Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

WEBINAR BBPMSOH: PERAN OBAT HEWAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI TERNAK DAN EKSPOR

Webinar Nasional BBPMSOH, Selasa (22/12/2020). (Foto: Dok. Infovet)

Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) menyelengarakan Webinar Nasional “Peran Obat Hewan dalam Peningkatan Produksi Ternak Nasional dan Peningkatan Ekspor (Gratieks),” Selasa (22/12/2020) melalui daring.

Hadir sebagai pembuka acara, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Dr Ir Nasrullah, menyampaikan bahwa program kesehatan hewan menjadi poin yang sangat penting dalam peningkatan produksi ternak nasional.

“Tentunya pelayanan kesehatan hewan menjadi sebuah hal yang harus kita lakukan. Dalam pencegahan, obat hewan merupakan keharusan untuk dipersiapkan dalam jumlah atau kualitas sesuai dengan yang kita harapkan,” ujar Nasrullah dalam sambutannya.

Ia menambahkan, untuk menjamin kualitas, mutu dan khasiatnya, dilakukan perhatian dalam pembuatan dan pengedarannya. “BBPMSOH memiliki peran penting dan strategis untuk menjamin itu. Untuk itu BBPMSOH merupakan indikator utama produksi dan peredaran obat hewan sebagai penjamin bagi masyarakat dalam menggunakan obat hewan,” ungkapnya.

Lebih lanjut disampaikan Nasrullah, terkait ekspor obat hewan ia menyebut saat ini sudah mencapai 661 ton atau sekitar US $ 10,2 juta. Di tahun 2021, ekspor akan lebih dikencangkan lagi.

“Jangan sampai ekspor kita lebih kecil dibanding impor obat hewan kita. Ngapain kita impor kalau kita sendiri bisa ekspor. Kami berikan karpet merah bagi perusahaan atau produsen yang akan mengekspor obat hewan,” ucap Nasrullah.

Untuk peningkatan ekspor melalui Gratieks, pihaknya pun semakin memperkuat fasilitas yang dibutuhkan oleh para produsen dalam memenuhi standar negara tujuan ekspor.

“Tahun 2021 BBPMSOH kita lengkapi dengan peralatan yang lebih canggih lagi yang sebelumnya belum tersedia. Ini untuk membantu perusahaan memenuhi standar negara tujuan ekspor, sehingga eksportir bisa lebih lancar lagi,” terang dia.

Dengan adanya Gratieks, lanjut dia, diharapkan volume ekspor pada tahun 2024 mencapai 300%, dan obat hewan memiliki porsi yang cukup besar dalam peningkatan ekspor.

“Tinggal menambah volume dan negara tujuan ekspor saja. Kami juga bersama Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) terus melakukan terobosan market di luar negeri. Kita melakukan langkah-langkah yang lebih kencang lagi dalam promosi dan segi teknis untuk persyaratan ekspor,” katanya.

“Intinya kami siap bergandengan tangan bersama ASOHI dan sakeholder lainnya untuk memperkuat ekspor. Sebab tahun depan kami akan lebih selektif lagi dalam pemasukan obat hewan impor. Jangan sampai produksi dalam negeri kita ada, tetapi impor tetap jalan,” pungkasnya.

Dalam webinar tersebut dihadirkan pembicara dari berbagai bidang, diantaranya Prof Imam M. Fahmid (Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Kebijakan Pertanian), Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa (Direktur Kesehatan Hewan), Drh Maidaswar (Kepala BBPMSOH) dan Drh Irawati Fari (Ketua Umum ASOHI). (RBS)

KEMENTAN SIAGA MUNCULNYA PENULARAN VIRUS CORONA BARU

Kementan siaga kemunculan virus Corona (Foto: Dok. Kementan) 



Menindaklanjuti laporan kasus pneumonia (radang paru-paru) berat di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok beberapa waktu yang lalu, dan kemudian dikonfirmasi sebagai infeksi Coronavirus jenis baru (2019-nCoV), Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menyampaikan perlunya langkah-langkah kewaspadaan di Indonesia.

"Kita harus terus waspada, karena berdasarkan data WHO sampai tanggal 28 Januari 2020, telah dikonfirmasi sebanyak 4593 orang terinfeksi virus ini, dan 106 di antara meninggal dunia," ungkap I Ketut Diarmita, Dirjen PKH di Jakarta, 29/01/2020. Selain Tiongkok tambahnya, infeksi 2019-nCoV ini telah dilaporkan di 14 negara yakni Thailand, Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Malaysia, Nepal, Australia, Perancis, Jerman, Srilangka, Kamboja, dan Kanada.

Dijelaskan Ketut, analisa genetik dari virus ini menunjukkan adanya kedekatan kekerabatan dengan Coronavirus yang ditemukan pada kelelawar. Namun demikian, Ia menegaskan bahwa masih perlu investigasi lebih lanjut untuk dapat mengkonfirmasi bahwa hewan menjadi sumber penularan ke manusia.

"Sampai dengan saat ini, rute penularan yang dianggap paling berisiko adalah penularan dari manusia ke manusia," tambahnya.

Lebih lanjut Ketut menjelaskan bahwa berdasarkan hasil investigasi sementara menunjukkan hasil analisa genetik virus 2019-nCoV memiliki kedekatan dengan penyebab penyakit pernafasan yang sebelumnya mewabah yaitu SARS (severe acute respiratory syndrome) dan MERS-CoV (Middle East respiratory syndrome-related coronavirus).

"Sehingga perlu diwaspadai adanya indikasi bahwa penyakit ini berpotensi zoonosis, yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia," ucapnya.

Oleh karena itu, Ia menyampaikan beberapa langkah penting dari aspek kesehatan hewan di Indonesia sebagai kewaspadaan dini terhadap ancaman virus ini, yaitu agar setiap orang segera melapor jika terjadi peningkatan kasus penyakit pada hewan dan satwa liar, terutama jika berkaitan dengan adanya dugaan kasus 2019-nCoV pada manusia.

Ketut meminta agar unit pelaksana teknis (UPT) Kementan yaitu Balai Veteriner di seluruh Indonesia untuk melakukan investigasi terhadap laporan kasus penyakit pada hewan dan satwa liar yang berkaitan dengan kasus dugaan infeksi 2019-nCoV pada manusia.

Menurutnya selama ini Balai Veteriner sudah memiliki kemampuan untuk deteksi virus-virus yang baru muncul seperti Coronavirus, karena secara aktif telah bekerjasama dengan sektor kesehatan dan satwa liar dalam melakukan surveilans di satwa liar yang kontak dengan ternak dan manusia melalui pendekatan one health. Kegiatan ini didukung oleh FAO melalui fasilitasi dari USAID.

"Saya juga sudah perintahkan juga agar jajaran di sektor kesehatan hewan untuk berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Otoritas yang menangani satwa liar setempat terutama jika ada laporan kasus yang menunjukan gejala klinis pneumonia pada manusia," imbuhnya.

Dirjen PKH kemudian menekankan pentingnya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) pada kelompok risiko tinggi seperti dokter hewan, paramedik, peternak, pedagang dan pemilik hewan yang menangani hewan hidup dan produknya, terutama satwa liar, dengan pesan kunci kemungkinan penularan 2019-nCoV dari hewan dan satwa liar kepada manusia dan cara pencegahannya.

"Ada banyak cara sederhana yang dapat dilakukan untuk pencegahan, antara lain dengan memperhatikan hygiene personal, seperti mencuci tangan dengan sabun dan penggunaan alat pelindung diri (APD) setiap kali kontak dengan hewan dan produknya," ujarnya.

Menurut Ketut, tak kalah penting adalah melaksanakan manajemen risiko terhadap pemasukan hewan dan produk hewan di tempat pemasukan dan berkoordinasi dengan Karantina Pertanian setempat. (Rilis Kementan)

MENILAI DAMPAK PETERNAKAN SAPI BAGI LINGKUNGAN

Para pembicara dan moderator dalam diskusi mengenai dampak peternakan sapi bagi lingkungan mendapat cinderamata. (Foto: Infovet/Ridwan)

Menurut para peneliti, industri peternakan sapi turut menyumbang 65% emisi gas rumah kaca. Ternak ruminansia (sapi, kambing, domba) tersebut menghasilkan gas metana yang dikeluarkan melalui sendawa, gas buang dan kotorannya.

Sebagaimana dikutip dari tulisan berjudul “Animal Agriculture’s Impact on Climate Change,” gas metana menyumbang 16% dari total efek pemanasan global. Potensi pemanasan global mencapai 28 hingga 36 kali lipat yang berujung pada prduksi karbon dioksida.

Ketika dampak perubahan iklim semakin mengkhawatirkan, gerakan mengurangi pangan berbahan daging menjadi populer. Para aktivis lingkungan mendesak masyarakat untuk mengurangi makan daging untuk menyelamatkan lingkungan. Beberapa aktivis telah menyerukan pemberlakuan pajak atas daging untuk mengurangi konsumsi daging.

Pada 2006, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), menerbitkan penelitian berjudul “Livestock’s Long Shadow,” yang mendapat perhatian luas secara global. Disebutkan bahwa ternak memberikan kontribusi sebesar 18% emisi gas rumah kaca dunia. Hal itu mendorong tiap negara untuk memiliki kebijakan yang fokus pada masalah degradasi lahan, perubahan iklim dan polusi udara, kekurangan air dan polusinya, serta berkurangnya biodiversitas.

Memperhatikan permasalahan tersebut, Northern Territory Cattlemen's Association (NTCA) dan Red Meat and Cattle Partnership, bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), mengadakan seminar bertajuk “Dampak Peternakan Sapi Bagi Lingkungan,” Senin (27/1/2020) di Jakarta.

Menurut Ketua Umum ISPI, yang diwakili oleh Dewan Pertimbangan Organisasi ISPI, Joni Liano, mengatakan bahwa tema tersebut menjadi isu yang sangat serius dan harus dipelajari lebih mendalam.

“Nantinya hal itu bisa ditindaklanjuti melalui penelitian, serta implementasi lapangan. Dengan begitu bisa memajukan peternak dan mensejahterakan ternak di Indonesia,” kata Joni saat menjadi keynote speech.

Sementara Pebi Purwosuseno, mewakili Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, menyatakan pembahasan yang diangkat sangat relevan dengan situasi pembangunan peternakan dan kondisi lingkungan secara global saat ini.

“Kita ketahui bahwa sektor peternakan muncul sebagai salah satu kontributor bagi masalah lingkungan. Temuan ini mendorong setiap negara untuk memiliki kebijakan yang fokus pada masalah degradasi lahan, perubahan iklim dan polusi udara, kekurangan air dan polusinya, serta berkurangnya biodiversitas,” kata Pebi.

Lebih lanjut dikatakan, dengan memperhatikan permasalahan tersebut dan mempertimbangkan pentingnya peternakan bagi masyarakat, semua pelaku maupun stakeholder peternakan dituntut jeli dan berhati-hati dalam menentukan sikap.

“Kita harus secara jeli dan berhati-hati mengambil sikap terkait kondisi ini. Masalah akibat sektor peternakan di Indonesia mungkin tidak semasif di negara-negara yang sektor peternakannya jauh lebih besar dan maju. Namun langkah-langkah pengoptimalan seperti lahan, pakan, pengelolaan limbah dan biogas, terus dilakukan pemerintah,” tukasnya.

Dalam kegiatan tersebut, penyelenggara juga turut mengundang beberapa narasumber yang kompeten dibidangnya, diantaranya Ashley Manicaros (CEO NTCA), Dr Parjono (Fapet UGM), Kieran Mc Cooskeed (Department Primary Industry, Northern Teritorry Government) dan M. Pribadie Nugraha (Meat & Livestock Australia/MLA). (RBS)

LIMA TAHUN KE DEPAN EKSPOR PETERNAKAN TARGETKAN 100 NEGARA

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita. (Foto: Infovet/Ridwan)

Sesuai arahan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, terkait gerakan tiga kali lipat ekspor (Gratieks) produk-produk pertanian, sektor peternakan dan kesehatan hewan menargetkan untuk bisa mengakses 100 negara dalam pemasaran produk-produknya.

“Kita targetkan kurun waktu 2020-2024, akses pasar produk-produk peternakan dan kesehatan hewan akan meningkat ke-100 negara, dengan nilai ekspor pada 2024 diperkirakan Rp 21,7 triliun atau tiga kali lipat nilai ekspor tahun 2020 sebesar Rp 7,12 triliun,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) I Ketut Diarmita, dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/1/2020). 

Sesuai dengan strategi dalam Gratieks, selain menambah akses pasar, pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan para pelaku usaha bidang peternakan dan kesehatan hewan dalam rangka meningkatkan jumlah komoditas ekspor dan penambahan volume serta frekuensinya. “Kita juga dorong mereka untuk mau jadi eksportir, tidak hanya fokus bermain di pasar domestik saja,” ungkap Ketut. 

Menurutnya, Ditjen PKH telah mengambil langkah-langkah strategis dalam mendukung Gratieks, yakni melalui penetapan komoditas strategis ekspor seperti komoditas ternak/hewan hidup, produk hewan pangan segar dan olahan, produk hewan non-pangan, produk obat hewan, serta produk benih dan bibit.

“Kita juga telah petakan daerah sentra dan kapasitas produksi komoditas produk-produk tersebut. Ke depan berbagai fasilitasi seperti bantuan ternak/peralatan dan KUR akan difokuskan ke sana,” ucap dia.

Lebih lanjut disampaikan bahwa Kementerian Pertanian akan memberikan pendampingan teknis pada sentra-sentra yang telah ditetapkan. Ketut memberikan contoh misalnya bimbingan penerapan cara beternak yang baik, kompartemantalisasi bebas penyakit hewan dan pelayanan keswan, perolehan NKV (Nomor Kontrol Veteriner), bantuan pakan dan berbagai pendampingan lain dalam rangka pemenuhan syarat ekspor.

Sementara, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen PKH, Fini Murfiani, menambahkan bahwa Kementan juga dalam proses melakukan pemetaan potensi negara tujuan ekspor berdasarkan hasil analisis market intellegent dalam rangka mengidentifikasi persyaratan dari negara tujuan ekspor dan identifikasi negara pesaing untuk ekspor ke negara tujuan tersebut. 

“Langkah konkrit lain yang sedang dan akan kita lakukan adalah melalui harmonisasi persyaratan teknis dan perdagangan dengan negara tujuan, melakukan promosi produk, pengiriman misi dagang dan negosiasi market akses, serta melakukan sinergisme dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan instansi terkait lain untuk mendukung ekspor,” tukas Fini. (INF)

MUNAS II GAPUSPINDO: PENANDATANGANAN MOU DENGAN KELOMPOK PETERNAK GADING MANDIRI

Rangkaian Munas II Gapuspindo dilanjutkan pelantikan Dewan Pengurus periode 2019-2023 (Foto: Istimewa)


Musyawarah Nasional (Munas) ke-II Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Kamis, 7 November 2019 lalu menetapkan Ketua Dewan Gapuspindo definitif, yaitu Ir Didiek Purwanto. Sebelumnya, Didiek juga sudah sempat menjabat sebagai Plt Ketua Dewan Gapuspindo menggantikan Ketua terpilih sebelumnya.

Didiek akan menjabat dalam kurun periode empat tahun sejak 2019 hingga 2023. Beragam elemen terkait dengan keberlangsungan peternakan sapi, turut hadir dalam Munas II Gapuspindo di Hotel Atria Malang. Mulai dari para peternak, pengambil kebijakan, hingga para akademisi, khususnya dari Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (UB).

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita turut menghadiri Munas ini.

"Melalui Munas ini saya ditetapkan sebagai Ketua Dewan secara definitif, setelah sebelumnya menjadi pelaksana tugas Ketua Dewan Gapuspindo periode lalu," ungkap Didiek.

Dalam penyelenggaran Munas tahun ini, Gapuspindo menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan kelompok peternak Gading Mandiri. Secara simbolis mereka mendapat bantuan sapi langsung dari Gapuspindo, yang disaksikan langsung oleh Dirjen PKH.

Rangkaian Munas II Gapuspindo ini dilanjutkan dengan Pelantikan Dewan Pengurus Gapuspindo periode 2019-2023. Ketut berharap agar Gapuspindo bisa berjuang bersama Pemerintah dalam meningkatkan populasi sapi potong di Indonesia, serta untuk menyerap tenaga kerja di sektor peternakan.

Sejalan dengan hal tersebut, Ketua Dewan Pengurus Gapuspindo terpilih, Didiek Purwanto mengatakan bahwa Gapuspindo mendukung usaha peningkatan populasi sapi di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan penandatanganan MoU antara Gapuspindo dengan Kelompok Peternak Gading Mandiri.

Mereka mendapat bantuan sapi langsung dari Gapuspindo. "Arahan dari Pak Dirjen membuat kami bersemangat kembali, berpikir positif bahwa matahari akan terbit untuk Gapuspindo dan untuk kita semua dalam rangka kedaulatan pangan Indonesia," tegasnya. (Rilis/NDV)

105 ORANG PETUGAS PEMANTAU HEWAN KURBAN DITERJUNKAN

Pelepasan tim pemantau hewan kurban oleh Dirjen PKH, I Ketut Diarmita (tengah), didampingi Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma'arif (kiri). (Foto: Humas Ditjen PKH)

Dalam rangka menjaminan kesehatan, keamanan dan kelayakan daging pada pemotongan hewan kurban pada Hari Raya Idul Adha 1440 H, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), menurunkan sebanyak 105 orang petugas pemantau hewan kurban ke wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi.

Tim akan menjadi bagian dari ribuan petugas yang diterjunkan untuk pemeriksaan hewan kurban yang berasal dari berbagai instansi, seperti mahasiswa kedokteran hewan, petugas dinas, organisasi profesi dan profesional bidang kesehatan hewan dan masyarakat veteriner di seluruh Indonesia.

Pelepasan tim pemantauan pemotongan hewan kurban dilakukan pada Selasa (6/8), setelah acara pelatihan atau bimbingan teknis bagi para petugas. Acara dihadiri perwakilan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Askesmaveti) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). 

Disampaikan Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, bahwa pentingnya pengawasan lalu lintas ternak dalam menghadapi Hari Raya Kurban, mengingat baru-baru ini merebak kembali kasus Antraks di Kabupaten Gunung Kidul. Petugas bekerjasama dengan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) diminta memastikan bahwa hewan kurban yang akan dipotong dalam keadaan sehat, sehingga masyarakat tidak khawatir terhadap penyakit hewan yang sifatnya zoonosis.

Ia menambahkan, penjaminan kesehatan hewan penting untuk mencegah menyebarnya penyakit dari satu daerah ke daerah lain. Oleh karena itu untuk hewan yang ditransportasikan disertai dengan Sertifikat Veteriner/Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) sebagai bukti hewan tersebut sudah diperiksa dokter hewan berwenang di daerah asal dan sehat.

“Jika menemukan adanya gejala penyakit yang mencurigakan, petugas harus memberikan respon cepat berkoordinasi dengan dinas setempat dan balai veteriner. Petugas juga harus memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa tempat pemotongan hewan kurban harus layak dan higienis,” ucapnya.

Sementara pakar kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet) dari FKH IPB, Hadri Latif, menyampaikan pentingnya penerapan aspek Kesmavet dalam penanganan hewan dan daging kurban. Prinsip-prinsip kesejahteraan hewan, pemeriksaan sebelum pemotongan dan setelah pemotongan, serta higiene dan sanitasi harus dipahami petugas, karena hal ini menentukan kelayakan produk hewan yang akan dikonsumsi. 

Menurutnya, dalam pemeriksaan setelah hewan disembelih pada jeroan kadang ditemukan adanya cacing, baik cacing hati maupun cacing lambung. Jika pada organ hati, terutama di saluran empedu hati ditemukan cacing, maka bagian hati yang mengandung cacing harus disayat dan dimusnahkan. Jika sebagian besar hati yang mengandung cacing menjadi “mengeras” maka keseluruhan organ hati tersebut harus dipisahkan untuk dimusnahkan, karena tidak layak konsumsi. (INF)

OtoVet Nasional Deklarasikan Zona Bebas Penyakit Kuda


Jakarta (25/07), Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, selaku Otoritas Veteriner (OtoVet) Nasional mendeklarasikan zona bebas penyakit kuda atau Equine Disease Free Zone (EDFZ) Jakarta. Self-declaration tersebut dipublikasi oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) dalam website-nya setelah melalui screening administrasi dan teknis sesuai dengan standar OIE. (http://www.oie.int/animal-health-in-the-world/self-declared-disease-status/)

Mengingat Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games ke-18 di Jakarta dan Palembang, mulai 18 Agustus-2 September 2018, salah satu dari 40 cabang olahraga yang diperlombakan di Asian Games adalah Equestrian meliputi tiga disiplin, yaitu jumping, eventing dan dressage. Kompetisi ini akan dilaksanakan di Jakarta Equestrian Park Pulomas.

Untuk memfasilitasi partisipasi kuda-kuda peserta Asian Games 2018 yang sebagian besar tinggal di Uni Eropa, Kementerian Pertanian melalui Ditjen PKH bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta telah membentuk zona EDFZ sesuai pedoman OIE. Terdiri dari Venue (Jakarta Equestrian Park Pulomas) sebagai kompartemen bebas penyakit, zona surveilans meliputi wilayah Provinsi DKI Jakarta (kecuali Kepulauan Seribu) dan zona pelindung yang meliputi Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, serta Kota dan Kabupaten Bekasi.

Status bebas penyakit kompartemen ini dipertahankan melalui tindakan biosekuriti yang terdokumentasi, terutama venue yang tertutup, zona penyanggah dalam radius 1 km di venue, serta pengawasan vektor dan pengawasan pergerakan kuda. Tindakan biosekuriti tersebut dilaksanakan oleh manajer biosekuriti atas nama panitia penyelenggara didampingi oleh pejabat berwenang Badan Karantina Pertanian, serta diawasi oleh OtoVet kementerian dan Provinsi DKI Jakarta.

Ditjen PKH membuat pernyataan Jakarta Equestrian Park Pulomas sebagai kompartemen EDFZ bebas penyakit equine infectious anaemia, glanders, equine influenza, surra, piroplasmosis dan Japanese encephalitis. Serangkaian kegiatan sensus dan registrasi kuda, surveilans dan pengujian laboratorium penyakit dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari Balai Veteriner Subang, Balai Besar Penelitian Veteriner dan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, serta otoritas veteriner kabupaten/kota se-Jabodetabek dalam dua tahun terakhir. Berbagai perbaikan dalam sistem kesehatan hewan juga dilakukan untuk memenuhi standar OIE dan Uni Eropa.

EDFZ tersebut telah diakui oleh Uni Eropa sebagai pendekatan regionalisasi yang memungkinkan kuda-kuda ber-passport Uni Eropa dapat kembali ke Uni Eropa dengan persyaraatan teknis kesehatan hewan yang telah disepakati setelah mengikuti kompetisi Asian Games 2018 di Jakarta. Keputusan tersebut tertuang dalam Commission Implementing Decision (EU) 2018/518 tanggal 26 Maret 2018 yang dipublikasi di Jurnal https://eur-lex.europa.eu/legal-content/EN/TXT/PDF/?uri=CELEX:32018D0518&from=EN (INF)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer