Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini daging sapi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BPPT KAJI KOMERSIALISASI USAHA INTEGRASI SAPI-SAWIT

Foto bersama dalam kegiatan ICOP 2019. (Foto: Infovet/Sadarman)

Bertempat di Ballroom Hotel JS Juwansa Jakarta (23/10), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerjasama dengan Indonesia Australia Patnership on Food Security in the Red Meat and Cattle Sector menyelenggarakan konferensi Integrated Cattle and Oil-Palm Production (ICOP) 2019.

Acara yang dihadiri oleh berbagai kalangan ini bertujuan untuk mengkaji hasil penelitian dan pengalaman dari akademisi dan pelaku industri dalam upaya melakukan integrasi produksi sapi dan kelapa sawit yang menguntungkan.

Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB), Dr Ir Soni Solistia Wirawan, dalam laporannya menyebutkan bahwa sampai dengan 2018, sekitar 40% dari total konsumsi domestik daging sapi di Indonesia masih mengandalkan impor.

Sebab, tantangan utama peningkatan populasi sapi di Indonesia adalah rendahnya investasi pembiakan sapi dalam negeri yang masih dianggap berbiaya besar dan kurang menguntungkan. Sehingga, upaya kerjasama dalam pembiakan sapi dengan memanfaatkan beragam lahan diharapkan dapat menurunkan nilai impor ke depannya.

Sedangkan menurut Kepala BPPT, Dr Ir Hammam Riza, saat ini pihaknya tengah mengkaji potensi pemanfaatan lahan perkebunan sawit untuk berintegrasi dengan peternak sapi, khususnya peternak rakyat.

“Konferensi ini dimaksudkan untuk menyampaikan hasil kajian BPPT selama lima tahun terakhir mengenai integrasi sapi-sawit oleh peternak rakyat di Pelalawan, Provinsi Riau, serta hasil uji coba Partnership selama tiga tahun melaksanakan integrasi sapi-sawit bersama empat perkebunan sawit di empat provinsi di Indonesia,” ujar Hammam.

Sementara Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal BKPM, Wisnu Wijaya Soedibjo, selaku Co-chair Indonesia Australia Partnership on Food Security in the Read Meat and Cattle Sector menyatakan, pihaknya melalui salah satu program Partnership telah mengujicoba integrasi sapi-sawit sejak 2016.

“Peningkatan populasi sapi di Indonesia dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang sudah ada, baik lahan bekas tambang atau perkebunan sawit yang jumlahnya mendekati 15 hektare,” ungkap Wisnu.

Dalam program Partnership, kerjasama tersebut mendorong upaya peningkatan produktivitas dan pembiakan sapi secara komersial, serta keberlanjutan usaha dan daya saing di sektor daging merah.

Sebagai informasi, ICOP 2019 merupakan forum pertama di Indonesia yang fokus mendiskusikan peluang dan tantangan integrasi sapi-sawit. Forum yang menyediakan platform bagi para akademisi dan pelaku industri peternakan ini, dapat dimanfaatkan untuk ajang pertukaran pengalaman, kolaborasi dan memberikan informasi terkini terkait inovasi dalam praktik integrasi sapi-sawit.

Dalam forum ini, BPPT dan Partnership juga meluncurkan inovasi-inovasi berbasis teknologi di sektor pembiakan sapi, seperti SI PINTER untuk pencatatan dan identifikasi ternak dengan perekaman RFID dan GPS tracker untuk memantau ternak dengan tepat dan cepat. Sedangkan Partnership melalui program Indonesia Australia Commercial Cattle Breeding (IACCB) meluncurkan beberapa perangkat yang dapat digunakan oleh peternak rakyat maupun industri skala besar dalam perencanaan keuangan dan pengelolaan usaha. Inovasi dimaksud adalah CALFIN, yakni spreadsheet untuk mendukung investor dan pelaku usaha pembiakan sapi dalam membuat keputusan investasi. Lalu ada CALPROS, spreadsheet bagi peternak kecil untuk memantau kegiatan operasional dan produktivitas sapi indukan beserta keturunannya. Dan CALPROF, software manajemen ternak untuk pelaku usaha pembiakan sapi yang lebih besar untuk mendukung kegiatan operasional pemeliharaan ternak sapi sehari-hari, terutama pembiakan, penggemukan dan pengolahan pakan.

ICOP 2019 dihadiri oleh sekitar 200 orang peserta dari kalangan akademisi dan pelaku industri pembiakan sapi dan kelapa sawit. Acara ini juga melibatkan lebih dari 20 orang pembicara dan pengkaji makalah, termasuk pelaku integrasi sapi-sawit mancanegara, yakni dari Malaysia dan Papua New Guinea. Selain itu, ICOP 2019 juga mengundang inovator dan penyedia layanan termutakhir di bidang peternakan maupun intergrasi sapi-sawit, seperti SMARTernak, Nutrifeed dan Gallagher. (Sadarman)

ATASI BAU TAK SEDAP PADA DAGING SAPI

Penjual daging sapi di pasar tradisional. (Sumber: Istimewa)

Kelompok yang paling rentan terhadap bakteri penyebab daging bau busuk ini adalah pasien kanker, orang tua dan wanita hamil.

Suasana di Blok B Pasar Depok Jaya, Jawa Barat, pagi itu mendadak ramai. Bukan sedang ada kunjungan pejabat yang melakukan operasi pasar atau adanya bazar murah, melainkan keributan antara pedang daging dan seorang pembelinya. Rahayu, salah seorang pembeli, mengaku merasa dirugikan, karena daging sapi yang dibeli pada pedagang tersebut baunya tak sedap.

Merasa tak terima dengan komplain pembeli, pedagang pun ngotot bahwa daging yang ia jual masih segar dan baru dipasok dari rumah potong hewan. Cekcok antara pedagang dan pembeli itu usai, setelah seorang pedagang lain berusaha meredam keributan.

Jual daging sapi bau tak sedap, bisa jadi juga terjadi di banyak pasar di tempat lain. Perkara ini memang hal yang kerap terjadi. Namun terkadang, pembeli juga memaklumi aroma daging tak sedap yang dibeli atau malah tidak bisa membedakan mana daging yang bau dan tidak bau.

Ada Apa dengan Daging Sapi yang Bau?
Daging busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen karena menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Menurut salah seorang Medik Veteriner Pertama, Ditkesmavet PP, Drh Fety Nurrachmawati, seperti yang ditulis pada laman Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, hal tersebut disebabkan karena kelainan.

Menurut dia, daging sapi harus merupakan hasil pemotongan ternak sapi yang dilakukan secara halal dan baik, harus memenuhi persyaratan higiene-sanitasi dengan hasil produksinya berupa karkas sapi utuh atau potongan karkas sapi yang memenuhi persyaratan ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal).

“Daging sapi ASUH adalah aman tidak mengandung bibit penyakit (bakteri, kapang, kamir, virus, cacing, parasit), racun (toksin), residu obat dan hormon, cemaran logam berat, cemaran pestisida, cemaran zat berbahaya serta bahan/unsur lain yang dapat menyebabkan penyakit dan akan mengganggu kesehatan manusia,” paparnya.

Menurut US Food and Drug Administration (FDA), bakteri pada daging busuk mungkin tidak menunjukkan gejala pada orang yang sehat. Kelompok yang paling rentan terhadap bakteri penyebab daging bau busuk ini adalah pasien kanker, orang tua dan wanita hamil. Tingkat kematian akibat penyakit Listeria monocytogenes adalah sekitar 70% dengan kurang dari 500 kematian per tahun di Amerika Serikat.

Ada beberapa faktor penyebab daging berbau tidak sedap sesudah dipotong.
Pertama, sebelum pemotongan hewan sudah sakit terutama menderita radang akut pada organ dalam yang akan menghasilkan daging berbau tak sedap. 

Kedua, hewan dalam pengobatan terutama dengan pengobatan antibiotik akan menghasilkan daging yang berbau obat-obatan. Ketiga, warna daging tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan, namun akan mengurangi selera bagi konsumen.

Keempat, konsistensi daging tidak normal yang ditandai kekenyalan daging rendah (jika ditekan terasa lunak) dapat mengindikasikan daging tidak sehat, apabila disertai dengan perubahan warna yang tidak normal, sehingga tidak layak konsumsi. 

Kelima, pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena terlalu lama dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama pada suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan protein oleh enzim-enzim dalam daging yang menghasilkan amonia dan asam sulfide.

Agar Daging Tak Bau
Daging sapi berbau ternyata tak melulu disebabkan oleh sapi yang tak sehat, tetapi juga karena penangannya yang tidak baik. Jika disebabkan oleh penyebab kedua, maka tidak terlalu sulit untuk mengatasinya. Banyak resep yang mengulas tentang cara menangani daging sapi agar tidak berbau, khusunya bau amis.

Cuka dan tomat dipercaya mampu hilangkan bau anyir atau amis pada daging sapi. Selain dapat menghilangkan amis, cuka dan tomat memiliki kandungan asam yang bisa mengempukkan daging. Setelah daging dicuci bersih, usapi daging dengan cuka. Cukup setengah sendok teh cuka untuk satu potongan daging. Karena bila terlalu banyak maka bisa menghilangkan cita rasa dari daging tersebut.

Kemudian, jeruk nipis juga kerap digunakan oleh juru masak di berbagai restoran maupun rumah makan. Jeruk nipis memiliki manfaat untuk melunakkan dan mengurangi bau amis pada daging. Selain itu, daging yang telah dilumuri jeruk nipis akan lebih awet, karena cairan jeruk nipis dapat menumbuh bakteri. Sebelum dimasak daging dilumuri dengan air perasan jeruk nipis lalu tunggu hingga 30 menit agar air perasan jeruk meresap.

Adapun parutan nanas yang juga sering menjadi andalan para ibu rumah tangga untuk menaklukkan bau tak sedap pada daging sapi. Nanas mengandung enzim nabati yang akan mudah larut dalam protein daging, serta mampu memecah jaringan ikatnya. Aroma asam nanas juga membantu meredam aroma amis pada daging. Parut atau belender nanas terlebih dahulu lalu lumuri daging sapi dengan parutan nanas agar cepat empuk. Lalu diamkan dan simpan selama sejam. Sesuaikan jumlah parutan nanas jangan terlalu banyak karena daging bisa hancur saat dimasak.

Parutan jahe juga menjadi bahan yang tak kalah jitu untuk meredam bau tak sedap pada daging sapi. Jahe merupakan rempah alami dengan aroma khas yang sering digunakan sebagai campuran penghilang bau amis pada daging ketika direbus. Enzim preteolitik pada jahe dapat memecah protein sehingga daging cepat empuk. Caranya parut jahe terlebih dahulu, lalu parutan tersebut dioleskan pada daging, diamkan sekitar 30 menit, barulah bisa dimasak sesuai selera.

Satu lagi bahan yang lazim digunakan para pengolah daging adalah daun pepaya. Cara ini lebih cocok digunakan untuk mengatasi bau tidak sedap pada daging kambing. Daun pepaya juga bisa diaplikasikan pada jenis daging yang lain. Caranya yaitu dengan membungkus daging dengan daun pepaya. Jika kesulitan mencari daun pepaya, serbuk papain yang berasal dari getah pepaya dapat dipakai untuk menghilangkan bau tidak sedap pada daging dan bahkan bisa membuat daging menjadi empuk.

Itulah beberapa tips sederhana yang bisa dipraktikan untuk meredam bau tak sedap pada daging sapi. Semoga bermanfaat. (Abdul Kholis)

OPERASI PASAR DAGING HINGGA H-1 LEBARAN

 Permintaan daging akan terus meningkat sampai menjelang Lebaran (Foto: liputan6.com)


Operasi Pasar daging di Jakarta masih dilakukan hingga H-1 Lebaran. Hal ini dikemukakan Sekjen Perkumpulan Penyelenggara Jasaboga Indonesia (APJI), Diana Dewi

"Sejak awal Ramadan sampai dengan H-1 lebaran, Operasi Pasar daging sapi dan kerbau beku ini dilaksanakan di seluruh wilayah Jakarta ditambah dengan Depok, Bekasi dan Bogor dengan 100 titik lokasi," kata Diana dalam acara buka puasa bersama 1.000 anak yatim bertempat di Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.

Daging beku operasi pasar dijual dengan harga Rp70.000 per kilogram, sedangkan harga normal di pasar saat ini di kisaran Rp80.000 per kilogram.

Diana memperkirakan permintaan daging akan terus meningkat sampai menjelang lebaran. Apalagi berdasarkan data telah terjadi kenaikan daya beli masyarakat Jakarta sebesar 10 persen.

Lanjutnya, saat H-1 nanti melalui Toko Daging Nusantara di Kranggan Bekasi akan digelar pasar murah daging beku dengan harga Rp 65.000 per kilogram.

Imbuh Diana, untuk stabilitas harga daging sapi sulit untuk mengandalkan sapi dan kerbau lokal. Untuk itu pemerintah harus segera membuka keran impor khususnya dari Selandia Baru.

"Memang pemerintah tengah melaksanakan program pembiakan sapi lokal melalui inseminasi buatan, namun hasilnya baru akan terlihat dalam waktu dua atau tiga tahun mendatang," ujar Diana.

Menurut Diana, selama ini konsumsi daging di Indonesia rata-rata berkisar 2,5 kilogram per kapita. Namun biasanya menjelang Lebaran, konsumsi daging meningkat tiga kalinya. (Sumber: liputan6.com/INF)

KEMENTAN: SELAMA RAMADAN STOK DAGING DAN TELUR AMAN

Kementan memastikan stok daging sapi, daging ayam dan telur aman selama Ramadan. (Dok. Ditjen PKH)

Selama bulan Ramadan 1440 H, Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan stok daging sapi, daging ayam dan telur ayam ras dalam kondisi aman. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, menegaskan Kementan terus menjaga ketersediaan pasokan produk pangan asal hewan dalam menghadapi hari besar keagamaan dan nasional (HBKN).

“Berdasarkan data per minggu pada Mei ini, stok daging sapi sebanyak 65.410 ton, sedangkan kebutuhan ada diangka 59.047 ton, jadi masih ada surplus 6.363 ton yang kita miliki,” kata Ketut dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/5/2019). 

Sementara, lanjut dia, stok daging ayam yang tersedia sebanyak 277.910 ton dengan kebutuhan masyarakat di kisaran 274.382 ton (surplus 3.528 ton). Sedangkan untuk telur ayam ras tersedia 243.510 ton dan kebutuhannya 167.144 ton (surplus 76.366 ton). “Kami harapkan dengan ketersediaan stok yang cukup, harga semestinya stabil di pasaran dan konsumen tenang,” jelasnya. 

Selain menjaga harga di level konsumen stabil, Kementan juga menjamin peternak dengan harga yang bagus, sehingga masing-masing pihak nyaman dan menikmati hasil yang baik.

Ia juga menegaskan, Kementan terus melakukan operasi pasar dan memantau perkembangan stok daging dan telur di pasaran, selain memastikan pangan asal hewan memenuhi prinsip ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal), dengan mengerahkan tim pengawas dari Kesmavet, dinas, BPMSPH, Kementerian Agama dan instansi lainnya.

Selain itu, Ketut juga mengimbau masyarakat mewaspadai dan tidak terpengaruh berita hoax mengenai pangan asal hewan. Seperti munculnya beberapa pemberitaan telur palsu dan ayam disuntik hormon di media sosial.

“Berita itu tidak benar, Kementan menjamin bahwa tidak ada telur palsu dan ayam yang disuntik hormon di Indonesia. Saya himbau pihak-pihak yang menyebarkan informasi tersebut untuk berhenti membuat resah,” ucap dia.

Ia berharap, masyarakat lebih bijak dalam menyikapi sebuah informasi. Kementan bersama instansi terkait rutin melakukan pengawasan terhadap produk pangan asal hewan agar produk tersebut ASUH bagi masyarakat.

Pihaknya akan menindaklanjuti laporan apabila terdapat produk hewan tidak sesuai kriteria ASUH dan melakukan penindakan bila ditemukan pelanggaran hukum. Kementan juga menyediakan informasi melalui media sosial dan website yang dapat dijadikan referensi masyarakat sebagai pengetahuan. (INF)

DINAS PETERNAKAN JATENG CEGAH PEREDARAN DAGING GELONGGONGAN

Ilustrasi daging sapi mentah (Foto: Pixabay)

“Praktik penggelonggongan sapi sebelum dipotong itu tidak sesuai dengan kesejahteraan hewan atau animal welfare,” ungkap Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak Keswan) Provinsi Jateng, Lalu Muhammad Syafriadi di Semarang, Selasa (7/5/2019).

Lalu menambahkan, penggelonggongan juga melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 yang diubah menjadi UU Nomor 41/2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan

Saat ini, menurut Lalu, Disnak Keswan Provinsi Jawa Tengah bersama pihak terkait mengintensifkan sosialisasi di masyarakat guna mencegah peredaran daging sapi gelonggongan yang tidak aman, sehat, utuh, dan halal.

"Ditengarai praktik penggelonggongan sapi sebelum dipotong masih banyak terjadi di Jateng, tapi angka pastinya saya belum dapat," kata Lalu.

Lebih lanjut Lalu menjelaskan, pada UU Peternakan dan Kesehatan Hewan disebutkan bahwa kesejahteraan hewan memiliki tiga aspek penting yakni pengetahuan, etika, serta hukum.

"Aspek-aspek tersebut tidak dipenuhi dalam praktik penggelonggongan sehingga jelas menipu konsumen dan menyiksa hewan lebih dulu," ujarnya.

Selain menipu masyarakat dari segi berat timbangan, daging gelonggongan yang mengandung banyak air juga lebih cepat terkontaminasi bakteri sehingga membahayakan kesehatan masyarakat yang mengonsumsinya.

Sebagai upaya pencegahan daging gelonggongan, jajaran Disnak Keswan di tingkat provinsi dan kabupaten /kota telah meminta petugas rumah pemotongan hewan (RPH) agar tidak menerima sapi yang diduga digelonggong air terlebih dulu.

Menurut Lalu, pelaku penggelonggongan terhadap sapi bisa ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

"Kami tidak bisa berdiri sendiri mengingat terbatasnya jumlah SDM dan pengawasnya, sehingga butuh peran aktif masyarakat. Sementara pemotongan sapi bisa dilakukan di rumah-rumah warga," tandasnya. (Sumber: antaranews.com)

Hindari Stres Hewan, Hasilkan Daging Berkualitas Prima

Kegiatan Pelatihan Manajemen dan Sistem Penjaminan Mutu RPH Ruminansia di Fakultas Peternakan IPB.

Status fisiologis hewan yang akan disembelih, sangat berpengaruh pada kualitas daging yang dihasilkan. Oleh karenanya, penanganan yang tidak welfare pada saat sebelum dan selama proses penyembelihan akan menimbulkan stres dan mengaktifasi sistem simpatis.

Menurut pengajar FKH IPB Supratikno, dalam Pelatihan Manajemen dan Sistem Penjaminan Mutu RPH Ruminansia yang diselenggarakan Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) di Bogor, Selasa (11/12/2018) lalu, pada saat stres, darah akan lebih banyak dialirkan ke otak dan otot rangka dan sistem simpatis akan bekerja mengkonstrisikan buluh darah.

“Jika hewan dalam kondisi ini disembelih maka proses kematiannya menjadi lama, hewan meronta-ronta sehingga daging menjadi memar serta darah banyak tertinggal di dalam daging,” kata Supratikno.

Pada hewan yang stres kronis berkepanjangan, maka cadangan glikogen otot sangat sedikit sehingga proses pembentukan asam laktat sangat sedikit dan PH daging tetap tinggi menyebabkan daging menjadi dark, firm dan dry (DFD).

Supratikno menjelaskan, hewan yang stres akut sesaat sebelum disembelih akan terjadi pemecahan glikogen yang tinggi lalu menyebabkan pembentukan asam laktat dan penurunan PH terlalu cepat di jam pertama setelah penyembelihan.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil sembelihan dengan kualitas yang prima, maka prinsip-prinsip kesejahteraan hewan dalam proses penangangan hewan yang akan disembelih harus diterapkan secara benar. Hindari hewan mengalami stres saat sebelum disembelih, sehingga dihasilkan daging yang berkualitas tinggi. (AS)

Harga Sapi Lokal per Oktober Stabil

Ilustrasi (sumber: unsplash)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), I Ketut Diarmita mengemukakan saat ini harga sapi lokal di tingkat peternak cukup stabil, per 8 Oktober 2018 sebesar Rp 44.123 per kg berat hidup. Harga pada minggu pertama Oktober 2018 sebesar Rp 44.237 per kg berat hidup.

Ketut menjelaskan untuk harga daging sapi lokal di tingkat konsumen juga cenderung stabil. Rata-rata saat ini sebesar Rp 112.963 per kg, dibandingkan pekan pertama Oktober 2018 sebesar Rp 112.968 per kg.

Pemerintah melakukan impor daging sapi dan kerbau dikarenakan kebutuhan konsumsi daging di Indonesia cukup besar sekitar 662.540 ton untuk tahun ini.

Seperti dikutip dari laman kontan.co.id, Ketut menyatakan impor dilakukan dengan merujuk berdasarkan konsumsi per kapita untuk daging sapi atau kerbau sebesar 2,5 kg per tahun dengan jumlah penduduk tahun 2018 sebesar 265.015 ribu jiwa.

Menurut Ketut, produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan konsumsi tersebut. Produksi daging dalam negeri tahun 2018 sekitar 2.785.193 ekor setara dengan 429.410 ton daging sapi, sehingga terdapat kekurangan suplai sebesar 233.130 ton.

Kekurangan pasokan tersebut dipenuhi dari impor sapi bakalan sebanyak 600.000 ekor setara dengan 119.620 ton dan impor daging sapi atau kerbau sekitar 113.510 ton.

“Harga daging sapi dan kerbau impor sesuai dengan Permendag 96 tahun 2018 sampai saat ini Rp 80.000 per kg. Harga tersebut sebagai harga acuan tertinggi penjualan di tingkat konsumen,” kata Ketut.(Sumber: kontan.co.id)


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer