

Selain itu, Ir. Maskur, M.Si mengemukakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan berkomitmen untuk dapat segera melakukan pengujian obat ikan secara mandiri. “Kami dimandatkan untuk segera dapat mandiri dalam pengujian obat ikan dengan pelayanan yang cepat, tepat, akurat dan professional. Untuk itu saya akan terus mendukung kompetensi laboratorium yang ada di UPT kami”, ungkap Maskur. Terkait dengan pendirian LP2IL Serang, UPT ini selain melaksanakan tugas pela­yanan di bidang  diagnosa penyakit ikan dan pemeriksaan lingkungan  budidaya tetapi juga bertanggung jawab  terhadap pengendalian residu berbahaya serta pengendalian obat ikan. 

Tugas LP2IL dalam pengendalian obat ikan antara lain meliputi pe­ngujian mutu, pengujian lapang serta pemantauan peredaran dan penggunaannya. Untuk pelaksanaan pe­ngujian mutu dan pengujian lapang dalam rangka registrasi, Ir. Maskur mengapresiasi kesiapan LP2IL dalam pengujian tersebut. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya senantiasa mendorong akse­lerasi LP2IL di bidang pengujian obat ikan. Dukungan peralatan laboratorium yang canggih selalu diprioritaskan untuk mendukung kesiapan laboratorium ini. Beberapa contoh peralatan tersebut antara lain Atomic Absorbsion Spectrometri (AAS) Flame, AAS Grafit Furnace,  Li­quid Chromatography Tandem Mass Spectrometri (LC-MS/MS), Gas Chromatography Tandem Mass Spectrometri (GC-MS/MS), High Performan Liquid Chromatography (HPLC), Realtime PCR dan Microbial Automatic Identification System.  Sementara itu, dukungan sumber daya manusia yang telah dilakukan adalah melalui pengadaan pegawai dengan berbagai latar belakang pendidikan, antara lain meliputi Sarjana Perikanan, Dokter Hewan, Sarjana Biologi, Mikrobiologi, Kimia, Teknik Kimia, Teknik Lingkungan, Kimia Analisis dan Farmasi.  

 Di sela-sela acara apre­siasi, Kepala LP2IL Serang menyatakan kesiapannya untuk mendukung program-program Kementerian Kelautan dan Perikanan, khususnya di bidang Perikanan Budidaya. “Instansi kami didukung oleh sumber daya manusia dari berbagai latar belakang ilmu, dan sebagian besar diantara mereka adalah anak-anak muda yang mempunyai potensi dan semangat yang begitu luar biasa besar,” katanya. “Instansi kami telah menginplementasikan ISO-17025, sehingga hasil pengujian dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan hukum”, Toha menambahkan LP2IL Serang saat ini mempunyai 7 laboratorium, yaitu Laboratorium Biologi Molekuler, Laboratorium Histopathologi, Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Residu, Laboratorium Kualitas Air, Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium Bioassay.

Untuk menjamin hasil  pengujian, LP2IL Serang mempunyai program peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan eksteral dan internal dengan tenaga pelatih yang kompeten di bidangnya. Laboratorium ini juga telah mengikuti program uji profisiensi bersama-sama laboratorium uji se Asia-Pasifik di bawah koordinasi ANQAP. Diharapkan melalui berbagai usaha yang dilakukan, LP2IL lebih mampu berperan baik di kancah nasional maupun internasional.
(adv/nung)

Infovet edisi Nopember 2013

SALAH PAHAM PEMAKAIAN OBAT HEWAN OLEH PRAKTISI KESEHATAN MANUSIA

Menarik sekali penjelasan oleh Drh Abadi Sutisna M.Si bahwa kesalahan terbesar tentang asumsi dan paradigma peranan Dokter Hewan pada aspek kesehatan dan kesejahteraan manusia. Sehingga akhirnya melahirkan mainstream atau pengarusutamaan pembangunan pertanian dalam hal ini kesehatan hewan di Indonesia.

Hal itu diungkapkan oleh Dewan Pakar ASOHI ini saat tampil dalam sebuah Workshop Nasional ”Relevansi Pembelajaran dan Kompetensi Dokter Hewan di Bidang Farmakoepidemiologi dalam Dunia Obat dan Pengobatan Hewan di Indonesia”. 

Acara yang diselenggarakan oleh Bagian Farmakologi FKH UGM Yogyakarta ini, menurut Ketua Panitia drh R Gagak D Satria MP MPd sebagai upaya untuk memberikan pemahaman bersama akan arti penting pengobatan pada hewan yang efektif dan efisien dengan konsep risk benefit ratio. Konsep ini sangat berbeda sekali dengan pengobatan pada manusia yang sama sekali tak mempertimbangkan aspek benefitnya.

Sedangkan Abadi dalam paparannya menjelaskan tentang asumsi dan paradigma masayarakat awam dan bahkan dari kalangan elit ilmiah bahwa peranan dan eksistensi  kedokteran hewan (Dokter Hewan) sebagai penunjang kesehatan dan kesejahteraan manusia. Padahal seharusnya dan memang pada kenyataannya bahwa kesehatan manusia sangat ditentukan oleh kecerdasan Dokter Hewan. 

Sebab jelas, Abadi, bahwa sebanyak 60% makanan manusia berasal dari hewan. Oleh karena itu menurutnya farmakologi veteriner sangat dan harus di dominasi oleh Dokter Hewan yang mengerti obat hewan. 

Jika selama ini ada suara miring tentang “Makan di gerai siap saji ayam goreng, adalah makan obat tetapi mendapat bonus daging atau telur ayam,” adalah tidak benar dan sangat menyesatkan. Menjadi lebih memprihatinkan sekali menurut Abadi, oleh karena  hal itu terlalu sering diungkapkan oleh para praktisi kesehatan manusia. 

Meski mereka yang bicara miring itu adalah para pakar kesehatan manusia, namun sesungguhnya mereka BUKAN pakar kesehatan hewan. Mereka sama sekali tidak mengerti ada aturan baku yang harus ditaati dan dijunjung tinggi oleh para Dokter Hewan, yaitu withdrawal time. Sangat berbeda sekali dengan dunia pengobatan pada manusia yang tak dikenal aturan itu, sehingga akhrinya mereka melemparkan pernyataan yang sungguh menyesatkan. 

Seperti yang diungkapkan oleh ahli peracik obat manusia yang juga Ketua Dewan Pakar Ikatan Farmakologi Indonesia (IKAFI) Prof dr Iwan Dwi Prahasto, M Med Sc PhD saat tampil sesi pertama.
Beruntung peserta seminar mendapatkan pencerahan dan koreksi yang begitu apik dan menarik dari Dewan Pakar ASOHI Drh Abadi Sutisna MSi. Dalam kesempatan itu dukungan dan penjelasan dari ketua Panitia Gagak D. Satria serta Drh Suhardi dari Kalbe Farma, sehingga setidaknya mengurangi rasa was-was dari peserta workshop yang hadir. 

Selanjutnya Abadi menguraikan bahwa Obat Hewan adalah obat yang digunakan pada hewan. Jika berpengaruh baik terhadap sel dalam tubuh hewan, maka itu artinya memang sebagai obat hewan. Akan tetapi jika zat itu diberikan memberikan efek buruk terhadap tubuh hewan, maka itu bernama Racun. Oleh karena itu dalam prinsip obat hewan, haruslah dikenal kaidah aman terhadap hewan itu sendiri dan juga aman untuk manusia. Selain itu, haruslah aman juga bagi lingkungan. 

“Itu kaidah baku dan harus ditaati oleh para produsen obat hewan. Sehingga dari kaidah itu, sudah jelas sekali bahwa obat hewan itu tak hanya aman untuk hewan saat posisinya sebagai zat penyembuh. Namun mutlak harus aman juga bagi manusia, bahkan lebih jauh lagi harus tidak mencemari dan merusak lingkungan. Dari hal ini, aspek mana lagi yang membuka ruang adanya pernyataan miring akan kandungan residu obat dalam daging dan telur ayam?” jelas Abadi sekaligus bertanya kepada hadirin.

Dalam tataran ideal, sudah dibuat aturan level yang tertinggi berupa UU No. 18/2009 juga Peraturan Menteri dan bahkan aturan teknis Pelaksanaan dari Organisasi yang berupa CPOHB. Menjadi lain masalahnya, jika dalam tataran implementasinya di lapangan ada pelanggaran dan penyelewengan. Maka sudah pasti pelanggaran itu akan berhadapan dengan sanksi dan hukum yang jelas.

Abadi juga menceritakan adanya tuduhan “ngawur” bahwa resistensi bakteri terhadap antibiotika pada manusia itu berasal dari dunia kedokteran hewan. Padahal, menurut Abadi, antibiotika yang digunakan pada hewan sangat berbeda dengan yang digunakan pada manusia. Juga tentang informasi keliru  penggunaan hormon pemacu pertumbuhan pada ternak, padahal harga hormon itu amatlah mahal dan secara ekonomis jelas akan merugikan peternak. Sehingga informasi itu jela salah dan pantas untuk diluruskan kembali.

Akhirnya Abadi mengaharapkan adanya saling tukar informasi dalam sebuah forum Workshop seperti ini akan membawa banyak manfaat dan tidak saling merugikan. (iyo)

* Infovet edisi November 2013

HEAT STRESS SAPI PERAH DAN CARA MENGATASINYA

Oleh: Drh. Joko Susilo

Heat stress pada sapi terjadi ketika  beban panas tubuh melebihi kemampuan sapi untuk mengeliminasi panas tersebut. Indikasi pertama terjadinya heat stress, meningkatnya frekuensi nafas secara signifikan melebihi 80 kali/ menit. Akibat dari heat stress adalah meningkatnya frekuensi nafas, naiknya suhu tubuh,  keluar air keringat,  dan nafsu untuk air minum meningkat. Heat stress menyebabkan penurunan aliran darah ke seluruh tubuh, turunnya nafsu makan (feed intake), produksi susu turun, aktivitas sapi berkurang, dan perfoma reproduksi menurun. Parameter yang bisa digunakan untuk melihat kejadian heat stress; frekuensi nafas melebihi 80 kali/ menit, suhu tubuh meningkat diatas 39,2 °C, menurunnya produksi susu sampai dengan 10%, dan menurunya asupan bahan kering (dry matter intake). 

Heat loss merupakan  mekanisme keluarnya panas dari dalam tubuh , dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan suhu tubuh sapi yang disebabkan aktifitas semua organ dalam tubuh.  Ada 3 cara pelepasan panas  yaitu produksi panas karena metabolisme tubuh, keluarnya panas secara wajar (sensible) dan keluarnya panas secara latent. Produksi panas akan meningkat jika kapasitas produksi/metabolisme meningkat. Pada kondisi lingkungan panas, sapi akan mengurangi  produksi panas dari metabolisme dengan pakan rendah serat. Sensible heat loss terjadi jika panas tubuh lebih tinggi dari suhu lingkungan, panas tubuh akan keluar dengan cara radiasi, konveksi dan konduksi. Hal ini tergantung pada suhu lingkungan, luas permukaan tubuh sapi, jaringan tubuh dan resistensi terhadap udara. Latent heat loss, terjadi keluarnya keringat dari kulit atau menguapnya (evaporasi) panas dari hidung. 

Beberapa prinsip untuk mengurangi  heat stress, secara genetik sapi Friesen Holstein lebih cocok di daerah dingin, dan kurang bisa optimal produksi susu di daerah panas. Ketersediaan air  cukup ditempat yang sesuai, dingin dan bersih. Jarak kandang ke tempat pemerahan yang tidak terlalu jauh (mengurangi  jarak tempuh). Memberikan atap atau naungan pada kandang atau ditengah kandang seperti  (housing area dan holding pen). Di tempat pemerahan  (Milking center), diharapkan sapi tidak mengantri untuk diperah terlalu lama, tersedia ventilasi yang cukup, tersedia pendingin di holding pen dan pada jalan keluarnya sapi. Untuk kandang freestall harus disediakan ventilasi cukup dan pendingin. 

Ada beberapa metode untuk meng­hindari heat stress dan lingkungan kandangnya:
1.    Menyiasati pakan, feed additif, dan obat
2.    Mengusahakan atap agar tetap dingin
3.    Pembuatan saluran ventilasi
4.    Melalui pipa bawah tanah (under ground pipe)
5.    Menyediakan kolam untuk berendam
6.    Exit lane sprinklers
7.    Kandang dengan ventilasi yang baik
8.    Cooling fan
9.    Sprinkler kombinasi dengan fan cooling

Selengkapnya mengenai pembahasan diatas, silahkan baca majalah Infovet edisi 232 - November 2013

  

Ir. Hery Santoso, MP. NIAT BAIK SEBELUM BEKERJA

Bekerja dan menghabiskan waktu lebih banyak di lapa-ngan tidak dipungkiri Ir Hery Santoso MP, bahwa ia banyak bertemu dengan kawan baru dan customer dengan karakteristik yang berbeda-beda. Business Development Manager PT Alltech Biotechnology Indonesia ini menuturkan ada masa dimana sebelumnya ia tidak mengenal sama sekali seluk-beluk bidang peternakan.

Mengenyam pendidikan di Fakultas Peternakan Unsoed, bagi Hery memang sebuah jalan yang sudah ditetapkan dan kemudian ia terjun di dalamnya secara totalitas. Selepas memperoleh gelar S1, pria asal Boyolali ini kemudian melanjutkan S2 di UGM.


Kesungguhannya dalam menekuni profesinya, Hery senantiasa mencetuskan niat baik di pagi hari sebelum bekerja. “Diniati dulu setiap hari, karena memang keseharian saya harus bertemu orang yang berbeda bekalnya positif thinking saja,” katanya ketika dijumpai Infovet di sela pagelaran ILDEX 2013 belum lama ini. 


Menurut Hery, karakter customer Indonesia sangat unik. “Tentu saja jika melihat secara global, kita tidak berkiblat ke barat karena jika diterapkan di sini belum bisa,” ujarnya. “Sebagaimana motto Alltech yaitu think globally act locally. Bahwa di sini kita menggunakan kearifan lokal dalam bertindak, namun dalam menyusun strategi atau mencetuskan ide-ide kita berpikir secara luas dan mendunia. 


Hery menyebutkan, terdapat cus­tomer yang perlu testimoni orang lain dalam arti ketika orang lain sudah menggunakan, ia pun akan ikut memakai. Kemudian ada karakter customer yang mengandalkan kedekatan, lalu ada pula yang suka berorientasi langsung pada hasil dari sebuah produk. 


Pandangan Hery akan dunia perunggasan Tanah Air, menurutnya Indonesia mempunyai peluang besar untuk ekspor. “Sebenarnya kita mampu, dengan melihat fluktuasi harga dan masalah daya serap di pasar selama dapat diakomodir kemungkinan tidak akan bergejolak seperti sekarang,” terang ayah dari 1 putri dan 1 putra ini.


Imbuh Hery, kembali lagi pada titik persoalan di mana memang sampai saat ini negara luar belum bisa menerima Indonesia. Baik itu masalah pelabelan brand Indonesia yang diliputi dengan penggunaan antibiotik. Hal ini bukan  saja menyerang bisnis nasional kita, namun juga menyangkut pada kebijakan pemerintah.


Banyaknya investor datang ke Indonesia, artinya potensi perusahaan lokal sedang berkembang. Semestinya begitu ada investor masuk, peluang baik kita manfaatkan. Apalagi dunia feed additive saat ini berada dalam kompetisi yang ketat, di mana banyak perusahaan baru muncul. (nunung)

TINGKAT PENERIMAAN

oleh : Ir. Bambang Suharno

Hal terpenting bukanlah apa yang kita harapkan, melainkan apa yang bisa kita terima.                  (Adam Khoo dan Stuart Tan)


JIKA anda ingin meraih kesukseskan, buatkan impian yang jelas dan sampaikanlah impian itu ke orang lain. Jangan takut untuk bermimpi dan jangan takut dicemooh orang. Silakan anda bercita-cita berpenghasilan setinggi mungkin, bercita-cita keliling dunia bersama keluarga, bercita-cita membangun tempat ibadah dan sekolah gratis. Apapun. Kata Bung Karno, “Gantungkan cita-citamu setinggi bintang di langit”.

Yang perlu diingat, dalam pencapaian atas cita-cita tersebut, ada satu faktor yang sangat penting, yaitu tingkat penerimaan anda.

Dalam buku Master Your Mind Design Your Destiny, Adam Khoo, seorang motivator asal Singapura, menegaskan , hal terpenting adalah bukan yang kita harapkan melainkan apa yang kita bisa terima dalam hidup. Itulah yang disebut “tingkat penerimaan”.

Begini kira-kira penjelasan singkatnya.  Umpamanya Anda memimpikan penghasilan bersih 100  juta per bulan, rumah bagus di tengah kota, mobil mewah dan sejumlah simbol kekayaan lainnya. Akan tetapi dengan latar belakang keluarga dan pengalaman anda selama ini, anda masih bisa menerima pendapatan 3 juta/bulan.  Pendapatan sebesar 3 juta itulah yang disebut tingkat penerimaan anda.

Tingkat penerimaan ini menjadi begitu penting karena faktanya, pada umumnya pendapatan kita berada di sekitar tingkat penerimaan itu. Misalkan suatu saat penghasilan anda kurang dari 2juta, maka pikiran bawah sadar anda akan menyentuh “tombol panik” dan anda akan melakukan berbagai kreativitas agar memperoleh pendapatan di atas “tingkat penerimaan” tadi.

Dari banyak kasus, ternyata kondisi panik ini akan membuat orang lebih kreatif dan berhasil menaikkan pendapatan minimal sesuai tingkat penerimaan.

Bukan hanya soal pendapatan, tingkat penerimaan berlaku dalam banyak hal di kehidupan kita sehari-hari. Anda ingin  mengunjungi 100 negara dalam 10 tahun? Jika keinginan ini hanya sebatas keinginan dan anda merasa tidak apa-apa jika hanya bisa pergi ke kawasan ASEAN, maka tingkat penerimaan ini cenderung akan membuat impian 100 negara hanya tercapai sampai wilayah ASEAN saja.

Nah, di sinilah kita perlu mengkaji ulang, antara cita-cita besar dan tingkat penerimaan. Cita-cita besar dan kerja keras belumlah cukup untuk menghasilkan keberhasilan yang nyata, kalau anda memiliki tingkat penerimaan yang rendah.

Itu sebabnya, tatkala kita memiliki cita-cita yang tinggi, kita perlu menaikan tingkat penerimaan secara bertahap, sehingga secara bertahap target kita akan tercapai. Naikkanlah tingkat penerimaan anda, maka anda akan lebih dekat dengan impian anda.

Proses menaikkan tingkat penerimaan adalah proses yang membutuhkan kemampuan menangani stress. Bukan hanya kerja keras yang anda perlukan. Dibutuhkan langkah inovasi. Jangan lupa anda perlu berdoa meminta jalan terbaik dari-Nya.

Brad Sugar, pebisnis  asal Australia menambahkan saran  yang sangat baik, dan menurut saya bisa mendukung pandangan Adam Khoo. Ia mengatakan, nasib ada 5 tahun lagi tergantung pada apa yang anda pelajari, dengan siapa saja anda berteman/bekonsultasi, dan aksi apa yang anda lakukan sehari-hari. Dapat  dikatakan, jika kita sudah menaikkan tingkat penerimaan, selanjutnya lakukan 3 hal sebagaimana saran  Brad Sugar.

Misalkan anda ingin berkunjung ke 100 negara, anda perlu mempelajari soal travelling, tempat wisata, jasa wisata, harga tiket, harga sewa hotel dan sebagainya. Anda perlu sering bersilaturahmi dengan rekan-rekan yang pernah keliling dunia untuk memotivasi dan mendapat pengetahuan tentang “kiat meraih impian keliling dunia”. Dan anda perlu melakukan aksi mengumpulkan dana untuk meraih impian anda.
 
 Tingkat penerimaan, adalah pertanda sebuah keharusan, bukan anjuran. Adam Khoo mengatakan, sebagian besar manusia ingin meraih impian tapi jarang yang menganggap sebagai keharusan. Cita-cita itu hanya sebatas sebagai anjuran saja. Jikalau cita-cita hanya berupa anjuran saja, maka anda akan mudah berhenti ketika hambatan menghadang.

Bagaimana dengan Anda?

Masih Tersedia buku kumpulan Artikel Refleksi
“Jangan Pulang Sebelum Menang” karya Bambang Suharno.
Pesan ke Gita Pustaka, telp: 021.7884  1279 (Aidah)

KETIKA ND GENOTIPE 7 MENJADI SOROTAN UTAMA

Penyakit ayam yang sangat terkenal di kalangan peternak ayam, ND (New Castle Disease), yang juga menyerang pernapasan, tetap menjadi sorotan utama dari berbagai penyakit yang lain. Demikianlah kesimpulan Infovet dalam mengamati perkembangan peta penyakit ternak unggas 2012-2013.
 
Belum lama ini pada 2012, dua seminar bertema ”Perkembangan Virus ND di Indonesia: ND G7B” diangkat oleh PT Medion Bandung dengan pembicara Drh Witarso dan Drh Budi Purwanto dari PT Medion. Sedangkan seminar bertema ”Pengendalian Genotipe 7 Newcastle Disease di Indonesia” diangkat oleh PT Romindo Primavetcom dengan pembicara Dr Michael Lee.
 
Belum lama ini juga, Seminar bertema ”Penanganan ND yang masih mendominasi penyakit unggas di Indonesia” diangkat oleh PT Caprifarmindo Laboratories Bandung dengan me­ngetengahkan pembicara Prof DR Drh Fedik Abdul Rantam MPhil dari Universitas Airlangga Surabaya. Seminar bertema ”Newcastle Disease” diang­kat oleh  PT Japfa Comfeed Indonesia dengan mengetengahkan pembicara DR Teguh Prajitno. Adapun Seminar tentang ND bertema ”Reaksi ringan, perlindungan Tinggi, Pendekatan baru dalam ND” diangkat oleh PT Intervet Indonesia dengan menampilkan pembicara Dr Jay F Peria.
 
Dari berbagai liputan terhadap seminar tentang Perkembangan Virus ND di Indonesia tersebut, Infovet melengkapi dengan wawancara khusus dengan pakar penyakit unggas di Indonesia Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD yang Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan dengan studi literatur dari berbagai sumber. Dari hasil semua sumber ini Infovet melaporkan kepada pembaca bahwa secara garis besar virus ND dapat diklasifikasikan berdasarkan serotipe, patotipe, dan genotipe (yang muncul sebagai hasil perkembangan teknologi terkini).
 
Klasifikasi virus ND berdasar serotipe adalah mengacu pada protein HN dengan melakukan HA/HI test, di mana ND hanya punya 1 serotipe. Sedangkan klasifikasi virus ND berdasar patotipe adalah mengacu pada virulensi atau tingkat keganasan. Sementara klasifikasi virus ND berdasarkan genotipe adalah mengacu pada tingkat susunan asam amino penyusun gen.
 
Berdasarkan patotipe/tingkat keganasannya, terdapat 3 jenis virus ND. Ketiga patotipe virus tersebut yaitu Velogenik, Mesogenik dan Lentogenik. Karakteristik serangan virus Velogenik ditandai terutama dengan infeksi saluran pencernaan (viserotropik) dan organ syaraf (nerotropik) yang parah, sehingga sering disebut dengan serangan VVND (velogenic viscerotropic Newcastle disease). Sementara karakteristik serangan virus Mesogenik memiliki keganasan menengah dan terutama menyebabkan gangguan pernapasan, bahkan terkadang menunjukkan gangguan syaraf. Sedangkan karakteris­tik virus Lentogenik merupakan penyebab dari penyakit ND tipe ringan, kadang-kadang tidak menampakkan gejala yang spesifik.
 
Perkembangan teknologi terkini memunculkan klasifikasi virus secara genotipe. Identifikasinya dengan melihat materi inti virus. Klasifikasi virus ND secara genotipe sesungguhnya berawal dari analisis secara filogenetik (kekerabatan), di mana virus ND dikelompokkan menjadi 2 divisi; yaitu Klas I (yang menyerang unggas air dan terdiri dari golongan virus bervirulensi rendah) yang minimal terdiri dari 9 genotipe, dan Klas II (yang menyerang unggas darat dan terdiri dari virus bervirulensi rendah tapi mayoritas virulen/ ganas) yang terdiri 10 genotipe.
 
Dengan penggolongan klas ini tentu saja masyarakat peternakan (bakal) lebih familiar dengan 10 genotipe pada virus ND Klas II ini. Baik untuk diketahui bahwasanya dari 10 genotipe (1-10), genotipe “awal” yang ditemukan pada tahun 1930-1960 adalah genotipe 1, 2, 3, 4 dan 9. Sementara genotipe “belakangan” yang ditemukan setelah tahun 1960 adalah genotipe 5, 6, 7, 8, dan 10. Dan, setelah pada tahun 2011 ditemukan isolat NDV dari Madagaskar, diusulkanlah adanya  genotipe 11 yang merujuk pada isolat ini
 
Virus ND Klas II genotipe 2 termasuk virus ND virulensi rendah yang digunakan sebagai galur vaksin, yaitu virus LaSota, B1 dan VG/GA. Kemudian, muncul pendapat bahwa vaksin yang banyak beredar di Indonesia umumnya dibuat dengan isolat virus La Sota dan Hitchner B1 asal Amerika yang tergolong ke dalam genotipe 2 tersebut.
 
Sementara itu, isu yang berkembang menyebutkan bahwa dari kasus ND sepanjang 2009-2011 yang dominan terjadi di Indonesia saat ini disebabkan oleh virus ND genotipe 7. Keyakinan itu didasarkan pula pada hasil isolasi virus dari kejadian ND terkini di lapangan. Di sinilah kemudian ND Genotip 7 menjadi perhatian utama masyarakat peternakan di Indonesia. Tak mengherankan, berbagai seminar diselenggarakan menyoal hal tersebut.

TIGA PANZOOTIK ND
Untuk membahas ND Genotipe 7 yang sedang menjadi sorotan masyarakat, dapat dimulai dari kenyataan bahwa Virus ND mempunyai patogenisitas dan virulensi yang sangat bervariasi, meliputi virus ND apatogenik sampai virus ND sangat patogen, dan Virus ND ini dapat menginfeksi berbagai jenis  unggas dan burung liar.
Infovet mengajak pembaca menelusuri masa lalu tentang penyebaran ND yang padanya dikenal ada 3 panzootik ND (kejadian infeksi ND dari berbagai spesies unggas meliputi area yang luas). Panzootik ND pertama terjadi sebagai akibat serangan virus ND genotipe 2, 3, 4 pada tahun 1926 di Asia Tenggara dan menyebar ke berbagai belahan dunia.
 
Panzootik ND kedua terjadi sebagai akibat serangan virus ND genotipe 5 dan 6 pada tahun 1960-an di Timur Tengah, lalu menyebar ke berbagai negara pada tahun 1973.
 
Panzootik ND ketiga terjadi terjadi akibat serangan ND genotipe 7, 8 pada tahun 1970-an yang berawal dari Timur Tengah, kemudian menyebar ke Eropa pada tahun 1981, dan selanjutnya menyebar secara cepat ke berbagai negara di dunia. Panzootik ND ketiga tersebut disebabkan oleh bentuk velogenik neurotropik, yang dikenal sebagai virus pigeon Paramyxovirus type 1.
 
Akibat Panzootik ketiga tersebut, virus ND genotipe 7, 8 ditemukan di Asia, Afrika Selatan dan beberapa negara Eropa. Genotipe 7 ini terutama bertanggung jawab untuk wabah ND di negara yang bertetangga dengan Taiwan dan China (sekitar 1985); setelah pada 1984 virus ND genotipe 7 ini diisolasi pertama kali di Taiwan. Pada 1995 pun terjadi wabah ND di Taiwan yang disebabkan oleh genotipe 7 ini.
 
Bagaimana dengan Indonesia? Wabah ND akibat virus ND Genotipe 7 telah terjadi di Indonesia pada akhir 1980. Berdasar laporan Lomniczi dan kawan-kawan pada 1998 dalam Arch Virol halaman 143, virus ND genotipe 7 ini telah diisolasi di Indonesia pada tahun 1980.
 
Selanjutnya, sejak 1990-an virus ND genotipe 7 merupakan isolat yang paling dominan di dunia, meliputi Asia Timur dan Eropa barat. Dan, jika wabah virus ND terus berlanjut, maka dapat timbul Panzootik ND keempat.
 
Klasifikasi virus ND Genotipe 7 ini masih dibagi lagi menjadi 2 subgenotipe, yaitu Genotipe 7A mewakili virus ND yang muncul tahun 1990-an di Timur jauh, lalu menyebar ke Eropa, dan Asia. Adapun Genotipe 7B mewakili virus ND yang muncul di Timur jauh dan menyebar ke Afrika Selatan. Kedua subgenotipe tersebut dibagi lagi menjadi genotipe 7C, 7D, 7E yang mewakili isolat dari China, Kazakhstan, dan Afrika Selatan; genotipe 7F, 7G, dan 7H mewakili isolat virus ND Afrika. Dari kesemua sifatnya, virus ND genotipe 7 tersebut merupakan virus Velogenic viscerotropic (VVND).  (Yonathan)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer