Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Konsumsi Telur | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

LONG EGG, OLAHAN TELUR PENUH GIZI DAN MUDAH DIBUAT



Long egg telur ayam (Foto: Istimewa)

Long egg merupakan olahan telur penuh gizi yang dimasak dalam tabung silinder atau bambu sehingga berbentuk memanjang seperti tabung, bertekstur kompak, dan rasanya lebih mantap dibandingkan dengan telur rebus dengan cangkangnya. Olahan telur ini dapat dikombinasi dengan variasi bumbu dan mudah dibuat. Biaya produksinya pun relatif murah dan dapat digunakan sebagai salah satu peluang usaha bagi kelompok.

Kepala Laboratorium Teknologi Susu dan Telur Fakultas Peternakan UGM, Prof Dr Ir Nurliyani MS, IPM ketika dihubungi pada Sabtu (18/4/2020) mengatakan bahwa telur merupakan sumber protein hewani yang mudah dicerna dan sangat bagus dikonsumsi oleh anak-anak sehingga dapat mencegah stunting. Telur juga sangat bagus dikonsumsi oleh orang-orang dalam proses penyembuhan dari sakit dan orang-orang lanjut usia yang umumnya kesulitan mencerna dan menyerap makanan.

Nilai kalori telur yang rendah sangat cocok dikonsumsi oleh individu yang memiliki masalah kelebihan berat badan. Namun, perlu diperhatikan cara mengolah telur agar mendapatkan gizi yang optimal. Telur yang direbus dalam waktu yang tepat merupakan salah satu cara untuk mendapatkan gizi yang bagus. Long egg rebus merupakan salah satu contoh olahan telur dengan waktu yang relatif singkat (sampai telur sudah mengental/matang) sehingga dapat mempertahankan nilai gizinya.

Long egg dapat dibuat dari telur ayam atau telur bebek. Cara membuat long egg sangat mudah.

1. Pertama, pisahkan kuning dan putih telur kemudian masing-masing dikocok.
2. Selanjutnya, siapkan dua tabung bambu berdiameter berbeda dan dilapisi aluminium foil yang panjangnya melebihi panjang bambu agar telur tidak lengket.
3. Tutup ujung bambu bagian bawah. Masukkan bambu berdiameter kecil ke dalam bambu diameter besar.
4. Masukkan putih telur ke dalam bambu berdiameter besar dan masukkan ke dalam panci berisi air, kemudian panaskan. Setelah putih telur menggumpal, keluarkan bambu diameter kecil dan selanjutnya isi dengan kuning telur hingga matang.
5. Telur dikeluarkan dengan cara menarik aluminium foil. Long egg dapat juga dibakar di atas bara api (arang) dengan langkah yang sama seperti long egg rebus.

Setelah matang, long egg didinginkan, kemudian diiris-iris dan dapat langsung dikonsumsi atau digunakan sebagai tambahan dalam sup atau mie rebus. Long egg juga dapat dibuat menjadi berbagai masakan, misalnya balado, pepes, steak, asam manis, dll. Jika tidak langsung dikonsumsi, long egg dapat disimpan di dalam lemari es.

Praktik pembuatan long egg telah dilaksanakan di kelompok Program Kesejahteraan Keluarga di dusun Karangturi, Baturetno, Banguntapan, Bantul pada 2019.  Daerah ini memiliki potensi lokal berupa telur dari ayam dan itik yang dipelihara oleh warga. Program ini bertujuan mengenalkan aneka olahan telur kepada warga dan membuka wawasan tentang peluang usaha olahan telur.

Berkreasi membuat long egg merupakan salah satu aktivitas yang dapat dilakukan di rumah selama terjadi pandemi Covid-19. Selain dikonsumsi sendiri, long egg dapat juga dijual dengan dikemas secara menarik. (Rilis/INF)

KONSUMSI TELUR PUYUH DAN KECERDASAN ANAK

Telur puyuh memiliki sejumlah kandungan nutrisi yang baik bagi tubuh. (Foto: Shutterstock)

Sore itu, Rustiani tampak gembira begitu melihat nilai ulangan harian anaknya, Rizky Ramdani, yang duduk di kelas V sekolah dasar. Nilai ulangan matematika buah hatinya hampir sempurna, yakni mendapat nilai 98. Tak hanya matematika, beberapa matapelajaran lainnya juga nilainya tak kalah bagus.

Ibu rumah tangga yang sehari-hari mengantar dan menjemput anaknya sekolah ini menuturkan, sejak kelas I anaknya yang nomor dua itu memang selalu juara di kelasnya. Nilai rapornya tak ada yang mengecewakan. “Kecuali nilai Penjaskesnya atau pelajaran olahraga, dia agak kurang suka olahraga soalnya,” tutur Rustiani yang suaminya bekerja sebagai peneliti di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).

Kecerdasan Rizky juga diakui oleh gurunya di SD Durenseribu 04, Bojongsari, Depok. Hampir setiap ulangan harian nilainya tak pernah di bawah angka 8. “Dia memang anak cerdas, daya tangkapnya bagus. Ayahnya kan seorang peneliti, mungkin pinternya nurun ke anaknya,” ujar Anwar Sanusi, guru kelas Rizky, sambil tersenyum kepada Infovet.

Benarkah kecerdasan Rizky itu dikarenakan faktor genetik dari sang ayah yang seorang peneliti? Mungkin saja benar, faktor keturunan bisa menjadi pendukung kecerdasan anak. Tetapi menurut penuturan sang ibu, asupan gizi juga sangat menentukan tingkat kecerdasan seorang anak.

“Anak saya dari dulu suka banget makan telur, terutama telur puyuh. Hampir seminggu tiga kali dia mintanya pasti lauk telur puyuh,” ungkap Rustiani kepada Infovet

Lantaran sang anak suka mengonsumsi telur puyuh, ibu muda ini pun rajin membaca artikel seputar gizi. Meski tak tahu persis seperti apa kandungan gizi pada telur puyuh, namun ia yakin sangat bagus untuk pertumbuhan dan kecerdasan otak bagi anak.

Ahli gizi dari Univeritas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Taufik Maryusman, SGz MGizi MPd, menyebutkan bahwa telur puyuh memiliki sejumlah kandungan nutrisi yang baik bagi tubuh. Menurutnya, telur puyuh memang tidak sepopuler telur ayam yang lebih banyak dikonsumsi rata-rata masyarakat. ”Padahal manfaatnya (telur puyuh) tidak kalah banyak dan bermanfaat bagi tubuh,” kata Taufik.

Ada beberapa kandungan nutrisi telur puyuh yang cukup baik untuk diketahui oleh orang tua agar anak-anaknya juga gemar mengonsumsi. Pertama, sama seperti telur ayam, telur puyuh tinggi protein. Satu porsi telur puyuh (setara lima butir) mengandung 6 gram protein yang ternyata sama banyak dengan satu butir telur ayam.

Protein diperlukan tubuh untuk dijadikan sumber energi, menjaga stamina, memelihara kesehatan kulit dan rambut, serta membangun dan menguatkan massa otot, baik dikonsumsi untuk anak-anak hingga orang dewasa.

Kedua, telur mini yang dihasilkan burung puyuh ini juga kaya akan vitamin A dan kolin. Setiap porsi telur puyuh menawarkan 119 miligram kolin dan 244 IU vitamin A. Artinya, seporsi telur puyuh mampu menyajikan sekitar 22-28% kebutuhan kolin harian dan 8-10% asupan vitamin A dalam sehari.

Nutrisi-nutrisi tersebut bekerja sama menjaga kerja sistem imun tubuh untuk mencegah risiko penyakit dan infeksi, khususnya mencegah perkembangan penyakit jantung. Vitamin A dan kolin juga berfungsi memelihara fungsi sistem saraf dan indra penglihatan.

Ketiga, telur burung puyuh mengandung lebih banyak selenium (26%) dan zat besi (9%) daripada telur ayam. Selenium bermanfaat untuk memelihara fungsi kognitif otak, meningkatkan metabolisme hormon tiroid dan memperbaiki kerusakan DNA. Sementara, zat besi berfungsi memproduksi sel darah merah sehat untuk mencegah anemia, zat besi juga mungkin berpotensi memberikan perlindungan terhadap penyakit jantung.

Kombinasi zat besi dan selenium dibutuhkan tubuh untuk memetabolisme otot serta memelihara kesehatan pembuluh darah. Jadi, mulailah konsumsi telur puyuh karena memiliki manfaat yang baik bagi tubuh dan bisa diolah menjadi lauk pauk yang lezat.

Tetap Berhati-hati
Menurut data dari American Heart Association yang dirilis pada 2002, telur puyuh terdiri atas putih telur (albumen) 47,4%, kuning telur (yolk) 31,9% dan kerabang serta membran kerabang 20,7%. Kandungan protein telur puyuh sekitar 13,1%, sedangkan kandungan lemaknya 11,1%. Sementara, kuning telur puyuh mengandung 15,7-16,6% protein, 31,8-35,5% lemak, 0,2-1,0% karbohidrat dan 1,1% abu. Telur puyuh juga mengandung vitamin A sebesar 543 ug (per 100g).

Lalu, bagaimana perbandingan kandungan nutrisi telur puyuh dengan telur ayam? Dilansir dari Very Well Fit, setiap 50 gram atau sekitar satu butir telur ayam berukuran besar mengandung 6 gram protein dan 78 kalori. Sedangkan, satu porsi telur puyuh (setara lima butir) mengandung 6 gram protein dan 71 kalori.

Bila mengonsumsi satu porsi telur puyuh, ini artinya sudah mendapatkan asupan protein yang sama dengan ketika makan sebutir telur ayam. Kandungan kalorinya pun hanya terpaut 7 kalori saja, sehingga tak jauh berbeda. Bukan hanya itu saja yang mirip, kandungan vitamin dan mineral pada dua jenis telur ini pun cenderung sama.

Dari sisi kandungan kolesterol, mungkin selama ini banyak yang menghindari mengonsumsi telur puyuh karena katanya bisa bikin kolesterol naik. Alhasil, memilih makan telur ayam saja yang lebih aman kandungan kolesterolnya, benarkah begitu?

Faktanya, seperti yang ditulis di Very Well Fit, setiap lima butir telur puyuh mengandung 5 gram lemak total, yang terdiri dari 1,6 gram lemak jenuh. Sementara itu, sebutir telur ayam ukuran besar (50 gram) mengandung 5 gram lemak total, dengan 1,5 gram lemak jenuh.

Meskipun perbedaannya tampak sedikit, kandungan lemak jenuh dalam telur puyuh tetap saja lebih tinggi daripada telur ayam. Hati-hati, lemak jenuh ini dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh. Maka dari itu, konsumsi telur puyuh secukupnya, jangan berlebihan, agar manfaat dalam telur dapat dirasakan.

Olahan Telur puyuh
Agar tak bosan mengonsumsi telur puyuh, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membuat olahan yang bervariasi. Di laman seputar masak atau kuliner, cukup banyak resep yang diunggah dan dapat didapat secara cuma-cuma.

Telur puyuh bisa diolah menjadi sajian yang istimewa, seperti olahan semur, balado, sayur lodeh, tahu sarang burung telur puyuh, tauco telur puyuh, atau kreasi lainnya. Dengan kreasi masakan yang dibuat, pasti anak-anak akan lebih tertarik mengonsumsi olahan di rumah ketimbang harus jajan di luar. (A. Kholis)

KONSUMSI PROTEIN KUNCI SUKSES TUMBUH KEMBANG ANAK

Para pembicara seminar (Foto: Dok. UGM)


Menyemarakkan Lustrum X Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada, digelar Seminar Promosi Konsumsi Protein Hewani dan Nabati Demi Anak Sehat, Tumbuh, dan Cerdas, Sabtu (7/9/2019). Acara yang digelar di di Auditorium Fakultas Peternakan UGM menggandeng Indonesian Children Care Community (IC3).

Direktur IC3 Prof. Dr Ir. Ali Agus, DAA, DEA, IPU menjelaskan, tantangan pertama pasca kelahiran anak adalah kesehatan dan tumbuh kembang. “Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial serta ditopang oleh protein hewani maupun nabati yang cukup, berkualitas dan berimbang dengan nutrisi lainnya,” ungkap Ali yang juga Dekan Fakultas Peternakan UGM. 

Tantangan kedua, lanjut dia, adalah pengetahuan dan preferensi orangtua dalam menyediakan pangan yang sehat, bergizi dan berimbang. Sebab penyediaan pangan dan gizi sumber protein perlu kesadaran, kemauan dan kesungguhan, karena bisa tergoda oleh kebutuhan lainnya yang sebenarnya bisa ditangguhkan. Selanjutnya tantangan ketiga adalah kesibukan orangtua dalam bekerja sehingga tidak lagi sempat memperhatikan pola konsumsi anak-anaknya, bahkan urusan makanan di rumah sepenuhnya diserahkan kepada pengasuh dan atau semata-mata mengikuti kesukaan anak.

Senada dengan Ali Agus, Kepala Seksi Inspeksi Peredaran Pangan Teknologi Baru, Bioterorisme, dan Pertahanan Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Fitrianna Cahyaningrum, SP., M.Gz menyatakan 46% penduduk Indonesia termasuk kategori cukup protein. “Ada 17% kurang protein dan 36% sangat kurang asupan protein. Kalau status ini terdapat pada anak usia 13 sampai 18 tahun, harus segera ditangani karena  merupakan fase awal produktif untuk pria dan fase awal kesuburan untuk wanita,” jelasnya.

Fitrianna mengimbau agar dilakukan upaya mengubah preferensi pembelanjaan uang jajan. “Uang Rp 1.500 – Rp 2.000 yang biasa digunakan untuk jajan makanan kecil yang kurang bergizi, diupayakan untuk membeli telur ayam saja, yang lebih bergizi bagi anak dan remaja,” tandas dia. Hal itu, dia menambahkan, harus terus didorong meskipun perubahan pola konsumsi pangan sudah terjadi, menurut WHO konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia yang pada 2011 hanya 17%, tahun lalu sudah meningkat menjadi 34% dari total konsumsi protein.

“Konsumsi protein hewani ini penting, karena mengandung asam-asam amino esensial yang tidak tergantikan dan tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Asam amino dipergunakan untuk pertumbuhan organ dan untuk membentuk hormon-hormon pertumbuhan,” tegasnya. Namun demikian, untuk menyeimbangkan pola makan, protein nabati tetap penting dikonsumsi karena ada nutrisi lain yang terdapat pada bahan pangan sumber protein nabati, namun tidak terdapat pada bahan pangan hewani. (Rilis/INF)


JANGAN TAKUT KONSUMSI DAGING AYAM

Daging ayam. (Istimewa)

((Masih saja ada oknum dokter yang menganjurkan pasiennya untuk tidak mengonsumsi daging ayam broiler. Jika dibiarkan, akan makin banyak masyarakat yang takut konsumsi protein hewani ini.))

Dalam perbincangan antara Infovet dan Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Drh Irawati Fari, awal Maret lalu di Sekretariat ASOHI di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ada hal yang manarik untuk disimak. Ternyata, kekhawatiran sebagian masyarakat mengonsumsi daging ayam broiler karena takut mengandung kolesterol bukan saja disebabkan oleh informasi yang bersumber dari “katanya”.

Ketakutan sebagian masyarakat mengonsumsi daging ayam negeri juga ada yang disebabkan oleh anjuran para oknum dokter kepada pasiennya. Menurut Ketua Umum ASOHI ini, masih ada dokter yang menganjurkan pasiennya untuk tidak mengonsumsi ayam broiler, karena mengandung hormon, ayam disuntik obat tertentu dan info menakutkan lainnya.

“Anjuran macam ini jelas tidak tepat disampaikan ke pasien. Biasanya oknum dokter yang begini karena dia belum tahu bagaimana proses produksi ayam broiler yang sebenarnya,” ungkap Irawati. Karena itu, sangat disayangkan jika masih ada tenaga medis yang masih memberikan anjuran keliru kepada pasiennya, sementara dia sendiri tidak tahu persis proses produksinya.

Kekhawatiran sebagian masyarakat mengonsumsi daging ayam broiler bukanlah perkara baru. Fenomena ini sudah terjadi sejak lama. Ketidakmengertian dan mendapatkan informasi dari sumber yang keliru menjadi penyebab utama mereka tak mau mengonsumsi daging ayam broiler.

Beberapa informasi keliru yang hingga kini masih beradar di tengah masyarakat antara lain, ayam broiler cepat besar karena disuntik hormon, diberi obat-obatan khusus dan mengandung kolesterol tinggi. Yang lebih memprihatinkan, tak sedikit media online yang menyuguhkan berita tentang bahaya mengonsumsi ayam broiler, tanpa didasari literatur dan sumber yang jelas. Hanya mengutip sebagian informasi dari media asing, lalu diterjemahkan secara bebas.

Jika dilihat di media online, dalam rubrik kesehatan, seringkali tersaji berita yang menyebutkan banyak peternak ayam yang menggunakan zat kimia dan antibiotik dalam memelihara ayam broiler. Ada juga media online yang menyebutkan bahwa tidak semua orang cocok makan ayam broiler, karena cenderung rendah nutrisi. Di samping itu, ayam tersebut juga telah terpapar zat kimia yang bisa membahayakan tubuh. “Karenanya, Anda harus berhenti makan daging ayam itu, apalagi kalau diolah dengan cara digoreng,” begitu kutip salah satu media online mainstream di dalam negeri tanpa menyebutkan narasumber yang jelas.

Bagi masyarakat yang sudah paham dengan kandungan protein hewani pada daging ayam, berita macam ini akan dianggap angin lalu. Tapi bagaimana jika pembacanya tidak paham soal nustrisi protein hewani? Informasi macam ini sangat membingungkan, bahkan cenderung menyesatkan. Bisa-bisa pembaca jadi ragu atau malah berhenti sama sekali untuk mengonsumsi daging ayam.

Harus Dilawan
Dosen Pangan Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjahmada (UGM) Yogyakarta, Yuny Erwanto, berpendapat, ketakutan sebagian masyarakat untuk mengonsumsi daging ayam broiler memang masih terjadi hingga sekarang. Penyebabnya, bisa karena mendapat informasi yang salah tentang cara beternak ayam negeri atau karena ada anjuran dari orang lain agar tak mengonsumsi daging ayam broiler.

Menurut ahli gizi ini, fenomena tersebut harus dilawan dengan menggencarkan kampanye konsumsi daging ayam dan telur. Kampanye ini menjadi sangat penting agar publik lebih paham tentang proses sebenarnya beternak ayam broiler, mulai dari awal hingga panen.

Banyak cara kampanye yang bisa dilakukan, misalnya dengan mengajak sarapan ayam dan telur bersama anak-anak sekolah, atau melalui demo atau lomba masak di kalangan ibu-ibu rumah tangga dengan bahan baku daging ayam broiler dan telur. Melalui demo atau lomba masak, dapat dijadikan ajang untuk menggugah masyarakat Indonesia untuk lebih gemar mengonsumi daging ayam.

Langkah ini penting mengingat tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia hingga saat ini masih tergolong rendah. Erwanto menyebut, saat ini konsumsi daging masyarakat Indonesia tak lebih dari 10 kg per kapita per tahun. Sedangkan Malaysia sudah sekitar 50 kg dan negara maju sekitar 100 kg per kapita per tahun. “Secara karakter, makanan yang lebih bercita rasa akan dihargai lebih tinggi, karena manusia membutuhkan lebih dibanding yang kurang bercita rasa,” ujar Erwanto. 

Faktor lain penyebab masih rendahnya konsumsi daging di dalam negeri, lanjut Erwanto, adalah faktor ketersediaan dan distribusi. Namun itu pengaruhnya kecil. Faktor ini hanya dialami di beberapa wilayah yang memiliki tingkat pendapatan tinggi, namun ketersediaan daging masih kurang, karena belum banyak peternakan di wilayah tersebut atau alasan perusahaan tidak ekonomis mendirikan usaha di tempat tersebut.

Erwanto kembali menjelaskan, informasi gizi terkait daging ayam sebenarnya sederhana saja. Daging ayam memiliki kandungan protein tinggi, asam amino yang dibutuhkan tubuh manusia terpenuhi dan lengkap, serta mengandung mineral yang juga bermanfaat bagi tubuh.

“Mungkin salah satu faktor yang menyebabkan masih rendahnya konsumsi daging ayam adalah kekhawatiran kandungan antibiotik dan obat-obatan pada ayam broiler yang tinggi, padahal sebenarnya tidak separah yang dikhawatirkan,” ujarnya. Erwanto memberikan solusi, bagi masyarakat yang khawatir mengonsumsi daging ayam broiler dapat menggantinya dengan daging ayam kampung.

Kebutuhan Per Kapita
Tingginya kandungan gizi pada daging ayam semestinya menjadi rangsangan bagi masyarakat untuk lebih sering mengonsumsinya. Memang tak harus setiap hari, tapi setidaknya beberapa kali dalam sepekan dengan takaran yang memadai.

Erwanto menyarankan, konsumsi daging ayam dalam sepekan dapat diasumsikan, jika kebutuhan protein manusia setiap hari di rata-rata 60 gram dan sekitar 10 gram berasal dari daging ayam, maka dapat dihitung bahwa 10 gram itu berasal dari 50 gram daging ayam segar. Daging ayam segar kadar proteinnya mencapai 20%. Jadi dalam satu hari, minimal konsumsi daging ayam adalah 50 gram atau setara 350 gram setiap pekan atau sekitar 1,4 kg setiap bulan per kapita. Jika ini bisa diterapkan, maka setiap tahun minimal adalah 16,8 kg per kapita.

“Dengan asumsi tersebut, maka jika negara akan terus berkembang dan kesejahteraan terus meningkat, otomatis konsumsi meningkat dan dapat melebihi angka minimal tersebut seperti negara lain,” ungkapnya.

Jika konsumsi daging meningkat (termasuk daging ayam), maka keseimbangan gizi akan tercapai dan fisiologis tubuh akan lebih sehat. Dengan tubuh yang sehat, diharapkan produktivitas masyarakat juga meningkat dan akan berdampak pada peningkatan ekonomi. (Abdul Kholis)

Peran Dokter Hewan Menggaung di Seminar One Day Scientific Expo

Ir Achmad Dawawi sebagai salah satu pembicara seminar One Day Scientific Expo (Foto: Nunung/Infovet)

Keluarga Alumni Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (Gamavet) menggelar One Day Scientific Expo, Sabtu (2/2/2019) di Hall Candi Bentar, Putri Duyung Ancol, Jakarta. Menggaungkan tema  bertajuk “Peranan Dokter Hewan dalam Penyediaan Protein Hewani di Jabodetabek dan dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan Hewan Secara Profesional di DKI Jakarta”, acara ini diisi dengan agenda seminar edukasi.

Beberapa narasumber berkompeten di bidangnya antara lain Dr Ir Tri Hariyanto MM (Fungsional Utama Dirjen Perikanan Budidaya KKP RI), Drh Nanang Purus Subendro (Presiden Direktur PT Indo Prima Beef), Ir Achmad Dawami (Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas), Dr Y Sari Murti SH MHum (Dekan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya) dan Drh Andi Wijanarko (Asosiasi Obat Hewan Indonesia).

Acara yang terselenggara atas kerjasama dengan Pemda DKI Jakarta ini dibuka dengan video Gubernur DKI Jakarta, Anies Bawesdan yang menyampaikan apresiasinya dengan diadakannya kegiatan One Day Scientific Expo.

Kegiatan ini dihadiri alumni dari berbagai daerah dan berbagai angkatan, tidak hanya Jabodetabek tapi juga Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi, juga Sumatera.

Alumni FKH UGM dari berbagai daerah dan berbagai angkatan. (Foto: Nunung/Infovet)

“Dokter hewan sebagai salah satu profesi yang bersinggungan dengan hewan juga memiliki peran penting dalam penyediaan protein hewani bagi masyarakat luas. Dimana aspek keamanan pangan asal hewan selalu menjadi prioritas,” ujar Teuku Sahir, Bhakti Alumni Fakultas Kedokteran Hewan UGM dalam kontribusi pemikiran dan kinerja di DKI Jakarta serta nasional.

Ketua Panitia seminar One Day Scientific Expo, Drh Ismanto, mengatakan bahwa suplai telur sebagai salah satu sumber protein hewani yang murah untuk DKI Jakarta dipenuhi dari Blitar dan daerah penyangga yang ada di sekitar Jakarta, bahkan ada pula yang dari Lampung dan Palembang.

“Blitar saja per harinya bisa mencapai 700 ton, itu baru separuh kebutuhan Jakarta,” ujarnya.

Dia menambahkan, acara ini merupakan salah satu cara Gamavet mengapresiasi peran dokter hewan yang turut serta aktif meningkakan protein hewani yang berguna untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan masyarakat, juga peningkatan pelayanan dokter hewan untuk masyarakat.

“Acara ini merupakan salah satu bentuk asah asih asuh Gamavet sebagai wujud pembinaan terhadap anggotanya, terutama dokter hewan yang ada di wilayah Jabodetabek,” tuturnya saat dijumpai Infovet usai acara.

Lanjut dia, peran dokter hewan sangatlah penting. Apalagi, para dokter hewan memiliki semboyan yang tidak main-main yaitu “Marga Manusya Mriga Satwa Sewaka”.

Semboyan itu, sambung Ismanto, memiliki makna yang sangat dalam. Secara harfiah diartikan sebagai sehatnya manusia melalui sejahteranya hewan.

 “Pemuliaan terhadap hewan itu akan memberikan kesejahteraan hewan yang lebih baik lagi. Sehingga hewan lebih sejahtera dan produktif,” tandasnya.

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Drh Syamsul Ma’arif MSi dalam paparannya menjelaskan bahwa rata-rata konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan data yang ada, konsumsi untuk daging sapi baru mencapai 2,5 kg/kapita/tahun, ayam 12,13 kg/kapita/tahun, dan telur 6,69 kg/kapita/tahun.

“Saya pikir ini menjadi tugas bersama termasuk dokter hewan, bagaimana bisa berperan dalam penyediaan protein hewani. Di sisi lain juga harus terus mengajak masyarakat untuk meningkatkan konsumsinya, sebagai upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” papar dia. (NDV)

Riau Siap Jadi Tuan Rumah Penyelenggaraan HATN IX 2019

Kepanitiaan HATN berada di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau (Foto:Infovet)


Perhelatan tahunan Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) IX masih terbilang jauh hari pelaksanaannya. Namun, tim yang ditugaskan untuk melakukan penjajakkan ke berbagai daerah untuk dijadikan tuan rumah, jauh-jauh hari sudah mulai dilakukan.

Ir Bambang Suharno dari Majalah Infovet dan Ricky Bangsaratoe dari Perhimpunan Insan Peternakan Rakyat, berkunjung dan bertemu langsung dengan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau, drh Askardiya R Patrianov MP, Senin (26/11/2018). Adapun tujuan dari pertemuan ini adalah untuk membicarakan kemauan dan kesiapan Provinsi Riau dijadikan sebagai tuan rumah HATN.

Menurut Ir Bambang, dijadikannya Provinsi Riau sebagai tuan rumah penyelenggaraan Hari Ayam dan Telur Nasional IX 2019 bukanlah tidak beralasan. Alasan mendasar adalah Provinsi Riau dengan Ibu Kotanya Pekanbaru, tumbuh dan berkembang menjadi pusat kota, dengan beragam aktivitas industri, masyarakat terdidik dari beragam kalangan, sehingga menjadikan kota ini salah satunya sebagai pusat kuliner.

“Kita sudah mahfum bersama, salah satu ciri masyarakat kota yang maju adalah memiliki sifat konsumtif, olahan pangan fast food, dan ini menjadi alasan, mengapa Provinsi Riau untuk tahun 2019 dijadikan sebagai tuan rumah penyelenggaraan Hari Ayam dan Telur Nasional IX,” kata Bambang.

Pemaparan Ir Bambang terkait habit atau kebiasaan buruk masyarakat Indonesia kini dan bahkan nanti di depan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau, rata-rata pengeluaran keluarga terbesar adalah untuk pembelian rokok. “Pengeluaran untuk rokok 5 kali lebih banyak dari pengeluaran untuk telur dan susu,” kata Bambang.

Beragam hasil kajian menyebutkan, Indonesia nomor 1 sebagai negara dengan konsumsi rokok terbesar di ASEAN, yakni 1.3 ribu batang/orang/tahun.

Masih menurut Bambang, tingginya angka konsumsi rokok tersebut berdampak pada penurunan angka konsumsi daging ayam dan telur, yang ditandai dengan posisi Indonesia untuk angka konsumsi daging ayam (11 kg/orang/tahun) dan telur (100 butir/orang/tahun) nomor 3 terendah di ASEAN setelah Filipina.

Menanggapi apa yang disampaikan Ir Bambang, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau menyanggupi, Riau dapat dijadikan sebagai tuan rumah Hari Ayam dan Telur Nasional IX 2019. Kesiapan tersebut dilihat dari tujuan dan manfaat positif yang dapat diambil dari kegiatan dimaksud.

“Hari Ayam dan Telur Nasional mengandung tujuan mulia, yakni mengedukasi masyarakat agar sadar gizi, mengubah kebiasaan mereka ke arah yang lebih baik, sehingga mereka dan anak-anaknya dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan standar pertumbuhan yang diharapkan. Ke depannya, anak-anak mereka dapat menjadi generasi yang cerdas,” kata Patrianov.

Terkait dengan pelaksanaan kegiatan tersebut, Patrianov meminta tim dari Hari Ayam dan Telur Nasional IX untuk memfikskan terlebih dahulu perihal pendanaan, sehingga pada saat kegiatan tersebut akan digelar, tidak ada hal-hal yang merintangi, terutama yang berhubungan langsung dengan keuangan.

“Kita sudah pahami bersama, ada banyak sumber dana yang dipaparkan oleh tim diantaranya sponsorships, sumbangan pemerintah daerah, penjualan stand pameran officials products, serta sumbangan atau donasi yang bersifat tidak mengikat,” urai Patrianov.

Namun demikian, lanjut dia, terkait dengan sumbangan pemerintah daerah, tentu kami meminta tim untuk menunjukkan jalan bagaimana mendapatkan dana tersebut dipenyelenggaraan tahun lalu.

“Jika dimasukkan ke anggaran murni, jelas tidak bisa. Kemudian apabila dimasukkan ke anggaran perubahan, tentu harus ada contoh atau petunjuk yang jelas,” tandasnya.

Terlepas dari itu, Patrianov memastikan bahwa kegiatan Hari Ayam dan Telur Nasional akan menuai sukses, apatah lagi acara ini telah mendapat dukungan dari berbagai pihak, mulai dari instansi pemerintah pusat dan daerah, organisasi pendukung, seperti Asosiasi Obat Hewan Indonesia. Ditambah lagi keterlibatan UIN Suska Riau dengan sumberdaya manusia yang mumpuni di bawah Program Studi Peternakan yang dimiliki.

“Kami yakin, acara ini akan sukses mengedukasi masyarakat agar sadar gizi. Tentu dengan keterlibatan Infovet sebagai media peternakan dan kesehatan hewan nasional, dan Riau Pos untuk media lokal yang juga telah me-nasional,” pungkas Patrianov. (Sadarman).

Hindari Kebosanan, Konsumsi Telur dengan Varian Menu

Egg Masala asal India. (Sumber: Google)

Jika bosan mengonsumsi telur ceplok, dadar, atau sambal balado, cobalah berganti menjadi aneka olahan negara tetangga. Beda olahan, asupan gizi telur tetap didapat.

Siapapun tahu bahwa telur memiliki kandungan protein tinggi. Telur juga menjadi menu favorit bagi masyarakat untuk memenuhi asupan gizi setiap hari. Selain praktis dalam mengolahnya, protein hewani ini juga tak sulit untuk didapatkan. Di warung, minimarket, hingga supermarket menyediakan.

Mengolah telur juga banyak ragamnya, sesuai selera. Ada yang senang diceplok, direbus, ada juga yang gemar dijadikan omelet. Kepintaran seorang ibu dalam menyajikan menu yang bervariasi menjadi kunci anak-anaknya tak mudah bosan mengonsumsi telur.

Olahan telur yang monoton bukan hanya membuat anak bosan, namun juga memicu anak enggan menyantap dan mulai beralih ke menu makanan lain yang bisa jadi kandungan gizinya di bawah telur. “Memberi asupan protein dari telur untuk anak tidak harus untuk lauk, tapi juga bisa dibuat kue,” tutur Irmayanti, seorang ibu rumah tangga di Depok, Jawa Barat.

Menurut wanita paruh baya yang pintar masak ini, banyak varian makanan yang bisa diolah dengan menggunakan telur sebagai bahannya. Dalam seminggu, setidaknya tiga hari ia menyiapkan menu telur untuk keluarganya. Olahnya berganti-ganti, mulai dari telur bulat sambal balado, dadar Jawa, kadang dibuat gulai telur. “Kadang kalau hari libur, saya siapkan kue berbahan telur. Anak-anak saya paling suka,” tambahnya.

Ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Jawa Barat, Prof Dr Ir Ali Khomsan, juga berpendapat sama. Variasi dalam mengolah telur penting dilakukan agar anak-anak tak mudah bosan mengonsumsi, seperti dibuat omelet, atau dicampur dengan bahan makanan lain, sehingga lebih nikmat dan tidak membosankan. Dengan cara membuat variasi sajian, maka asupan protein dari telur juga bisa menjadi lebih baik.

“Sesuatu yang dimakan secara rutin setiap hari memang membosankan, kecuali makan nasi. Tapi kalau makan telur setiap hari bisa bosan,” ujarnya.

Menurut Ali Khomsan, kebosanan konsumsi telur bisa dihindari jika diselingi dengan sumber protein lainnya. Misal, dalam seminggu divariasi dengan ikan, daging, atau sumber protein lainnya. “Menurut saya, kuliner Indonesia cukup bagus dalam mengolah telur dengan variasi penyajiannya, sehingga tidak membosankan,” tambahnya.

Bijak Konsumsi Telur
Di zaman serba digital saat ini mencari informasi teknik membuat varian menu berbahan telur ayam tidaklah sulit. Cukup banyak portal kuliner, bahkan media sosial, yang menyuguhkan tutorial lengkap memasak makanan berbahan baku telur. Kadang, dilengkapi dengan foto hasil olahan yang menggoda selera.

Jika keluarga bosan dengan sajian telur yang itu-itu saja, tak ada salahnya jika mencoba berganti olahan ala menu negara luar. Misalnya, menu Masala asal India, Huevos Rancheroz dari Meksiko, atau Oeoufs Au Plat Bressane ala Perancis semacam roti yang dipanggang dengan krim dan telur, atau lainnya.

Panduan teknik mengolahnya bisa didapatkan di internet. Cukup ketik “varian menu telur”, dijamin akan muncul puluhan resep pilihan. Dengan tutorial yang lengkap dan mudah, para ibu rumah tangga pasti tak terlalu sulit membuatnya.Varian olahan telur semacam ini akan lebih menarik perhatian anak untuk menyantapnya. Bentuk olahannya beda, namun kandungan gizi dalam telur tetap didapat.

Bagi anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan, asupan gizi dari protein hewani dalam telur sangat dibutuhkan. Kandungan asam amino yang ada di dalam telur juga cukup bagus untuk kesehatan tubuh. Asam amino berperan penting karena membantu pembentukan protein sebagai bahan dasar pembentuk sel, otot, serta sistem kekebalan tubuh.

Bagaimana dengan orang dewasa, benarkah sebaiknya dibatasi mengonsumsi telur setiap hari?

Bagi sebagian orang, mengonsumsi telur setiap hari tidak masalah. Namun ada juga yang khawatir terkena kolesterol. Menurut Ali Khomsan, meskipun nikmat, namun menikmati telur juga harus diperhatikan jumlahnya. “Kita mesti bijak dalam mengonsumsi,” ujarnya.

Ahli gizi ini menjelaskan, sebutir telur ayam mengandung sekitar 250 mg kolesterol. Sedangkan dalam sehari, dianjurkan mengonsumsi kolesterol tidak lebih dari 300 mg. Artinya, kalau dalam sehari mengonsumsi dua butir telur, kita telah mengonsumsi 500 mg kolesterol.

Bagi masyarakat di beberapa negara, seperti Amerika, tidak takut dengan kolesterol. Tapi mereka lebih takut kepada lemak, karena orang Amerika sudah sangat tinggi konsumsi lemaknya. “Lah kalau di Indonesia, saya tidak ingin menakut-nakuti orang makan telur, karena kenyataannya orang Indonesia belum cukup banyak makan telur. Kalau makan telur itu menjadi isu negatif, justru akan membuat masyarakat takut makan telur,” ucapnya.

Menurut dia, untuk orang Indonesia mengonsumsi telur lebih dari satu butir sehari tidak masalah, karena tingkat konsumsi pangan hewan lainnya masih rendah. Tingkat konsumsi susu dan daging pun masih sangat rendah, maka konsumsi telur menjadi alternatif karena harganya lebih murah.

Selain murah, telur juga menjadi sumber protein yang sangat mudah didapatkan. Ali Khomsan menyarankan, kekhawatiran terhadap kandungan  kolesterol pada telur tidak perlu digembar-gemborkan. “Tapi memang kalau setiap hari secara terus-menerus mengonsumsi telur lebih dari satu butir itu kurang bijak. Yang relatif bijak ya satu butir sehari,” ungkapnya.

Varian olahan menu telur. (Sumber: Google)

Kampanye Harus Gencar
Rendahnya tingkat konsumsi telur oleh masyarakat Indonesia selama ini menjadi pemberitaan dari tahun ke tahun. Data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian tahun 2016, menunjukkan rata-rata konsumsi telur ayam ras per kapita per tahun 99.796 butir.

Tahun ini, dibandingkan dengan Malaysia, tingkat konsumsi telur di Indonesia juga masih lebih rendah. Konsumsi telur di Indonesia baru 125 butir per kapita per tahun, sementara Malaysia sudah 340 butir.

Menurut Ali Khomasan, upaya peningkatan konsumsi telur ayam (termasuk daging ayam) harus jadi upaya semua pihak secara massif, terstruktur dan terpadu. Sebab itu, kampanye konsumsi telur perlu ditingkatkan lagi.

“Di level masyarakat kampanye ini bisa dilakukan melalui posyandu (pos pelayanan terpadu), di level Nasional paling tidak Direktorat Jenderal Peternakan atau Menteri Pertanian yang mengkampanyekan,” ujarnya.

Jumlah penduduk yang banyak ditambah kemampuan daya beli tinggi, namun tingkat konsumsi rendah tentunya tidak bisa dianggap remeh. Konsumsi daging ayam dan telur seyogyanya menjadi satu diantara pemenuhan kebutuhan protein bagi kesehatan. Otomatis, muaranya adalah peningkatan kualitas manusia sebagai imbas dari tercukupnya konsumsi gizi.

Kampanye gizi dan edukasi kepada masyarakat harus digencarkan. Publik perlu terus diedukasi bahwa daging ayam dan telur merupakan sumber protein hewani yang ekonomis. Jika dilihat perbandingan harga per gram protein antara daging ayam dan telur terhadap daging sapi, susu, domba, kambing, ikan dan lainnya, maka daging ayam dan telur itu lebih murah harganya per kilogram protein. (Abdul Kholis) 

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer