-->

MENCEGAH INFEKSI DINI SAAT INKUBASI TELUR TETAS

Ilustrasi anak ayam menetas. (Foto: Pixabay)

Tindakan mencegah adalah lebih baik daripada menyembuhkan infeksi. Pencegahan merupakan salah satu langkah dalam melakukan mitigasi risiko jangan sampai ada kerugian besar yang terjadi di belakang hari.

Antisipasi sebelum terjadi infeksi yang menyebabkan kerugian adalah tindakan yang jauh lebih baik, menghilangkan kontaminasi yang kemungkinan terjadi saat melakukan inkubasi telur tetas. Agen penyebab penyakit bisa terbawa masuk ke dalam mesin tetas melalui telur tetas terkontaminasi dari sumber vertikal maupun horizontal, saat telur keluar dari induk maupun pada proses handling dari kandang ke mesin tetas.

Breeding farm maupun perusahaan pembibitan unggas dalam proses produksinya tidak terlepas dalam satu rangkaian siklus produksi yang disebut penetasan, melakukan inkubasi telur tetas terpilih dengan mesin tetas atau inkubator. Peternak kecil yang sekarang berkembang sudah banyak yang menggunakan mesin inkubator untuk menyediakan atau menjual bibit unggas. Sering kali  terlupakan bahwa pada proses produksi bibit yaitu saat inkubasi, ternyata tidak hanya bakal embrio dalam telur tetas yang berkembang menjadi DOC/DOD, namun kuman, virus, dan fungi juga terinkubasi.

Saat DOC/DOD muncul dalam mesin tetas, jutaan mikroorganisme juga ada dalam mesin tetas. Mikroorganisme ada yang bersifat patogen ikut terbawa DOC/DOD ke dalam kandang pembesaran yang bisa mengancam perkembangan DOC/DOD saat dalam brooder atau kandang pembesaran.

Dalam siklus produksi bibit, DOC/DOD keluar dari kerabang telur, telur tetas baru masuk dalam mesin tetas. Proses penetasan berlanjut dan berulang. Jeda waktu sebenarnya diperlukan untuk membersihkan dan mendisinfeksi mesin tetas sebelum dipakai kembali untuk menetaskan telur tetas. Sebab daya tetas bisa turun karena banyak tumpukan koloni mikroorganisme di berbagai bagian mesin tetas. Mikroorganis ini bisa masuk melalui pori kerabang telur dan menginfeksi calon embrio. Embrio bisa mati sejak dini sebelum berubah dan berkembang menjadi DOC/DOD. Daya tetas yang diharapkan tinggi bisa... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2025.

Ditulis oleh: 
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veteriner Ahli Pertama
Balai Veteriner Jayapura

INDONESIA BANGUN HATCHERY UNGGAS LOKAL DI BALI

Pemotongan pita secara simbolis sebagai tanda peresmian hatchery. (Foto: Sumber Unggas Indonesia)

Dalam rangka menjangkau peternak di seluruh wilayah Indonesia, PT Sumber Unggas Indonesia mendirikan fasilitas penetasan telur (hatchery) ayam lokal terbesar di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.

“Ini adalah satu-satunya pabrik penetasan ayam lokal di kawasan Indonesia Timur,” ujar Kasubdit Unggas dan Aneka Ternak, Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Makmun, yang mewakili Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan saat peresmian hatchery unggas lokal milik PT Sumber Unggas Indonesia di Desa Penglumbaran, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Bali, Senin (18/2).

Makmun menyampaikan, berdasarkan data Statistik Peternakan saat ini produksi dan populasi ayam lokal secara nasional terus bertambah dari tahun ke tahun. Populasi empat tahun terakhir secara nasional tahun 2014 (275 juta ekor), 2015 (285 juta ekor), 2016 (294 juta ekor), 2017 (299 juta ekor) dan data sementara populasi 2018 (310 juta ekor).

 “Kita berharap pemerintah daerah dapat memfasilitasi adanya hatchery ini, agar ketersediaan bibit ayam dan itik lokal terjamin, sehingga pengembangan dan kesinambungan usaha unggas lokal bisa berjalan dengan baik,” ucap Makmun. 

Makmun juga mengimbau, usaha ayam lokal tidak hanya berhenti pada hatchery, melainkan juga menghadirkan pembibitan untuk memasok kebutuhan DOC di Bali, NTB dan NTT.

Sementara di tempat terpisah, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, sangat mengapresiasi hatchery ayam lokal ini. Apalagi, kebutuhan ayam lokal di Bali terus meningkat untuk kebutuhan kuliner dan upacara adat, sedangkan produksi dan populasi ayam lokal di Bali tidak imbang dengan jumlah kebutuhan.

Berdasarkan data Statistik Peternakan, populasi ayam lokal di Bali dalam lima tahun terakhir diketahui mencapai 4,11 juta ekor (2014); 4,00 juta ekor (2015); 3,94 juta ekor (2016); 3,26 juta ekor (2017) dan 3,28 juta ekor (2018). “Dengan hadirnya hatchery di Kabupaten Bangli ini, saya harap dapat meningkatkan populasi, gairah beternak dan kesejahteran peternak,” ujar Ketut.

Ia pun meminta pemerintah daerah terus memfasilitasi dengan baik upaya-upaya dalam mengembangkan peternakan ayam lokal. “Mulai dari ketersediaan lahan, kemudahan berusaha, keamanan dan kepastian pelayanan,” imbuhnya.

Hal tersebut disambut baik Bupati Bangli, I Made Gianyar. Ia menegaskan akan menjamin keamanan dan kepastian usaha ayam lokal di Kabupaten Bangli dan berharap PT Sumber Unggas Indonesia memprioritaskan hasil produksi DOC-nya untuk para peternak Kabupaten Bangli.

Sementara, Direktur PT Sumber Unggas Indonesia, Naryanto, pihaknya sangat berterima kasih kepada pemerintah atas dukungan, pendampingan dan motivasi, sehingga pembangunan hatchery ini bisa berjalan dengan baik hingga bisa panen perdana DOC ayam lokal.

Adapun kapasitas hatchery terpasang saat ini sudah mampu memproduksi DOC sebanyak 30 ribu ekor per minggu atau 120 ribu ekor per bulan. “Kami bersyukur produksi selama Februari 2019 telah habis dipesan para peternak di Bali dan NTB. Ke depannya kami juga akan membangun breeding farm di Bali sesuai arahan pemerintah. Ini segera kita realisasikan, mengingat pangsa pasar di Bali dan provinsi sekitarnya cukup besar dan bisa menjadi usaha yang menjanjikan,” pungkas Naryanto. (SUI)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer