Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Unggas | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Meramu Pakan Itik Pedaging Berkualitas Baik

Meramu pakan dengan metode segi empat pearson paling mudah dilakukan peternak itik mandiri. (Sumber: Istimewa)

Kebutuhan pakan dalam peternakan itik dipengaruhi oleh sistem pemeliharaannya. Di Indonesia, sistem pemeliharaan itik terbagi tiga macam, yaitu ekstensif (sistem penggembalaan), semi intensif (sistem ren) dan intensif (di kandangkan).

Sistem ekstensif banyak dilakukan oleh peternak itik tradisional dengan cara menggembalakan itik di sawah atau lahan pertanian yang baru selesai dipanen. Sedangkan pada sistem semi intensif, peternak sudah menyediakan lahan kandang, dimana itik sudah diberi pakan tambahan berupa bahan pakan yang tersedia di lingkungannya. Sementara pemeliharaan itik secara intensif sepenuhnya sudah mengarah ke komersial, di mana perhitungan untung/rugi sangat diperhatikan di samping faktor efisiensi waktu pemeliharaan.

Perbandingan ketiga sistem pemeliharaan itik dapat dilihat pada tabel berikut:

Perbandingan Sistem Pemeliharaan Itik
Parameter
Ekstensif
Semi Intensif
Intensif
Pakan
Itik mengonsumsi pakan yang ditemui di lahan penggembalaan
Itik mengonsumsi 50% pakan yang diberi peternak dan 50% pakan mencari sendiri
Itik mengonsumsi 100% pakan dari peternak
Tenaga kerja
Ada
Ada
Ada
Kandang permanen
Tidak ada
Ada
Ada
Obat-obatan
Tidak ada
Kadang
Ada
Sumber: Dwi Margi S, 2013.

Itik yang dipelihara secara ekstensif sebagian besar mengonsumsi pakan yang ditemui di tegalan/pesawahan, seperti gabah (70%), keong (3,67%), lembing (5,06%), tutut besar (6,05%), tutut kecil (5,16%), biji rumput (3,57%), rumput (0,20%), serangga (0,30%) dan bahan lain (1,30%).

Sedangkan pemeliharaan itik secara intensif, membutuhkan pakan yang mengandung zat gizi (nutrien) tinggi sesuai dengan kebutuhan tubuh itik untuk hidup dan produksi (daging dan telur), sehingga peternak dapat mengharapkan keuntungan atau pendapatan dari penjualan hasil produksi.

Prospek dan Formula Pakan Itik
Berdasarkan Statistik Peternakan, populasi itik di Indonesia mengalami sedikit peningkatan dari 45.268.459 ekor menjadi 45.321.956 ekor. Peningkatan yang hanya 0,01% disebabkan adanya peralihan fungsi lahan dari areal persawahan menjadi areal industri dan perumahan, sehingga peternak itik tradisional jumlahnya semakin berkurang. Namun kondisi ini menjadi peluang bagi petani/peternak untuk memelihara itik secara semi intensif atau intensif yang menggunakan pakan ramuan/pabrikan.

Pada sistem pemeliharaan intensif, pakan itik merupakan faktor utama yang sangat menentukan perolehan jumlah daging atau telur dan memengaruhi keuntungan yang diperoleh peternak. Kondisi inilah yang menyebabkan perkembangan industri perunggasan Indonesia diiringi tumbuh suburnya pabrik pakan ternak.

Pada 2008 tercatat ada 61 perusahaan pakan ternak yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Produksi dari pakan pabrikan tersebut umumnya berupa pakan unggas, terutama pakan ayam ras, pakan ayam kampung dan pakan itik. Walaupun demikian, pakan pabrikan itik yang diproduksi masih sangat rendah volumenya sejalan dengan perkembangan peternakan itik yang masih lamban. Selain itu, pabrik pakan ternak memproduksi pakan itik tergantung dari keberadaan ternak itik di wilayah pemasarannya.

Di sisi lain, perkembangan sentra-sentra kuliner yang menampilkan menu-menu khusus berbahan baku daging itik atau telur itik telah memicu tumbuh kembangnya peternakan itik intensif dan pada akhirnya berdampak pada peningkatan volume produksi pakan itik pabrikan. Di waktu mendatang diharapkan, baik itik pedaging maupun itik petelur, dapat menjadi sumber penyedia protein hewani andalan dalam rangka ketahanan pangan nasional.

Meramu Pakan Itik Pedaging
Meramu suatu formula pakan juga dapat diartikan dengan membuat pakan ternak sendiri (self mixed). Pakan yang diramu harus berdasarkan kebutuhan itik yang dipelihara, dengan tujuan menekan biaya produksi sehingga biaya pakan tidak membengkak. Untuk itu  diperlukan formulasi/susunan bahan pakan yang ideal, sehingga tercipta pakan itik yang berkualitas baik sesuai dengan jenis itik yang dipelihara.

Dalam meramu formula pakan ternak itik/ayam, ada beberapa metode yang dipakai, antara lain metode segi empat pearson (square pearson method), metode percobaan, metode komputer dan metode software formula.

Metode yang paling sederhana dan mudah dikerjakan peternak mandiri dengan volume pakan relatif sedikit ialah metode segi empat pearson dan metode percobaan, walaupun ketepatannya relatif rendah. Sedangkan metode komputer dan metode software formula umumnya dipakai oleh pabrikan pakan dengan volume produksi pakan yang besar untuk di pasarkan.

Menyusun formula pakan itik dengan metode segi empat pearson hanya dapat menggunakan dua jenis bahan pakan dan satu jenis nutrien. Teknik ini lebih mudah dikerjakan dari kombinasi campuran konsentrat pabrikan dengan bahan sumber energi konsentrat.

Tahapannya diawali dengan menentukan jenis pakan yang akan dibuat dan kandungan protein pakannya, kemudian bahan pakan yang akan digunakan dibuat dengan metode segi empat pearson, dihitung penggunaan bahan pakannya, lalu hitung jumlah bahan pakan yang akan digunakan untuk memproduksi pakan, hitung kembali pula apakah hasil perhitungan dengan metode tersebut sudah memenuhi kebutuhan nutrien itik. Jika ingin menggunakan konsentrat, sebaiknya gunakan jenis konsentrat pabrikan yang sesuai dengan umur dan jenis itik.

Contoh, membuat pakan itik pedaging umur 0-8 minggu yang mengandung protein 18% dengan bahan pakan konsentrat broiler starter mengandung protein 41% dan jagung kuning halus berprotein 8%.

• Langkah I: Membuat segi empat pearson:



• Langkah II: Menghitung persentase konsentrat dan jagung kuning:
a. Bagian konsentrat: 10/(10 + 23) x 100% = 30%
b. Bagian jagung kuning: 23/(10 + 23) x 100% = 70%

• Langkah III: Menghitung jumlah konsentrat dan jagung kuning yang akan dicampur untuk memproduksi pakan sejumlah 500 kg:
a. Konsentrat: 30/100 x 500 kg = 150 kg
b. Jagung kuning: 70/100 x 500 kg = 350 kg

• Langkah IV: Cara mencampur bahan pakan menjadi pakan itik pedaging:
a. Timbang konsentrat sebanyak 150 kg dan jagung kuning sebanyak 350 kg.
b. Campur konsentrat dan jagung kuning dengan menggunakan sekop untuk jumlah 500 kg sampai kedua bahan tercampur merata dan gunakan alas lantai dari plastik/terpal.

Demikianlah sekilas tentang meramu pakan itik pedaging secara manual dan paling sederhana yang mampu dikerjakan kebanyakan peternak itik pedaging, dalam rangka penyediaan protein hewani alternatif di samping penyediaan protein hewani asal ternak lainnya guna mencapai ketahanan pangan nasional. (SA)

Menunggu Rekomendasi Terbaru Pakan Broiler Modern: "Tepat dan Semakin Menguntungkan"

Suasana seminar USSEC. (Foto:Infovet/Untung)

Sudah hampir lebih dari 20 tahun, tidak adanya rekomendasi tentang komposisi pakan (ransum) untuk ayam broiler. Rekomendasi terakhir yang sampai saat ini masih banyak menjadi acuan dan bahkan menjadi pedoman adalah hasil National Research Council (NRC) tahun 1994 silam.

Sedangkan beleid tentang hal itu keluar untuk pertama kali pada tahun 1957. Selama ini sebenarnya ada beberapa institusi yang menghasilkan dan mengeluarkannya. Sebut saja, pabrik asam amino, perusahaan bibit ayam, konsultan independen dan NRC. Lembaga NRC adalah yang saat ini paling banyak ditunggu-tunggu.

Jika beberapa waktu yang lalu sampai 2018 ini, referensi sebagai pedoman untuk menyusun ransum pakan oleh pihak pabrikan hampir selalu mengacu terhadap rekomendasi NRC tahun 1998. Maka menurut Budi Tangendjaja, Peneliti Balitnak, kemungkinan besar akhir 2018 atau setidaknya pada awal 2019, NRC akan segera mengeluarkannya. Sebab saat ini ayam broiler modern sudah saatnya juga memiliki dan memakai komposisi ransum yang termutakhir. Demikian inti paparannya saat tampil dalam Konferensi Teknologi Pakan dan Nutrisi Broiler Indonesia, yang dilaksanakan 11-12 Desember 2018, di Hotel Hyatt Regency Yogyakarta.


Kegiatan tersebut memberikan kesempatan kepada para pakar pakan ternak, khususnya konsultan dari USSEC (US Soybean Export Council)Dalam panel diskusi itu dibahas tentang perkembangan dan kemajuan teknologi pakan broiler. Acara yang diselenggarakan oleh USSEC itu diikuti hampir 100 orang, yaitu para nutrisionis lapangan (pengelola farm komersial) hingga nutrisionis feedmill, akademisi dan para peneliti pakan ternak.

Budi Tangendjaja juga menguraikan tentang sejarah ramuan pakan unggas. Ia yang juga Konsultan USSEC Indonesia, mengungkapkan bahwa ayam broiler sangat cepat mengalami perubahan kemajuan. Otomatis, ransumnya harus mengikuti. Memang benar, meskipun faktor dominan terhadap pertumbuhan berat badan ayam broiler adalah "genetik".

"Namun demikian, aspek pakan juga tak bisa bersikap konservatif, artinya harus berada tepat dbelakang perkembangan kemajuan genetik," jelasnya.

Menurut dia, kebutuhan asam amino jenis Lysin pada ayam broiler modern sangat penting. Ini dibuktikan dengan proporsi asam amino itu dalam ransum pakan berpengaruh kuat terhadap kecepatan pertumbuhan.

"Selain itu, pertumbuhan yang cepat mempunyai korelasi positif terhadap efisiensi produksi. Oleh karena itu, di massa milenial ini, broiler modern mutlak butuh ransum baru yang dapat mengikuti kecepatan pertumbuhannya," pungkasnya. (iyo)

Saatnya Menata Industri Perunggasan

Sektor perunggasan butuh regulasi yang tepat agar usaha budidaya yang dilakukan oleh peternak mandiri dan korporasi tidak berbenturan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Lima tahun terakhir, problem utama industri perunggasan Nasional adalah over supply bibit (DOC) broiler. Dampak dari problem tersebut sudah nyata dan mudah dibuktikan, dari hancurnya harga broiler hidup (LB) dan telur ayam ras karena imbas masuknya telur breeding, hutang para peternak yang menumpuk, hingga peternak broiler yang “gulung tikar”. Itu dalam skala usaha UMKM dan UKM. Dalam skala perusahaan besar dan profesional juga terjadi, dari akuisisi aset-aset perusahaan peternakan, hingga kolapsnya perusahaan-perusahaan obat hewan di industri hilir perunggasan Nasional.

Kini, problem over supply bibit sudah mulai terlewati, terlihat dari anjlok dan meroketnya harga broiler dan telur yang sifatnya sangat temporal dan lebih cenderung dipengaruhi faktor permintaan atau konsumsi masyarakat terhadap produk unggas. Saat musim libur dan bulan “baik” permintaan tinggi dan harga terkerek jauh di atas harapan stakeholder. Saat momen akhir bulan, bulan Suro dan Sapar, permintaan ayam dan telur sepi, sehingga harga turun. Jika menelaah historikal data penurunan harga ayam dan telur juga terlihat tidak drastis, cenderung moderat.

Pada 2019 mendatang, problem di industri ini adalah soal in-efesiensi sebagai dampak kenaikan nilai tukar rupiah dan harga jagung dalam negeri yang berkibar di level tinggi, yakni Rp 5.600 per kg. Bagaimana bisa sektor budidaya melakukan efesiensi untuk mengurangi biaya produksi, sementara faktor biaya pakan terus meningkat? Padahal variabel pakan berkontribusi yakni sebesar 70 persen dari biaya produksi. Perlu dipahami, dalam skala tertentu, khususnya ketika harga jual ayam dan telur jatuh, peternak sebagai pembudidaya pasti akan berteriak keras. Seperti terjadi beberapa waktu lalu, yang dilakukan oleh peternak layer di Blitar dan kota-kota lain. Protes terhadap tingginya harga jagung, mereka salurkan dengan berdemonstrasi di daerah masing-masing dan mengancam demo besar-besaran di Istana Negara. Meskipun dalam waktu tidak terlalu lama, tuntutan petenak layer dipenuhi oleh pemerintah dengan penyediaan jagung seharga Rp 4.000 per kg, akan tetapi sampai kapan hal-hal seperti ini terus dilakukan? Karena pada dasarnya jagung tersebut adalah hasil ”pinjaman” dari feedmill-feedmill besar.

Maka, pekerjaan rumah pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan jagung dalam negeri khususnya untuk industri perunggasan harus bisa diselesaikan secepatnya saat memasuki awal 2019 nanti. Pelarangan impor jagung dalam jangka panjang malah merugikan industri penyedia protein hewani asal unggas ini. Bahkan beberapa penelusuran telah menyimpulkan bahwa pelarangan ini menimbulkan in-efesiensi devisa negara sebesar Rp 37 triliun per tahun. Artinya, pelarangan impor jagung menjadi salah satu kontributor terhadap defisit perdagangan Indonesia yang sudah beberapa bulan terjadi. Pasalnya, penyetopan impor jagung telah menyebabkan melonjaknya impor tepung gandum untuk pakan oleh feedmill yang harganya lebih mahal daripada jagung. Belum lagi kerugian yang diderita peternak, akibat kualitas pakan yang menurun. Karena pada dasarnya, sebagai bahan baku pakan ayam, kualitas jagung masih lebih baik daripada tepung gandum.

Solusi problem harga jagung yang ditunggu adalah dibukanya keran impor jagung yang harganya di pasar internasional jauh lebih murah dibanding dengan harga jagung lokal. Meskipun dalam catatan tertentu, mungkin dibuka dengan sistem kuota, yang jumlahnya disesuaikan, agar harga jagung di dalam negeri tidak sampai jatuh dan merugikan petani jagung. Jika ini bisa segera dilakukan dalam jangka menengah, problem tingginya harga jagung dan pakan bisa diredam.

Lebih lanjut, masalah serius yang jauh lebih “penting dan genting” adalah bagaimana menata kembali struktur industri perunggasan Nasional. Wacana restrukturisasi industri perunggasan beberapa tahun lalu perlu digaungkan kembali. Tidak dipungkiri, visi industri perunggasan saat ini jauh dari upaya pemerataan distribusi pendapatan dan keadilan ekonomi. Saat ini kita menyaksikan, betapa struktur industri perunggasan sangat tidak sehat bahkan mengancam keberadaan peternak mandiri/rakyat. Persaingan di sektor budidaya antara peternak UMKM/UKM dengan korporasi multinasional nyata-nyata menghancurkan peternak UMKM/UKM. Jadi visi perunggasaan saat ini lebih mendorong jargon “Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”.

Tahun 90-an, sektor budidaya masih didominasi oleh peternak mandiri/rakyat, tetapi saat ini malah sebaliknya, penguasaan oleh korporasi yang memiliki perangkat produksi dari hulu hingga hilir semakin kuat dan tanpa dibatasi oleh regulasi. Perusahaan besar yang menguasai industri hilir masuk di sektor budidaya dan dibiarkan menjual ayam hasil panennya ke pasar tradisional yang seharusnya menjadi lahan peternak mandiri/rakyat. Maka khusus di industri perunggasan, negara ini sudah membiarkan dan mempraktekan “mahzdab” ekonomi liberal. Jauh dari semangat Pancasila yang menyuarakan Keadilan Sosial dan Ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan secara kemanusiaan sudah mengusik “nalar kita” sebagai anak bangsa.

Pemerintah sebagai pengemban amanat Negara cq Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, seharusnya mulai merubah haluan pengelolaan sektor budidaya unggas. Apa yang dilakukan oleh “Orde Baru”, dengan Kepres No. 22/1990, yang mengatur sektor budidaya dan memisahkan bagian untuk peternak mandiri/rakyat dan korporasi saat itu sangat tepat. Dan sesungguhnya, pada saat ini semangatnya masih sangat relevan untuk dimunculkan kembali. Dengan begitu industri perunggasan berjalan tidak hanya berorientasi pada perusahaan integrasi saja yang bias menikmati untung besar, tetapi bagaimana lingkungan industri ini nyaman bagi peternak mandiri/rakyat untuk berusaha dan mengembangkan usahanya.

Menata kembali industri perunggasan perlu segera dilakukan agar visi pembangunan industri ini bisa menciptakan keadilan dan mengatasi ketimpangan ekonomi yang saat ini menjadi problem besar pembangunan ekonomi Indonesia. Tidak membiarkan perilaku korporasi yang tidak pernah puas menggali keuntungan besar dari pasar rakyat Indonesia yang sangat besar. Namun, harus memberi kesempatan rakyat Indonesia dalam mengelola potensi ekonominya. Khususnya bagi peternak mandiri/rakyat, usaha peternakannya bisa hidup dan menghidupi sebagai produsen dan juga bisa mencukupi kebutuhan ayam dan telur bagi masyarakat dengan harga terjangkau.

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah perlunya menerbitkan regulasi di bawah UU No. 18/2009  tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mengatur pembagian atau pembatasan dari sektor budidaya. Harapannya adalah agar pembudidaya integrator diberi batas yang jelas dengan peternak mandiri/rakyat sebagai pembudidaya berkelas UMKM dan UKM. Argumentasi bahwa saat ini terminologi peternak rakyat telah hilang dalam UU tersebut tidak memungkinkan di keluarkannya regulasi pengganti Kepres No. 22/1990, penulis kira masih bisa diatasi. Bagaimana formatnya, hal ini tentu segera dikerjakan bersama antar asosiasi peternak. Tanpa ada upaya awal, maka tidak mungkin ada hasil yang ingin dicapai dan menjadi wujud cita-cita bersama. (Hadi)

Mengelola Kotoran Ayam Layer

Gambar 1: Kotoran ayam jika dikelola dengan baik dan benar akan menjadi penghasilan tambahan yang cukup menggiurkan. (Foto: Dok. Infovet)

Sumber utama pendapatan peternak ayam petelur (layer) adalah produksi telur konsumsi. Namun dalam proses produksi, yakni pemeliharaan layer faktanya ada beberapa komponen lain yang bisa menghasilkan pemasukan bagi peternak, walaupun hanya masuk sebagai pendapatan tambahan saja.

Komponen-komponen yang dapat menjadi pemasukkan tambahan, terdiri dari faktor-faktor yang langsung terkait dengan produksi maupun non-produksi.

Komponen terkait aspek produksi seperti penjualan ayam afkir, penjualan telur afkir (retak, pecah) hingga kotoran ayamnya. Komponen lain dari hasil penyusutan alat dan kandang ternak pun masih bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan uang, setidaknya berasal dari hasil penjualan barang rongsok, peralatan maupun komponen kandang yang sudah habis usia teknisnya.

Nah, pada kasus pengelolaan kotoran ayam layer, selain untuk aspek kesehatan ternak dan lingkungan, tatakelola limbah ternak ayam petelur juga bisa menjadi pendapatan tambahan, namun apabila tidak tepat dalam pengelolaannya bisa menjadi masalah.

Pembuangan sisa metabolisme ayam berupa kotoran ini bila kondisinya kering, akan laku dijual sekitar Rp 8.000 per karung sampai di atas truk dan jika feses ayam dikelola dengan baik maka tidak menjadi media pengembangbiakan lalat dan serangga lain yang merugikan.

Walhasil, dari tinjauan ekonomi limbah ternak ternyata bisa menyehatkan ternak dan peternaknya. Akan tetapi dapat menjadi masalah bagi keduanya bila kondisinya basah atau becek. Tinja ayam petelur yang basah itu menjadi media yang baik untuk perkembangan lalat dan serangga lain, serta menimbulkan bau tidak sedap dan tidak laku pula jika dijual.

Agar Kotoran Tetap Kering
Bagaimanakah cara peternak agar limbah metabolit ini tetap menyehatkan bagi kehidupan ayam dan lingkungan? Beberapa hal dapat peternak lakukan dengan tindakan diantaranya sebagai berikut:

1. Pakan: Berikan pakan kepada ayam yang tidak menyebabkan wet dropping (kotoran basah). Kalau terjadi wet dropping karena pakan, harus segera mengganti pakannya. Wet dropping, apapun alasannya adalah kondisi yang tidak sehat.
2. Air Minum: Saat membersihkan air minum di talang, operator kandang harus berhati-hati agar air tidak tumpah membasahi kotoran. Bila pemberian air minumnya menggunakan nipple drinker, maka gunakanlah PVC 2,5 inchi yang dibelah menjadi dua bagian di bawah nipple, agar tetesan atau cipratan air masih tertampung di talang.
3. Drainase kandang: Buatkan parit di sekeliling kandang, tepat di titik jatuhnya air hujan sedalam minimum 50 cm, agar tidak terjadi rembesan (kapilarisasi) air ke tanah di bawah kandang yang bisa menyebabkan lingkungan kandang menjadi lembab.

Bila perlu, pasangkan tirai paranet untuk menahan tampias air hujan ke area kandang. Cipratan dan genangan air hujan, serta drainase yang kurang lancar akan sangat berpengaruh terhadap tingginya tingkat kelembaban di lingkungan peternakan bahkan dapat memengaruhi kualitas kotoran menjadi tidak kering.

Tata Kelola Kotoran
Guna menghasilkan kotoran yang baik, yakni kering dan relatif tidak berbau menyengat, perlu beberapa langkah tahapan dalam budidaya ayam, seperti:
1. Saat pullet masuk ke kandang produksi, kisaran umurnya harus tepat, yaitu antara 13-16 minggu. Kotoran pullet yang sudah dalam kondisi kering, biarkan selama 4-6 minggu. Kemudian ditaburi sekam setebal 8-10 cm secara merata. Lama-kelamaan sekam akan tertutup kotoran baru sampai sekam tidak terlihat.
2. Selanjutnya biarkan selama 4-6 minggu kemudian, lalu ditaburi sekam lagi setebal 10 cm. Lama-kelamaan sekam akan tertutup kotoran lagi.
3. Kotoran ayam tersebut dibiarkan sampai ayam layer diafkir, baru kemudian kotorannya dipanen. Tidak repot, sekali panen dapat kotoran berlimpah dan bisa dijual dengan nominal yang mencukupi.

Gambar 2: Model tatakelola feses. (Dok. Pribadi)

Sebagai catatan terkait pembahasan pemanfaatan dan pengelolaan limbah kotoran ayam petelur: Pertama, kotoran ayam yang dibiarkan selama seperiode sudah pasti terurai menjadi pupuk kompos oraganik, kualitasnya pun menjadi sangat istimewa. Kedua, dari model tatakelola feses tersebut, hasilnya bisa dilihat (gambar 2). Pullet masuk ke kandang layer minimal pada usia 13 pekan, dan perhatikan saat ayam layer umur afkir untuk kemudian kotoran bisa dipanen. ***

Drh Djarot Winarno,
Praktisi perunggasan tinggal di Jawa Timur

MANAJEMEN PERALATAN DAN AKTIVITAS PERIODE BROODING

Brooding merupakan masa awal pemeliharaan unggas yang sangat penting dan memengaruhi periode pemeliharaan berikutnya (grower/finisher). (Foto: Infovet/Ridwan)

Periode pemanasan atau brooding period merupakan masa paling kritis dalam siklus kehidupan ayam, baik ayam bibit (breeder), petelur (layer) maupun pedaging (broiler), karena DOC mengalami proses adaptasi dengan lingkungan baru sejak menetas. Periode ini juga merupakan masa proses pembentukan kekebalan (imunitas) tubuh dan masa awal pertumbuhan semua organ tubuh.

Masa brooding pada ayam ialah periode pemeliharaan dari DOC (chick in) hingga umur 14 hari (atau hingga pemanas/brooder tidak digunakan). Baik tidaknya performance (penampilan) ayam di masa selanjutnya seringkali ditentukan dari bagaimana pemeliharaan di masa brooding. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh peternak yakni kesalahan manajemen pada periode brooding dan akibatnya seringkali sulit dipulihkan kembali dan berdampak negatif terhadap performa periode pemeliharaan selanjutnya (grower/finisher).

Berikut peralatan dan aktivitas yang perlu dilakukan pada masa brooding, antara lain:

1. Persiapan Sebelum Chick in
a. Biosekuriti ketat: Biosekuriti adalah kunci menekan penularan berbagai penyakit dari ayam periode sebelumnya, di mana untuk mewujudkannya dapat dilakukan tindakan/perlakuan selama pre chick in yang dimulai dari:
• Tahap persiapan kandang yang optimal, seperti pengangkatan kotoran ayam (feses), penyikatan, hingga ke sela-sela kandang, perbaikan kerusakan kandang dan desinfeksi kandang.
• Desinfeksi tempat minum dan tempat pakan DOC sebelum digunakan kembali.
• Masa istirahat kandang yang cukup sebelum chick in (minimal 14 hari setelah desinfeksi).

b. Persiapan dan perlengkapan kandang: Pemilihan bahan litter (sekam padi/jerami/serutan kayu halus/kertas), penyediaan tempat pakan (feeder chick/nampan), tempat minum DOC dan indukan pemanas gas (Gasolec). Sekam padi bahan yang umum dipakai sebagai litter dan ditabur di lantai dengan ketebalan 8-12 cm. Sebelum masuk kandang, sekam padi perlu dikeringkan dan difumigasi atau disemprot dengan desinfektan agar mematikan kuman penyakit yang mungkin ada. Usahakan agar jumlah peralatan sesuai dengan standar kebutuhan DOC agar tidak terjadi persaingan antar DOC baik dalam hal pakan, air minum dan ruang gerak. Pada Tabel 1 berikut disajikan Kebutuhan peralatan dan perlengkapan untuk 1.000 ekor DOC.

Tabel 1: Kebutuhan Peralatan dan Perlengkapan Periode Brooding Per 1.000 DOC
Peralatan
Kapasitas
Jumlah Dibutuhkan
Chick guard (seng pembatas)
1.000 ekor (diameter 4-5 meter)
1 buah
Indukan Pemanas Gas
1.000 ekor
1 buah
Tempat pakan (nampan/feeder chick)
50-63 ekor
16-20 buah
Tempat minum 1 galon
80-120 ekor
10-12 buah
Lampu pijar
75 watt
1 buah
Sumber: Manajemen Brooding Medion (2010).

c. Menyalakan alat pemanas: Alat pemanas (Gasolec) sebaiknya dinyalakan satu hari sebelum DOC tiba, dengan tujuan agar suhu di sekitar lingkungan sudah hangat dan merata. Suhu yang diperlukan untuk DOC bisa diukur dengan menggunakan termometer yang diletakkan 5 cm di atas permukaan sekam di pinggir chick guard (lingkaran pelindung). Kebutuhan suhu pada masa brooding untuk DOC, seperti pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2: Kebutuhan Suhu pada Masa Brooding
Umur DOC (hari)
Suhu (°C)
0-3
32-35
4-7
29-34
8-14
27-31
15-21
25-27
Sumber: Sukses Beternak Ayam Broiler (2006).

d. Menyiapkan tempat minum: Tempat minum diisi air gula merah/aren dengan takaran 50-60 gram gula aren/liter air untuk 6-8 jam pertama, dengan tujuan agar DOC memperoleh energi baru setelah kehilangan energi dalam transportasi dari penetasan menuju farm/peternakan.

2. Chick in
a. Penimbangan dan penghitungan DOC: Saat chick in, pertama kali lakukan penimbangan (timbang DOC bersama-sama boksnya lalu dikurangi berat boks kosong) dan penghitungan jumlah DOC. Sekaligus memindahkan DOC ke chick guard, lakukan penyeleksian dengan mengisolasi DOC yang terlihat lesu, bulu kusam, kerdil dan mata keruh, karena akan menurunkan uniformity (% keseragaman bobot badan) dan kemungkinan menjadi sumber penyakit.

b. Pemberian pakan: Tiga sampai empat jam setelah semua DOC minum, segera berikan pakan starter (kandungan protein 19-21%) sedikit demi sedikit dengan cara ditabur, karena daya tampung tembolok yang terbatas dan terjaga kesegaran pakan akan memacu nafsu makan DOC agar tetap tinggi dan peternak harus lebih sering mengontrol DOC. Berikut disajikan frekuensi pemberian pakan seperti pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3: Frekuensi Pemberian Pakan Masa Brooding
Umur (hari)
Frekuensi Pemberian Pakan (kali)
Waktu Pemberian (Jam)

1-3
9
6
8
10
12
14
16
19
21
23
4-6
8
6
8
10
12
14
16
19
21
-
7-10
7
7
10
13
15
17
19
21
-
-
11-14
5
7
10
13
16
19
-
-
-
-
Sumber: Manajemen Brooding (2010).

c. Pemberian air minum: Setelah 6-8 jam pertama dan air minum mengandung gula aren habis, isi tempat minum dengan air biasa plus vitamin elektrolit agar perkembangan tubuh DOC lebih optimal lagi.

d. Kontrol kondisi tembolok DOC: Lakukan pemeriksaan konsumsi ransum dan air minum 2-3 jam setelah pemberian pakan pertama, dengan cara meraba tembolok dari sampel DOC. Bila  75% dari sampel ternyata temboloknya terasa kenyal dan lunak, berarti konsumsi pakan dan air minum cukup, kemudian pengontrolan diulang 24 jam kemudian dan diharapkan 95% tembolok terasa kenyal dan lunak. Bila tembolok terasa keras, kemungkinan DOC banyak memakan sekam dan air minum.

e. Kontrol kondisi sekam: Pada 1-3 jam setelah chick in, lakukan pengontrolan suhu sekam/litter apakah sudah nyaman atau belum? Salah satu teknik mendeteksinya adalah dengan memperhatikan kondisi kaki DOC, di mana bila litter terlalu panas maka kaki akan tampak kemerahan dan pecah-pecah di bagian kuku dan telapaknya, juga DOC yang mengalami hal ini biasanya akan berkumpul menjauh dari brooder. Sebaliknya bila litter terlalu dingin maka kaki DOC teraba dingin (dibanding suhu tubuh manusia), yang dampaknya konsumsi pakan menurun karena DOC cenderung diam memadati brooder.

f. Kontrol chick guard: Chick guard diperlebar setelah tiga hari pertama untuk menambah luas lantai (floor space), di mana pelebaran chick guard harus diulang setiap dua hari sekali sekitar 0,3-0,5 m. Setiap pelebaran harus diimbangi dengan penambahan tempat pakan (feeder) dan tempat minum (waterer). Floor space yang diperlukan untuk ayam broiler selama tiga minggu pertama sekitar 10-11 m2, tergantung strain ayam itu.

g. Melakukan seleksi dan grading: Seleksi dilakukan secara rutin setiap hari sejak minggu pertama, dengan tujuan memisahkan DOC yang kerdil, kaki kering, omphalitis (perut kembung) serta abnormal (kaki pincang, paruh bengkok, tubuh lemas) dari anak ayam yang masih sehat dan normal. DOC afkir harus segera dimusnahkan dan dicatat (recording) sebagai penyusutan (depletion). Sementara, grading adalah aktivitas pengelompokan ayam menjadi beberapa kelompok dengan standar berat badan yang ada. DOC yang kecil diisolasi tersendiri lalu diberikan perlakuan (treatment) khusus  agar mampu mengejar ketertinggalan berat badannya dengan cara sesering mungkin membangunkan DOC untuk makan, pemberian pemanas lebih lama, pemberian vitamin elektrolit terus-menerus dan mengurangi perbandingan tempat makan/minum dengan populasi ayam. Grading dilakukan sejak ayam berumur 17-22 hari.

h. Mengatur sirkulasi udara kandang: Hal ini perlu dilakukan terutama untuk kandang terbuka (open house), yang dilakukan 2-3 hari masa brooding (tergantung pada kondisi udara di dalam kandang). Mengatur sirkulasi udara yaitu dengan cara membuka layar/tirai dari bagian atas ke bawah (minggu kesatu 1/3 bagian, minggu kedua 2/3 bagian dan minggu ketiga seluruh bagian). Namun bila malam hari, saat hujan turun atau ada hembusan angin dingin, layar bagian bawah tetap ditutup hingga ayam berumur empat minggu, dalam arti pertumbuhan bulu sudah sempurna menutupi seluruh tubuh.

i. Mengganti tempat pakan dan tempat minum: Nampan (feeder chick) mulai diganti dengan tempat pakan tabung kapasitas 5 kg secara bertahap, yaitu 25% sejak DOC berumur 5-10 hari. Selanjutnya pada hari ke-15 diganti sebanyak 50% dan pada hari 18-21 diganti 100%. Demikian juga halnya dengan tempat minum.

j. Membuat laporan (recording): Pencacatan laporan pada masa brooding bertujuan untuk mengetahui perkembangan ayam menyangkut pertambahan berat badan mingguan, tingkat keseragaman (uniformity), tingkat konsumsi pakan (feed in take) dan perkembangan kesehatan. Laporan memuat jumlah ayam yang mati/afkir, jumlah dan cara pemberian pakan, obat-obatan, vaksin, berat badan mingguan dan tingkat keseragaman. Data perkembangan berat badan mingguan dan konsumsi pakan kemudian digambarkan dalam grafik standar berat badan dan konsumsi pakan mingguan.

Demikianlah pembahasan tentang masa brooding dan kaitannya dengan manajemen peralatan, serta kegiatan-kegiatan yang penting diaplikasikan, semoga bermanfaat. (SA)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer