Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Industri Perunggasan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PELAKU PERUNGGASAN DIAJAK STABILKAN HARGA UNGGAS HIDUP

Pertemuan Dirjen PKH bersama pelaku perunggasan di Solo. (Foto: Dok. Dirjen PKH)

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, kembali mengundang para pelaku perunggasan, asosiasi unggas, pakar dan unsur pemerintah terkait untuk membahas situasi perunggasan Nasional, khususnya terkait rendahnya harga unggas hidup/live bird (LB) di tingkat produsen di beberapa daerah, yakni Jawa Timur dan Jawa Tengah. 

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 96/2018 mengenai harga acuan pembelian ditingkat petani dan harga acuan pembelian di tingkat konsumen, harga acuan pembelian daging ayam ras untuk batas bawah di tingkat peternak sebesar Rp 18.000 dan harga batas atas sebesar Rp 20.000, sedangkan harga acuan penjualan di konsumen sebesar Rp 34.000. Namun, di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, harga LB masih berada di bawah harga batas bawah. 

“Kami mengharapkan masukkan dari para pelaku perunggasan, pakar dan pemerintah daerah agar hasil pertemuan koordinasi stabilisasi produksi, distribusi dan harga LB ini dapat menjadi solusi terbaik untuk perunggasan Nasional ke depan,” kata Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, saat pertemuan di Solo, Jumat (14/6/2019). Pertemuan ini sendiri merupakan lanjutan pertemuan koordinasi perunggasan yang telah dilaksanakan secara maraton dari 10 dan 13 Juni 2019 di Jakarta.

Ia menambahkan, langkah awal dalam stabilisasi harga LB adalah dengan pengurangan DOC FS broiler sebesar 30% dari populasi telur tetas fertil di seluruh Indonesia yang diawasi oleh tim yang melibatkan unsur Ditjen PKH, dinas terkait provinsi/kabupaten/kota, asosiasi diantaranya GPPU, GOPAN, PPUN dan PINSAR. Kemudian memastikan bahwa pengusaha unggas integrator tidak menjual semua ayam yang diternakkan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dijual ke pasar tradisional di wilayah tersebut. 

Ketut juga meminta Integrator dan peternak mandiri melaporkan broker unggas komersial (nama, alamat dan nomor HP) yang dimiliki atau yang menjadi langganannya kepada pihaknya maupun Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar terdata, sehingga bisnis unggas dapat berjalan baik dan dapat terkontrol jika terjadi gejolak, serta mengajak Satgas Pangan Mabes Polri untuk ikut mengawasi perilaku broker dan integrator.

Hal penting lain yang menjadi keputusan bersama adalah pentingnya review Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, terutama Pasal 12 mengenai kepemilikan RPHU dan rantai dingin dalam rangka penyempurnaan regulasi di bidang perunggasan dan definisi integrator dan peternak mandiri, serta review Permendag No. 96/2018 terkait harga acuan pembelian di tingkat petani dan harga acuan penjualan di tingkat konsumen dan mengkaji harga acuan DOC FS serta pakan.

“Pemerintah juga meminta kepada para pelaku usaha perunggasan agar berupaya menaikan harga LB secara berkala menuju harga acuan sesuai dengan Permendag 96/2018" tegas Ketut. 

Sementara dalam rangka menyelesaikan harga LB yang anjlok di beberapa daerah, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Tjahya Widayanti, mengeluarkan himbauan (setelah berkoordinasi dengan KPPU) kepada para peternak (integrator, peternak mandiri, peternak UMKM) untuk melakukan pembagian LB/karkas secara gratis kepada masyarakat, khususnya masyarakat miskin menggunakan dana CSR yang pelaksanaannya akan dikoordinasikan oleh dinas terkait di provinsi/kab/kota dengan GPPU dan PINSAR. 

“Kami juga mengimbau agar ARPHUIN bekerjasama dengan pasar retail modern dalam membantu menyerap stok LB dan daging ayam terutama di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ujar Tjahya.

Pertemuan juga memutuskan bahwa Kemendag akan mengkaji pengaturan segmentasi pasar unggas dan Satgas Pangan Mabes Polri akan mendalami temuan dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan usaha ayam ras. Adapun dinas terkait provinsi/kabupaten/kota, untuk segera mendata unit usaha peternakan serta jumlah kandang dan kapasitas terpasang; mendata jumlah RPHU beserta kapasitas cold storage yang dimiliki swasta maupun pemerintah; dan memberikan pembinaan kepada perusahaan, peternak mandiri, peternak UMKM di wilayahnya. (INF)

HARGA AYAM ANJLOK, PETERNAK, PENGUSAHA DAN PEMERINTAH KEMBALI REMBUG

Rembug antara pemerintah, peternak dan pengusaha unggas di Kementerian Pertanian, Kamis (13/6/2019). (Foto: Infovet/Ridwan)

Akibat harga jual unggas yang merosot tajam, para peternak rakyat yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Penyelamatan Peternak Rakyat dan Perunggasan Nasional (PRPM) kembali menyuarakan aspirasinya ke Kementerian Pertanian (Kementan).

Pertemuan terbatas dilakukan bersama Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita, bersama Tim Pakar Analisis Supply-Demand Ayam Ras dan Telur, serta asosiasi bidang perunggasan, pada Kamis (13/6/2019) di Kementan.

Adapun aspirasi yang disampaikan yakni, menaikkan harga jual ayam hidup di atas HPP peternak rakyat, memisahkan pasar peternak rakyat dan integrator, terbitkan Permentan yang membela peternak rakyat dan revisi UU peternakan dan kesehatan hewan.

Pasalnya, diakui peternak, harga jual live bird terpuruk hingga menyentuh angka Rp 9.000-12.000/kg untuk  wilayah Jawa Tengah, sementara di daerah Jawa Barat mencapai Rp 16.000-17.000/kg. Harga tersebut sangat jauh dari harga pokok produksi (HPP) yakni Rp 19.000-20.000/kg (HPP). Hancurnya harga ditingkat peternak tersebut disinyalir akibat berlebihnya pasokan produksi final stock (FS).

“Industri perunggasan tahun ini sangat parah kondisinya, karena HPP semakin tinggi kemudian produksinya juga semakin tinggi, sehingga harganya jeblok,” kata Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami.

Sempat sedikit memanas akibat perdebatan mengenai perhitungan jumlah supply-demand, potensi produksi GPS serta jumlah DOC yang dihasilkan antara GPPU dan tim analisis pemerintah, namun begitu perdebatan dapat diakhiri.

“Asumsi-asumsi yang digunakan kan berbeda, sehingga hasil hitungannya juga jadi sedikit berbeda. Untungnya rujukan data yang sama masih digunakan, memang begini kalau mau menyatukan banyak kepala menjadi satu tujuan, tapi yowis gak popo, yang penting demi kepentingan bersama,” ucap Dawami sembari berkelakar.

Untuk memperbaiki harga, pemerintah bersama tim pakar analisis supply-demand ayam ras dan telur memutuskan beberapa hal, diantaranya: 
1. Pengurangan DOC FS broiler di wilayah Pulau Jawa, dengan cara menarik telur tetas setelah candling sebesar 30% dari total telur fertil.
2. Pelaksanaan pengurangan pada 24 Juni-23 Juli 2019, yang pengawasannya melibatkan unsur dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi/kabupaten/kota, GPPU, GOPAN (Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional), PPUN (Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara) dan Pinsar (Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia).
3. Melakukan revisi Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi dalam rangka penyempurnaan regulasi di bidang perunggasan.
4. Setiap pelaku usaha di bidang perunggasan komersial (peternak, peternak mandiri, integrator, koperasi, dll) harus menyampaikan nama, alamat lengkap, nomor Hp broker kepada Ditjen PKH paling lambat tanggal 20 Juni 2019, yang selanjutnya akan dikoordinasikan dengan kementerian lembaga terkait.

“Keputusan bersama pelaksanaan cutting telur tetas dari total telur fertil oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan guna memangkas over produksi,” kata Ketua Tim Analisis Supply-Demand, Trioso Purnawarman. (RBS/CR)

LANGKAH KEMENTAN PERBAIKI HARGA DAGING AYAM

Dirjen PKH bersama tim saat pertemuan dengan wartawan membahas persoalan industri perunggasan, Rabu (6/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dipicu harga daging ayam di sejumlah pasar tradisional di beberapa daerah mengalami penurunan, membuat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, mengambil langkah-langkah perbaikan.

Diantaranya, memastikan kondisi kapasitas tampung cold storage dan memaksimalkannya untuk pelaku usaha, menginstruksikan penundaan setting telur ayam tetas selama 1-2 minggu untuk semua perusahaan parent stock, mengimbau para pelaku usaha pembibit untuk meningkatkan kualitas DOC (day old chick) dengan menerapkan sertifikat SNI, kemudian para pelaku usaha (integrator) ikut mempromosikan konsumsi produk unggas agar mendongkrak konsumsi.

“Dengan meningkatnya konsumsi protein hewani maka akan berdampak terhadap peningkatan permintaan produk hewan, termasuk daging unggas, sehingga dapat meningkatkan serapan pasokan unggas dalam negeri,” kata Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, Rabu (6/3).

Upaya berikutnya yakni, mengimbau Pemerintah Daerah melakukan pengaturan dan pengawasan budidaya ayam ras dengan pendataan peternak dan populasi ayam, mengimbau pelaku usaha agar di tahun berikutnya mengukur jumlah chick-in demi menjaga keseimbangan produksi dan permintaan, mewajibkan integrator menyampaikan laporan produksi DOC tiap bulan melalui online termasuk pendistribusiannya.

“Dengan upaya ini nantinya kita akan mengetahui berapa produksi DOC untuk budidaya internal integrator (on farm dan integrasi/plasma) dan yang didistribusikan ke peternak mandiri,” jelas Ketut.

Lebih lanjut, langkah berikutnya yang harus diambil adalah meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras, mengoptimalkan tim analisa dan tim asistensi serta tim pengawasan dalam mendukung pelaksanaan permentan tersebut dan menghimbau perusahaan integrator untuk meningkatkan ekspor.

“JIka hal ini dilaksanakan dengan baik, maka harga di peternak (farm gate) maupun harga di konsumen dapat segera kembali normal,” terang dia.

“Saya juga meminta Satgas Pangan untuk mengawasi perilaku para broker dan bakul agar harga secepatnya stabil. Saya berharap mulai minggu depan tidak ada lagi harga ayam hidup di bawah harga acuan Kemendag.”

Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, Trioso Purnawarman, menyampaikan, analisis supply-demand selalu dilaksanakan secara periodik dan tidak ada oversupply terhadap DOC final stock saat ini.

“Ini kemungkinan ada kendala pada manajemen supply-chain di pemasaran, yang dikhawatirkan ada keterlibatan permainan broker,” katanya. (RBS)

INDONESIAN POULTRY CLUB DIHELAT, PELAKU PERUNGGASAN CURHAT

Suasana seminar IPC yang dipadati pelaku perunggasan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Lebih dari 100 orang pelaku bisnis perunggasan memadati seminar Indonesian Poultry Club (IPC) yang dilaksanakan pada Kamis (21/2), di Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan tersebut dibahas mengenai prospek dan tantangan yang menyertai bisnis hewan berkaki dua itu.

Seminar yang dimoderatori oleh Guru Besar Fakultas Peternakan IPB, Prof Muladno, menghadirkan sederet narasumber yang apik di bidangnya, diantaranya Oksan Panggabean (Berdikari), Achmad Dawami (Ketua Umum GPPU), Tony J. Kristianto (Ketua Dewan Jagung Nasional), Suryo Suryanta (PT Hubbard Breeders), Hary Adam (Naratas Group), Nuryanto (CV Satwa Utama Group), Tri Hardiyanto (Tri Group) dan Cecep M. Wahyudin (Bidang Hukum ARPHUIN).

Dalam forum tersebut, dikemukakan oleh para pembicara mengenai tantangan klasik yang masih melekat di bisnis perunggasan yang tiap tahun berkembang fluktuatif. Kisruh harga DOC dan pakan yang terus melambung tidak berbanding lurus dengan harga jual ayam hidup (live bird) yang anjlok jauh di bawah biaya produksi.

Hal itu diperparah lagi dengan sulitnya peternak memperoleh jagung, hingga kasus penyakit viral dan bakterial yang masih menjadi langganan peternak, apalagi sejak berlakunya pelarangan Antibiotic Growth Promotor (AGP), membuat persoalan industri broiler semakin kompleks.

Dalam sambutannya, Pimred Trobos, Suhadi Purnomo, selaku penyelenggara, menyebut acara tahunan ini memang ditujukan untuk melihat dinamika yang terjadi di industri broiler saat ini. Selain persoalan di atas, implementasi kebijakan perunggasan juga dipertanyakan.

“Seperti soal harga ayam, ketika harganya jatuh pemerintah lambat bertindak, sementara ketika harga tinggi langsung cepat dikendalikan. Selain itu, beberapa kebijakan lain seperti Permentan 32/2017 mengenai peredaran, penyediaan dan pengawasan ayam dan telur belum berjalan efektif,” ujar Suhadi.

Peserta dan narasumber berforo bersama. (Foto: Infovet/Ridwan)

Hal itupun diakui oleh Direktrur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani, yang hadir mewakili Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ia mengungkapkan, pemerintah dalam beberapa tahun terakhir dihadapkan dengan persoalan tatakelola perunggasan.

“Dengan regulasi Permentan 32/2017, pemerintah terus berupaya membenahi industri perunggasan, dan peraturan itu menginspirasi komoditi lainnya juga, walau implementasinya masih belum memuaskan,” ujar Fini yang menjadi keynote speech.

Kendati demikian, pihaknya pun terus berusaha membentuk tim khusus yang menangani industri perunggasan, agar supply dan demand-nya terjaga. “Dibutuhkan sinergisitas membenahi proses yang tidak benar di industri perunggasan yang semakin berkembang, khususnya tataniaga, distribusi dan lain sebagainya agar bermanfaat bagi peternak,” tukasnya. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer