Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Vaksinasi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BIOSEKURITI DAN VAKSINASI WAJIB HUKUMNYA

Mencuci kandang merupakan bagian dari biosekuriti. (Sumber: Istimewa)

Memiliki kandang closed house dengan segala peralatannya yang canggih tentunya menjadi idaman semua peternak. Namun semua akan terasa percuma apabila tidak didukung oleh manajemen biosekuriti dan vaksinasi yang baik dan benar.

Kandang closed house masih menjadi barang mahal bagi peternak Indonesia. Nilai rupiah yang diinvestasikan untuk closed house meskipun “worth it” tetap saja dibutuhkan pertimbangan matang dalam membangunnya. Akan sangat sempurna bila closed house juga dibarengi dengan manajemen pemeliharaan, biosekuriti dan vaksinasi yang baik. Di luar sana, tidak jarang peternak yang menerapkan biosekuriti yang baik dan tetap mendapatkan performa yang baik.

Selalu Ingat Biosekuriti
Di era non-AGP yang sudah berlangsung selama setahun lebih ini, peternak sudah pasti tahu dan mengerti bahwa performa di lapangan berkurang. Berbagai upaya dijajaki untuk mendapatkan performa yang baik, yang mampu membangun dan berinvestasi pada closed house, bagaimana dengan yang tidak? 

Jangan buru-buru berkecil hati jika tidak dapat membangun closed house, ingat selalu bahwa penerapan biosekuriti yang baik juga akan mendongkrak performa. Fokus beternak adalah membuat hewan senyaman mungkin dan sesehat mungkin, sehingga performa mereka meningkat, baik layer maupun broiler.

Yang sering peternak lupakan yakni manajemen biosekuriti yang baik dan benar. Padahal dalam usaha budidaya unggas manajemen biosekuriti sudah seperti mengucap dua kalimat Syahadat dalam ajaran Islam. Wajib dilaksanakan dan sangat diutamakan karena merupakan benteng pertahanan utama dalam menghalau berbagai penyakit infeksius. Perlu diingat pula bahwa prinsip biosekuriti adalah langkah-langkah pengamanan biologik yang dilakukan untuk pencegahan menyebarnya agen infeksi patogen pada ternak.

Menurut dosen FKH UGM dan konsultan kesehatan unggas, Prof Charles Rangga Tabbu, biasanya kendala dari penerapan biosekuriti di lapangan adalah... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2019.

KOLABORASI TERBAIK KANDANG CH-VAKSINASI-BIOSEKURITI

Pemeliharaan ayam dengan kandang sistem closed house. (Sumber: dailymail.co.uk)

Kemunculan kasus penyakit dalam suatu lingkungan peternakan unggas secara alamiah tidaklah terjadi secara tiba-tiba, akan tetapi secara step by step, sesuai dengan interaksi antara agen penyakit yang ada dengan ayam di kandang. Lingkungan kandang closed house (CH) sekalipun berpotensi adanya agen penyakit yang juga cukup tinggi jika sanitasi persiapan kandang yang dilakukan tidak sesuai dengan target agen penyakit. Pemahaman atas tulisan ini akan mempermudah peternak melakukan tindakan pencegahan penyakit secara efektif dan strategis, baik melalui biosekuriti dan vaksinasi yang tepat.

Kelebihan Sistem Ventilasi Kandang Closed House
Konsep kandang “sehat” adalah berventilasi, yaitu adanya proses penggantian udara dalam ruang oleh udara segar dari luar, baik secara alami maupun dengan bantuan alat mekanis (kipas angin) yang diperlukan untuk:

1. Memenuhi kebutuhan oksigen ayam dalam kandang.
2. Membuang gas-gas beracun di dalam ruangan kandang.
3. Membatasi naiknya suhu panas dan kelembaban di dalam kandang.
4. Menciptakan temperatur efektif sesuai kebutuhan ayam/fasenya.

Kelebihan ventilasi kandang CH di atas akan tidak optimal jika manajemen pengendalian agen penyakit tidak dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, karena kemampuan agen penyakit  melakukan invasi  dari suatu agen penyakit dapat mengalami perubahan, tergantung kondisi lingkungannya.

Di lapangan, jika suatu agen penyakit tidak mendapatkan induk semang atau lingkungan yang sesuai, maka lama-kelamaan agen penyakit tersebut...

Drh Sumarno
(Head of AHS Central & Outer Island
PT Sierad Produce, Tbk)


Selengkapnya baca di Majalah infovet edisi Agustus 2019.

VAKSINASI BESERTA ASPEK PENDUKUNGNYA

Vaksinasi menjadi aspek penting bagi pemeliharaan ayam. (Istimewa)

Vaksinasi selalu jadi hal yang paling disebut bila berbicara tentang pencegahan penyakit. Apalagi jika terjadi wabah di suatu peternakan, program vaksinasi pun kerap kali jadi kambing hitam.

Vaksinasi sebenarnya masih menjadi bagian dari aspek biosekuriti dalam upaya pengendalian penyakit. Jika antibiotik digunakan sebagai terapi kuratif dan profilaxis dalam bentuk growth promoter dalam mengendalikan bakteri, maka vaksinasi digunakan untuk mencegah penyakit viral. Walaupun ada juga beberapa vaksinasi yang ditujukan untuk mencegah penyakit bakterial. Program vaksinasi sendiri bukan berarti tanpa celah, banyak lika-liku yang juga menyertai program ini.

Aspek Paradoks Vaksinasi
Idealnya vaksin untuk penyakit viral yang ideal terbuat dari suatu virus yang tidak menimbulkan penyakit, tetapi sangat tinggi imunogenesitasnya. Kombinasi ini membutuhkan trik-trik tersendiri, oleh karena itu virus-virus terpilih harus memberikan reaksi yang minimalis, tetapi menyebabkan kekebalan yang tinggi. Setiap perusahaan produsen vaksin harus memiliki kombinasi faktor-faktor terbaik terhadap virus yang ada sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Drh Muliati Sutandi, Vaccine Business Manager PT Romindo Primavetcom, mengatakan bahwa setiap vaksin untuk penyakit yang sama bisa saja efektifitasnya tidak sama. “Penyebabnya multifaktorial, bisa jadi virus yang menyerang di lapangan tidak sama dengan virus vaksin, bisa jadi juga saat divaksin ayam dalam keadaan tidak prima dan masih banyak juga faktor lainnya, apalagi walaupun master seed-nya sama, formula tiap perusahaan berbeda,” tutur Muliati.

Oleh karenanya ia mengimbau pada peternak agar program vaksinasi berjalan sukses, dibutuhkan aspek pendukung baik sebelum dan sesudah vaksin. “Misalnya, rantai dingin vaksin jangan sampai putus untuk menjaga kualitas, terus kita pastikan dulu ayam dalam kondisi prima, selain itu yang suka luput, kita monitoring titernya, ini protektif apa tidak titernya, idealnya kan seperti itu,” jelas dia.

Pendapat senada juga dikemukakan Drh Ayatullah M. Natsir, Technical Manager PT Ceva Animal Health Indonesia. Menurut dia, kesuksesan program vaksinasi tergantung dari 4M. “Materi (ayam dan vaksinnya), Metode, Mileu (lingkungan) dan Manusia. Keempatnya ini sangat esensial bagi suksesnya program vaksinasi,” kata Ayatullah.

Ia menambahkan, agar tidak terjadi gagal vaksin, peternak harus aware dan proaktif. Jangan sampai nantinya vaksin malah menjadi paradoks, ketika harusnya ayam mendapat perlindungan dari penyakit, malah memberikan penyakit atau bahkan menyebarkan penyakit di kandang maupun lingkungan.

Kontrol Pakan dan Minum
Kualitas dari pakan ternak harus terjaga, penggunaan pakan jadi mungkin akan lebih mudah dalam hal ini. Karena produsen pakan sudah punya divisi tersendiri dalam melakukan kontrol kualitas. Lalu bagaimana dengan self mixing? Tetap saja kontrol terhadap pakan harus dilakukan. Hal ini harus secara ketat dilakukan mengingat banyaknya agen penyakit dan toksin yang dapat mencemari makanan. Upaya yang harus dilakukan untuk mengamankan pakan ayam adalah: ... (CR)


Selengkapnya baca Majalah Infovet Edisi Maret 2019.

Sisi Lain dari Mycoplasma “Penyakit Menahun yang Selalu Ada”

Air sacculitis yang ditemukan pada DOC yang menggambarkan penyebaran vertikal dari induk. (Sumber: Istimewa)

Penyakit saluran pernafasan mendapat perhatian ekstra, baik pada ternak layer, breeder sampai broiler. Penanganan dan antisipasi di layer farm dan breeder farm bisa diantisipasi dengan vaksinasi menggunakan beberapa penyakit yang menyerang saluran pernafasan, baik vaksin live ataupun vaksin killed, namun di broiler vaksinasi tidak selengkap di layer farm karena siklusnya yang pendek.

Ada satu link yang saling berhubungan erat baik di layer, breeder dan broiler, dan hampir semua sepakat mengatakan pengobatannya sangat sulit, berulang dan cost-nya cukup tinggi hanya untuk membebaskan farm dari penyakit ini. Peternak biasanya menyebutnya dengan CRD atau Chronic Respiratory Diseases yang disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum (MG).

Mycoplasma gallisepticum akan ditransferkan dari induk ke anak (DOC), sehingga akan mengakibatkan penyebaran 100% di kandang yang diakibatkan oleh bawaan induk. Hal ini tidak mengenal pengecualian, baik di layer, breeder maupun broiler. Ditambah lagi dengan penyebaran yang terjadi pada ayam di bawah empat minggu, akan menghasilkan gejala klinis lebih berat dibanding dengan ayam di atas empat minggu. Apabila tidak ditangani dengan sempurna, infeksi sekunder akan lebih mudah masuk dari awal, baik viral maupun bakterial, maka penanganan MG ini ketika terserang diumur di atas empat minggu.

Tidak seperti bakteri pada umumnya yang bersifat ektraseluler, bakteri ini dapat menginfeksi makrofag dan sel darah putih, sehingga dikategorikan sebagai intraseluler patogen dan dengan sifat inilah yang menyebabkan pengobatan terhadap mycoplasma seakan-akan tidak efektif dan cenderung berulang-ulang, hampir mirip dengan Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC yang memerlukan pengobatan intensif, dan karena sifat menginfeksi makrofag inilah beberapa ahli ada yang mengatakan MG sebagai salah satu penyakit imunosupresi.

Banyak yang ingin membunuh bakteri ini baik dengan antibiotik atau dengan sistem kekebalan tubuh berupa makrofag, namun bakteri ini justru bisa bersembunyi di dalam makrofag. Sudah tentu dengan sifat bakteri seperti ini, opsi untuk membuat kandang bebas mycoplasma hanya ada dua, antara lain DOC harus benar-benar free mycoplasma ditambah single age farm atau culling semua flok yang positif mycoplasma seperti yang dilakukan di beberapa negara lain. Karena pilihan tersebut sulit dilakukan, maka yang bisa dilakukan adalah berdamai dengan mycoplasma lewat tiga pilihan, yakni vaksinasi, antibiotik rutin dan berkala, serta kombinasi antara vaksin dengan antibiotik.

Antibiotik terhadap mycoplasma umum diberikan terutama saat DOC, baik layer, breeder maupun broiler, apabila mencurigai ada vertikal transmisi dari induk dan mencegah gejala klinis yang berat di awal pertumbuhan. Untuk mengetahui hal ini...

Drh Agus Prastowo
Technical Manager PT Elanco

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Januari 2019.

Kunci Utama Ayam Sehat dan Produktif

Kontrol terhadap amonia. (Dok. Pribadi)

Di zaman now, kemunculan kasus penyakit dalam suatu lingkungan peternakan ayam tidaklah terjadi secara tiba-tiba, akan tetapi secara bertahap, sesuai dengan interaksi antara agen penyakit yang ada dengan ayam yang dipelihara. Kunci mendapatkan ayam produktif adalah bagaimana membuat ayam tetap sehat walaupun dengan kondisi tantangan agen penyakit yang semakin tinggi.

Ibarat sebuah rumah yang memiliki pagar dan pintu rumah, dibudidaya ayam, pagar tersebut diibaratkan adalah sistem biosekuriti dan vaksinasi, sedangkan pintunya adalah sistem pernapasan bagian atas. Faktanya saat ini ayam broiler modern sangat rentan sekali terjadi ayam nyekrek di umur 15 hari ke atas dan kondisi tersebut dapat menjadi predisposisi agen penyakit masuk ke dalam sistem tubuh.

Melihat anatomis sistem pernafasan ayam, mengapa makhluk ini sangat rentan terhadap munculnya penyakit pernafasan dan sulit untuk disembuhkan?

• Sistem pernafasan ini merupakan saluran tertutup yang ujungnya di kantung hawa dan yang menyebar di seluruh rongga tubuh, sehingga memudahkan penyebaran bibit penyakitnya keseluruh organ tubuh penting lainnya.

• Kantung hawa sangat minim pembuluh darah, sehingga antibiotik akan sulit untuk mencapainya jika terjadi infeksi sekunder dan pengobatan sangat mustahil untuk menghilangkan 100% mikrobanya.

• Pada broiler modern, proporsi sistem pernafasan ini dari periode ke periode semakin mengecil dibandingkan berat tubuhnya akibat perkembangan genetik yang sangat progresif. Dengan kata lain sistem kekebalan di sistem pernafasan bagian atas makin kecil proposinya.

Untuk mengendalikan kasus pernafasan ini, langkah yang paling penting adalah menjaga integritas sistem pernafasannya dari gangguan berbagai faktor utama pemicunya. Hal ini dapat tercapai jika mampu menjaga sistem mukosiliaris dari saluran pernafasan tersebut. Sistem ini merupakan gabungan dari silia sel epitel pernafasan dan mukus, yang dihasilkan oleh sel mukus yang terdapat di sel epitel trakhea. Sistem mukosialiaris ini menjadi...

oleh: Drh Sumarno
Sr Mgr Animal Health
PT Sierad Produce, Tbk

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi November 2018.

Biosekuriti dan Vaksinasi Saja?

Banyak faktor yang memengaruhi performa ayam di lapangan,
tak cukup hanya biosekuriti dan vaksinasi saja.
((Penerapan biosekuriti, vaksinasi, serta tindakan lain dalam mengendalikan penyakit di kandang merupakan aspek penting dalam menunjang performa ternak. Namun begitu, bukan berarti faktor lainnya tidak diperhatikan, semuanya harus berjalan selaras dan seimbang agar performa ternak tetap prima.))

Segala sesuatu memang ada pakemnya, termasuk dalam manajemen pemeliharaan ayam baik pedaging maupun petelur. Dari masa ke masa, pakem-pakem tersebut berubah seiring berkembanganya ilmu pengetahuan dan teknologi. Inti dari aspek pemeliharaan tidak berubah, namun teknisnya bisa saja berubah-ubah sesuai dengan kondisi di lapangan.

Misalnya saja vaksinasi, program vaksinasi merupakan hal yang wajib di dunia peternakan. Berbagai jenis vaksin beredar di pasaran, beragam pula cara dan aplikasi vaksin di kandang. Dengan melakukan vaksinasi, peternak yakin bahwa ternaknya akan sehat walafiat sampai akhir fase produksi.

Begitu juga dengan biosekuriti, hal yang umum dijumpai dalam suatu peternakan yang mengandung makna biosekuriti, misalnya penyemprotan kendaraan dan pembersihan kandang setelah panen. Dari kedua “ritual” tersebut (vaksinasi dan biosekuriti) seringkali peternak merasa yakin bahwa performa akan bagus sampai akhir periode produksi, namun apa iya akan terus begitu?

Mulai dari Hal Kecil
Nyatanya memelihara ayam baik broiler maupun layer tidak semudah itu, banyak sekali aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh peternak, bukan hanya biosekuriti dan vaksinasi. Apalagi kini cara memelihara ayam sudah banyak mengalami perubahan baik dari segi genetis ayam, iklim, penyakit dan lain sebagainya.

Salah satu praktisi perunggasan Indonesia, Prof Charles Rangga Tabbu, mengatakan, bahwa banyak sekali faktor yang mempengaruhi performa ayam di lapangan. Semua faktor tadi tidak boleh diabaikan oleh peternak. “Kita mulai dari yang terkecil, misalnya kualitas DOC saja. Sebenarnya ini juga menentukan, namun seringkali peternak luput. Mereka percaya saja bahwa DOC yang dibeli sudah sesuai dengan SNI,” ujar Charles.

Padahal seringkali Prof Charles menemui keadaan di mana kualitas DOC buruk. “Peternak kadang tidak peduli DOC baik atau buruk kualitasnya, sekarang yang mereka peduli dapat DOC apa tidak, karena sulit sekarang dapat DOC,” kata Charles. Padahal, kualitas DOC juga menentukan performa pada tahap selanjutnya. Ia menyarankan kepada peternak minimal melakukan sampling pada DOC yang akan masuk dan melakukan chick in sesegera mungkin tanpa ditunda-tunda. (CR)


Selengkapnya baca majalah Infovet edisi 285 April 2018.

Tak Cukup Hanya Biosekuritas & Vaksinasi


Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

((Dalam era pasca pakan tanpa AGP (non-Antibiotic Growth Promotor feed), strategi jitu untuk membentuk daya tahan flok ayam (flock immunity) sangatlah penting, baik terhadap tantangan penyakit viral, bakterial dan/atau parasiter.  Walaupun prinsip-prinsip biosekuritas seoptimal mungkin sudah diterapkan (well-implemented) dan program vaksinasi sudah dirancang sebaik mungkin (well-designed), namun ledakan kasus-kasus infeksius lapangan masih saja terus terjadi. Mengapa? Dalam koridor epidemiologis, penulis mencoba menelisik dan memaparkan beberapa sisi kunci yang juga harus dipertimbangkan kolega praktisi lapangan, agar daya tahan flok ayam yang diharapkan memang benar-benar teruji.))

Vaksinasi untuk Populasi
Aplikasi program vaksinasi dalam industri perunggasan modern sebenarnya merupakan tindakan yang bersifat massal. Oleh sebab itu, respon terhadap program vaksinasi yang diberikan juga sangat tergantung pada faktor-faktor yang ada dalam populasi tersebut. Beberapa faktor penting yang sangat menentukan variasi respon imunitas flok, yaitu:
a) Kekebalan pasif dari induk (MDA = Maternal Derived Antibody).
b) Asupan nutrisi (Nutrient Intake).
c) Faktor stress eksternal atau faktor imunosupresi.
d) Kondisi patogen lapangan (Total Inokulum).
e) Teknologi sediaan dan aplikasi vaksin yang digunakan.

Maternal Derived Antibody (MDA)
Pada ayam, MDA dapat ditemukan dalam bentuk antibodi terlarut dari fraksi IgA dan atau IgM dalam albumin telur serta IgY (=IgG) dalam kuning telur (T. Van den Berg, 2014).  Hanya saja, baik dari sisi titer (aspek kuantitas) maupun efektivitasnya (aspek kualitatif) dalam melindungi progeni (anak ayam) di awal kehidupannya terhadap serangan patogen lapangan, justru peranan IgY jauh lebih penting dibandingkan dengan IgA atau IgM.

Dari penelitian imunologi molekuler diketahui bahwa MDA dalam sistem sirkulasi darah embrio dapat dideteksi pertama kali secara signifikan rata-rata pada hari ke-12 masa inkubasi di dalam mesin pengeram (setter) dan mencapai puncaknya pada umur 1-2 hari pasca menetas (post-hatching). Ini berarti, penyerapan sisa kuning telur (egg yolk) pada awal masa brooder menjadi sangat penting, tidak saja asupan nutrisi awal terpenuhi tetapi juga penyerapan MDA akan menjadi optimal.

Ketika menelisik kegagalan pembentukan daya tahan flok di lapangan, maka salah satu hal penting yang juga perlu dicermati, yaitu status keberadaan titer antibodi induk alias MDA (aspek kuantitas) dan keseragaman titer MDA (aspek kualitas) saat memberikan vaksinasi awal pada suatu flok ayam. Ada beberapa argumentasi teknis mengenai hal ini, yaitu: .... (toe)

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi 285 April 2018.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer