-->

MENTAN AMRAN: KITA AKAN DUKUNG PROGRAM MAKAN BERGIZI GRATIS

Menteri Pertanian saat Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI. (Foto: Istimewa)

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, mendukung penuh program makan bergizi gratis yang disiapkan presiden terpilih. Persiapan itu di antaranya dengan meningkatkan produksi daging maupun proses hilirisasi yang dikerjasamakan dengan para pengusaha besar.

“Kita komitmen akan mendukung program makan bergizi gratis. Antara lain meningkatkan produksi daging (sapi, kambing, dan ayam) sampai pada tingkat pengolahannya (hilirisasi) juga akan kita siapkan melalui offtaker yang ada,” ujar Mentan Amran dalam siaran resminya usai menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI, Senin (26/8/2024).

Menurutnya, kehadiran pengusaha sangat dibutuhkan untuk mempercepat jalannya program yang diinginkan presiden terpilih nanti. Namun begitu, dia berharap pemerintah juga menambah jumlah anggaran Kementan sebesar Rp 68 triliun.

“Kita memang perlu pengusaha untuk sektor pertanian. Selain itu kita juga memerlukan instrumen APBN dari sisi pangan. Namun yang pasti kita akan men-support program makan bergizi gratis,” katanya.

Khusus makan bergizi gratis, lanjut dia, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebagai penyedia makanan. Sementara Kementan sampai saat ini fokus pada peningkatan produksi peternakan.

Kendati demikian, pemerintah juga mempersiapkan peningkatan produksi padi sebagai program strategis lainnya. Salah satunya memperluas areal tanam atau PAT melalui solusi cepat pompanisasi.

“Yang pasti kita dukung semuanya. Namun untuk anggaran yang ada saat ini masih didominasi cetak sawah, irigasi, dan optimasi lahan rawa,” tukasnya. (INF)

METODE BRINING: SISA DARAH HILANG & DAGING LEBIH BERAROMA

Metode brining daging merupakan metode mengolah makanan dengan cara merendam daging ke dalam air garam. (Foto: chefsteps.com)

Metode ini sangat sederhana. Siapapun bisa melakukannya. Hanya butuh waktu tak lebih dari 15 menit, sisa darah yang menempel pada tulang ayam dan daging sapi pun akan hilang. Daging juga lebih beraroma.

Nafsu makan Supardi mendadak hilang, begitu akan menyantap daging ayam dalam mangkuk sup yang ia pesan masih terlihat ada darah. Darah ayam masih terlihat merah segar di bagian sendi tulang. Daging ayamnya pun masih terlihat putih, sedikit juicy.

Siang itu, wartawan media online di Jakarta ini akan makan siang di warung makan pinggir jalan dekat kantornya. Biasanya ia makan siang dengan menu favoritnya, pecel ayam dengan sambal khas Lamongan. Tapi hari itu, Supriadi ingin menikmati menu yang berbeda, sup ayam.

“Sumpah bener deh, gegara pengalaman waktu itu, sempat berbulan-bulan saya enggak mau makan sup ayam. Berasa trauma, lihat darah ayam di mangkuk” tuturnya kepada Infovet.

Pengalaman serupa ternyata juga pernah dialami Dwi Oktaviani, guru sekolah dasar di Kota Pemalang, Jawa Tengah. Guru yang juga pintar masak ini terpaksa menghentikan santap siangnya saat menghadiri acara di sekolahnya.

Sup daging ayam yang ia makan terlihat masih ada darahnya di bagian tulang. Daging dalam sup tersebut juga masih sedikit bau amis. “Padahal sudah mau masuk ke mulut, langsung saya masukan lagi ke mangkuk. Saya langsung berhenti makan,” tuturnya sambil tertawa geli.

Dwi menceritakan, rupanya bukan hanya dia yang kehilangan selera makan saat acara tersebut. Beberapa teman guru juga tak jadi melanjutkan makan siangnya, gegara ada menu “horor” tersebut.

Menurutnya, katering yang menyediakan menu makan siang dalam acara di sekolahnya ceroboh. Kemungkinan lalai dalam mengolah daging ayam dengan baik, agar tidak ada sisa darah yang menempel pada tulang dan bau amis.

“Karena saya juga hobi masak, saya punya cara agar daging ayam yang diolah tidak ada sisa darah yang masih menempel. Bau amisnya juga bisa hilang,” ujar Dwi.

Kepada Infovet, ibu muda ini membagikan teknik mengolah daging ayam dan sapi agar tak menyisakan darah dan bau amis. Hal yang paling penting adalah di saat membersihkan daging ayam sebelum diolah. Setiap kali akan mengolah daging ayam, ada perlakuan khusus yang dilakukan Dwi.

“Sebelum dimasak, saya biasakan rendam daging ayam yang masih mentah ke dalam air yang dikasih garam. Rendam cukup 15 menit saja,” ungkapnya.

Setelah direndam, cuci kembali daging ayamnya. Buang air rendaman tadi. Dengan teknik ini, seluruh sisa darah yang masih menempel di tulang atau daging akan menyatu dengan air garam. Daging menjadi bersih dan bau amis pun hilang.

Daging Jadi Empuk
Dwi juga mengungkapkan, bahwa perlakuan yang sama bisa dilakukan saat membersihkan daging sapi atau kambing. Rendaman dengan air garam bukan hanya menghilangkan sisa-sisa darah, namun juga membuat tekstur daging menjadi lebih empuk saat dimasak.

“Nah, sekarang kan masih musim liburan anak sekolah, kadang saya simpan daging dalam freezer setelah direndam dulu dengan air garam tadi. Jadi, meskipun ditinggal liburan selama seminggu, dagingnya tetap bagus,” jelas Dwi.

Teknik membersihkan daging yang diresepkan oleh Dwi Okraviani, ternyata juga lazim dilakukan di luar negeri. Sebuah artikel tentang seputar dapur yang dilansir dari The Kitchn, menuliskan hal yang sama. Dalam laman tersebut menyebutnya metode brining.

Metode brining daging merupakan metode mengolah makanan dengan cara merendam daging ke dalam air garam ataupun dengan membalurkan garam kasar pada permukaan daging.

Teknik brining daging bisa dilakukan terhadap berbagai jenis daging, baik itu ayam, sapi, kambing, sampai ikan. Untuk melakukan metode brining daging, hanya diperlukan waktu 15 menit saja.

Untuk satu porsi daging ayam atau sapi yang berukuran kecil, bisa dilakukan proses brining daging hanya dalam waktu 15 menit saja. Dengan merendam daging ke dalam larutan brining atau air garam, maka daging menjadi lebih empuk dan beraroma.

Cairkan Daging Beku
Masih dari referensi laman The Kitchn, untuk potongan daging yang kecil, maka proses brining daging tidak disarankan untuk dilakukan terlalu lama. Sedangkan untuk porsi daging utuh (besar), bisa dilakukan brining daging selama dua jam, tidak perlu lebih. Melakukan proses brining daging lebih dari dua jam hanya akan membuat daging menjadi sangat lembek dan tidak enak disantap.

Metode brining juga baik dilakukan untuk mencairkan daging beku yang berasal dari freezer. Untuk dapat menghemat waktu, Anda bisa mencairkan daging yang baru keluar dari freezer langsung ke dalam larutan brining.

Mem-brining daging yang baru keluar dari freezer nyatanya merupakan salah satu cara mencairkan daging secara cepat, tulis artikel di The Kitchn. Karena prinsip mencairkan daging yang beku di dalam air dingin sama dengan metode mencairkan daging dalam larutan air garam, hanya berbeda jenis airnya saja. Saat daging sedang dicairkan dalam proses brining, saat itu pula daging menyerap air garam sehingga lebih mudah empuk dan beraroma.

Selain teknik merendam dengan air garam, ada juga teknik yang disebut metode dry brining. Yakni metode membalurkan permukaan daging ke permukaan garam kasar.

Nah, tempat terbaik untuk melakukan metode dry brining ini adalah dengan membalurkan garam langsung pada dagingnya. Khususnya pada daging ayam, dibalurkan garam kasar di atas permukaan dagingnya langsung, sehingga yang perlu dilakukan adalah memisahkan daging ayam dengan kulitnya.

Jika melakukan metode dry brining dengan kondisi kulit ayam yang masih menempel pada daging, maka proses brining akan memakan durasi yang cukup lama hingga bumbu menyerap ke dalam daging.

Bersihkan Sayuran
Metode brining sebenernya tidak cuma baik untuk membersihkan daging. Menurut Dwi Oktaviani, teknik brining juga bisa dilakukan saat mencuci sayuran. Sayuran yang baru saja dibeli di pasar sangat memungkinkan banyak kuman dan kotoran yang menempel.

Jika hanya disiram dengan air biasa, kemungkinan besar kuman dan kotoran masih menempel di sayuran. Meskipun sudah terlihat bersih. “Akan lebih aman waktu mencuci sayuran juga dengan direndam air garam. Cukup 5 atau 10 menit saja,” ujar Dwi.

Menurut Dwi, hal itu bisa dibuktikan sendiri saat mencuci sayuran. Air garam yang sudah digunakan untuk merendam sayuran pasti akan telihat keruh dan terdapat bintik-bintik kecil di dalam air. Setelah di rendam air garam, sayuran tetap harus dibilas sebelum dimasak.

Dalam berbagai literasi kesehatan menyebutkan bahwa merendam sayuran dalam larutan garam selama 20 menit dapat menghilangkan sebagian besar residu dari pestisida yang ada pada sayur. Utamanya untuk membersihkan residu tanah, debu, atau kotoran yang tersisa dari proses pertanian, serta pestisida yang digunakan.

Intinya, teknik brining ini sangat penting untuk membunuh bakteri, mikroba, dan zat patogenik lainnya yang melekat di sayuran. Untuk kebaikan kesehatan, lakukanlah teknik sederhana ini sebelum memasak. ***


Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

SOSIS ISI JEROAN? WASPADALAH, MESKIPUN NIKMAT!

Konsumsi sosis jangan berlebihan. (Foto: iStock)

Dua kemasan sosis dengan ukuran dan bentuk yang sama, tapi beda merek, selisih harga keduanya bisa jauh. Benarkah sosis yang murah itu hanya berisi jeroan?

Terlihat dahi Sutrinah mengernyit saat memilih sosis yang berada di freezer sebuah minimarket tak jauh dari rumahnya. Ia memperhatikan dengan seksama dua kemasan sosis dengan merek berbeda, namun ukurannya sama. Tetapi selisih harganya lumayan jauh. Sosis yang pertama seharga Rp 55.000 isi 10 pcs, sedangkan harga sosis kedua hanya Rp 27.500 dengan isi yang sama.

Sekilas tak terlihat bedanya antara kedua kemasan sosis tersebut. Berwarna kecokelatan dan dikemas plastik secara vakum. “Kenapa bisa beda jauh begini harganya? Jangan-jangan...,” Sutrinah menebak-nebak.

Karena ragu, ia pun tak jadi membeli sosis. Ia beralih membeli daging ayam segar ke warung sebelah minimarket tersebut. Dengan uang Rp 50.000, ia sudah mendapat satu karkas daging ayam dan uang kembalian.

Apa yang dialami Sutrinah bisa juga pernah dialami banyak orang. Untuk konsumen yang jeli, ia akan benar-benar teliti sebelum akhirnya ambil keputusan untuk membeli sosis. Perbedaaan harga pada merek yang berbeda bisa memunculkan kecurigaan konsumen terhadap isi sosis.

Sudah menjadi rahasia umum, perbedaan harga sosis kemasan yang kelewat “jomplang” menunjukkan akan kualitas isi dari sosis. Sudah lama beredar di tengah masyarakat, bahwa sosis kemasan yang murah bukan berisi daging walaupun di kemasan tertulis “sosis daging”. Melainkan berisi olahan jeroan dari sapi maupun ayam. Paling tidak bahan campuran antara jeroan dan daging.

Karena sudah diolah melalui proses giling, maka sulit membedakan mana sosis berbahan daging asli dan yang berbahan jeroan. Jika isi sosis hanya berisi jeroan yang diolah dengan bahan campuran lainnya, tetapi dalam kemasan tertulis sosis daging, maka jelas ini adalah penipuan terhadap konsumen.

“Itu makanya saya suka hati-hati kalau beli sosis. Lihat-lihat harga dan saya bandingkan antara merek yang satu dengan merek yang lain,” ujar Sutrinah.

Sementara Pakar gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Ir Budi Setiawan, mengungkapkan adanya produk sosis yang dijual di pasaran tidak menggunakan bahan baku daging yang berkualitas karena ingin murah, bahkan bahan jeroan mungkin digunakan oleh para produsennya.

Menurutnya, konsumen tidak akan tahu apakah daging yang digunakan adalah daging berkualitas atau tidak. Bahkan konsumen juga tidak akan tahu jika ternyata sosis dibeli hanya berisi jeroan dan campuran bahan lainnya. Sebab, bahan baku yang digunakan sudah dihaluskan dan tertutup.

Sosis yang menggunakan bahan baku jeroan jelas sangat tidak sehat untuk dikonsumsi, karena mengandung kolesterol cukup tinggi. Jeroan memiliki banyak macamnya, mulai dari babat, usus, jantung, hati, dan lainnya. Bagian jeroan juga memiliki kandungan lemak lebih tinggi. Tetapi jeroan juga memiliki kandungan mineral yang dibutuhkan tubuh.

“Yang menjadi masalah kadang-kadang jeroan babat dan usus terdapat kotoran yang masih melekat di bagian dalamnya. Ini yang harus penuh kehati-hatian saat mengolahnya. Karena kalau tidak bersih, kotoran tersebut masih ada dalam proses memasak. Mikroba di dalam usus dan babat kemungkinan akan terbawa dalam bentuk makanan jadi,” ujar ahli gizi dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB ini.

Proses pembuatan sosis memerlukan filler atau bahan pengisi seperti halnya bakso. Bakso juga terdapat beberapa pilihan, ada yang dagingnya banyak dan sedikit. Ada juga yang berani menamakan bakso, padahal hanya berbahan tepung tanpa menggunakan daging.

“Ini yang akhirnya menyulitkan para ahli gizi untuk melakukan penamaan. Masalahnya di produsen kita resepnya tidak standar. Terbukti meski sama-sama sosis, namun kandungan nutrisinya berbeda,” ungkap Budi.

Hal itu disebabkan karena untuk membuat sosis bisa menggunakan daging dalam jumlah banyak ataupun sedikit. Jika sosis dengan daging sedikit, konsekuensinya adalah tambahan tepung harus lebih banyak. Sebaliknya, jika dagingnya banyak maka tepungnya lebih sedikit.

Ada Positifnya
Apakah sosis berisi jeroan selalu buruk? Tentu saja tidak. Menurut Budi, jeroan sebagai isi sosis juga ada sisi positifnya. Karena jeroan itu alot, maka dengan proses giling menjadi sosis, konsumen hanya tinggal mengonsumsi tanpa bersusah payah mengunyahnya.

Budi menyakinkan, jika sosis dikonsumsi dalam jumlah wajar sebetulnya tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. “Jangankan mengonsumsi sosis yang berkualitas rendah, kita konsumsi sosis berkualitas tinggi kalau berlebihan juga akan tetap berbahaya bagi kesehatan,” jelasnya.

Jika membandingkan secara langsung antara daging dan jeroan, tentu saja akan ada perbedaannya.  Dari sisi kandungan gizi, jeroan memiliki kandungan kolesterol dan lemak lebih tinggi ketimbang daging. Tetapi, daging juga ada yang memiliki kandungan lemak tinggi dan ada pula yang sedikit. Selain kolesterol dan lemak, jeroan juga memiliki purin yang cukup tinggi atau yang lebih dikenal dengan asam urat.

“Tapi lagi-lagi, kalau kita hanya mengonsumsi dalam batas wajar, hanya makan satu atau dua potong sosis, maka tidak perlu khawatir. Intinya, untuk makan apapun, baik daging maupun jeroan, tidak boleh berlebihan karena bisa berdampak kepada kesehatan,” kata Budi.

Lebih lanjut dikatakan, sosis yang menggunakan bahan baku daging berkualitas tak baik pula apabila dikonsumsi secara berlebihan. Sebab, proses pembuatan sosis menggunakan bahan pengawet yang jika dikonsumsi dalam jumlah banyak akan berbahaya bagi tubuh. 

Proses pembuatan sosis memang bertujuan untuk mengawetkan daging segar dan untuk bisa menghasilkan daging yang awet diperlukan bahan pengawet berupa nitrit atau nitrat.

Lantas, seberapa perlu khawatir masyarakat mengonsumsi sosis? Dijelaskan Budi, penggunaan bahan pengawet memiliki aturan menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Jika penggunaannya sesuai dengan aturan BPOM, maka tidak terlalu bahaya.

Yang membuat khawatir adalah jika dalam proses pembuatan sosis yang melebihi standar karena ingin lebih awet. Artinya, produsen akan menambahkan bahan pengawet melebihi batas ketentuan, sehingga berbahaya bagi kesehatan yang mengonsumsinya.

Dengan demikian, selama penggunaan bahan pengawet masih sesuai aturan BPOM, konsumen tak perlu fobia terhadap makanan yang dibeli. “Yang penting makan dalam jumlah yang wajar, jangan berlebihan. Bagi yang suka makan olahan jeroan, akan lebih baik jika direbus, pepes, atau ditumis, bukan digoreng,” imbuh Budi.

Proses Produksi Sosis
Ada informasi menarik tentang sosis. Dikutip dari tulisan Prof DR Made Astawan dari Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB, seputar kandungan nutrisi dalam sosis, menyebutkan bahwa sosis dibagi menjadi enam kelas. Tulisan ini pernah dirilis di Kompas.com pada 2008.

Dijelaskan, sosis terbagi menjadi enam kategori berdasarkan metode pembuatan yang digunakan oleh pabrik, yaitu sosis segar, sosis asap-tidak dimasak, sosis asap-dimasak, sosis masak, sosis fermentasi, dan daging giling masak.

Sosis segar dibuat dari daging segar yang tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu.

Kemudian sosis segar-tidak dimasak. Biasanya juga tak diasapi, sehingga sebelum dikonsumsi sosis harus dimasak. Sedangkan sosis masak dibuat dari daging yang telah dikuring sebelum digiling. Sosis jenis ini dimasak dan biasanya diasapi. Daya simpannya lebih lama daripada sosis segar.

Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat. Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk permukaan aktif, mencegah pengerutan protein, mengatur konsistensi produk, meningkatkan cita rasa, dan mencegah denaturasi protein.

Untuk mensubtitusi daging, pada pembuatan sosis sering juga ditambahkan isolat protein. Selain itu, pada pembuatan sosis juga ditambahkan karbohidrat sebagai bahan pengisi sosis. Tapi untuk sosis yang beredar di pasaran dan djual dengan harga murah, kemungkinan besar bukan daging sebagai bahan utamanya. Produsen ada yang mencampurkan dengan jeroan untuk menekan biaya produksi.

Memang banyak jika mengurai detail pembuatan sosis yang kini makin bervariasi dan murah harganya. Namun sebagai konsumen yang cerdas, kehati-hatian dalam memilih bahan makanan wajib dilakukan. Kesehatan keluarga menjadi taruhan jika sembarangan dalam memilih makanan berbahan daging olahan.

Agar kesehatan keluarga terjaga, lebih aman beralih ke karkas daging ayam atau telur. Selain lebih murah, telur dan daging ayam sudah jelas kandungan nutrisinya. Tak ada rasa was-was dan tetap nikmat. (AK)

USAHA KULINER DAGING: BEDA GENERASI, BEDA RASA

Dalam usaha apapun, termasuk rumah makan, kepuasan pelanggan merupakan hal terpenting. (Foto: Detikcom)

Tak mudah untuk mengelola usaha kuliner berbahan daging agar pelanggan tak berpindah ke lain hati. Apalagi jika usaha tersebut merupakan warisan dari orang tua. Bagaimana cara untuk “mengikat” pelanggan agar tak pindah?

Jarum jam dinding di warung makan itu masih menunjukkan angka 5 lewat 30 menit. Namun para penikmat Nasi Grombyang di warung Pak Warso, di kawasan Pelutan, Kota Pemalang, Jawa Tengah, sudah memenuhi ruangan. Sekitar 30 menit lagi memang akan segera berkumandang Azan Magrib, tanda buka puasa.

Meski masih cukup lama, sebagian meja sudah terisi penuh dengan sajian Nasi Grombyang, lengkap dengan sate khas daging sapi berkuah. Sate ini rasanya gurih dan nikmat. Dalam satu porsi Nasi Grombyang berisi nasi dan daging sapi yang dipotong dadu, adapun tambahan sate yang akan menambah kenikmatan bersantap.

Infovet tak ketinggalan untuk berbuka puasa di sini, sembari mengenang masa-masa silam bersantap di warung ini sebelum merantau ke Jakarta. Waktu itu, warung ini masih dikelola langsung oleh pemiliknya, Pak Warso. Ia pula yang memiliki resep khusus dagangannya.

Kini Warung Nasi Grombyang Pak Warso dikelola anak-anaknya. Menurut cerita salah satu anaknya, ayahnya mendirikan warung ini sejak 1980-an. Bermula dari warung tenda, hingga akhirnya memiliki bangunan rumah makan sendiri dengan ukuran cukup luas.

Animo pembeli Nasi Grombyang di warung ini memang sekilas sama dengan dulu. Meski di sepanjang jalan raya tersebut terdapat 10 lebih warung tenda yang menjual makanan yang sama, namun Warung Nasi Grombyang Pak Warso tetap menjadi yang terlaris.

Hanya saja, olahan Nasi Grombyang Pak Warso yang sekarang di mata sebagian pelanggannya sudah berbeda rasa dengan sebelumnya. Hartono, perantauan Jakarta yang kali ini sedang mudik ke kampung halaman mengungkapkan, rasa Nasi Grombyang sekarang sudah agak berubah.

“Dari dagingnya juga sudah enggak sama seperti zamannya Pak Warso dulu. Dulu dagingnya empuk banget dan enggak ada uratnya seperti sekarang. Jadi agak alot,” tuturnya.

Infovet pun merasakan hal sama, olahan daging dalam Grombyang kali ini tidak seempuk dulu. Mungkin karena beda generasi, beda bahan baku, beda teknik mengolahnya, sehingga beda rasa.

Sayangnya, Infovet tak berkesempatan mewawancari salah satu anak pemilik warung makan ini. Mereka tampak sibuk melayani pembeli yang terus berdatangan silih berganti.

Warisan Usaha 
Menjaga rasa masakan yang diwariskan secara turun temurun bukanlah hal mudah. Meski dengan resep, alat masak dan bahan baku yang sama, namun beda tangan maka beda pula teknik mengolahnya. Alhasil, hasil masakannya juga akan berbeda.

Bisnis di produk makanan berbahan baku daging sapi maupun ayam, membutuhkan konsistensi dalam urusan rasa. Terlebih jika bisnis tersebut akan diwariskan kepada penerusnya sebagai pelanjut usaha. Konsistensi dalam pemilihan bahan, resep perpaduan bumbu dan teknik penyajian menjadi salah satu kunci menjaga pelanggan agar tak berpindah ke lain hati.

Menurut Head Chef di Hotel Royal Trawas, Mojokerto, Jawa Timur, Bagus Sumargono, untuk pengolahan masakan pada generasi pertama (pemilik usaha pertama), biasanya akan menjaga mutu atau kualitas dan rasa. Dia tahu persis ukuran bahan baku dan bumbunya. Artinya dia memiliki standar dalam mengolah masakannya. Itu sebab rasa dan aromanya tidak berubah dan bahan baku juga akan terjaga, karena orientasinya adalah pembeli.

“Cuma sayangnya, hal-hal seperti itu tidak diturunkan ke generasi selanjutnya. Generasi selanjutnya juga kurang ada kemauan untuk memperdalam teknik pengolahan yang dilakukan oleh orang tuanya. Apalagi kalau usaha tersebut berbahan daging,” ujar Bagus Sumargono.

Menurut pria yang biasa disapa Chef Margo ini, pola usaha semacam ini biasanya terjadi pada rumah makan yang mengolah Indonesian food. Resep generasi pertama kurang diperhatikan. Akibatnya, begitu usaha rumah makannya beralih ke anaknya, akan terjadi perubahan produk makanannya.

Berbeda dengan rumah makan Chinese food atau rumah makan negara lainnya. Mereka sudah punya resep yang jelas, ukuran bahan baku dan bumbu-bumbu yang ditimbang secara akurat. Sehingga saat usahanya diturunkan, tetap menghasilkan produk olahan yang tetap sama dari sisi rasa, aroma dan selera.

“Kalau di Chinese food mereka biasanya sudah mempunyai kitchen modern, jadi sudah memiliki standar nutrisi, bahan baku dan bumbu diukur sedemikian rupa. Tapi kalau masakan tradisional kita umumnya hanya menggunakan feeling si pembuat masakan tersebut,” tuturnya.

Masakan daging, menurut Chef Margo, walaupun gramasinya sama tetapi kurang satu jenis bumbu atau beda teknik pengolahannya, maka hasil olahannya akan beda juga. Dari sisi bisnis, ini akan memengaruhi konsumen, terutama yang sudah menjadi pelanggan setia. Pelanggan bisa beralih ke rumah makan lain. Kesalahan lain yang umum terjadi adalah karena pemilik rumah makan generasi pertama tidak melakukan transfer skill memasak secara detail.

“Proses masak untuk menu tertentu itu ada tahapannya. Mulai dari pemilihan bahan, proses pengolahan daging, sampai terhidang di meja makan. Tidak bisa hanya mengandalkan feeling saja,” ujarnya.

Agar Tak Pindah ke Lain Hati
Dalam usaha apapun, termasuk rumah makan, kepuasan pelanggan merupakan hal terpenting. Kepuasan pelanggan berperan mendapatkan keuntungan dari usaha. Kepuasan pelanggan berpengaruh untuk kelangsungan sebuah usaha, apakah bisnis yang dibangun bisa berlangsung lama atau kandas di tengah jalan.

Dalam usaha rumah makan, apabila konsumen mendapat kepuasan dari olahan yang dinikmati, maka kemungkinan besar konsumen akan terus datang dari masa ke masa. Sebaliknya, sajian menu yang disuguhkan ke pembeli sudah “bergeser” rasa, kemungkinan besar pelanggan enggan kembali lagi.

Berikut adalah tips yang bisa dicoba para pemilik usaha rumah makan berbahan daging untuk mempertahankan pelanggan.

Pertama, jaga kualitas olahan. Jika rumah makan yang dikelola merupakan warisan usaha orang tua, satu hal paling penting dijaga adalah kualitas olahan. Kualitas olahan meliputi rasa, aroma dan porsinya. Ingat baik-baik bagaimana teknik orang tua mengolah menu. Jika orang tua sebagai pendiri usaha masih hidup, usahakan agar bisa menjadi tempat untuk bertanya.

Kedua, jika usaha masih dikelola sepenuhnya oleh orang tua sebagai pendiri. Libatkan anak sebagai calon penerus dalam pengelolaan usaha rumah makan, terutama dalam meracik bumbu dan bahan baku. Wariskan ilmu teknik memasaknya sedetail mungkin, agar si penerima waris benar-benar menguasai usaha rumah makan yang dijalani.

Ketiga, pastikan pendiri usaha membuat sistem usaha agar menjadi semacam prosedur tetap (protap) dalam menjalankan usaha. Terlebih protap pengolahan menu, sebagai jualan utamanya. Banyak rumah makan yang disebut-sebut “legendaris” tetapi kemudian bangkrut setelah dikelola generasi berikutnya, lantaran tak dibuatkan sistem usaha ketika masih menikmati masa jaya.

Keempat, berikan perhatian pelanggannya. Hal yang sering dilakukan tentang penawaran yang diberikan, bagaimana penawaran itu dapat menarik para pelanggan, namun tidak memperhatikan apa saja kebutuhan pelanggan. Berikan perhatian khusus terhadap konsumen, contohnya tanyakan bagaimana keadaan pelanggan ataupun memberikan perhatian khusus sebelum dan sesudah melakukan transaksi. Artinya, pemilik usaha rumah makan juga harus pintar-pintar dalam berkomunikasi dengan pelanggan. Latih gaya komunikasi yang “cair” dengan pelanggan agar pelanggan merasa diperhatikan.

Kelima, sesekali berikan tawaran bonus untuk loyalitas konsumen. Tak ada salahnya jika pemilik rumah makan memberikan bonus menu olahan kepada pembeli yang sudah layak disebut sebagai pelanggan. Misalnya, untuk pembelian lebih dari satu porsi menu akan mendapatkan gratis satu porsi.

Jika tips ini diterapkan, kemungkinan pelanggan setia akan pergi sangatlah kecil. (AK)

WASPADAI TIPU-TIPU KUALITAS DAGING

Sumber: Buku Cara Pintar Pilih Pangan Asal Hewan

Bulan Ramadan sudah dekat. Saat momen itu, sudah jadi kelaziman orang berburu makanan bergizi untuk buka puasa atau makan sahur. Olahan daging ayam, telur dan daging sapi menjadi menu favorit. Kebutuhan pasar pun meningkat di bulan yang penuh berkah ini. Omzet para pedagang berlipat, bahkan harga naik karena tingginya permintaan pasar.

Namun di balik tingginya permintaan, biasanya muncul persoalan yang tak membuat tenteram konsumen. Ada saja pedagang yang sengaja melakukan tipu-tipu dalam usahanya. Tak sedikit pedagang nakal dengan menyuntikkan air ke dalam daging ayam, sehingga berat melebihi dari seharusnya, ada pula yang menjual karkas ayam menggunakan formalin.

Ada juga yang memanfaatkan ayam yang sudah mati sebelum dipotong (tiren/ayam mati kemarin-red), menjadi menu olahan atau dijual dalam bentuk karkas. Karkas ayam tiren biasanya diolesi bahan kimia tertentu, sehingga terlihat seperti ayam baru dipotong. Tipu-tipu kualitas daging semacam ini hampir setiap waktu terjadi.

“Saya juga pernah mengalami kejadian seperti ini. Beli ayam di pasar, kelihatannya dari luar bagus. Begitu sampai di rumah, waktu di masak baru keluar bau busuknya,” tutur Tri Wartini, warga Komplek Bumi Sawangan Indah, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, kepada Infovet.

Ketidaktahuan Wartini akan kualitas daging ayam menyebabkan ia percaya saja dengan pedagang di pasar. Ia mengaku, sebenarnya sudah agak curiga dengan ayam yang akan dibeli, warnanya agak gelap dan kemerahan, tidak seperti biasanya. Bau busuknya juga sedikit tercium. Tapi, karena lingkungan di pasar tradisional memang bau menyengat, ibu rumah tangga ini tidak ingin buruk sangka. Apalagi harga daging ayam tersebut lebih murah dibanding di bakul lainnya, Wartini pun tergoda untuk membelinya.

Kejadian serupa juga pernah dialami Krishandini, ibu rumah tangga yang juga tinggal satu komplek dengan Wartini. Hanya saja, kasus yang dialami Krishandini sedikit berbeda. Wanita ini membeli dua ekor karkas ayam yang ternyata berat karkas daging ayam tak sesuai timbangan. Saat membeli di pasar, satu ekor karkas ayam pedaging kelihatan besar dan segar. Harga yang ditawarkan cukup “miring”.

“Tapi begitu sampai di rumah dan ayam saya potong-potong, keluar air dari dalam dagingnya. Kaget saya,” tutur Krishandini. Ibu rumah tangga ini mencoba untuk memeriksa, ternyata di karkas ayam tersebut ada beberapa bekas suntikan. Mirip lubang kecil dan saat ditekan keluar air.

Panduan Agar Tak Kena Tipu
Kedua kasus yang dialami ibu-ibu rumah tangga di atas, bisa jadi hanya salah satu dari sekian banyak kejadian saat ini di Depok dan di tempat lain. Di luaran sana, kemungkinan banyak peristiwa serupa. Taktik utak-atik para pedagang nakal cari untung macam ini jelas merugikan konsumen.

Dalam Buku “Cara Pintar Pilih Pangan Asal Hewan” yang diterbitkan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH), Kementerian Pertanian, menyebutkan ada beberapa yang perlu dikenali untuk memastikan daging ayam aman dan tidak ada tipu-tipu.

Ciri-ciri daging ayam yang baik menurut para peneliti yang menyusun buku ini adalah warna daging ayam putih kemerahan dan cerah. Bau tidak menyimpang (tidak berbau amis, menyengat dan asam). Permukaan daging terlihat lembap (tidak kering dan tidak basah).

Selain itu, permukaan daging ayam juga tampak bersih dan tidak ada darah. Serabut daging relatif halus. Kadang daging menyatu dengan kulit. Untuk karkas dalam bentuk beku (frozen), daging ayam disimpan dalam kondisi dingin (1-10° C).Sementara untuk daging ayam yang sudah tergolong bangkai (mati tanpa disembelih), pada bagian permukaan karkas terlihat warna kemerahan (seperti memar).

Ciri lainnya, cobalah perhatikan pada bagian pangkal sayap. Pembuluh darah pada pangkal sayap berwarna biru kehitaman karena berisi darah. Konsumen juga perlu perhatikan pada pembuluh darah di balik kulit. Pembuluh darah kapiler terlihat jelas (merah kehitaman). Perhatikan pula pada daging di balik kulitnya, terdapat warna kemerahan pada daging (seperti memar).

Sekadar mengingatkan, ayam bangkai atau ayam tiren adalah ayam yang telah mati yang disembelih atau tidak disembelih, sehingga darah tidak keluar dari tubuh ayam dan banyak dijajakan di pasar dengan harga murah.

Ciri Ayam Berformalin
Bagaimana dengan daging ayam berformalin? Ayam berformalin adalah karkas/daging ayam mengandung formalin yang diberikan melalui suntikan ke dalam daging atau pencelupan daging ke dalam larutan formalin.

Konsumen bisa memperhatikan pada bagian leher, ada pembuluh darah yang tidak terpotong. Permukaan potongan saluran nafas (trakea), saluran makan (esofagus) dan pembuluh darah rata, pembuluh darah terisi darah dan berwarna kehitaman (gelap).

Di dalam buku yang sama juga dijelaskan pada ayam yang berformalin jika dicubit bagian kulitnya (dianjurkan menggunakan sarung tangan atau menggunakan pinset pada saat mencubit kulit), maka kulit tidak kembali ke semula dan kulit terlihat kaku.

Kasus lain yang sering dijumpai adalah ayam di suntik dengan air, seperti yang dialami Krishandini. Ayam suntik adalah ayam yang diberikan air melalui suntikan ke dalam daging dengan tujuan menambah berat daging.

Konsumen bisa memperhatikan bagian kulit karkas ayam tampak meregang, karena daging terisi air. Perhatikan juga pada bagian paha, biasanya ada bekas jarum suntikan. Lubang-lubang kecil itu merupakan bekas suntikan untuk memasukan air.

Daging Oplosan
Kewaspadaan konsumen juga tak kalah penting saat membeli daging sapi, baik daging sapi mentah maupun yang sudah dalam bentuk olahan. Sejak lama, kasus yang sering terjadi adalah adanya daging oplosan, antara daging sapi dan daging babi hutan (celeng).

Di saat harga daging melonjak, para pedagang curang kerap kali memanfaatkan momen ini. Para pedagang tersebut mencampur daging sapi dengan daging babi hutan dalam satu timbangan. Bagi yang jeli dan sudah tahu perbedaan antara daging sapi dengan daging babi hutan, pasti akan menolak. Namun bagi masyarakat lain yang masih awam dengan perbedaan tersebut, tentu sangat dirugikan. Terlebih bagi konsumen Muslim.

Yang lebih sulit lagi untuk membedakan keduanya adalah saat sudah menjadi makanan olahan. Mulai dari bakso, sosis dan lainnya. Harga memang jadi lebih murah dibanding bakso yang hanya menggunakan bahan daging sapi saja.

Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Ir Edi Suryanto MSc PhD IPU, menyebutkan dari sisi Islam, pencampuran atau pengoplosan akan menimbulkan kerugian kerohanian yang besar. Masuknya barang atau zat yang haram ke dalam tubuh seorang Muslim, sehingga amal ibadahnya dapat tidak diterima atau tidak berpahala.

Bahkan, kerugian juga datang dari sisi jasmani atau tubuh orang yang mengonsumsinya. Dari sisi gizi dan kesehatan barang yang haram mengandung berbagai kotoran yang dapat minimbulkan gangguan kesehatan tubuh (fisik) dan gangguan kejiwaan (psikis).

“Kotoran yang ada dalam barang yang haram antara lain seperti racun-racun, mikrobia perusak, mikrobia penyebab penyakit, parasit, virus dan sampah metabolit lainnya,” kata Edi.

Untuk menghindari keraguan masyarakat dalam membeli daging, Edi menyampaikan tips penting untuk membedakan antara daging sapi dan daging babi hutan. Menurutnya, tidak terlalu sulit untuk membedakan antara daging sapi dengan daging babi hutan yang masih mentah secara kasat mata.

Menurutnya, daging mempunyai ciri-ciri atau karakteristik sendiri-sendiri. Misalnya, daging sapi berbeda dengan daging babi, daging unggas berbeda dengan daging sapi atau pun daging babi. Perbedaan ini dapat disebabkan antara lain oleh genetik, pakan, umur dan manajemen.

Bagaimana jika sudah jadi olahan? Ini juga masalah yang sering dihadapi konsumen. Dijelaskan Edi, daging sapi dan daging babi hutan yang sudah matang juga masih dapat dibedakan. “Warna daging sapi matang cokelat gelap, sedangkan warna daging babi matang cokelat pucat,” ujarnya.

Jika olahan berkuah, maka kuah daging sapi memberikan aroma yang khas daging sapi, sedangkan kuah daging babi aromanya berbeda dari daging sapi. Sementara itu, lemak daging sapi akan menggumpal saat dingin, sedangkan lemak daging babi tetap cair saat dingin.

Namun jika telah dilakukan pengolahan lebih lanjut, misalnya sosis, maka pembedaan secara sensoris tidak mudah dilakukan. Perlu didukung analisis laboratorium menggunakan metode yang lebih canggih, yaitu penentuan DNA (metode PCR).“Dalam masalah ini, memang dibutuhkan kejujuran para pedagangnya. Jangan menipu pembeli,” ucapnya.

Selain itu, perlu adanya operasi pasar yang dilakukan instansi berwenang, dalam hal ini pemerintah. Bukan untuk mengamankan harga, tetapi memberikan jaminan kualitas daging yang dijual. Dan, semestinya operasi pasar tidak dilakukan pada momen jelang hari-hari besar keagamaan. Tetapi perlu dilakukan secara berkala, agar hak dan kesehatan masyarakat sebagai konsumen terjaga. (AK)

PENANGANAN DAGING SEGAR DARI PASAR SAAT WABAH PMK

Cegah penyebaran dan pengendalian PMK di Indonesia dengan mengikuti tips penanganan daging segar secara benar. (Foto: Pinterest)

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) juga dikenal sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) kini tengah mewabah di Indonesia. PMK adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap/belah seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan babi.

PMK sebenarnya bukan penyakit baru di Indonesia. Wabah PMK di Indonesia pernah terjadi sejak 1887 silam. Kala itu wabah PMK disebut muncul melalui sapi yang diimpor dari Belanda. Sejak saat itu, Indonesia beberapa kali menghadapi wabah PMK. Program vaksinasi massal untuk memberantas PMK di Indonesia dilakukan sejak 1978-1986. Vaksin yang digunakan adalah vaksin PMK produksi Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) dengan menggunakan isolat virus PMK lokal.

Sejak dilakukan vaksinasi besar-besaran tersebut, kasus PMK dapat dikendalikan. Wabah PMK terakhir yang dihadapi Indonesia terjadi pada 1983 di daerah Blora, Jawa Tengah dan berhasil diberantas melalui program vaksinasi. Pada 1986, Indonesia benar-benar dinyatakan sebagai negara bebas PMK. Status ini kemudian diakui secara internasional oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/OIE) pada 1990.

Namun kini kasus PMK kembali muncul setelah Indonesia dinyatakan bebas PMK lebih dari tiga dekade lalu. Kasus pertama kali ditemukan di Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022 dan telah mengalami peningkatan kasus sampai saat ini. Meningkatnya kasus PMK menyebabkan banyak masyarakat mempertanyakan amankah mengonsumsi daging sapi, kambing dan domba pada saat wabah PMK?

Penyakit ini memang tidak menyerang manusia, tetapi menyerang ribuan hewan ternak di sejumlah wilayah Indonesia dan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Kementerian Pertanian mengungkapkan bahwa PMK tidak membahayakan kesehatan manusia, sehingga daging dan susu tetap aman dikonsumsi selama dimasak dengan benar.

Melansir dari akun Instagram Kementerian Pertanian yang mengunggah mengenai pedoman cara aman mengonsumsi daging segar dan jeroan, guna mencegah penyebaran virus PMK adalah sebagai berikut:

• Daging tidak dicuci sebelum diolah, rebus dahulu selama 30 menit di air mendidih.
Daging yang dibeli dari pasar tradisional atau pasar swalayan yang masih mentah jangan langsung dicuci, karena apabila dicuci maka dikhawatirkan bila daging tersebut mengandung virus PMK, maka virus dalam air cucian akan mencemari lingkungan. Air yang tercemar virus PMK apabila masuk ke tubuh ternak dikhawatirkan ternak tersebut akan tertular PMK. Untuk membunuh virus, daging harus direbus terlebih dahulu. Virus PMK akan mati bila dipanaskan di atas 70° C.

• Jika daging tidak langsung dimasak, maka daging bersama kemasan disimpan pada suhu dingin, minimal 24 jam baru dimasukkan ke freezer.
Pendinginan 2-8° C dilakukan jika daging akan diolah dalam waktu dekat, sedangkan pembekuan 0-20° C jika daging akan disimpan dalam waktu lama. Daging merah mentah  dapat disimpan di kulkas selama 3-4 hari. Jika disimpan di freezer, daging merah mentah bisa bertahan 4-6 bulan. Daging sebaiknya dimasukkan ke dalam plastik transparan yang tergolong food grade dan hindari menyimpan daging dalam kantong plastik berwarna-warni.
Daging dimasukkan ke dalam mesin pendingin secara bertahap, yaitu diletakkan di  kulkas bagian chiller terlebih dahulu selama 24 jam, kemudian daging dipindahkan ke dalam freezer. Hal ini untuk menghindari temperature shock yang dapat menyebabkan daging alot dan nutrisinya rusak.
Ketika mengeluarkan daging dari kulkas, juga disarankan untuk dilakukan secara bertahap. Pertama, daging dipindahkan dari freezer ke bagian chiller kulkas dan biarkan sampai mencair. Setelah itu daging dikeluarkan dari kulkas dan daging dapat dimasak. Tidak dianjurkan untuk memasukkan kembali ke dalam kulkas daging beku yang sudah dicairkan. Dalam kondisi itu mikrobia semakin banyak dan akan mempercepat proses pembusukan. Saat mengeluarkan dari lemari pendingin perlu dilakukan pengecekan kondisi daging apabila berubah warna kecokelatan dan terlihat tidak segar lagi, daging sebaiknya dibuang dan tidak diolah.
Untuk jeroan sebaiknya dibeli dalam keadaan sudah direbus. Apabila jeroan dibeli dalam keadaan mentah, maka harus direbus dalam air mendidih selama 30 menit terlebih dahulu sebelum disimpan ataupun diolah. Daging dan jeroan harus disimpan terpisah, karena jeroan lebih cepat rusak dibanding daging.

• Rendam bekas kemasan daging dengan detergen/pemutih pakaian/cuka dapur untuk mencegah pencemaran virus ke lingkungan.
Plastik kemasan daging atau jeroan yang dibeli dari pasar ataupun supermarket hendaknya tidak langsung dibuang ke tempat sampah, tetapi harus direndam dulu dalam larutan detergen/pemutih pakaian/cuka dapur dengan tujuan mematikan virus PMK, karena virus PMK akan mati dalam larutan disinfektan dan suasana pH di bawah 6. Apabila kemasan daging yang kemungkinan tercemar virus PMK langsung dibuang, dikhawatirkan akan mencemari lingkungan.

Demikian ulasan mengenai tips penanganan daging segar agar tetap aman dalam mengonsumsi daging sehat di masa wabah PMK. Mari ikut berpartisipasi dalam pencegahan penyebaran dan pengendalian wabah PMK di Indonesia dengan mengikuti tips penanganan daging segar secara benar. ***

Ditulis oleh:
Drh Wriningati MKes
Kepala Bidang Pelayanan Produksi Pusat Veteriner Farma

TETAP AMAN KIRIM FROZEN FOOD DENGAN APLIKASI INI

Salah Satu Armada Cool Jek

Bisnis makan beku (frozen food) beberapa tahun belakangan ini semakin menggeliat. Hal ini juga merupakan "berkah" yang didapat dari pandemi Covid-19. Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) mencatat pada tahun 2020, nilai pasar frozen food telah mencapai Rp.80 triliun dan tahun 2021  mencapai Rp. 95 triliun. Diperkirakan pada tahun 2025 nilainya melesat mencapai Rp. 200 triliun.

Meskipun menjanjikan cuan yang menggiurkan, namun begitu bukan berarti tidak ada masalah yang dihadapi dalam menekuni bisnis tersebut. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku UMKM di bidang tersebut yakni pada bidang delivery. Kerap kali customer mengeluhkan kualitas dari barang yang menurun akibat pengirimannya tidak sesuai standar dan mengesampingkan kaidah rantai dingin (cold chain) yang sesuai standar. 

Berlandaskan kekhawatiran tersebut Nathanael Christopher membangun bisnis ojek online khusus frozen bernama Cool Jek. Bisnis ini baru ia rintis pada awal tahun 2022 tepatnya di bulan Januari. Pada dasarnya Cool Jek layaknya aplikasi ojek online biasa, yang membedakan adalah pengguna aplikasi ini hanya dapat mengantar barang terutama frozen food seperti ikan, daging, sayuran, bahkan pangan olahan seperti chicken nugget, dll. 

Pengguna aplikasi yang mungkin pelaku UMKM juga dapat langsung berhubungan B to B dengan Cool Jek apabila hendak mengantar barang ke lebih dari satu titik, tentunya penawaran yang diberikan juga akan lebih menarik dengan harga yang lebih murah.

"Nanti kita buatkan rutenya, rencana pengirimannya, dalam sehari pengiriman, jadi misalnya sehari ada beberapa barang yang didrop, atau dalam seminggu atau sebulan ada pengiriman yang terencana ke siapa dan mana saja, bisa kita atur itu skema perjalanannya akan seperti apa," tutur Nathanael.

Pengguna juga tidak perlu khawatir karena sistem rantai dingin yang diterapkan oleh Cool Jek dapat dipantau selalu melalui aplikasi, sehingga barang yang dibawa akan tetap terjaga kualitasnya.

"Kita range suhu pengiriman itu -20s/d 10C, tergantung barang apa yang mau dikirim. Pokoknya kita pastikan suhu ini akan tetap terjaga selama pengiriman. Jadi enggak pernah ada juga customer yang complain kalau barangnya berkurang kualitasnya. Paling complain lama sampenya, kalau itu maklum sih mungkin macet, hehe," kelakar Nathanael.

Harga yang ditawarkan pun relatif murah hanya Rp. 2.500 per kilometer saja,  dan ada tambahan handling fee sebesar Rp. 5.000 per titik drop. Dengan harga segitu baik pembeli dan penjual tidak perlu khawatir lagi dengan kualitas barang, hal ini karena Cool Jek sangat berkomitmen dalam menjaga sistem rantai dinginnya.

"Untuk sementara ini kami hanya melayani kapasitas maksimal antaran hingga 5kg (berat volume) saja, namun kalau untuk B to B atau kalau bermitra dengan kita, bisa lebih dari itu kapasitasnya, kita batasi antaran biasa kapasitasnya segitu agar kualitas tetap terjaga," tukas Nathanael.

Founder aplikasi Cool Jek tersebut juga menuturkan bahwa hingga saat ini aplikasi tersebut sudah diunduh lebih dari 500 kali oleh pengguna yang lebih dari 50%-nya merupakan pelaku bisnis UMKM di bidang frozen food.

"Saat ini kita sedang banyak melakukan promosi dan pendekatan B to B kepada para customer, masyarakat biasa juga bisa kok mengunduh aplikasi ini, jadi kita terbuka untuk semua yang memang mau mengirim frozen food," kata Nathanael.

Hingga kini Cool Jek baru tersedia di DKI Jakarta saja, rencananya bulan depan Nathanael akan mengembangkan bisnisnya ke Kota Depok, Tangerang, dan Bogor. (CR)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer