HEMAT BIAYA PAKAN ALA FARMA SEVAKA NUSANTARA
Tidak
bisa dipungkiri bahwa dalam usaha peternakan, pakan merupakan komponen
penyumbang biaya tertinggi. Oleh karenanya dibutuhkan berbagai macam trik dalam
mengakali biaya pakan agar lebih efisien.
PT
Farma Sevaka Nusantara merasa terpanggil untuk membantu peternak dan produsen
pakan dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Bertempat di Hotel Harris
Surabaya, Selasa 2 Juli 2019 PT Farma Sevaka Nusantara mengadakan seminar yang
bertajuk Optimization of Nutrient Digestibility & Feed Mixing Cost by Novel
Enzymes. Seminar tersebut dihadiri oleh peternak, produsen pakan dan praktisi
perunggasan.
Drh
I Wayan Wiryawan selaku Direktur PT Farma Sevaka Nusantara mengingatkan akan
pentingnya kualitas pakan dalam menunjang performa ternak. “Kita harus
memberikan pakan yang berkualitas dan harus bisa terserap sepenuhnya oleh
ternak kita dengan biaya yang murah. Bicara nutrisi bukan melulu soal kadar
protein, tetapi juga kandungan gizi lainnya,” tukas Wayan. Ia melanjutkan bahwa
jika ternak tercukupi kebutuhan nutrisinya, maka selain performanya akan baik
produksi akan maksimal pula. Oleh karenanya ia bersama timnya concern untuk memberikan edukasi
berkelanjutan utamanya pada peternak akan hal ini.
Peserta dan Narasumber berfoto bersama (Foto : CR) |
Pentingnya Suplementasi Enzim
Seminar
kemudian diisi oleh Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Ketua Umum Asosiasi Ahli
Nutrisi dan Pakan Indonesia. Dalam presentasinya Prof. Nahrowi banyak
menjelaskan mengenai zat – zat antinutrisi serta potensi bahan baku pakan yang tidak
termanfaatkan dengan baik dalam suatu formulasi ransum.
Oleh
karenanya beliau mengingatkan kepada para peserta tentang pentingnya penggunaan
enzim secara ekosgen dalam memecah substrat yang tidak dapat dicerna oleh
ternak, utamanya monogastrik. Beliau juga berbicara banyak mengenai potensi
bahan baku alternatif seperti Palm Kernel
Meal (PKM). “Saya sedang fokus di PKM,
karena Negara kita penghasil sawit terbesar, potensinya sangat baik sebagai
bahan baku alternatif dan jumlahnya yang banyak di Negara kita, harganya pun
murah,” kata Prof. Nahrowi. Namun menurut beliau memang dibutuhkan trik khusus
dalam mengloah PKM agar dapat termanfaatkan dengan baik secara menyeluruh.
Memilih Enzim Yang
Tepat
Suplementasi enzim yang tepat akan menghasilkan ransum yang
berkualitas baik dengan energi metabolism yang mencukupi bagi ternak. Dengan
kecenderungan kenaikan harga bahan baku pakan disertai dengan menurunnya
kualitas bahan pakan, rasanya menggunakan enzim untuk meningkatkan kualitas
serta mengefisienkan formulasi di masa kini adalah suatu keharusan.
Dr.
Saurabh Agarwal dari Alivira Animal Health menjabarkan lebih jauh mengenai
prinsip penggunaan enzim, fungsi – fungsi enzim, serta tips dalam memilih
enzim. “Pemilihan enzim yang tepat ini penting, karena enzim harus digunakan
pada substrat yang tepat. Enzim juga harus tahan pada segala kondisi pH dan
tidak gampang terdegradasi oleh suhu pelleting,”
pungkasnya.
Dengan
memanfaatkan enzim sebagai katalisator dalam suatu ransum, harapannya produsen
pakan dan peternak selfmixing dapat
membuat pakan dengan kualtas yang prima namun harganya murah dan tetap efisien.
(CR)
KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP RESISTENSI ANTIMIKROBA PERLU DITINGKATKAN
Isu mengenai resistensi antimikroba hingga kini masih menjadi topik yang kerap kali dibicarakan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Faktanya penggunaan antimikroba baik di dunia kesehatan manusia dan hewan yang masih serampangan menimbulkan resistensi antimikroba. Berbagai ahli dari bermacam disiplin ilmu medis hadir dalam Seminar Studium Generale bertajuk Peningkatan Kesadaran tentang Pencegahan dan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Jakarta (8/5) lalu. Acara tersebut diprakarsai oleh ASOHI, PB PDHI, Kementan, dan didukung oleh FAO serta USAID.
Ketua panitia yang juga merupakan pengurus ASOHI Drh Andi Widjanarko mengatakan bahwa resistensi antibiotik merupakan tanggung jawab dari semua disiplin ilmu medis. “ Mudah – mudahan terjadi kolaborasi yag baik dari semua lini medis, dokter, dokter hewan, serta ilmu lain yang berkaitan. Karena masa depan generasi selanjutnya juga dipertaruhkan sekarang,” tuturnya.
Para peserta dan pemateri berfoto bersama (Dok : CR) |
Dalam seminar tersebut Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan yang diwakili oleh Dr Harry Parathon Sp.OG menyampaikan kekhwatirannya akan resistensi antimikroba. Bisa jatuh korban sekitar 10 juta jiwa pada tahun 2050 akibat resistensi antimikroba menurut studi WHO pada 2014, ini kan mengkhawatirkan sekali,” tutur Harry. Selain itu Harry juga menunjukkan beberapa contoh kasus resistensi antimikroba yang terjadi di Indonesia yang bahkan menyebabkan kematian.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diwakili oleh Kasubdit POH Drh Ni Made Ria Isriyanthi mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia melalui Kementan dan Kementerian terkait telah mengambil langkah strategis dengan adanya Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (RAN PRA) yang merupakan tidak lanjut dari Rencana Aksi Global.
Selain itu sejak 2014 yang lalu Kementan telah melakukan kegiatan peningkatan kesadaran dan pemahaman terkait resistensi antimikroba pada berbagai kesempatan. Misalnya melalui kegiatan Pekan Kesadaran Antibiotik sedunia, seminar bagi mahasiswa kedokteran hewan di 11 universitas di Indonesia, seminar bagi peternak unggas melalui sarasehan, Expo dan pameran (Indolivestock, ILDEX dan Sulivec) dengan melibatkan sektor kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan.
PB PDHI yang diwakili oleh Drh Tri Satya Putri Naipospos, menyampaikan bahwa dalam mengendalikan AMR harus digunakan pendekatan one health yang melibatkan multisektor dan semua aktor dari peternakan ke konsumen, dan dari fasilitas kesehatan ke lingkungan. Penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab juga harus dipahami oleh semua orang yang terlibat dalam sektor peternakan, termasuk dokter hewan dan kesadaran tersebut harus ditularkan kepada seluruh lapisan masyarakat.
"Ke depan mereka dapat menjadi agen perubahan dalam penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab di tingkat peternakan dan masyarakat veteriner untuk mengurangi risiko resistensi antimikroba di sektor peternakan dan kesehatan hewan" ujar wanita yang akrab disapa Ibu Tata tersebut.
Selain Kementan dan PB PDHI ASOHI juga tidak mau ketinggalan. Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari menekankan pentingnya peran dokter hewan sebagai petugas lapang dalam memastikan pemberian antibiotik yang tepat dan bijak. “Jangan hanya terpaku karena omzet, pemakaian antibiotik nanti jadi serampangan, harus ada tanggung jawab moralnya juga dong,” tuturnya.
Ira juga menambahkan bahwa selama ini ASOHI selalu dan akan selalu mendukung serta menjadi partner Pemerintah dalam implementasi berbagai peraturan, seperti peraturan terkait pelarangan penggunaan antibiotik untuk imbuhan pakan, juga petunjuk teknis untuk medicated feed.
Menutup pertemuan tersebut Ketua Umum PB PDHI yang diwakili oleh Drh B. Suli Teruli Sitepu mengapresiasi semua pihak yang telah mensukseskan serta turut mengampanyekan isu resistensi AMR. Selain itu ia juga mengingatkan kembali akan landasan etika profesi dokter hewan terkait isu resistensi AMR. “Sebagai seorang dokter hewan, yang telah disumpah maka harus professional dalam setiap langkahnya, termasuk dalam bidang pengobatan. Saya setuju dengan Ibu Ketum ASOHI, bahwa jangan hanya terpacu karena keuntungan materil saja, tetapi etika dan tanggung jawab moral sebagai dokter hewan terabaikan,” tukasnya. (CR)
Roadshow Seminar PT Biomin Indonesia di Tiga Kota
Dari kiri: Dr Neil Gannon, Dr Hilde Van Meirhaeghe dan Dr Justin Tan saat sesi tanya-jawab. |
Menurut Managing Director PT Biomin Indonesia, Yatie Setiarsih, penyelenggaraan seminar ini merupakan yang ketiga kalinya dilaksanakan, dengan mengangkat tema Improving Gut Performance in AGP free Animal Production. “Kali ini kita bahas mengenai bagaimana meningkatkan kesehatan saluran pencernaan, dengan menghadirkan pembicara-pembicara yang handal dibidangnya,” kata Yatie saat menyambut peserta seminar di Jakarta, Rabu (11/4).
Menyambung sambutan Yatie, Kepala Cabang PT Romindo Primavetcom, Indryasnowo Priowasono, turut menyampaikan, topik yang disajikan dalam seminar kali ini sangat menarik. “Kami berharap dari seminar ini peserta mendapat pemahaman yang lebih jelas dengan solusi yang tepat dan lengkap dari Biomin dan Romindo. Karena itu juga yang merupakan komitmen kami untuk mengedepankan complete customer solutions,” ujarnya.
Usai mendengar sambutan, kegiatan yang dimulai sejak pagi ini langsung memasuki pemaparan materi yang dipandu oleh Simon Ginting selaku moderator. Sebagai presentasi pembuka menampilkan Dr Hilde Van Meirhaeghe, Poultry Consultant for Vetwork, Academic Adviser Faculty of Veterinary Medicine, University of Ghent, yang juga President of the Belgian Hatcheries Association, mengenai antimikrobial resisten pada industri unggas dan peran performa kesehatan usus.
Dilanjutkan dengan presentasi dari Dr Justin Tan selaku Regional Sales and Marketing Director, Biomin Asia, soal peran sinbiotik sebagai pemacu kesehatan usus dan penyampaian materi oleh Dr Neil Gannon, Regional Product Manager, Gut Performance, Biomin Asia, tentang solusi dari Biomin untuk produksi unggas yang bebas AGP.
Foto bersama usai acara. |
Zoetis Gelar Hatchery Seminar 2018
Foto masa kini seluruh peserta Zoetis Hatchery Seminar 2018. |
“Seminar kali ini tentunya sangat istimewa untuk bertukar pikiran dan saling berbagi informasi yang dapat membantu kita. Mengacu kepada tema time to change, seperti pepatah populer yang menyabut tiada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri,” kata General Manager PT Zoetis Animalhealth Indonesia, Drh Ulrich Eriki Ginting dalam sambutannya.
Ia menambahkan, beragam perubahan terjadi dalam industri perunggasan di Indonesia yang tentunya membawa hal-hal positif. “Salah satunya teknologi hatchery vaksinasi yang mulai familiar. DI sini akan kita informasikan tren teknologi tersebut. Karena kami percaya dengan teknologi akan mempermudah pekerjaan kita dan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas, serta daya saing perunggasan Indonesia untuk semakin maju dan kuat,” tambahnya seraya disambut tepuk tangan peserta dan pembicara yang hadir.
Acara yang dimulai pukul 09:00 WIB menghadirkan pembicara pertama selaku Pengamat Ekonomi Agribisnis, Dr Ir Arief Daryanto M.Ec. Ia memaparkan, kans industri perunggasan yang kian tumbuh harus dibarengi dengan kemampuan teknologi yang mumpuni, dengan memperhatikan sumber daya alam.
Sementara, Poultry Consultant, Tony Unandar, menyebut dengan peningkatan teknologi seperti vaksinasi, turut membantu mengantisipasi dampak buruk yang terjadi pada ternak, salah satunya akibat perubahan iklim yang ekstrim. Sehingga diperlukan pemberian vaksinasi sedini mungkin.
Ia menyatakan, pentingnya pemberian vaksinasi saat hatchery untuk meminimalisir tingkat stress yang terjadi. “Kita harus liat juga kondisi lapang, perbaikan genetik ayam membuat metabolismenya menjadi tinggi, dan itu bisa menjadi faktor stress internal apabila pemberian vaksinasi dilakukan di kandang,” kata Tony.
Adapun pembicara lain yang hadir diantaranya, Dr. Tarsicio Villalobos, Director BioDevice Technical Services, Global BioDevice yang membahas mengenai “The Contribution of Inovo Vaccination to Chick Quality” dan “The Succes Factors for Inovo Vaccination and its Advantage over Subcutaneous Injection”, serta Gerry St. Pierre, Regional Commercial Specialist, Global BioDevice soal “Hatchery Automation”. (RBS)
Zoetis Gut Health Seminar 2018
Foto bareng Zoetis Gut Health Seminar 2018. |
Bahasan seminar kali ini berfokus pada peningkatan performa unggas tanpa penggunaan antibiotik yang pada tahun ini Indonesia telah resmi melakukan pelarangannya. Menurut General Manager PT Zoetis Indonesia, Ulrich Eriki Ginting, mangatakan, lewat seminar ini diharapkan peserta mendapat pemahaman dan pengertian yang lebih baik mengenai bagaimana meningkatkan performa ternak dan penggunaan antibiotik pada unggas.
“Diharapkan dari acara ini kita bisa bagaimana ke depannya meningkatkan performa unggas menjadi lebih baik lagi dan penggunaan antibiotik bisa lebih bijaksana serta bertanggung jawab. Tentunya ini adalah hal yang ingin kita lakukan bersama-sama demi menciptakan pangan yang sehat bagi masyarakat,” ujar Eriki dalam sambutannya.
Ia menambahkan, materi kali ini juga berkaitan dengan peraturan pemerintah mengenai pelarangan penggunaan antibiotik khususnya untuk pertumbuhan (AGP). “Intinya bagaimana kita bisa melaksanakan Permentan 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan dan Permentan 22/2017 tentang Pendaftaran dan Peredaran Pakan, di mana kita semua terlibat di dalamnya,” tambahnya seraya mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta dan pembicara yang hadir.
Pada kesempatan itu, turut hadir sebagai pembicara adalah Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Direktur Pakan kementerian Pertanian Ir Sri Widayati yang diwakili Kasubdit Mutu dan Keamanan Pakan Ossy Ponsia, kemudian Senior Director, Technical Services Poultry USA Drh Jon Schaeffer dan Peneliti Bidang Nutrisi dan Pakan Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Prof Budi Tangendjaja, serta Poultry Consultant Dr Tony Unandar.
Seminar sehari yang dimulai sejak pagi hari pukul 09:00 WIB ini rata-rata dihadiri peserta dari beberapa perusahaan pakan di Indonesia. Diakui oleh salah satu peserta, Sony Martahadi dari PT Cargill Indonesia, seminar yang menampilkan pakar-pakar yang handal dibidangnya ini sangat baik dan bermanfaat.
“Terutama dari segi teknis bahasannya. Dengan begitu peternak nantinya jadi lebih yakin bahwa feedmill ini berusaha untuk menyajikan pakan yang berkualitas dan bisa menggantikan fungsi AGP, khususnya dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan,” katanya. (RBS)
SEMNAS ISPI: PETERNAKAN DOMESTIK DI ERA MILENIAL
Pada penyelenggaraan pameran From
Farm to Table 2017 yang dilaksanakan di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD Tangerang, pada Kamis (7/12),
Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), turut berpartisipasi dengan
menggelar Seminar Nasional (Semnas) Outlook
Peternakan 2018 bertajuk “Masa Depan Peternakan Domestik di Era Milenial”.
Kegiatan tersebut bertujuan agar industri peternakan di Indonesia
memiliki daya saing, baik di dalam negeri maupun luar negeri, terutama dalam
menghadapi serbuan produk impor. “Kita harus bergotong-royong, saling perhatian
dan pengertian, agar industri peternakan di Indonesia lebih bergairah dan
bermanfaat. Sebab, ke depan industri peternakan akan semakin meningkat,” ujar
Ketua Umum Pengurus Besar ISPI, Prof Ali Agus dalam sambutannya.
Pembicara ISPI, Rochadi Tawaf (kiri), I Ketut Diarmita dan Prof Ali Agus (keduanya memegang piagam penghargaan) serta Ade M. Zulkarnain (kanan). |
Dengan semakin pesat dan ketatnya persaingan di industri peternakan,
narasumber yang dihadirkan pun sangat kompeten dibidangnya. Seminar pertama
diisi oleh Dirjen PKH I Ketut
Diarmita yang membahas “Regulasi Pendukung Daya Saing Industri Peternakan Domestik”.
Menurutnya, regulasi yang
dikeluarkan pemerintah dalam mendukung industri peternakan sudah melalui
tahapan yang sesuai, salah satunya pemasukkan daging kerbau dari India.
“Sesuai dengan analisa dari tim
Komisi Ahli, ketika impor daging sepanjang itu adalah daging tanpa tulang,
dibekukan di bawah pH 6 dan diangkut pada minus 18 derajat itu aman, masuknya
PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) low risk,
karena itu juga mengacu pada penelitian Badan Kesehatan Dunia,” ujarnya.
Sementara, untuk meningkatkan populasi
ternak, Ketut masih optimis dengan program Upsus Siwab. “Saya melihat ada
tanda-tanda keberhasilan yang nyata, kebuntingan yang sudah diperiksa sekitar
1,6 juta dan terus meningkat. Tahun depan (2018) untuk memperkuat penambahan populasi
kita juga akan melakukan pengadaan impor sapi indukan sebanyak 15 ribu ekor,”
kata dia.
Sedangkan dari sisi perunggasan
yang diakuinya sudah over supply,
harus diarahkan ke pasar ekspor. “Kompartemen biosefaty dan biosekuriti kita
sudah diakui Jepang. Jadi persyaratan teknis kita sudah oke, saat ini kita sedang
jajaki Timor Leste dan berikutnya Malaysia. Ke depan (2018) para integrator ini
harus berorientasi ekspor, jangan lagi bersaing di pasar becek,” ucapnya.
Pada kesempatan serupa,
adapun pembicara lain yang hadir yakni, Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal
Indonesia (Himpuli) Ade M. Zulkarnain, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak
Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf, Perwakilan Jambul Domba Farm Suseno Bayu Wibowo, Prof Nahrowi (AINI) yang
diwakili Prof Ali Agus dan Staf Pengajar Fakultas
Peternakan UGM Dr Endy Triyannanto. (RBS)
ARTIKEL TERPOPULER
-
Cara Menghitung FCR Ayam Broiler FCR adalah singkatan dari feed convertion ratio, yaitu konversi pakan terhadap daging. FCR digunakan untuk ...
-
Manajemen pemberian pakan ayam petelur sangat penting. Mengingat biaya operasional terbesar adalah pakan (70-80%). Jika manajemen pakan buru...
-
Acara pendampingan pakan untuk peternak sapi perah yang dilaksanakan AINI dan KPSBU melalui daring. (Foto: Istimewa) Dalam acara Pendampinga...
-
Kenali Penyebab Turunnya Produksi Telur (( Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab turunnya produksi telur, diharapkan peternak dapat m...
-
Prof Dr Ismoyowati SPt MP, dari Unsoed, membawakan materi Mekanisme Kemitraan dalam Budidaya Ayam Broiler, dalam webinar Charoen Pokphand In...
-
Peran brooder sangat penting untuk menjaga suhu dalam kandang saat masa brooding , agar ayam nyaman dan pertumbuhannya bisa optimal. ...
-
Peternak unggas terutama self-mixing harus cerdas dalam memilih imbuhan pakan feed additive maupun feed supplement. (Foto: Dok. Infovet) Sej...
-
TIDAK ADA CERITANYA PETERNAK BROILER RUGI? (( Ayam pedaging, usaha peternakannya dihitung per periode. Perhitungannya ada kalah menangnya. M...
-
Karena kekeringan yang berkepanjangan, ketidakpastian yang diciptakan oleh pandemi Covid-19, dan pemadaman listrik yang berkelanjutan, peter...
-
Seorang peternak bercerita kepada Infovet bahwa ayam broiler umur 12 hari mengalami ngorok atau gangguan pernafasan. Setelah vaksinasi IB...