Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

ZOOM SEMINAR: PELUANG INCOME JUTAAN RUPIAH DENGAN AFFILIATE MAREKTING KAMUS ONLINE


Setelah sukses menerbitkan kamus online Peternakan dan Kesehatan Hewan (http://kamusrumuspeternakan.com) , GITA Pustaka memberikan kesempatan kepada kaum milenial dan siapa saja yang ingin menambah income dengan mempraktekkan ilmu Affiliate Marketing untuk memasarkan ebook kamus online. 

Affiliate Marketing menjadi peluang besar bagi generasi milenial dan siapa saja yang ingin mendapatkan income tak terbatas. Bagaimana langkah-langkahnya? Bagaimana peluang kamus online dan produk affiliate marketing lainnya untuk menambah income jutaan rupiah per bulan?

Ikuti Zoom seminar 
"Peluang Income Jutaan Rupiah dengan Affilliate Marketing Kamus Online"

- Hari,  tanggal  : Jumat 10 Juli 2020
- Pukul              : 13.30-16.00 WIB
- Tempat           : Di rumah saja (menggunakan aplikasi zoom)
- Biaya              : Hanya Rp, 75.000, peserta mendapatkan ebook online Kamus & Rumus Peternakan dan Kesehatan Hewan senilai Rp. 167.000 beserta bonus-bonusnya yang senilai Rp. 1,5 juta
Narasumber :
Bambang Suharno (Direktur Utama PT Gallus Indonesia Utama/GITA Pustaka, penerbit Kamus Peternakan online dan buku-buku lainnya)
Aditya Maulana (Creator affiliate marketing)

Moderator : Wawan Kurniawan (Manager GITA Pustaka)

Materi seminar :
  1. Potensi Market kamus online khususnya Kamus & Rumus Peternakan dan Kesehatan Hewan
  2. Memanfaatkan akun medsos dan  group medsos untuk mempromosikan produk affilliate
  3. Pengertian affiliate marketing dan peluangnya di era digital
  4. Cara mendaftar menjadi affiliate marketer
  5. Cara sukses menjalankan affiliate marketing
  6. Kendala dan cara mengatasinya
Pendaftaran :
Hubungi achmad : hp/wa : 0896 1748 4158  dan 0857 7267 3730

Untuk melihat kamus online silakan klik http://kamusrumuspeternakan.com/


KEGIATAN SOSIALISASI DIGITAL PERINGATI HARI ZOONOSIS SEDUNIA

Hari Zoonosis Sedunia yang diperingati setiap 6 Juli.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan) bekerjasama dengan FAO dan USAID menyelenggarakan kegiatan sosialisasi edukasi zoonosis melalui platform digital, sekaligus memperingati Hari Zoonosis Sedunia yang jatuh pada 6 Juli setiap tahunnya.

Hari Zoonosis Sedunia diperingati untuk memberikan penghargaan kepada ilmuwan Louis Pasteur yang sukses melakukan vaksinasi pertama penyakit rabies di Prancis pada anak yang digigit oleh anjing terinfeksi virus rabies pada 6 Juli 1885.

Kegiatan memperingati Hari Zoonosis Sedunia ini didukung juga Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kegiatan dimulai sejak 1 Juli hingga 11 Juli 2020.

“Adapun rangkaian kegiatan berupa penayangan infografis, live Instagram, Whatsapp blast dan webinar dengan tema melindungi kesehatan hewan untuk menjaga kesehatan manusia,” kata Dirjen PKH, I Ketut Diarmita dalam keterangan resminya, Selasa (7/7/2020).

Lebih lanjut dikatakan, penayangan infografis tentang zoonosis mulai dilakukan sejak 1 Juli hingga 10 Juli 2020 melalui media sosial (Facebook, Instagram, Twitter). Pemberian informasi tentang zoonosis ini dilakukan bertahap dan berkelanjutan agar masyarakat memahami akan pentingnya kewaspadaan terhadap bahaya dan potensi penularan zoonosis bagi kesehatan hewan, manusia dan lingkungan.

Rangkaian kegiatan dilanjutkan pada 6 dan 10 Juli 2020 dengan kegiatan live Instagram, yang memberikan pemahaman mengenai sejarah Hari Zoonosis Sedunia, pengertian zoonosis dan potensi zoonosis yang ada di sekitar manusia, serta mempromosikan kegiatan webinar.

“Sedangkan Whatsapp blast disebarkan ke grup pada 6 Juli 2020 mengenai edukasi zoonosis sesuai dengan infografis yang ditayangkan di media sosial sebelumnya,” ujarnya.

Puncak acara kegiatan memperingati Hari Zoonosis Sedunia dilaksanakan pada 11 Juli 2020 nanti dengan penyelenggaraan webinar melalui zoom yang juga tersambung ke Youtube.

“Sesi pertama membahas tentang makanan sehat bebas bahaya zoonosis, sedangkan sesi kedua akan membahas tentang potensi zoonosis pada hewan peliharaan,” pungkasnya.

Webinar akan diselenggarakan dalam bentuk bincang santai dengan beberapa narasumber, seperti dosen FKH IPB dan Komisi Ahli Keswan, Kesmavet dan Karantina Hewan Kementerian Pertanian, Dr Drh Denny Widaya Lukman. Ada juga penerima Anugerah Cendekiawan Harian Kompas 2020, Drh Tri Satya Putri Naipospos, kemudian praktisi hewan kesayangan, Drh Nyoman Sakyarsih, serta Master Chef Top 3 Season 4, Yulia Baltschun dan public figure pemilik hewan kesayangan Melly Goeslaw juga diagendakan hadir.

Sebagai informasi, menurut Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), sekitar 60% penyakit infeksius pada manusia merupakan zoonosis dan 75% penyakit infeksi baru (Emerging Infectious Diseases) yang berasal dari hewan. Sedangkan, dari lima penyakit baru yang muncul pada manusia setiap tahun, tiga diantaranya berasal dari hewan. (INF)

WASPADA PANDEMI BARU, DKPP BINTAN BERGERAK CEPAT PERIKSA BABI


Petugas DKPP Bintan, mengecek status kesehatan babi di wilayahnya

Merebaknya pemberitaan mengenai virus Flu Babi G4 menjadi perhatian Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian ( DKPP ) Bintan. Selain harus mengawai kesehatan hewan kurban jelang Idul Adha 1441 Hijriah, kini perhatian mereka harus terbagi untuk mengantisipasi gejala penyakit flu babi baru dengan nama G4 EA H1N1. Sebagaimana diketahui, penyakit asal Tiongkok ini disebut-sebut bakal menjadi pandemi baru selain Covid-19.

Begitu juga terkait merebaknya kasus penyakit demam babi afrika atau African Swine Fever yang telah mengakibatkan kematian cukup tinggi di berbagai peternakan babi di Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur ( NTT ) dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian ( DKPP ) Bintan, Khairul menuturkan, populasi ternak Babi di Kabupaten Bintan hingga saat ini tercatat lebih dari 1.024 ekor yang tersebar di 4 kecamatan di Wilayah Bintan. Empat kecamatan itu meliputi Kecamatan Bintan Timur, Toapaya, Gunung Kijang dan Kecamatan Teluk Sebong.

"Dengan banyaknya populasi ternak babi di Bintan ini, kami punya peran untuk menjaga kesehatannya," ucapnya, Senin (6/7/2020).

Kepala Seksi Kesehatan Hewan DKPP Bintan, drh Iwan Berri Prima menyampaikan, bahwa DKPP Kabupaten Bintan melalui tim kesehatan hewan memiliki tanggung jawab dan Tupoksi dalam melakukan pengawasan kesehatan hewan diwilayah Bintan, termasuk diantaranya kesehatan ternak babi. Apalagi ini berkenaan dengan zoonosis atau penyakit pada hewan yg dapat menular ke manusia atau sebaliknya. Penyakit flu babi termasuk kategori zoonosis.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis yang telah kami lakukan, hingga saat ini kami tidak menemukan kasus penyakit berbahaya pada ternak babi. Sehingga dapat kami sampaikan, kondisi ternak babi di Bintan dalam kondisi sehat dan aman," ungkapnya.

Drh Iwan Berri juga berharap kepada masyarakat, khususnya peternak babi agar senantiasa terus berkomunikasi dengan tim kesehatan hewan Bintan. Sehingga jika ditemukan kasus penyakit pada ternak babi dapat dengan cepat di lakukan penanganan. (INF)

MENDAMBAKAN SDM UNGGUL DI INDUSTRI PERUNGGASAN MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL

Dibutuhkan SDM peternakan yang brilian, mumpuni, berkarakter dan berdaya saing dalam membela perunggasan dalam negeri demi memenangkan persaingan global. (Foto: Dok. Infovet)

Dalam industri perunggasan yang meliputi produksi, pakan, pemasaran, serta jasa dan sarana produksi ternak, kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang tinggi merupakan peluang emas bagi para lulusan perguruan tinggi peternakan. Namun, dalam pasar bebas global seperti saat ini, hal itu dapat mengubah peluang tersebut menjadi ancaman jika tidak menyiapkan diri, dalam arti SDM lokal hanya akan menjadi penonton di bangsanya sendiri.

Indonesia yang oleh banyak pihak diperkirakan bakal memanen puncak bonus demografi pada kurun waktu 2028-2035, berupa lebih dari 65 juta tenaga kerja muda produktif dalam rentang umur 15-29 tahun. Indonesia juga sangat jelas memiliki potensi untuk menjadi pemimpin di era pasar tunggal ASEAN karena jumlah penduduk Indonesia mencapai 40% dari total keseluruhan penduduk ASEAN, terlebih lagi jumlah usia produktif Indonesia akan mencapai 64% pada 2020.

Bonus demografi berupa angka tenaga kerja produktif di usia muda harus dikelola dengan baik, agar benar-benar teralisasi sebagai sebuah bonus demografi, bukan malah menjadi beban berupa angka pengangguran yang tinggi.

Indonesia Livestock Club (ILC) #Edisi03 mengangkat topik bahasan itu dengan pada Sabtu (4/7/2020), melalui sebuah aplikasi daring. ILC diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI) bekerjasama dengan Indonesia Livestock Alliance (ILA), Forum Pimpinan Pendidikan Tinggi Peternakan Indonesia (FPPTPI) dan Majalah Poultry Indonesia.

Narasumber yang hadir dalam diskusi rutin ini yakni, Prof Suyadi (Sekjen FPPTPI), Prof Ali Agus (Dekan Fapet UGM) dan Syafri Afriansyah (Business Unit Human Capital (BUHC) Head for Poultry Business PT Charoen Pokphand Indonesia).

Prof Suyadi mengatakan, pengembangan pembelajaran atau (kurikulum) periode 2018 - 2020 yang menekankan agar capaian pembelajaran dapat dipenuhi dari aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai keadaan sosial, ekonomi dan budaya, maupun akademik.

“Pembelajaran juga perlu untuk adaptif terhadap revolusi industri 4.0, penguatan muatan IT pada pembelajaran, memasuki era entrepreneurship dan sistem industri, muatan livestock engineering dan kesejahteraan ternak dalam setiap pembelajaran,” katanya. 

Di bidang perunggasan Indonesia, tantangan SDM dalam kancah perdagangan global semakin kompleks di era milenial dan digital ini, sehingga dibutuhkan SDM yang brilian, mumpuni, berkarakter dan berdaya saing tinggi dalam membela perunggasan dalam negeri demi memenangkan persaingan perunggasan global.

“Dan hal yang tidak boleh dilupakan adalah pembangunan SDM dari sisi budi daya peternakan ayam, agar tercapai efektivitas dalam budi daya sehingga menghasilkan produk unggas yang efisien dan berdaya saing,” ucapnya.

Dalam hal efisiensi budi daya, negara tropis seperti Indonesia dengan kelembapan dan temperatur tinggi sering menyebabkan ayam stres, sehingga produktivitas menjadi rendah. Adanya teknologi seperti closed house dapat membuat lingkungan bisa disesuaikan dengan kebutuhan ternak sehingga produktivitas ternak lebih baik. SDM perunggasan harus memahami dan menguasai teknologi budi daya unggas seperti itu.

Bonus demografi akan menjadi berkah jika semua pihak secara strategis dapat menyiapkan pembekalan pada generasi muda milenial tersebut. Pembekalan pendidikan, keterampilan dan tata krama yang berkualitas baik, merata dan terjangkau oleh para generasi muda, akan menghasilkan SDM perunggasan Indonesia yang terampil, kompeten, berkualitas dan mampu memanfaatkan peluang di depan mata dengan baik. 

Menciptakan SDM Indonesia yang unggul dan memiliki daya di tingkat regional, bahkan global, sangat dibutuhkan adanya pendidikan yang berkualitas. Sinergi antara para pemangku kepentingan akan sangat kondusif untuk tercapainya SDM unggul tersebut. Pencapaian SDM unggul tersebut tentunya melibatkan masyarakat, perusahaan, industri swasta dan Badan Usaha Milik Negara, serta pemerintah pusat dan daerah.

“Hal dimaksudkan untuk membuka peluang jangkauan yang lebih luas dengan hasil yang lebih optimal agar SDM Indonesia dapat memenangi persaingan di kancah internasional,” pungkasnya. (IN)

JANGAN SAMPAI PARASIT MEMBUAT KITA PAILIT

Kutu busuk pada kandang ayam layer. (Foto: Ist)

Apa yang terbersit dalam benak ketika mendengar kata parasit? Tentu perasaan tidak enak akan langsung menghampiri. Pada kenyataannya, parasit memang menjadi permasalahan hingga kini dan cukup sulit untuk dikendalikan.

Dalam ilmu biologi, parasit merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut makhluk hidup yang hidupnya tergantung pada makhluk hidup lainnya. Kata parasit berasal dari bahasa Yunani yakni “Parasitos” yang artinya di samping makanan (para = di samping/di sisi, dan sitos = makanan).

Parasit hidup dengan menempel dan mengisap nutrisi dari makhluk hidup yang ditempelinya. Makhluk hidup yang ditunggangi parasit disebut dengan istilah inang. Secara umum, keberadaan parasit pada suatu inang akan merugikan dan menurunkan produktivitas inang. Karena selain menumpang hidup, parasit juga mendapatkan nutrisi dan sari makanan dari tubuh inangnya. Hal seperti ini akan menyebabkan tubuh inang mengalami mal nutrisi yang akan mempengaruhi metabolisme tubuhnya.

Dalam ilmu kesehatan hewan, parasit identik dengan organisme penyebab penyakit pada hewan. Sebagian penyakit yang menyerang hewan disebabkan oleh parasit yang hidup dan berkembang biak dalam tubuhnya.

Dalam dunia “perparasitan” digunakan dua istilah, yakni infeksi dan infestasi. Perbedaannya, infeksi adalah ketika sejumlah kecil dari suatu parasit dapat menimbulkan respon seluler atau imunologi tubuh maupun kerusakan pada inang. Sedangkan infestasi, mulai digunakan ketika sejumlah kecil parasit tidak dapat menimbulkan kerusakan pada inang, atau dengan kata lain sejumlah besar parasit yang dapat menimbulkan kerusakan pada tubuh inang.

Ektoparasit
Digolongkan dari tempat hidupnya ada dua jenis parasit, yaitu parasit yang hidup di luar tubuh inang (ektoparasit) dan parasit yang hidup di dalam dalam tubuh inangnya (endoparasit). Keduanya sama-sama merugikan apabila menyerang inangnya, dalam hal ini hewan ternak.

Berbicara mengenai ektoparasit, Prof Upik Kesumawati dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) angkat bicara. Menurutnya, beberapa jenis arthtropoda merupakan ektopasarit yang penting dan berperan atas kerugian berupa penurunan produktivitas pada ayam.

“Kita ambil contoh misalnya kutu ayam dari spesies Menopon gallinae yang biasa menjadi ektoparasit pada ayam, mulanya satu atau dua, namun lama-kelamaan kutu tersebut akan berkembang biak dan mengisap darah dalam jumlah besar pada ayam,” tutur Upik.

Kutu busuk Chimex Hemipterus. (Foto: Ist)

Lebih lanjut dijelaskan, dengan keberadaan dan aktivitas kutu di tubuh sang inang akan membuatnya tidak nyaman. Gigitan dari kutu menyebabkan rasa gatal. “Selain stres akibat tidak nyaman, nutrisi dari inang juga otomatis terhisap, hal ini tentunya menjadikan produktivitas menurun dan imunitas juga turun akibat stres,” jelasnya.

Adapun ektoparasit lain yang kerap ditemukan pada ayam ialah tungau dari spesies Megninia sp. dan Knemidokoptes sp. Kedua ektoparasit tersebut memang tidak mengisap darah seperti halnya kutu, namun tungau… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2020) (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer