Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini AINI | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PENDAMPINGAN MANAJEMEN PAKAN SAPI PERAH MELALUI DARING

Acara pendampingan pakan untuk peternak sapi perah yang dilaksanakan AINI dan KPSBU melalui daring. (Foto: Istimewa)

Dalam acara Pendampingan Manajemen Pakan Peternak Sapi Perah melalui aplikasi daring, Selasa (12/1/2021), yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran (UNPAD), Dr Ir Iman Hernaman IPU, mengatakan bahwa dalam budi daya peternakan sapi perah, pemberian konsentrat bertujuan untuk menambah nilai nutrien ransum, melengkapi nutrien ransum yang defisien, meningkatkan konsumsi ransum, kecernaan ransum, serta meningkatkan populasi mikroba rumen.

Bahan pakan penyusun konsentrat untuk sapi perah berasal dari bahan pakan sumber energi, yakni berasal dari pakan butiran (serealia), ubi-ubian, hasil samping industri-agro, serta bahan pakan sumber protein, yang berasal dari kacang-kacangan. Iman menegaskan, bahan pakan untuk ternak sapi perah tidak boleh berasal dari hewan, seperti meat bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging.

Hal itu mengacu pada regulasi yang ada, yakni Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/4/2009 tentang syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pakan. Pada Pasal 8 Ayat 4 dalam disebutkan bahwa untuk pakan konsentrat ternak ruminansia tidak diperbolehkan menggunakan bahan baku pakan asal hewan ruminansia seperti tepung daging dan tulang.

Untuk pemberian konsentrat pada sapi perah tersebut, Iman menyarankan pemberiannya berkisar pada 1-2% dari bobot sapi, dengan waktu dua kali sehari yakni pagi dan sore. Adapun perbandingan komposisi jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum sapi perah atas dasar bahan kering yang disarankan adalah 60% hijauan dan 40% konsentrat. Komposisi tersebut tergantung kualitas hijauan.

"Sebaiknya pemberian pakan konsentrat sebelum pakan hijauan dan diberikannya ada jeda. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen," kata Iman. (IN)

PROGRAM BANK PAKAN DORONG PENGEMBANGAN SAPI PERAH

Pakan merupakan unsur utama penentu harga produk pangan asal ternak. (Foto: Istimewa)

Penyediaan pakan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pengembangan sapi perah di Indonesia. Tantangan tersebut antara lain penggunaan rumput dengan jerami padi, aplikasi teknologi pengolahan pakan, penyediaan lahan penghasil pakan hijauan, serta konsentrat yang belum terstandar.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Prof Nahrowi, dalam pembukaan acara Pendampingan Manajemen Pakan Peternak Sapi Perah melalui aplikasi daring, Selasa (29/12). Acara diselenggarakan oleh AINI dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), berlangsung pada Desember 2020 hingga April 2021.

Nahrowi mengharapkan bahwa dalam menghadapi permasalahan pakan di Indonesia yakni seputar ketahanan pakan, keamanan pakan dan aspek lingkungan, para pemangku kepentingan di bidang persusuan yakni para pelaku usaha yang tergabung dalam KPBSU, pemerintah dan akademisi ataupun peneliti dapat bersinergi memajukan industri persusuan Indonesia.

Direktur Pakan, Ditjen PKH, Drh Makmun Junaidin pada kesempatan tersebut menjelaskan tentang arah kebijakan pakan nasional yang mengacu pada dua hal utama, yakni keamanan pakan dan ketahanan pakan.

“Ketahanan pakan yakni menjamin ketersediaan pakan unggas dan pakan ruminansia, serta keamanan pakan yakni meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pakan yang diproduksi dan yang diedarkan,” kata Makmun.

Untuk mencapai hal itu, telah dicanangkan strategi pencapaian program yakni dengan pengembangan hijauan pakan ternak, pengembangan pakan olahan dan bahan pakan, serta pengembangan mutu dan keamanan pakan. Makmun menambahkan, karakteristik penyediaan pakan untuk ruminansia adalah sebagian besar diproduksi oleh pabrik pakan skala menengah (PPSM) dan kecil atau kelompok pabrik pakan skala besar hanya 1 % dari total produksi pakan, serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal spesifik lokasi.

Karena pakan merupakan unsur utama penentu harga produk pangan asal ternak, yang pada sapi perah mencapai 67%, maka pemerintah telah mendorong adanya lumbung pakan di tingkat peternak, terutama dalam menghadapi musim kering. Konsep lumbung pakan tersebut dituangkan dalam program bank pakan. 

“Ini bertujuan untuk membentuk kelembagaan usaha pakan, mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal, melakukan pengolahan, pengawetan, dan penyediaan pakan secara berkelanjutan, serta mengoptimalkan pemanfaatan peralatan dan teknologi pengolahan pakan,” tandasnya. (IN)

AINI BAHAS OPTIMALISASI PALM KERNEL MEAL UNTUK BAHAN BAKU PAKAN TERNAK

Ketersedian PKM di Indonesia melimpah, tetapi pemanfaatannya masih minim


Indonesia dan Malaysia dikenal dunia sebagai dua negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Salah satu produk sampingan dari kelapa sawit adalah bungkil inti sawit alias palm kernel meal yang ternyata dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak.

Potensi ini sepertinya belum banyak dimanfaatkan oleh produsen pakan Indonesia. Asosiasi Ilmu Nutrisi Indonesia (AINI) melihat ini sebagai peluang dikala lesunya industri pakan karena wabah Covid-19. Mereka juga membahas hal ini dalam webinarnya pada Kamis (1/10) melalui aplikasi zoom. Seminar tersebut membahas mengenai pemanfaatan palm kernel meal sebagai bahan baku pakan ternak dari mulai unggas, ruminansia, babi, dan bahkan satw akuatik. Animo peserta yang hadir ternyata sangat tinggi, hal ini terlihat dari jumlah peserta yang mencapai lebih dari 350 orang.

Seminar dibuka dengan opening speech dari Ketua Umum AINI yang juga guru besar FAPET IPB, Prof. Nahrowi. Dalam sambutannya Nahrowi menyebutkan bahwa Indonesia menurut data USDA Indonesia menghasilkan 10,7 juta ton PKM pada tahun 2019, atau 57% produksi dunia.

"Tentunya ini merupakan potensi, kita penghasil PKM terbesar di dunia tetapi kurang memanfaatkan PKM. Padahal kandungan nutrisi PKM dapat dimanfaatkan, namun begitu karena beberapa kendala kita jadi enggan menggunakannya, oleh karena itu diharapkan seminar ini dapat membedah PKM secara dalam dan menambah khazanah kita mengenai PKM," tukas Nahrowi.

Narasumber yang dihadirkan pun juga bukan sembarangan, Prof Arnold Sinurat dari BALITNAK adalah salah satunya. Dalam presentasi berdurasi dua puluh menit, Prof Arnold banyak menjabarkan berbagai hasil penelitian terkait penggunaan PKM sebagai bahan baku bakan di berbagai jenis hewan ternak.

"Rerata di feedmil PKM digunakan 2-3%, paling banyak 5%. banyak orang yang enggan menggunakannya karena beberapa hal, Salah satunya kandungan Mannan yang merupakan Non Starch Poliscaharide yang menyebabkan vsikositas usus meningkat," tuturnya.

Selain itu secara struktur, PKM kandungan nutrisi yang berguna dan dapat dimanfaatkan dalam PKM "terkunci" di dalam. Butuh beberapa treatment yang tepat untuk mengeluarkannya agar dapat dimanfaatkan oleh hewan ternak.

Beberapa perlakuan yang dapat diberikan untuk mengakalinya menurut Arnold yakni dengan melakukan fermentasi dan melakukan penambahan enzim eksogen untuk dapat membuka "kunci" tersebut.

Sementara itu Drh Agus Prastowo dari PT Elanco Animal Health yang bertindak sebagai narasumber kedua menuturkan bahwa kandungan β - mannan yang terdapat dalam PKM sangat tinggi. β - mannan merupakan zat NSP yang bisa dibilang bersifat anti nutrisi, namun begitu jika β - mannan dipecah maka hasilnya adalah Mannan Oligosakarida (MOS) yang dapat berguna sebagai prebiotik untuk bakteri yang menguntungkan di saluran cerna.

"β - mannan jika dipecah akan menjadi MOS dan beberapa jenis gula yang dapat menjadi prebiotik dan sumber energi dari suatu ransum. Oleh karenanya perlu penambahan enzim eksogen semisal β - mannanase, selulase, dan lainnya untuk menguraikan harta karun tersembunyi tersebut," tutur Agus.

Lebih jauh Agus menjelaskan bahwa penambahan enzim semisal β - mannanase dalam susatu ransum yang menggunakan PKM sebagai bahan baku juga dapat meningkatkan produktivitas, kecernaan, feed intake, dan meningkatkan kesehatan saluran cerna pada unggas. (CR)

APA ITU PALM KERNEL MEAL DALAM PAKAN? GRATIS...IKUTI WEBINAR INI

Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas areal perkebunan mencapai 12,3 juta hektar. Dalam proses produksinya, industri kelapa sawit menghasilkan berbagai produk hasil samping, salah satunya yaitu Palm Kernel Meal (PKM) yang produksinya mencapai 5,8 juta ton/tahun.

Berdasarkan kandungan nutrisinya, PKM berpotensi sebagai sumber energi dan protein, namun memiliki constraint kandungan serat yang tinggi sehingga tidak cocok dengan saluran pencernaan hewan monogastrik.

Berbagai teknologi diterapkan untuk memperbaiki kualitas nutrisi PKM diantaranya melalui perlakuan fisik, kimia dan enzimatik.

Pada Zoominar AINI ke-8 yang diselenggarakan oleh @ainifeednutrition ini akan dibahas mengenai "Optimalisasi Pemakaian Palm Kernel Meal dalam Pakan Unggas, Babi dan Ikan", yang akan diselenggarakan pada
Kamis, 1 Oktober 2020 pukul 09.00-11.10

Acara ini gratis dengan kuota terbatas
Silakan segera mendaftar pada link bit.ly/ZOOMINARAINI8

Acara ini didukung oleh media partner: @majalahinfovet;
@livestockreview; @majalahtrobos; @poultryindonesia; @agropustaka; @majalahagrina

MENGOPTIMALKAN POTENSI LAMTORO SEBAGAI BAHAN PAKAN SAPI

Lamtoro bisa menjadi pakan utama ataupun pakan pelengkap pada ternak sapi. (Foto: Istimewa)

Kamis, 6 Agustus 2020, Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) kembali menyelenggarakan seminar online bertajuk “Pengelolaan dan Optimalisasi Pemakaian Lamtoro pada Sapi.”

Dalam kegiatan tersebut dihadirkan narasumber peneliti BPTP Balitbangtan NTB, Dr Tanda S. Panjaitan. Dalam paparannya ia mengingatkan tentang penggunaan lamtoro pada pakan ruminansia yang harus dilakukan dengan hati-hati karena terdapat zat antinutrisi pada lamtoro, yakni mimosin.

“Di dalam rumen sapi senyawa mimosin akan dikonversi menjadi 3,4 dan 2,3 dihydroxy-pyridine (DHP). Keracunan mimosin atau DHP tersebut dapat menyebabkan ternak mengalami pembesaran kelenjar tiroid, dengan gejala terjadinya penurunan nafsu makan, bulu kusam, berdiri dan rontok. DHP juga menyebabkan terjadinya defisiensi mineral, khusus besi, tembaga, dan magnesium,” ujar Tanda.

Lamtoro sendiri merupakan sejenis perdu dari suku Fabaceae dan termasuk salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola tanam campuran. Sejak lama lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi, sumber kayu bakar dan pakan ternak. Daun dan ranting muda lamtoro dapat menjadi pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun lamtoro memiliki tingkat ketercernaan 60-70% pada ruminansia, tertinggi diantara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya. 

Oleh karenanya, Tanda menyarankan untuk pemberian lamtoro pada sapi dilakukan dengan cara bertahap. “Pemberian lamtoro sebagai pakan pada ternak yang belum terekspos harus dilakukan secara bertahap,” katanya.

Ia juga menambahkan, adaptasi terhadap pakan lamtoro normalnya 2-3 minggu, dengan pemberian pertama biasanya sekitar 20% dari total pakan atau 0,5% dari berat badan. Namun kadangkala ada ternak yang butuh waktu adaptasi lebih lama sampai 6 minggu baru normal.

“Pemberian 40-60% dari total pakan dan sisanya rumput atau tebon jagung, hasilnya sama dengan yang diberikan 100%. Sehingga untuk pemberian pakan dari lamtoro cukup 40-60% saja, untuk menghemat lamtoro,” ucap dia.

Ternak yang sudah beradaptasi dengan pakan dari lamtoro dapat mengonsumsinya hingga 100%, namun disarankan untuk dilakukan pemberian mineral pada ternak yang diberi pakan lamtoro pada komposisi 70% atau lebih. 

Dalam pemberian pakan, lamtoro bisa menjadi pakan utama ataupun pakan pelengkap. Pada peternak yang memiliki kebun lamtoro sendiri, maka lamtoro bisa menjadi pakan utama dengan pemberian 100% sebagai pakan tunggal, terutama di musim kemarau atau pada musim hujan.

“Pemberian 70% atau lebih bisa dicampur dengan rumput atau jerami jagung. Adapun peternak yang tidak memiliki kebun lamtoro sendiri maka komposisi lamtoro adalah 40-60%, dan selebihnya ditambahkan rumput (30-50%), serta dedak (10-30%),” jelasnya. 

Pada pemberian pakan lengkap, formulasi umum yang dilakukan adalah lamtoro sebanyak 40-60%, rumput atau jerami jagung sebanyak 5-15% dan dedak atau jagung maupun ubi kayu sebanyak 40-60%. Pada formulasi tersebut, protein kasarnya 12-14% dan metabolisme energi sebesar 10-12 MJ/kg. Dengan pola pemberian pakan seperti itu, Tanda menandaskan, pertambahan berat badan harian ternak bisa mencapai 0,4-0,7 kg. (IN)

IKUTI WEBINAR PENGELOLAAN DAN OPTIMALISASI LAMTORO UNTUK SAPI




PENGELOLAAN DAN OPTIMALISASI PEMAKAIAN LAMTORO PADA SAPI

Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) kembali akan menggelar Seminar Webinar bertajuk Pengelolaan dan Optimalisasi Pemakaian Lamtoro pada Sapi. Organisasi perhimpunan profesi dan keilmuan para ahli di bidang Nutrisi dan Teknologi Pakan ini menhadirkan setidaknya tiga narasumber pakar di bidangnya, yaitu: DR IR Tanda S. Panjaitan, MSc. Peneliti SPTP Balitbangtan NTB., Prof DR IR Dahlanuddin, MRurSc,Guru Besar Univ. Mataram dan Prof Max Shelton dari Univ of Queensland, Australia.

Dimoderatori olaeh IR Triastuti Andajani, MSi., Program Manager IP2FC ISPI. Acara yang rencananya berlagsung pada Kamis 6 Agustus 2020 mulai pukul 09.00 WIB melalui daring Zoom Meeting yang bisa anda akses dengan Narahubung Febrinita dan Asmadini sebagaimana tercantum di dalam Flayer.

Berita selengkapnya terkait kegiatan tersebut dapat anda simak di Infovet sebagai Media Parner dan ikuti terus di web: http://www.majalahinfovet.com

POTENSI BESAR MAGGOT DALAM FORMULASI RANSUM PAKAN UNGGAS



Indonesia menghasilkan limbah makanan dengan jumlah melimpah yang perlu dikelola dengan baik. Limbah makanan ini dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh maggot dalam proses biokonversi sampah organik menjadi bahan kaya protein.

Maggot yang merupakan larva dari serangga Hermetia illucens atau dikenal dengan black soldier fly (BSF), sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara seperti di Jerman, Belanda dan China untuk menghasilkan sumber protein.

Biokonversi tersebut di Indonesia diharapkan dapat bersinergi dengan masalah lingkungan melalui pengelolaan limbah organik menjadi bahan pakan alternatif pengganti tepung ikan dan MBM yang lebih murah dan berkelanjutan. Hal itu mengemuka dalam sebuah online seminar yang diselenggarakan Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Kamis (9/7/2020).

Kegiatan seminar yang keempat kalinya ini menghadirkan narasumber penting di bidangnya, yakni CEO Biomagg Aminudi, Guru Besar Fapet IPB Prof Dr Dewi A. Astuti dan Prof Dr Sumiati, Dosen FPIK IPB Dr Ichsan Achmad Fauizi dan Ketua umum GPMT Desianto Budi Utomo. Seminar dipandu Dekan Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako Palu Prof Ir Burhanudin Sundu MScAg PhD.

Dalam acara tersebut, Sumiati memaparkan tentang berbagai manfaat budi daya maggot, antara lain mampu mengonversi biomassa berbagai material limbah organik seperti kotoran hewan, limbah organik perkotaan, kotoran manusia segar, maupun limbah sayuran pasar.

Manfaat berikutnya maggot dapat mereduksi bau potensial limbah sekitar 50-60%, sehingga dapat mereduksi polusi, bakteri patogen, bau dan populasi lalat rumah dengan mengurangi kesempatan lalat rumah untuk oviposisi.

Maggot juga bisa menjadi sumber nutrien karena memiliki kandungan nutrien yang tinggi (protein, asam amino, lemak, mineral) sebagai pakan ternak,” kata Sumiati.

Ia menunjukkan beberapa penelitian tentang penggunaan maggot dalam ransum unggas. “Penggunaan maggot sampai 15% sebagai pengganti soya bean meal dan soya bean oil tidak berefek negatif terhadap digestibility, performa produksi, kualitas karkas dan daging puyuh,” jelasnya.

Penelitian lain juga menunjukkan, pemberian maggot pada ayam petelur dapat mengangkat kualitas telur dan menurunkan angka konversi pakan. 

“Substitusi tepung kedelai secara sebagian atau menyeluruh dengan tepung maggot tidak mempengaruhi asupan pakan, performa produksi, bobot telur dan efisiensi pakan,” kata Sumiati mengutip sebuah hasil penelitian tentang maggot pada ayam petelur. Dengan demikian, maggot memiliki potensi untuk digunakan sebagai sumber protein alternatif pada hewan unggas petelur. (IN)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer