Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini AINI | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PENGELOLAAN PAKAN HIJAUAN UNTUK SAPI DI LAHAN SAWIT

Integrasi sapi-sawit. (Sumber: iaccbp.org)

Integrasi ternak dalam usaha perkebunan sawit adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak tanpa mengurangi aktivitas dan produktivitas kebun, bahkan keberadaan ternak tersebut dapat meningkatkan produktivitas tanaman, sekaligus produksi ternaknya. Integrasi ternak tersebut bertujuan agar terjadi sinergi saling menguntungkan yang pada akhirnya dapat membantu mengurangi biaya produksi.

Hal itu diuraikan oleh Ranch Manager Palm Cow Integration Dept, PT Buana Karya Bhakti, Wahyu Darsono, dalam sebuah seminar online tentang sistem pemberian pakan untuk sapi induk yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Jumat (15/5/2020). 

Wahyu mengatakan bahwa dalam integrasi sapi sawit maka kebun sawit harus diperankan sebagai lahan gembalaan atau sebagai pasture untuk pembiakan sapi atau produksi sapi grassfed. Dengan demikian, kebun atau pabrik sawit berperan menyediakan bahan pakan yang berkelanjutan bagi ternak, khususnya ternak ruminansia.

“Pengelolaan pasture di kebun sawit sebagai sumber pakan berkelanjutan perlu dilakukan secara terkontrol dengan alokasi paddock sesuai dengan grup atau status sapi dan berdasarkan stocking rate potensi biomass,” kata Wahyu. 

Demikian juga dengan optimalisasi pemanfaatan vegetasi gulma sebagai sumber pakan,  perlu didukung komitmen dan sinergi yang kuat antara kegiatan perkebunan dan kegiatan penggembalaan sapi, terutama pada aspek pemupukan, penanggulangan gulma dan panen TBS, serta pemanfaatan areal terbuka untuk introduksi tanaman hijauan pakan berkualitas.

“Untuk memenuhi kecukupan nutrisi sapi sesuai dengan status sapi dan pengaruh iklim terutama curah hujan, perlu diberikan pakan tambahan sebagai sumber protein, energi dan mineral,” pungkasnya. (IN)

PRINSIP PEMBERIAN PAKAN SAPI PEDAGING

Ternak sapi pedaging (Sumber: Istimewa)

Dalam penggemukan sapi, pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah tertentu dengan kandungan energi dan protein yang cukup, sehingga menghasilkan pertambahan berat badan (PBB) sesuai yang diharapkan.

Pakan ternak sapi pedaging di Indonesia saat ini sebagian besar masih menggunakan bahan pakan lokal. Hijauan sebagai sumber bahan pakan utama masih menjadi andalan peternak mencukupi kebutuhan energi ternak. Namun demikian, ketersediaan dan kualitas hijauan merupakan masalah utama dalam penyediaan pakan di Indonesia.

Pada musim hujan ketersediaan hijauan di Indonesia cukup berlebih, namun pada musim kemarau hijauan menjadi langka. Pada saat ketersediaan hijauan berlebih, peternak mestinya memanfaatkannya dengan mengolah menjadi hay (hijauan kering), silase atau pengolahan lainnya, sehingga dapat disimpan dan dimanfaatkan pada saat kelangkaan hijauan terjadi. Namun, keterampilan peternak masih sangat rendah sehingga hanya sebagian kecil saja yang dapat melakukannya.

Menurut Dr Idat Galih Permana dari Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam sebuah pelatihan tentang pakan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) di Bogor pada September 2019 lalu, menyatakan bahwa di samping ketersediaan hijauan yang fluktuatif, kualitas hijauan di Indonesia masih relatif rendah. Seperti halnya di daerah tropis, pertumbuhan hijauan untuk mencapai fase generatif sangat cepat, sehingga hijauan yang dipanen cenderung mengandung protein yang rendah dengan kandungan serat kasar tinggi. Rendahnya penggunaan pupuk pada lahan hijauan semakin menyebabkan menurunnya kualitas hijauan. Disamping itu, sebagian besar peternak masih sangat mengandalkan hijauan alam atau rumput alam, sehingga kualitasnya sama sekali tidak dapat dikontrol.

Sementara pemakaian konsentrat untuk ransum ternak ruminansia di Indoensia masih didominasi oleh bahan baku lokal. Hal tersebut terjadi karena ternak ruminansia tidak terlalu menuntut bahan baku dengan kandungan tinggi nutrien. Beberapa bahan baku yang umum digunakan dalam konsentrat ternak ruminansia diantaranya onggok, dedak padi, polar dan jagung sebagai sumber energi, serta bungkil sawit, bungkil kelapa dan ampas tahu sebagai sumber protein. Kendati demikian, permasalahan yang juga terjadi dalam penyediaan konsentrat adalah fluktuatif dan kualitas bahan baku yang tidak stabil.

Program penggemukan atau feedlot pada sapi pedaging ditujukan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan dalam waktu 3-5 bulan pemeliharaan sapi bakalan. Dalam program tersebut sapi bakalan diberi pakan dalam jumlah tertentu dengan kandungan energi dan protein yang cukup, sehingga menghasilkan pertambahan berat badan (PBB) yang diharapkan.

Pertambahan berat badan sapi tergantung dari banyak hal, antara lain jenis sapi, kelamin, umur, kualitas pemeliharaan pada masa pertumbuhan, serta jenis dan cara pemberian pakan. Selain pakan hijauan, sapi pedaging juga harus diberikan konsentrat khusus untuk penggemukan. Sebagai acuan dalam pembuatan pakan konsentrat sapi pedaging, dapat digunakan SNI Konsentrat Sapi Potong (3148-2:2017).

Jenis-jenis Bahan Pakan
Bahan pakan secara umum dikategorikan dalam empat jenis, yaitu hijauan, konsentrat, pakan suplemen dan imbuhan (additive). Konsentrat merupakan bahan pakan yang mengandung energi dan protein tinggi, serta memiliki kandungan serat yang rendah. Terdiri dari biji-bijian/serealia, umbi-umbian, maupun limbah industri pertanian (agroindustry wastes). Kualitas bahan pakan konsentrat sangat ditentukan pada proses pengolahan, komposisi nutrisi, palatabilitas, kontaminasi dan proses penyimpanannya.

Bahan konsentrat yang berasal dari limbah industri pertanian pada umumnya berupa bungkil dan ampas. Bungkil adalah limbah hasil ekstrasi minyak dari suatu bahan, misalnya bungkil kedelai, bungki kelapa, bungkil inti sawit dan lain sebagainya. Bungkil bisa mengandung protein yang tinggi dan kaya akan mineral. Sedangkan ampas adalah limbah industri pertanian yang berasal dari proses ekstraksi sari pati suatu bahan, misalnya ampas singkong (onggok), ampas tahu, ampas sagu dan lain sebagainya. Kandungan nutrien ampas lebih rendah dari bungkil, bahkan memiliki serat yang lebih tinggi.

Proses pengolahan bungkil dan ampas ini sangat berpengaruh terhadap kulitas bahan pakan. Hal itu dikarenakan komposisi nutrisi bahan pakan yang pada akhirnya akan  menentukan kualitas bahan pakan tersebut. Kandungan nutrien yang digunakan dalam penentuan kualitas adalah nutrien makro seperti karbohidrat/energi, protein, lemak dan pati, disamping kandungan mineral (makro maupun mikro), serta vitamin.

Penentuan kandungan nutrien makro dapat dilakukan dengan analisis proksimat. Analisis proksimat terdiri dari bakan kering, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrat tanpa nitrogen (BETA-N). Adapun untuk serat kasar, berhubungan negatif dengan kualitas, semakin tinggi serat kasar maka kualitas bahan pakan semakin rendah.

Sedangkan untuk segi palatabilitas yang merupakan daya suka ternak terhadap suatu bahan pakan, bisa dipengaruhi oleh komposisi nutrisi, bentuk fisik, rasa, serta kandungan anti-nutrisi. Bahan pakan yang berkualitas baik akan memberikan palatabilitas tinggi dan sebaliknya bahan pakan yang palatabilitasnya rendah dianggap kurang berkualitas. Kandungan nutrisi tentu akan mempengaruhi palatabilitas. Pakan yang mengandung energi dan protein tinggi lebih disukai ternak dan sebaliknya kadar serat memberikan palatabilitas yang rendah.

Selain itu, bentuk fisik seperti tekstur, warna, bau, juga turut mempengaruhi palatabilitas. Ternak ayam misalnya, lebih menyukai butiran jagung yang berwarna cerah dibandingkan jagung dalam bentuk tepung dan berwarna pucat. Demikian juga dengan kandungan anti-nutrisi sangat mempengaruhi palatabilitas. Contohnhya adalah biji kedelai utuh yang mengandung tripsin inhibitor, memiliki palatabilitas yang rendah dibanding dengan bungkil kedelai, atau sorgum yang mengandung tanin yang tinggi akan dikonsumsi lebih rendah dibandingkan dengan sorgum yang mengandung tanin yang rendah. Pada level tertentu, anti-nutrisi juga akan mengganggu pencernaan dan kesehatan ternak.

Faktor lain yang juga mempengaruhi palatabilitas adalah kontaminasi benda asing. Onggok atau ampas singkong yang dipalsukan dengan pasir laut akan memiliki palatabilitas yang rendah, demikian juga dengan bungkil inti sawit yang banyak mengandung tempurung sawit atau dedak padi yang dicampur sekam, tingkat konsumsi atau palatabilitasnya akan rendah. Perhatikan juga dengan proses penyimpanan, apabila kurang baik sangat mempengaruhi kualitas konsentrat. Penyimpanan yang buruk seperti lembab, kotor, sirkulasi udara kurang baik akan menyebabkan bahan pakan menjadi rusak, berjamur, yang akhirnya mengubah kandungan nutrisinya. Hal ini tentu menurunkan kualitas bahan pakan.

Selain konsentrat, pakan utama yang terpenting untuk ternak ruminansia besar dan kecil adalah hijauan. Hijauan dapat terdiri dari rumput dan legum, baik yang dibudidayakan maupun dari alam. Rumput budidaya memiliki produksi dan kualitas yang relatif baik, dibandingkan hijauan alam yang kualitasnya bervariasi. Kualitas hijauan budidaya tergantung pada beberapa hal, antara lain umur pemanenan, kualitas lahan, varitas, palatabilitas, bulkiness dan laksatif efek.

Untuk mendapatkan performa sapi pedaging yang baik dalam masa pemeliharannya, bahan pakan yang tersedia harus diberikan dengan prinsip formulasi ransum yang benar. Maksudnya adalah teknik meramu atau mengombinasikan beberapa bahan pakan agar mencapai kandungan nutrien sesuai kebutuhan ternak dengan harga ekonomis. Ransum yang baik harus memenuhi seluruh nutrien yang dibutuhkan ternak. Pakan harus menggunakan berbagai bahan pakan, karena tidak ada satupun bahan pakan yang memiliki kandungan nutrien yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak. Jadi untuk mencukupi kebutuhan seekor ternak, berbagai bahan pakan harus dikombinasikan. Dan karena tidak ada bahan pakan yang sempurna, maka setiap bahan pakan dalam ransum peran masing-masing. Dengan mengombinasikan dengan bahan lain, maka akan terjadi supplementary effect atau efek saling melengkapi.

Idat Galih menegaskan, ransum yang baik adalah ransum yang seimbang dengan harga yang murah (balance least cost ration), yaitu ransum yang memiliki kandungan nutrien yang cukup, serta menggunakan bahan pakan yang seimbang dengan harga rendah. Untuk menghasilkan ransum yang seimbang dan murah, maka harus menggunakan bahan pakan yang tersedia, berkualitas dan relatif harganya murah. Ransum harus berharga relatif murah karena untuk menghasilkan produk ternak dengan biaya per unit produksi yang murah maka ternak harus diberi pakan yang relatif murah. Namun demikian yang dimaksud dengan murah bukan berarti “murahan”, karena untuk sekadar menyusun ransum dengan harga murah sangat mudah, namun untuk menyusun ransum yang baik dan seimbang serta murah tidak mudah.

Untuk melakukan formulasi ransum, seorang peternak atau ahli nutrisi pakan harus mengetahui beberapa hal, antara lain kebutuhan nutrien ternak, ketersediaan bahan pakan dan komposisi nutriennya, harga bahan pakan tersedia, serta batasan penggunaan bahan pakan. Ada banyak metode dalam menyusun ransum, mulai dari metode sederhana, metode coba-coba sampai dengan menggunakan komputer dengan bantuan software tertentu. Penggunaan sotware pada prinsipnya adalah dengan menggunakan metode linier, yaitu suatu metode optimasi dalam meminisasi harga atau mekasimumkan keuntungan. *** 

Andang S Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

PENERAPAN META ANALISIS DI INDUSTRI PAKAN

Efisiensi pakan ternak bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan metode meta analisis. (Sumber: Istimewa)

Pakan memberikan kontribusi yang dominan dalam sistem produksi ternak. Setiap langkah efisiensi yang bisa dilakukan dalam pemberian pakan, akan berdampak nyata bagi tingkat keuntungan produksi ternak yang dihasilkan. Meta Analisis yang dilakukan para ahli nutrisi bisa menjadi jawaban untuk mengawali upaya efisiensi pakan.

Meta analisis adalah suatu sintesis ilmu pengetahuan muncul dari bidang psikologi dan banyak digunakan di bidang kedokteran. Makin banyaknya data yang tersedia terkadang tidak mampu digunakan secara optimal untuk proses pengambilan keputusan. Jika mengambil kesimpulan dari eksperimen tunggal dengan data statistika yang lemah membuat rekomendasinya tidak maksimal dan tidak kuat. Oleh karena itu, perlu adanya solusi. Metode meta analisis menjadi solusi untuk memanfaatkan data yang tersedia, sehingga kesimpulan yang diperoleh lebih kuat secara teoritis dan perhitungan statistik.

Meta analisis banyak digunakan di bidang kedokteran, terutama untuk pengujian obat-obat baru. Eksperimen bisa menghasilkan data yang beragam jika berbeda tempat, waktu dan metode eksperimen, sehingga untuk menghasilkan kesimpulan yang akurat perlu adanya analisis big data tersebut. Meta analisis dapat digunakan dalam eksperimen saintis dan sosial. Meta analisis mampu mengintegrasikan data yang telah dilakukan eksperimen sebelumnya dan digabungkan dengan teori yang ada untuk memberikan referensi kepada masyarakat secara umum. Adanya revolusi industri 4.0 dan adanya big data dengan kecepatan data digunakan untuk prediksi masa depan. Melalui simulasi perlu adanya sistem pengambilan keputusan. 

Konsep meta analisis dibangun dari berbagai eksperimen kemudian menghasilkan banyak data dan ditarik kesimpulan. Ada beberapa metode pengolah data untuk menghasilkan kesimpulan. Eksperimen tunggal dengan data yang sedikit akan menghasilkan kesimpulan yang lemah, oleh karena itu diperlukan berbagai eksperimen untuk menghasilkan kesimpilan dan referensi yang kuat. 

Hal yang harus dilakukan pada saat melakukan meta analisis antara lain harus mengetahui tujuan secara spesifik. Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan (DPP AINI) Dr Anuraga Jayanegara, dalam sebuah seminar teknis tentang meta analisis di Surabaya, Juli 2019, mengemukakan contoh suatu industri mengembangkan feed additive maka hasilnya harus spesifik untuk ternak apa, dosis yang dianjurkan, cara pemberian dan tentu saja hasil yang spesifik ini tidak dapat dihasilkan melalui eksperimen tunggal. Langkah selanjutnya yaitu koleksi data dari berbagai eksperimen dan teori yang ada. Data dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti percobaan (trial), jurnal, sejarah produk suatu industri yang selanjutnya dievaluasi. Kualitas data semakin baikjika data semakin lengkap.

Data harus memiliki range, misalnya penggunaan metionin harus ada batas maksimum dan minimumnya, serta memiliki ambang normal. Langkah terakhir yaitu melakukan public presentation, dapat berupa penulisan pada jurnal maupun sebagai pembicara dalam sebuah konferensi mengenai pakan.

Gabungan Beberapa Data
Pada prinsipnya, meta analisis yang menggabungkan beberapa data eksperimen memiliki tiga macam metode, yaitu Hedges’d, respon rasio dan anova (original data). Metode Hedges’d biasanya digunakan secara umum, sedangkan metode respon rasio banyak digunakan di bidang kedokteran terutama untuk penemuan obat baru. Adapun metode anova, adalah metode yang paling sering digunakan di bidang peternakan. Metode anova yang digunakan yaitu mix model methology, random effect dan fixed effect. Contohnya, penelitian kandungan serat pakan dan kaitannya dengan aktivitas mengunyah pada sapi perah. Ada banyak data dari berbagai eksperimen yang bisa dijadikan bahan untuk analisis hal tersebut. Hasilnya beragam, ada yang naik, ada yang turun, adapula yang datar. Langkah selanjutnya adalah dimasukkan ke mix model, sehingga akan menghasilkan adjudgment. Tentu akan ada eror hasil dan yang berbeda-beda. Mix model membuat eror hasil yang berbeda-beda itu menjadi sama, sehingga menghasilkan hubungan antara kandungan serat pakan dan aktivitas mengunyah pada sapi perah, yang kemudian dari situ bisa ditarik kesimpulan dan rekomendasi.

Aplikasi meta analisis yang telah diterapkan di Indonesia misalnya adalah penggunaan bahan pakan berupa protein kasar pada kambing dan domba, sehingga masyarakat dapat mengetahui perbedaan penggunaan nutrient pakan pada domba ekor gemuk dan domba garut. Hal tersebut dapat membantu mengefisiensikan pemberian pakan.

Meta analisis juga bisa dimanfaatkan untuk menetapkan suatu standar pakan untuk komoditas ternak tertentu, dengan berbasis data berbagai hasil penelitian yang telah banyak dilakukan. Misalnya meta analisis diarahkan untuk menentukan dosis optimum suatu feed additive atau feed supplement. Perbandingan efektivitas pada feed additive dan feed supplement sejenis juga bisa dilakukan, sehingga acuan standar penerapan penggunaan feed additive/feed supplement benar-benar sesuai kebutuhan jenis ternak, umur dan habitatnya. Dengan demikian, meta analisis dapat dimanfaatkan untuk menentukan feeding standard atau kebutuhan nutrisi pakan suatu spesies atau bahkan strain ternak tertentu pada kondisi iklim tropis di Indonesia.

Kelebihan dari penerapan meta analisis ini adalah biayanya relatif kecil, karena hanya perlu memasukkan data berbagai eksperimen yang tersedia, kemudian data dianalisis oleh aplikasi yang digunakan, misalnya dengan metode anova. Hasil yang di keluarkan dapat menjadi referensi masyarakat secara umum dalam pemberian pakan bagi ternaknya. Namun ada juga kelemahan dari meta analisis ini, yakni memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan analisis data yang sangat banyak dalam bentuk big data. Untuk mewujudkan itu, perlu adanya langkah kolaboratif para peneliti di bidang pakan, sehingga manfaat meta analisis ini dapat terwujud secara nyata, antara lain dengan pembuatan standar baku pakan nasional untuk setiap jenis ternak tertentu yang berbeda dengan standar untuk jenis ternak bahkan spesies ternak lain. ***

Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

MENGURAI BENANG KUSUT SUPPLY CHAIN BAHAN PAKAN

FLPI-AINI-HITPI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Supply Chain Bahan Pakan Lokal Strategis untuk Ketahanan Pangan Nasional” di Fakultas Peternakan IPB Bogor, Senin (18/12).
Kegiatan FGD diawali dengan pemaparan materi dari tiga narasumber, antara lain Direktorat Pakan, Kementerian Pertanian yang diwakili oleh Eny Hastuti Wahyuningsih selaku Kepala Seksi Pengembangan Bahan Pakan, Direktorat Pakan, Ditjen PKH, yang  memaparkan tentang “Regulasi Pemerintah Terhadap Rantai Pasok Bahan Pakan Lokal Strategis” disertai dengan data-data pendukung. Narasumber kedua yakni Dr Suryahadi yang merupakan salah satu dosen di Fakultas Peternakan IPB, membahas materi mengenai “Strategi Jaminan Ketersediaan Bahan Pakan Lokal Strategis”.
Suasana FGD yang diselenggarakan FLPI-AINI-HITPI
di Fakultas Peternakan IPB Bogor, Senin (18/12).
Langkah strategis dalam menjamin ketersediaan bahan pakan lokal strategis antara lain, 1) Menjadikan pakan sebagai komoditas komersial melalui pemanfaatan lahan marginal, membuka peluang bagi petani, menciptakan harga yang kompetitif. 2) Penguatan atau pengembangan komponen SLP, yaitu sarana/prasarana, soft system, sumber daya pakan, pasar/depot logistik/bank pakan. 3) Memanfaatkan potensi yang tersedia. 4) Fungsionalisasi lumbung pakan. 5) Mengembangkan teknologi pakan hi-fer (hijau, awet, fermentasi, dalam kemasan komersial, praktis dan mudah diproduksi, serta menguntungkan petani/peternak sehingga dapat digunakan sebagai supply pakan sapi selama pengangkutan).
Memasuki narasumber ketiga, Dr Dedi Budiman Hakim, dosen Fakultas Ekonomi Manajemen yang  membahas tentang “Konsep Kebijakan Supply Chain Pakan Lokal Strategis dan Implikasinya”. Menurut Dedi, peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam menjamin struktur supply chain bergerak cepat, time delivery dan efesiensi market.
“Sebagai salah satu contoh adalah rantai pasok jagung mengalami rantai yang sangat panjang, semakin panjang jalur yang dilalui maka harga semakin tinggi, sehingga diperlukan solusi bagaimana jagung dari petani dapat dengan mudah sampai kepada konsumen akhir,” kata Dedi. (ASI/RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer