![]() |
Suasana Peluncuran Buku Milik Sugeng Wahyudi (Foto : Ramdan) |
Riuh tepuk tangan bergema di ICE BSD, Tangerang pada Rabu (17/9), ketika Sugeng Wahyudi peternak mandiri sekaligus Sekjen Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) resmi memperkenalkan karyanya yang berjudul: Catatan Harian Seorang Peternak 2015–2025. Buku setebal 106 halaman itu bukan sekadar kumpulan tulisan, melainkan refleksi panjang tentang jatuh bangun perunggasan rakyat selama satu dekade terakhir.
Acara tersebut digelar disela - sela kegiatan pameran peternakan ILDEX 2025. Sugeng yang tampil dengan suara bergetar, namun penuh keyakinan mengucapkan rasa syukurnya dalam peluncuran buku tersebut.
“Buku ini lahir dari keresahan seorang peternak kecil. Dari pahitnya harga ayam yang jatuh, hingga peliknya kebijakan yang tak berpihak. Tapi ini juga catatan harapan, agar perjuangan kita tidak sia-sia,” ucapnya di hadapan para tamu.
Dari Catatan Kandang ke Panggung Nasional
Dalam bukunya, Sugeng merangkum perjalanan panjang dunia perunggasan. Ia menyinggung era 1970–1980, ketika pemerintah masih membatasi jumlah ayam, hingga masa liberalisasi industri yang membuka pintu persaingan bebas. Namun, kebebasan itu ternyata melahirkan tantangan baru: kepemilikan yang timpang dan persaingan tak sehat antara peternak kecil dan perusahaan besar.
Buku ini terbagi dua: catatan teknis berisi manajemen kandang, pakan, hingga infrastruktur, serta catatan non-teknis yang menyoroti masalah struktural seperti validitas data, kebijakan harga, dan pentingnya peran asosiasi. “Asosiasi itu wadah perjuangan. Di sana kita bisa menyatukan persepsi demi kepentingan bersama,” tegas Sugeng.
Ia juga menuntut kehadiran negara. “BUMN jangan hanya jadi penonton. Mereka harus hadir jadi penyangga harga agar peternak kecil tidak tersisih,” katanya lantang.
Dukungan dan Canda Tawa
Apresiasi pun mengalir deras. Ketua GOPAN, Herry Dermawan, menyebut karya Sugeng sebagai inspirasi. “Saya lebih sanggup bicara lima jam daripada menulis dua lembar. Jadi ini karya luar biasa. Tinggal ditambah catatan utang biar lebih jujur,” ujarnya, disambut gelak tawa audiens.
Tak hanya itu, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Agung Suganda juga memberi penghargaan tinggi. Menurutnya, buku Sugeng adalah refleksi penting bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan. “Kami mendengar suara peternak. Buku ini adalah salah satu cermin berharga,” kata Agung, sembari mengajak semua pihak menjaga stabilitas harga ayam melalui kerja sama erat.
“Catatan Harian Seorang Demonstran”
Mantan Ketua KPPU, Mohamad Sarkawi, bahkan menyebut karya Sugeng tak ubahnya catatan perjuangan seorang demonstran. “Apa yang dilakukan Pak Sugeng ini luar biasa. Buku ini merekam betul perlawanan peternak rakyat terhadap fluktuasi harga, mahalnya pakan, hingga dominasi integrator besar,” ucapnya.
Sarkawi menekankan kata kunci: efisiensi. Menurutnya, jika biaya produksi bisa ditekan, harga akan stabil dan konsumsi meningkat. Ia juga menyoroti program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintah yang berpotensi menjadi pasar besar bagi peternak rakyat. “Jangan sampai pasar ini hanya dikuasai yang besar. Peternak kecil harus ikut dalam rantai pasoknya,” tegasnya.
Bukan Hanya Sekadar Buku
Catatan Harian Seorang Peternak 2015–2025 bukan hanya dokumentasi, tetapi juga pesan moral: bahwa peternak kecil tak boleh dibiarkan mati di tengah arus besar industri. “Silakan yang besar tetap membesar, tapi yang kecil jangan sampai tersisih. Kesejahteraan harus kita nikmati bersama,” tutup Sugeng.
Bagi generasi muda, buku ini menjadi pintu untuk memahami kerasnya dunia perunggasan tanpa harus merasakannya langsung. Sebuah karya yang lahir dari kandang ayam, kini menggema di panggung nasional, mengingatkan bahwa perjuangan peternak rakyat masih jauh dari selesai. (CR)