Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Keswan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

HERBAL BERKHASIAT, KAYA MANFAAT

Beberapa jenis tanaman obat yang telah banyak digunakan pada hewan. (Foto: Istimewa)

Sediaan herbal dan minyak esensial digadang-gadang sebagai sediaan alternatif pengobatan alami, aman dan berkhasiat. Namun begitu, perlu ditelusuri seberapa jauh sediaan tersebut dapat memberikan khasiat dan manfaat.

Banyak Khasiat, Minim Efek Samping
Sebagaimana sudah diketahui bahwa terdapat kurang lebih 9.000-an spesies tanaman memiliki khasiat sebagai obat yang dapat dimanfaatkan untuk ternak, khususnya unggas. Dari berbagai macam khasiat yang ada, sederhananya saja penggunaan sediaan herbal berupa jamu berkhasiat menambah nafsu makan, menurunkan angka kematian dan lain sebagainya.

Namun sebenarnya dalam level yang lebih mikro alias ditingkat molekular banyak manfaat yang didapat dari penggunaan sediaan herbal dan minyak esensial. Misalnya sebagai antiinflamasi, memperbaiki performa saluran pencernaan, memenuhi kebutuhan nutrisi, antibakteri, antivirus, anti-parasitik dan lainnya.

Kusno Waluyo, merupakan satu dari banyak peternak yang merasakan khasiat herbal pada ayam petelur. Dirinya mengaku sudah 13 tahun menambahkan suplementasi herbal di dalam ransum ayam petelurnya. Selama itu pula dirinya mengaku mendapat… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023. (CR)

BAHAN HERBAL UNTUK KESEHATAN TERNAK

Pelarangan AGP dalam pakan mendorong banyak penelitian mencari alternatif penggantinya dalam pakan. (Foto: Dok. Infovet)

Pelarangan pemakaian Antibiotic Growth Promotor (AGP) dalam pakan mendorong banyak penelitian untuk mencari alternatif pengganti AGP dalam pakan. Berbagai bahan alternatif seperti probiotik, asam organik, enzim, minyak atsiri banyak dikembangkan termasuk senyawa herbal atau dikenal juga fitogenik. Penggunaan herbal untuk pengobatan manusia sudah banyak dikerjakan di Indonesia, juga negara lain seperti India atau China, malahan herbal digunakan sebagai pengobatan tradisionil (traditional medicine) secara turun-temurun.

Penggunaan herbal untuk ternak mulai berkembang di negara Eropa karena pelarangan AGP pada 2006, malahan sebelumnya ketika Denmark mulai melarang AGP pada 1996. Penelitian di Eropa mencoba menelusuri jenis-jenis tanaman yang sekiranya potensi untuk meningkatkan kesehatan hewan. Ribuan jenis tanaman ditelusuri untuk mencari bahan aktif yang dapat digunakan untuk pengganti AGP.

Jenis-jenis Herbal
Pengalaman membuat jamu untuk manusia berjalan cukup lama di Indonesia dan jamu sudah diproduksi oleh pabrik modern. Beberapa pabrikan jamu mengembangkan sayap usahanya memproduksi jamu untuk hewan, dengan bahan jamu yang juga diambil dari bahan jamu untuk manusia seperti Zingiberis officinale rhizome (jahe), Curcumaxanthorrhiza rhizome (temulawak) dan sebagainya.

Khasiat jamu hewan juga diklaim seperti pada manusia, diantaranya meningkatkan nafsu makan, memperbaiki daya tahan tubuh, bahkan membantu meredakan gejala penyakit tertentu. Ke”benar”an klaim bahan herbal untuk ternak membutuhkan penelitian lama, tidak mudah dan membutuhkan biaya mahal agar dapat dibuktikan secara ilmiah. Bahan baku herbal juga harus dikaitkan dengan bahan aktif yang terdapat di dalamnya. Sebagai contoh temulawak, ditemukan senyawa aktif yang disebut curcumin yang di klaim mempunyai fungsi kesehatan hati dan menambah nafsu makan. Persoalannya untuk jamu hewan adalah apa manfaat untuk manusia dapat langsung diterjemahkan juga untuk hewan? Hal ini membutuhkan penelitian ilmiah dengan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Mengikuti perkembangan di Eropa yang telah menghasilkan berbagai produk herbal, baik bahan baku maupun hasil pemurnian lebih lanjut, penelitian mencari potensi bahan herbal di Indonesia juga mulai dilakukan, akan tetapi... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

KEARIFAN PURBA: KOKSIDIOSTAT HERBAL

Kasus koksidiosis pada ayam modern tidak saja mereduksi dan/atau merusak sel-sel epitelium usus sebagai barrier mekanis dalam sistem innate immunity, tetapi juga mengganggu keharmonian mikrobiom lumen usus dan mereduksi fungsi fisiologis sel-sel epitelium sebagai efektor absorpsi unsur-unsur nutrisi bagi ayam.

Oleh: Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI - Jakarta)

Memahami keragaman bahan bioaktif, racikan dan mekanisme kerja preparat asal tumbuhan seolah perjalanan dalam memahami kehidupan dan kebijaksanaan yang bersemi dan berkembang seiring dengan suka dukanya kehidupan itu sendiri. Penyakit atau gangguan yang menerpa kehidupan sejatinya diselesaikan dengan apa yang tersedia di alam sekitarnya. Tulisan singkat ini mencoba menelisik mengapa beberapa produk asal tumbuhan (herbal) dalam bentuk imbuhan pakan (phytogenic feed additive/PFA) dapat digunakan sebagai preparat pencegahan koksidiosis pada ayam modern.

Koksidiosis dan Masalahnya
Koksidiosis merupakan suatu penyakit infeksius yang kompleks pada saluran cerna ayam yang disebabkan oleh suatu obligat protozoa dari genus Eimeria. Perkiraan total kerugian yang ditimbulkannya pada industri perunggasan Amerika per tahun bisa mencapai USD 127 juta (Chapman, 2009).

Kerugian serupa secara proporsional besar kemungkinan juga terjadi pada beberapa sentra perunggasan dunia (Abbas et al., 2012; Cobaxin-Cardenas, 2016). Koksidiosis juga merupakan kasus infeksius paling luas tersebar pada peternakan ayam modern dan menuntut biaya tinggi dalam penanganannya di lapangan (Williams, 1999; Abbas et al., 2011).

Di lapangan, bentuk dan struktur dinding ookista baik yang belum bersporulasi (bentuk non-infektif) maupun yang sudah bersporulasi (bentuk infektif) sangat kokoh dan mempunyai lapisan cukup tebal (Remmal et al., 2013). Itulah sebabnya problem koksidiosis pada peternakan ayam modern menjadi problem yang bersifat endemik (Abbas et al., 2012; Cardenas, 2016: Felici et al., 2020).

Sejauh ini, sejak 1930-an untuk kontrol dan pencegahan koksidiosis dalam industri perunggasan dunia sangat mengandalkan penggunaan preparat kemoterapi dan imbuhan pakan anti-koksi (anticoccidial feed additives). Akan tetapi dalam beberapa dekade terakhir penggunaan kedua pendekatan tersebut mulai mengalami tantangan di lapangan, disamping akibat adanya beberapa hasil penelitian ilmiah yang membuktikan telah terjadinya problem resistensi terhadap beberapa preparat kemoterapi dan/atau anti-koksi dalam pakan (Jeffers, 1978; Chapman, 1997; Abbas et al., 2008; Abbas et al., 2011), juga adanya efek toksik terhadap kesehatan ayam (Nogueira et al., 2009).

Di sisi lain, adanya tuntutan konsumen terhadap produk perunggasan yang aman dengan batas ambang residu antibiotika minim menjadi tantangan tersendiri (Peek dan Landman, 2013).

Tantangan lain berupa… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023. (toe)

MENJAJAL KHASIAT SEDIAAN HERBAL PADA TERNAK

Sediaan herbal dapat digunakan sebagai terapi kesehatan hewan ternak, termasuk ayam broiler. (Foto: Dok. Infovet)

Sejak zaman dahulu Indonesia dikenal sebagai negara yang memanfaatkan tumbuhan (herbal) sebagai obat. Misalnya saja jamu, yang merupakan perpaduan berbagai jenis tanaman obat yang memiliki khasiat baik bagi tubuh. Kini herbal tidak hanya digunakan pada manusia, namun juga hewan ternak dengan berbagai macam pengembangan dan khasiat.

Ada sekitar 40.000 spesies tanaman di dunia dan sekitar 30.000 diantaranya ada di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan sekitar 9.600-an spesies tanaman telah terbukti memiliki khasiat sebagai obat. Sedangkan 1.000-an diantaranya dimanfaatkan sebagai obat herbal tradisional oleh masyarakat Indonesia.

Kini tren gaya hidup manusia semakin berubah, akibat pandemi COVID-19, masyarakat semakin peduli pada aspek kesehatan. Tren back to nature kian menjamur, dalam hal ini mengonsumsi obat-obatan herbal dan jamu demi menunjang kesehatan seperti sebuah keharusan.

Begitupun dengan hewan, kenyataannya sediaan herbal dapat digunakan sebagai terapi kesehatan hewan ternak maupun hewan peliharaan. Berdasarkan data yang dirilis Medion (2018), sebanyak 30,49% ayam petelur dan pedaging di Indonesia pernah menggunakan sediaan herbal.

Bukan Melulu Jamu
Jamu mungkin sudah sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia. Penggunaannya juga tidak terbatas hanya pada manusia saja, tetapi juga pada hewan. Sering kali terdengar bahkan terlihat ketika ada kontes ternak, karapan sapi, atau event sejenisnya, pemilik hewan kerap memberikan jamu untuk ternaknya agar kondisinya lebih prima saat kontes.

Namun sebenarnya sedian herbal bukan melulu jamu. Menurut Product Management dari PT Medion, Apt Retnoningtyas SFarm, ada beberapa kategori sediaan berdasarkan pengelompokkannya, yakni… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023. (CR)

PILAH-PILIH HERBAL AGAR PERFORMA OPTIMAL

(Foto: Istimewa)

Suplemen pakan juga dikenal sebagai feed aditive atau pemacu pertumbuhan dalam bentuk antibiotik telah digunakan secara tradisional dalam pakan ternak pertanian sejak pertengahan 1940-an untuk menjaga lingkungan usus yang sehat dan meningkatkan kinerja (Dibner dan Richards, 2005). Didorong oleh peraturan yang lebih ketat mengenai perlindungan kesehatan manusia, kesejahteraan hewan dan lingkungan di satu sisi dan peningkatan permintaan protein hewani di sisi lain, membuat adaptasi alternatif diperlukan untuk produksi hewan yang berkelanjutan.

Karena meningkatnya larangan penggunaan Antibiotic Growth Promoters (AGPs) di seluruh dunia pada pakan, sehubungan dengan kekhawatiran perkembangan resistensi antimikroba dan selanjutnya transfer gen resistensi antibiotik dari mikrobiota hewan ke manusia (Castanon, 2007; Steiner dan Syed , 2015), tren saat ini di kalangan produsen unggas adalah beralih dari penggunaan AGP dalam ransum unggas.

Aditif pakan yang berasal dari tumbuhan dikenal sebagai Phytogenic Feed Additives (PFAs), yang terdiri dari tumbuh-tumbuhan dan rempah-rempah, essential oil (EO), ekstrak tumbuhan dan komponennya telah menjadi kelas aditif pakan yang berkembang untuk pakan hewan, karena preferensi konsumen untuk produk hewani alami dan bebas antibiotik.

Potensi PFA untuk meningkatkan performa dikaitkan dengan kemampuannya menjaga lingkungan usus yang sehat (Windisch et al., 2008). Dalam sejumlah besar studi ilmiah, essential oils yang mengandung sebagian besar zat aktif tanaman telah dilaporkan meningkatkan kesehatan dan meningkatkan kinerja zootechnical dengan meningkatkan ketersediaan nutrisi untuk hewan karena efek antioksidan dan antiinflamasinya, modulasi mikrobiota usus, bermanfaat berdampak pada kualitas usus yang menghasilkan kinerja yang lebih baik (Diaz-Sanchez et al., 2015; Upadhaya dan Kim 2017; Luna et al., 2019), meningkatkan kecernaan nutrisi (Jamroz et al., 2003; Jamroz et al., 2005) dan kesehatan usus (McReynolds et al., 2009) pada broiler dan unggas.

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa melengkapi diet broiler dengan PFA menghasilkan efek… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023.

Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
JL. DR SAHARJO NO. 264, JAKARTA
Tlp: 021-8300300

HERBAL, PAHAMI DAN APLIKASIKAN DENGAN TEPAT

Pemberian obat herbal harus dilakukan dengan dosis dan aturan pakai yang tepat, baik dilarutkan melalui air minum atau dicampur pada ransum. (Foto: Istimewa)

Indonesia merupakan negara tropis dengan kekayaan flora yang begitu beragam. Pemanfaatan dari beragam flora ini salah satunya digunakan sebagai obat. Ya, masyarakat Indonesia sudah sejak dahulu kala menggunakan berbagai flora sebagai pengobatan, dimana orang awam sering menyebutnya sebagai jamu.

Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, Apakah Sama?
Ketiganya sama-sama tergolong sebagai obat tradisional atau obat herbal. Obat tradisional ini bisa diartikan sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan mineral, bahan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka menjadi tiga kriteria obat tradisional yang diklasifikasikan berdasarkan keterbuktian dan standarisasi khasiat, keamanan dan mutu.

1. Jamu
Adalah obat tradisional Indonesia. Pembuktian ilmiah atas khasiat dan keamanannya hanya berdasarkan bukti-bukti secara empiris atau turun-temurun. Biasanya sediaan ini hanya campuran yang sederhana. Bahan baku yang digunakan untuk jamu tidak wajib dilakukan standarisasi, namun tetap harus memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan (farmakope atau peraturan kepala badan).

2. Obat herbal terstandar
Berbeda dengan jamu, obat herbal terstandar (OHT) merupakan sediaan alami yang khasiat dan keamanannya telah terbukti secara ilmiah (uji toksisitas dan farmakodinamika) dengan uji pra klinik. Bahan baku yang digunakan juga telah dilakukan standarisasi, yaitu dilakukan kontrol kualitas. Kontrol kualitas ini dilakukan untuk memastikan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023.

Ditulis oleh:
Hindro Setyawan SPt
Technical Support-Research and Development
PT Mensana Aneka Satwa

AI KEMBALI MELANDA, SEMUA PIHAK DIIMBAU WASPADA

(Sumber: iSIKHNAS)

Avian Influenza (AI) kembali mewabah, hampir di seluruh belahan dunia. Bahkan di Amerika Serikat, wabah AI mengganggu keseimbangan supply dan demand produk perunggasan mereka.

Merebak di Seluruh Dunia
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mencatat bahwa AI mulai mengalami kenaikan kasus sejak pertengahan 2021. Kemudian kasus AI semakin menjamur di berbagai negara di seluruh dunia, mulai dari Eropa dan Asia.

Di Perfektur Ibaraki Jepang, sebanyak 930.000 ekor unggas harus dimusnahkan akibat wabah AI. Bahkan di Jepang pada 2022, tercatat bahwa ada 9,8 juta unggas dimusnahkan, Ini merupakan rekor tertinggi suatu pemusnahan unggas di negara tersebut.

Tidak hanya menyerang unggas, AI juga menyerang manusia. di Tiongkok dan Hongkong kejadia AI H5N6 banyak terjadi pada manusia. Kurang lebih 83 kasus di China terjadi sejak 2022. Yang terbaru di Kamboja, seorang anak berusia 11 tahun meninggal dunia akibat AI.

Dari serangkaian hasil uji anak tersebut terinfeksi AI H5N1 clade 2.3.2 1c (Nidom, 2023). Dalam sebuah webinar yang digelar melalui daring, Guru Besar FKH Unair, Prof CA Nidom, mengatakan bahwa clade virus tersebut sudah lama beredar di Kamboja, yakni sejak 2014-2016.

“Kejadian ini tentunya semakin mengancam Indonesia yang masih satu region dengan Kamboja. Dimana Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi unggas terbesar di Asia Tenggara bersama Thailand,” tutur Nidom.

Sementara menurut Konsultan Perunggasan, Tony Unandar, mewabahnya AI beberapa tahun belakangan ini terutama di negara maju tak lepas dari adanya peternakan dengan konsep… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer