-->

DIARE GANAS SAPI BISA MENGGANAS

Anak sapi bisa mengalami infeksi persiten BVDV dari induk terinfeksi. (Foto: Dok. Sulaxono)

Penyakit diare ganas pada sapi (DGS) atau bovine viral diarrhea (BVD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus BVD. Penyakit viral ini bisa menyerang pada semua jenis dan ras sapi pada semua tingkatan umur dan jenis kelamin.

Penyakit ini masih menimbulkan wabah pada beberapa daerah di Indonesia, terutama pada saat sapi mengalami stres karena perubahan cuaca atau akibat perjalanan jauh.

Infeksi BVDV menyebabkan kerugian ekonomi akibat kematian dan penurunan harga jual sapi saat terjadi wabah. Penurunan harga terjadi karena kepanikan peternak, ketakutan peternak terhadap kematian sapi, sehingga dimanfaatkan oleh pedagang yang membeli dengan harga murah.

Bila terjadi infeksi BVDV saat sapi betina bunting akan menyebabkan penularan vertikal pada fetus. Kematian bisa terjadi pada fetus atau kecacatan pada pedet. Infeksi BVDV saat sapi betina bunting menyebabkan terjadinya infeksi persisten pada pedet yang lahir.

Virus BVD merupakan pestivirus yang termasuk keluarga flaviviridae. Sapi yang terinfeksi BVDV akan mengalami diare profus atau diare encer, lemas, dan mati. Kematian akan terjadi karena sapi mengalami kekurangan cairan elektrolit akibat diare hebat.

Penyakit cepat menular di antara populasi sapi pada satu area padang penggembalaan. Beberapa sapi akan menunjukkan gejala klinis yang sama yaitu diare profus, diare dengan tinja encer, dan pada tahap akhir diikuti bau busuk, berwarna gelap, bahkan bercampur darah akibat kerusakan lapisan mukosa usus dan kerusakan pada vili-vili usus.

BVDV menimbulkan infeksi persisten pada sapi karena virus dapat menular ke fetus sapi saat induk terinfeksi virus ini dalam kondisi bunting. Fetus sapi terinfeksi melalui plasenta induk dan infeksi pada induk yang bunting berpotensi menimbulkan adanya infeksi persisten pada pedet (Jaruvan K. et al., 2007; Camilia C. M, et al., 2016).

Beberapa hasil penelitian mengungkap bahwa BVDV masih bisa ditemukan pada pedet walaupun sudah mendapatkan kolostrum dari induknya. Virus BVD ditemukan juga pada pedet-pedet yang terlahir dari induk bunting yang terinfeksi. Kondisi ini yang disebut dengan terjadinya infeksi persisten, tertular dari induk ke anaknya.

Infeksi BVDV pada sapi bisa berdampak pada reproduktif sapi, disamping terjadinya kematian pada sapi terserang dan penularan pada sapi lain yang sehat. Infeksi BVDV juga bisa mengakibatkan terjadinya keguguran atau keluron pada sapi bunting. Keluron pada sapi bunting dapat mencapai angka hingga 22% (Brownlie J. et al., 1998). Kerugian ekonomi pada sapi potong akibat infeksi BVDV mencapai angka 18-40% (McGowan M. A. et al., 1995).

Infeksi BVDV bisa mengakibatkan munculnya infeksi skunder bakterial atau terganggunya hasil vaksinasi penyakit lainnya karena sifat imunosupresif seperti penyakit Jembrana. Kegagalan vaksinasi penyakit lain, tidak terbentuknya kekebalan hasil penyakit lainnya akibat dari adanya infeksi BVDV, imunitas vaksinasi penyakit lain bisa gagal karena adanya infeksi BVDV, menekan terbentuknya antibodi hasil vaksinasi.

Kenali Gejala Klinis
Berbeda dengan penyakit Jembrana yang hanya menyerang sapi Bali dan juga sama-sama ditandai dengan terjadinya diare, infeksi BVDV menyerang... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024.

Ditulis oleh:
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veteriner Pertama, Loka Veteriner Jayapura
&
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Madya, purna tugas di Kota Banjarbaru

MENGATASI DIARE PADA UNGGAS BERSAMA BETTER PHARMA

Prof Thaweesak Songserm


Diare menjadi momok menakutkan pada peternakan unggas, gejala klinis berupa diare biasanya merupakan manifestasi klinis dari suatu penyakit atau suatu ketidakberesan dalam manajemen pemeliharaan. Better Pharma memahami kondisi tersebut dengan mengadakan webinar bertajuk How to Fight Poultry Diarrhea & Wet Dropping with The Right Solution Selasa (15/3) melalui daring Zoom Meeting.

Hadir sebagai narasumber yakni Prof Dr Thaweesak Songserm yang merupakan pakar perunggasan dari Kasetsart University Bangkok, Thailand. Menurutnya sangat jelas bahwa diare merupakan gangguan dari saluran pencernaan dengan kausa multifaktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal misalnya keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan, dan faktor eksternal yang berkaitan dengan manajemen pemeliharaan mulai dari kualitas pakan dan air minum, ventilasi, brooding, dan lain sebagainya.

"Ini merupakan tantangan bagi tiap peternak bahwa sangat penting menjaga kesehatan dan integritas dari saluran pencernaan, karena menurut saya saluran pencernaan ayam ibarat sebuah kawasan industri yang hampir bekerja tanpa henti," tuturnya.

Lebih lanjut Prof Thaweesak me-review kembali fungsi dari masing - masing organ pada saluran pencernaan. Ia juga menyinggung keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan yang dimana dalam keadaan tidak seimbang, akan terjadi juga diare karena ayam gagal melakukan proses homeostasis.

Ia kemudian membagi penyebab diare menjadi dua yakni infeksius dan non-infeksius. Diare infeksius terjadi karena mikroba patogen semisal bakteri (Salmonella, E.coli, dll), virus (avian reovirus), dan parasit (cacing, koksidia,protozoa lain). Sedangkan diare non infeksius terjadi akibat kesalahan manajemen baik pada kualitas pakan, komposisi pakan, serta kondisi lingkungan.

"Untuk mengenali diare yang infeksius dan non-infeksius dibutuhkan pengalaman dan kecermatan dari para petugas di lapangan supaya kondisi tersebut dapat ditangani dengan baik dan benar, karena jika tidak segera ditangani akan berakibat kerugian masif," tuturnya.

Tidak lupa Better Pharma melakukan launching produknya yang berfungsi untuk mengatasi diare dan wet dropping pada unggas. Produk dengan bahan aktif halquinol itu disebut - sebut sebagai sediaan paling efektif dalam mengatasi diare pada unggas. (CR)


ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer