-->

KPSP SETIA KAWAN MENERIMA KUNJUNGAN KEMENKO BIDANG PANGAN

Foto bersama usai melakukan monitoring di KPSP Setia Kawan Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan.
(Foto : Istimewa)


Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan di Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan, menerima kunjungan dari Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Acara tersebut berlangsung di gedung serbaguna KPSP Setia Kawan pada Kamis, 19 Desember 2024.

Kunjungan tersebut dihadiri oleh Karsan, Asisten Deputi Kemenko Bidang Pangan, hadir pula Dedi Setiyadi, Ketua GKSI Pusat, dan Dirut PT. ISAM Bandung. Tujuan kunjungan ini adalah untuk memantau program ketahanan pangan berbasis susu, serta membahas produktivitas, kualitas susu, dan tata niaganya dalam persaingan lokal dan internasional.

Menurut Karsan, pemerintah harus memanfaatkan produktivitas susu dalam negeri sebelum melakukan impor. "Produktivitas susu dalam negeri sangat melimpah. Mari kita manfaatkan terlebih dahulu. Jika pasokan susu dalam negeri tidak mencukupi, baru kita bisa impor dari luar," jelas Karsan.

Sulistiyanto, Ketua KPSP Setia Kawan, menyambut baik kunjungan ini karena dapat memberikan semangat kepada peternak untuk bangkit dari dampak penyakit kuku dan mulut (PMK) serta Lumpy Skin Disease (LSD) yang menyebabkan produksi susu anjlok 40 persen.

"Kehadiran Kemenko Bidang Pangan ini memberikan spirit semangat untuk beternak sapi perah supaya berkembang kembali setelah wabah penyakit tersebut," terang Sulistiyanto.

Dedi Setiadi, Ketua GKSI Pusat, menambahkan bahwa Jawa Timur, khususnya Kabupaten Pasuruan, merupakan pemasok susu sapi segar terbesar. "Semoga pasokan susu terus bertambah untuk memenuhi kuota pemerintah dalam menyukseskan program Presiden," ungkap Dedi.

Sulistiyanto berharap agar peternak sejahtera dan koperasi susu dapat berkembang, serta pemerintah tidak membebani koperasi dengan pajak persusuan. "Peternak rakyat harus diarahkan agar menjadi peternak profesional untuk menghasilkan produksi susu berkualitas. Kami berharap pemerintah mendukung hal ini," tutup Sulistiyanto. (INF)

DIRJEN PKH BARU AGUNG SUGANDA TAMPIL PERDANA, UNGKAP TEKAD KEMBANGKAN SAPI PERAH DI SEMINAR BRIN-INFOVET


Sabtu, 10 Agustus 2024, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) yang baru saja dilantik 9 Agustus, Dr. drh. Agung Suganda, MSi, melakukan penampilan perdananya di Seminar Nasional bertajuk “Mimpi Panjang Industri Sapi Perah Dataran Rendah di Indonesia”. Seminar  ini diselenggarakan oleh Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan INFOVET, sebagai bagian dari rangkaian acara Indonesia Research & Innovation Expo (InaRI Expo 2024) di Gedung International Convention Center (ICC), KST Soekarno, Cibinong, Bogor.

Dalam seminar yang berlangsung secara hybrid ini, Agung Suganda menyatakan tekadnya untuk memajukan pengembangan sapi perah di Indonesia, khususnya di dataran rendah, sebagai langkah strategis dalam mendukung program minum susu gratis. Ia menegaskan pentingnya inovasi dan kolaborasi lintas sektor untuk memastikan keberhasilan program tersebut.


“Pengembangan industri sapi perah di dataran rendah memiliki potensi besar dalam mendukung ketahanan pangan dan pemenuhan kebutuhan susu nasional. Kami di Ditjen PKH siap mengawal dan mendukung penuh inisiatif ini,” ungkap Agung Suganda dalam papaparannya.

Seminar yang dimulai pukul 09.00 WIB ini menghadirkan beberapa narasumber lainnya yang turut membahas berbagai aspek pengembangan industri sapi perah. Plh Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Dr. Ir. Arief Arianto, MSc, membuka acara dengan sambutannya yang menekankan pentingnya riset dan inovasi dalam sektor peternakan.


Prof. Dr. drh. Herdis, M.Si., memberikan pandangan memengenai “Overview Industri Sapi Perah Terpadu di Daratan Rendah”, di mana ia menjelaskan kondisi terkini dan tantangan yang dihadapi industri sapi perah di Indonesia. 

Rijal Fauzi, ST, dari PT Global Dairy Alami, Subang, berbagi pengalaman dalam mengembangkan industri sapi perah di dataran rendah. Ia menyoroti pentingnya teknologi dan manajemen modern untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas susu.

Sementara itu, Drs. Dedi Setiadi, SP., Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), membahas “Peranan Koperasi dalam Pengembangan Produksi Susu Indonesia”, menekankan peran vital koperasi dalam menjaga keberlanjutan produksi dan kesejahteraan peternak.

Sebagai penutup, Ir. Anneke Anggraeni, M.Si., Ph.D., Peneliti Pusat Riset Peternakan BRIN, menyampaikan materi tentang “Peternakan Terpadu Sapi Perah di Dataran Rendah”, di mana ia memaparkan konsep peternakan terpadu yang efisien dan ramah lingkungan.

Seminar yang dimoderatori oleh Dr. Windu Negara, S.Pt., M.Si., ini berhasil menarik perhatian banyak peserta, baik yang hadir langsung di lokasi maupun yang mengikuti secara daring. Mereka antusias mendiskusikan berbagai peluang dan tantangan dalam mengembangkan industri sapi perah di Indonesia.

Seminar Nasional ini menjadi momen penting bagi Agung Suganda untuk memperkenalkan visinya sebagai Dirjen PKH yang baru, sekaligus menunjukkan komitmennya dalam memajukan sektor peternakan Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.

DINAS PETERNAKAN KABUPATEN SUKABUMI TINGKATKAN PENGETAHUAN PETERNAK SAPI PERAH

Petugas Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi, saat memberikan pengetahuan kepada peternak sapi perah di KUD Gemah Ripah, Desa Sukalarang (Foto :Istimewa)


Dalam meningkatkan pengetahuan peternak sapi perah, Dinas Peternakan (Disnak) Kabupaten Sukabumi, menggelar kegiatan Desiminasi Good Farming Practice (GFP) sapi perah tahun anggaran 2024 di KUD Gemah Ripah, Desa Sukalarang, Kecamatan Sukalarang, Kabupaten Sukabumi.

Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi, Drh. Asep Kurnadi kepada Radar Sukabumi mengatakan, kegiatan ini, dimaksudkan untuk memberikan pemahaman terkait manajemen dan sertifikasi Good Farming Practice dan Good Breeding Practice pada ternak, khususnya sapi perah guna mendukung pengembangan populasi, dan produksi susu sapi perah di kabupaten Sukabumi.

“Narasumber yang hadir dari kegiatan ini, diantaranya Direktorat Pembibitan dan Produksi Ditjen PKH Kementan RI, dan BBPKH Cinagara. Sementara, untuk peserta dari peternak sapi perah dari 12 kelompok tani sapi perah,” kata Drh. Asep kepada Radar Sukabumi pada Rabu (10/07).

Menurutnya, kegiatan ini sangat penting dilakukan sebagai salah satu bentuk upaya untuk memperoleh informasi, inovasi. Sehingga mendorong agribinis peternakan sapi perah yang semakin maju. Bukan hanya itu, hal ini juga untuk memberikan pemahaman terkait manajemen dan sertifikasi GFP dan GBP pada ternak, khususnya sapi perah.

“Tentunya, hal ini guna mendukung pengembangan populasi dan produksi susu sapi perah di Kabupaten Sukabumi,” ujarnya.

Pihaknya menambahkan, kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan peternakan sapi perah, juga dapat meningkatkan wawasan terkait manajemen pemeliharaan dan manajemen pengembangbiakan sapi perah.

“Manfaat dilaksanakan kegiatan ini, adalah meningkatnya pengetahuan dan kemampuan peternak, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak,” pungkasnya. (INF)

PETERNAK SAPI PERAH CURHAT KE WAMENTAN

Wamentan Bersama Peternak Sapi Perah


Para peternak sapi perah dan koperasi susu di Jawa Timur berharap Kementerian Pertanian memperbaiki tata niaga susu segar dalam negeri (SSDN). Hal ini diungkapkan pada Wamentan Harvick Hasnul Qolbi saat mengunjungi Koperasi Susu KUD Sembada, di Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan.

Ketua KUD Sembada, Kecamatan Puspo, Purwo Budi Setiawan mengatakan, jika kebijakan impor susu yang dibuka lebar oleh pemerintah dapat menurunkan penyerapan SSDN. Akibatnya, para peternak yang ada di desa-desa terdampak.

"Program pemerintah untuk swasembada susu swasembada daging dalam dokumen blue print tahun 2013 hingga 2025, salah satunya memuat target produksi penyerapan SSDN 60 persen. Tapi kenyataanya sampai detik ini antara 10 persen sampai 20 persen yang bisa terserap. Sedangkan 80 persen sampai 90 persen masih impor. Ini sangat memberatkan bagi kami para peternak yang ada di desa yang jauh dari perkotaan," kata Purwo Budi Setiawan.

Dia menyebut pentingnya pemulihan populasi sapi yang berkurang sampai 10 juta akibat mati terpapar wabah virus PMK. Menurutnya, pemerintah perlu memfasilitasi mengimport indukan sapi perah, untuk kemudian sapi tersebut dibeli oleh para kelompok peternak atau koperasi susu, agar produksi SSDN meningkat. Sebab, kalau mengandalkan pembiakan inseminasi buatan (IB) memerlukan waktu yang lama.

"Makanya dalam hal ini peternak ingin lobi harganya, dimana harganya $4 ribu dollar atau Rp60 juta, tapi kemampuan peternak harganya dikisaran Rp25 juta. Itu pun kalau bisa dibantu kridit jangka panjang program pemerintah. Kemudian sisanya kita mengharapkan kepada pemerintah dan para industri pengolahan susu, karena kita bermitra sudah lama," ujarnya.  

Menanggapi pertanyaan tersebut, Wamentan Harvick Hasnul Qolbi menegaskan akan membahas penyederhanaan dan perbaikan tata niaga susu dalam rapat kabinet. Selain itu, Harvick pun meminta pihak koperasi susu harus lebih pro aktif kepada para peternak rakyat dibanding para tengkulak.

Terkait pemulihan populasi sapi perah agar produksi SSDN meningkat. Harvick pun memerintahkan seluruh stakeholder sampai PPL Peternakan Kecamatan agar melakukan pendataan para peternak untuk diinput ke data Simultan. Sehingga para peternak bisa mengakses untuk mendapatkan bantuan pemerintah (banpem).

"Pimpinan pemerintahan kita perhatiannya kepada para peternak kecil itu relativ tinggi. Termasuk kemarin yang diusulkan melalui alokasi biaya tambahan (ABT) itu namanya insentif elnino. Nah PMK sebenarnya bencana nasional juga. Oleh karena itu menurut pemikiran saya pantas jika ada insentif PMK. Nah ini tugas pimpinan kita di Jakarta untuk memikirkan alokasi anggaran untuk itu," tutur Harvick.

Selain itu untuk pembelian sapi perah impor, para petani juga diberikan alternatif saran untuk bisa bekerjasama dengan perusahaan melalui MoU. Baca Juga : Ada Bekas Luka Sayatan Sebelum LS Lompat dari Lantai 12 Gedung Filkom UB "Bisa saja mungkin corporate yang menyediakan indukannya, peternak yang mengoperasionalkan, nanti keuntungannya ada pembagiannya. Di Lembang seperti itu konsepnya," kata Harvick. (INF)


SAMBUT HARI SUSU SE-DUNIA BEM FKH IPB GELAR WEBINAR



Hari susu se-dunia atau World Milk Day jatuh pada tanggal 1 Juni yang lalu. Dalam menyambut event tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB (BEM FKH IPB) mengadakan webinar dengan tema "Bisnis Susu ala Dokter Hewan".

Narasumber yang dihadirkan tentunya juga orang - orang yang sudah tidak diragukan lagi kompetensinya di bidang sapi perah Indonesia. Mereka adalah Drh Deddy Fakhruddin Kurniawan dan Drh Muhammad Dwi Satrio yang juga merupakan alumnus FKH IPB.

Antusiasme peserta pun terbilang tinggi, hal ini terlihat dari jumlah yang lalu - lalang masuk ke dalam aplikasi google meeting, kurang lebih 150-an orang hadir dalam webinar tersebut. Mereka pun bukan hanya berasal dari kalangan mahasiswa, tetapi juga dosen, ASN, peternak, bahkan praktisi sapi perah.

Seminar dibuka dengan paparan dari Drh Muhammad Dwi Satriyo yang bertajuk bisnis susu ala dokter hewan. Dalam presentasi dengan durasi 30 menit, Drh Satrio membagikan pengalamannya sebagai dokter hewan, peternak, dan pengusaha di bidang persusuan. 

Menurutnya konsumsi susu di Indonesia masih sangat rendah ketimbang negara - negara lain di Asia Tenggara apalagi dunia. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, namun menurutnya yang terpenting adalah kesejahteraan peternak sapi perah. 

"Harga susu di Indonesia rendah, jauh ketimbang di negara - negara Asia tenggara maupun dunia, oleh karenanya peternak enggan membesarkan skala usahanya. Padahal kalau kita lihat negara tetangga saja, Malaysia misalnya, harga susunya lebih tinggi dari kita, sudah begitu konumsi susu negeri Jiran dua kali bahkan tiga kali lipat lebih tinggi daripada kita," tutur Satriyo. 

Belum lagi ketika bicara kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terhadap peternakan sapi perah, misalnya saja ia mencontohkan di kawasan Cisarua dekat tempat tinggalnya. Menurutnya, pemerintah harus lebih berpihak pada peternak sapi perah, supaya produksi susu bisa meningkat.

"Dulu di sini masih banyak tanah kosong, tumbuh banyak rerumputan bagus itu untuk hijauan pakan ternak ruminansia. Namun sekarang yang banyak tumbuh adalah villa - villa, lahan hijauan berkurang, jadi sulit buat kasih hijauan ke sapi, mau tidak mau peternak membeli rumput dengan harga yang kurang ekonomis, sementara harga susu segitu - segitu saja," papar Satriyo.

Satriyo juga membagikan tips beternak agar produksi susu meningkat, diantaranya dengan memberikan pakan terbaik, meningkatkan manajemen pemeliharaan, dan tetap menjaga sanitasi lingkungan dan hygiene di peternakan. Hal ini akan berpengaruh kepada produksi dan kualitas susu, karena kualitas susu juga menjadi hal yang menentukan dalam penentuan harga susu.

Sementara itu di presentasi kedua Drh Deddy Fakhruddin Kurniawan mengajak peserta untuk lebih mengubah mindset tentang persusuan di Indonesia. Ia mencontohkan bahwa di negara terbelakang, berkembang, dan negara maju mindset peternaknya berbeda.

"Kalau kita negara berkembang, pasti masih membicarakan soal peningkatan konsumsi dan produksi, sementara di negara maju sana mindset sudah berbeda, mereka bicara tentang genetik, animal welfare dan yang nomor satu adalah proud alias kebanggan terharap produk susu yang mereka hasilkan, kita kapan?," tukas Deddy.

Ia juga mengatakan bahwa di negara - negara maju, kampanye minum susu dilakukan secara masif dan terstruktur. Hal ini dilakukan karena mereka tahu betul bahwa susu juga merupakan sumber protein yang esensial bagi tubuh. 

"Konsumsi susu negeri paman Sam itu 9 - 10x lipat lebih tinggi dari negeri kita, konsumsi susu India, itu 4-5x lebih tinggi daripada Indonesia. Padahal, kalau menurut data penduduk dunia, Indonesia ini kan penduduknya paling banyak ke-4 atau ke-5 se-dunia, seharusnya konsumsinya ya nomor segitu juga," tukas Deddy.

Oleh karenanya menurut Deddy, perlu dilakukan juga kampanye masif yang terstruktur dan berkelanjutan agar masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi susu. Apalagi kalau susu yang dihasilkan berasal dari peternakan lokal, selain menyehatkan, tentunya bangga dengan produk peternak lokal, dan kita juga membantu peternak lokal kita, support our local farmer!. (CR)



STUDI BANDING PETERNAKAN SAPI PERAH ORGANIK DI DENMARK


Kawasan peternakan sapi organik di Kota Aarhus, Denmark (Foto: Lusia Kus Anna)

Delapan peternak sapi dari Indonesia terbang ke Denmark atas undangan PT Arla Indofood untuk mengikuti studi banding mengenai seluk beluk peternakan sapi perah organik dan konvensional yang berlangsung mulai tanggal 6 - 12 April 2019.

Denmark memang menjadi negara dengan jumlah peternakan sapi perah organik terbesar di dunia. Saat ini terdapat 300 peternak susu organik dengan standar sertifikasi yang ketat.

Menurut salah satu pemilik peternakan organik Laust Krejberg, para peternak susu organik di Denmak mengikuti tiga standar peternakan, yaitu yang ditetapkan oleh pemerintah Denmark, standar dari perserikatan Uni Eropa, dan juga standar dari Arla Foods, perusahaan susu internasional yang menampung hasil susu sapi tersebut.

 “Standar dari Arla lebih kompleks dan ditetapkan bersama oleh peternak susu lainnya. Seiring berjalannya waktu, terus dilakukan perbaikan dan peningkatan mutu standar,” kata Krejberg ketika menerima tim peternak Indonesia di Aarhus, Denmark.

Berbeda dengan di Denmark, di Indonesia memang belum ada peternakan susu sapi organik. Bahkan, standar peternakan organik sendiri belum dibuat. Saat ini problem terbesar yang dihadapi peternak sapi perah di Indonesia adalah keterbatasan lahan untuk pengembangan pakan yang berpengaruh pada rendahnya produksi susu.

Rata-rata produksi susu segar di tanah air 847.090 ton per tahun atau sekitar 21 persen dari kebutuhan susu tahun lalu yang mencapai 3,8 juta ton. Sisanya harus diimpor.

Itu sebabnya menurut Eva Marliyanti, ketua Koperasi Agro Niaga Jabung, Malang, Jawa Timur, mengembangkan peternakan sapi organik di Indonesia relatif sulit.

“Yang harus dibuat organik adalah pakan ternaknya dulu. Sapi-sapi itu juga harus dilepas dari kandang. Untuk peternakan di Indonesia belum memungkinkan karena lahan yang dimiliki peternak belum banyak,” kata Eva yang memiliki anggota 2.100 peternak ini. Di Denmark, satu hektar lahan bisa menghasilkan pakan untuk satu ekor sapi.

Sebagai perbandingan, di Indonesia satu hektar dibagi untuk 8 ekor sapi, sekitar 30 liter perhari. Jumlah itu sangat jauh jika dibandingkan dengan sapi perah di Denmark yang bisa menghasilkan rata-rata 38 liter untuk peternakan konvensional dan 33 liter di peternakan organik.

 “Saya rasa kita lebih perlu meningkatkan produktivitas susu baru melangkah ke peternakan organik,” ujarnya. (Sumber: kompas.com)


PEMENANG KOMPETISI FARMER2FARMER DITERBANGKAN KE BELANDA

Pemberian penghargaan pemenang Kompetisi Farmer2Farmer di Gedung Pusat Informasi Agribisnis Kementan (Foto: Istimewa)  

PT Frisian Flag Indonesla (FFI) menerbangkan empat pemenang peternak  sapi perah ke Belanda untuk mengikuti pelatihan intensif Good Dairy Practice. Empat pemenang ini terpilih sebagai pemenang Kompetisi Farmer2Farmer 2019.

Keterangan resmi yang diterima Infovet menerangkan, kompetisi ini merupakan program untuk peternak sapi perah terpilih yang dilaksanakan di bawah inisiatif Farmer2Famer, yang bertujuan untuk mendorong peternak sapi perah lokal menerapkan good dairy farming practice (GDFP) secara terus menerus dan konsisten. Sebanyak 110 peserta telah melalui proses penilaian sejak Januari 2019 lalu.

Pada pelaksanaan program Farmer2Farmer ditargetkan dapat membantu memenuhi permintaan susu sapi nasional di Indonesia. Menurut data Kementerian Pertanian, produksi susu sapi lokal hanya dapat memenuhi 20% dari permintaan susu nasional. Situasi ini mendorong FFI berkomitmen dalam memberdayakan peternak sapi perah secara berkelanjutan, salah satunya melalui Kompetisi Farmer2Farmer.

Andrew F Saputro, Corporate Affairs Director di Jakarta Jumat (5/4/2019) mengatakan, program ini diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan peternak sapi perah lokal. Selain itu, terjadi keberlanjutan industri susu di Indonesia melalui penerapan GDFP yang konsisten oleh peternak sapi perah lokal.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita menuturkan industri susu di Indonesia masih menghadapi tantangan dalam memenuhi permintaan susu nasional. “Kami berharap program ini terus menginspirasi peternak sapi perah lokal untuk tetap konsisten dalam menerapkan GDFP yang akan meningkatkan kualitas dan produktifitas produksi susu,” pungkasnya. (NDV)

KUR Peternakan Klaster Sapi Segera Diluncurkan

Peternakan sapi perah di Dairy Village, Ciater, Subang (Foto: NDV/Infovet)

Direkur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani mengemukakan saat ini fokus Kementerian Pertanian adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) peternakan rakyat untuk klaster sapi potong dan perah. 

“Perkiraan satu hingga dua bulan ke depan KUR untuk klaster sapi akan diluncurkan,” ungkap Fini, Kamis (18/1/2019), seperti dilansir dari situs berita antaranews.com.

Fini memastikan perbankan akan mulai menyalurkan KUR khusus kepada klaster sapi, terutama yang sudah mempunyai pembeli (offtaker).

"Kalau sapi potong sudah terklaster, dia akan tahu pasarnya dimana saja, dan mempunyai divisi penjualan sendiri, sehingga bisa membangun kemitraan dengan offtaker," ujarnya.

Ia menambahkan penguatan KUR peternakan rakyat ini dilakukan agar kerja para peternak sapi dapat lebih efisien untuk mendorong produksi.

"Klaster yang diharapkan nanti seperti korporasi petani. Jadi, lebih efisien jika berada dalam satu lokasi yang sama, tidak individual lagi," katanya. **

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer