Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini GPMT | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

DESIANTO B UTOMO NAHKODAI GPMT PERIODE 2020 - 2024

Pelantikan Ketua Umum dan pengurus baru GPMT periode 2020-2024

Wajah lama semangat baru, mungkin ucapan tersebut layak disematkan bagi Drh Desianto Budi Utomo. Setelah melalui serangkaian acara, para anggota GPMT secara aklamasi kembali memilih Desianto sebagai nahkoda utama GPMT periode 2020-2024.

Kongres GPMT yang ke - XIV resmi berlangsung pada 12-14 Maret 2020 yang lalu di The Singhasari Resort, Batu, Jawa Timur. Kongres tersebut dihadiri oleh 85 anggota dari total 91 anggota GPMT di seluruh Indonesia. Masing - masing anggota mengirimkan dua orang delegasinya ke kongres tersebut. 

Ditemui oleh Infovet seusasi kongres, alumnus FKH UNAIR tersebut mengatakan bahwa kedepannya GPMT akan lebih mengutamakan kebersamaan dalam segala aspek. "Saya rasa kini sudah saatnya mensinkronisasi dan mengharomnisasikan GPMT baik secara internal maupun eksternal, karena kedepannya masih banyak tantangan yang akan dihadapi oleh GPMT dan industri pakan ternak," tukas Desianto.

Sebagai Ketua Umum terpilih menurut Desianto masih banyak PR yang harus dikerjakan oleh GPMT. Beberapa isu strategis sudah menanti di depan mata, yang menjadi fokus baginya diantaranya tentang ketersediaan jagung sebagai bahan baku utama, sertifikasi pendaftaran pakan (NPP), dan sertifikat Non-GMO untuk asam amino untuk hasil fermentasi yang ada dalam pakan.

"Sertifikasi NPP dan Non-GMO ini sifatnya mutlak, kita sudah mengidentifikasi kendala apa saja yang ada dan telah memberi masukan kepada pemerintah. Saya harap pemerintah dan GPMT tetap menjadi mitra yang baik dalam membangun industri ini," tutup Desianto. (CR)


TAHUN INI PASOKAN JAGUNG TAK SURPLUS


Menteri Pertanian saat melakukan kunjungan ke sentra produksi jagung (Foto: Dok. Kementan)

Kalangan peternak berprediksi, tahun ini tidak akan ada surplus jagung. Pasalnya, peternak dan pengusaha akan berebut untuk produksi yang terbatas
.
“Tahun 2019 ini diperkirakan tidak ada kelebihan jagung,” kata Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional (PLN) Musbar Mesdi, Selasa (26/3/2019).

Menurut Musbar, kondisi harga gandum impor yang setara dengan harga jagung lokal yakni Rp4.800/kg, maka pabrik makanan ternak (PMT) akan lebih memilih produksi dalam negeri.

Antara jagung dengan gandum memang bisa saling mengisi kebutuhan pakan ternak dari segi karbohidrat. Akan tetapi, kata Musbar, pada 1 kg jagung nilai nutrisinya lebih tinggi dari gandum.
Menurutnya jagung itu kaya akan asam lemak pigmen dan asam amino.

Lanjutnya, permasalahan utama saat ini adalah jumlah pasokan komoditas palawija itu untuk pakan ternak. Musbar menegaskan kenaikan harga jagung bisa jadi disebabkan stok gandum yang dimiliki oleh PMT mulai menipis. Dengan demikian, sekarang terjadi perebutan jagung di lapangan yang membuat harga terkerek naik secara perlahan.

"Sekarang kalau harga gandum dan harga jagung sama atau lebih mahal gandum. Pasti PMT akan lebih pilih jagung, karena secara nutrisi jauh lebih bagus," katanya.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian mencatat bahwa pasokan jagung tahun lalu surplus sekitar 14 juta ton. Musbar pun menilai, petani tidak perlu khawatir karena berapa besar produksi pasti akan terserap oleh PMT dan peternak.

"Feedmil pasti pakai jagung, jumlah feedmil ada 91 buah. Makanya harga jagung itu bisa [terkerek naik] Rp4.700/kg sampai Rp5.000/kg. Mereka berlomba cari jagung karena gandum habis. Kalau produksi berlimpah harga pasti di bawah Rp4.000/kg," tegasnya.

Musbar menjelaskan kejanggalan mulai terjadi pada Maret dimana harga jagung justru berangsur naik lebih dari Rp4.000/kg. Padahal harus ada panen raya yang berlangsung.

Kondisi kenaikan harga jagung pun diamini oleh Sri Widayati, Direktur Pakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. "Info dari para pengguna pasokan masih jalan, tapi harga sedikit beranjak naik," ungkapnya.

Di sisi lain, Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman mengatakan ada kejanggalan dalam hal produksi jagung. Pasalnya harga hanya turun sesaat lalu meningkat kembali.

"Jagung aneh nih, katanya panen raya, tapi harga jagung kok malah naik. Sudah sempet turun sampai mendekati Rp4.000/kg, tapi sekarang sudah naik lagi Rp4.700/kg-Rp4.800/kg lagi," katanya.

Tetapi Sudirman menolak anggapan bahwa kenaikan disebabkan stok gandum yang menipis pada PMT.

"Mungkin PMT berlomba serap sehingga kecepatan serap lebih tinggi dari suplai. Gandum sih ada terus. Jagungnya aja kali yang [pasokannya] tidak sebanyak beritanya," ungkapnya.

Bahkan Sudirman membeberkan bahwa ada jagung yang beredar dengan harga Rp5.000/kg dengan kadar air 15%. Hal ini tentu saja menyulitkan pelaku usaha untuk menyerap karena harus berebut satu sama lain. (Sumber: bisnis.com)

GPMT INGATKAN PEMERINTAH, HARGA JAGUNG MASIH TINGGI

GPMT mengingatkan pemerintah untuk antisipasi kebutuhan jagung. (Foto: Antara)

Pengusaha pakan ternak mengatakan harga jagung untuk pakan saat ini masih tinggi. Ini sekaligus membantah klaim Kementan tentang penurunan harga jagung.

Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) mengatakan harga jagung untuk sektor pakan ternak masih tinggi. Hal ini sekaligus membantah klaim Kementerian Pertanian harga jagung sudah turun menjadi sekitar Rp 3.000 per kilogram (kg).

Harga jagung saat ini masih berada di kisaran Rp 4.800 per kilogram (kg). Angka ini jauh lebih tinggi dibanding klaim Kementan maupun harga jagung normal menjelang panen  sebesar Rp 3.500 per kg.

Dewan Pembina GPMT Sudirman mengingatkan pemerintah supaya mengantisipasi kebutuhan jagung yang meningkat. “Di Jawa Timur harga masih tinggi, belum sampai harga Rp 3.000 per kg seperti Kementerian Pertanian,” kata Sudirman dalam pernyataannya, Kamis (21/2/2019).

Kondisi harga sebesar Rp 4.800, harga tersebut menurutnya sudah dalam level tinggi. Sebab, harga jagung acuan di tingkat petani dalam kondisi normal tinggi sebesar Rp 3.150 per kg.  Harga tersebut bahkan telah mempertimbangkan keuntungan petani dan kewajaran penerimaan pabrik pakan.

Kebutuhan jagung untuk bahan baku industri pakan ternak tahun ini diperkirakan tumbuh 17,6% menjadi 10 juta ton dibandingkan tahun lalu.

Dengan harga jagung yang masih tinggi juga membuat petani enggan menurunkan harga jual kepada pabrik pakan. Sebab, pasokan jagung belum terlalu banyak karena panen jagung baru saja dimulai dan belum mencapai masa puncak yang diprediksi berlangsung pada Maret hingga Mei.

Ke depan, GPMT meminta pemerintah memperhatikan suplai jagung pada masa paceklik, yaitu November sampai Januari. “Saat panen, Bulog mesti mengisi stok supaya ketika tidak panen, Bulog bisa membantu pabrik pakan,” ujar Sudirman.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengaku pemerintah harus menjadi penghubung kebutuhan petani jagung dan peternak. Dia mencatat, jagung  berkontribusi sekitar 40%-50% terhadap industri pakan ternak, sehingga ketersediaan produk jagung sangat berpengaruh terhadap usaha peternakan.

Kebutuhan industri pakan tahun 2019 bakal mencapai 11,5 juta ton, lebih tinggi daripada kebutuhan tahun 2018 sebanyak 10,3 juta ton.

“Kesepakatan pembelian jagung petani oleh peternak, dengan Bulog berada di tengahnya diharapkan dapat mengatur penyerapan jagung dan pasokan,” kata Diarmita.

Dia menjelaskan dasar aturan yang digunakan sebagai pedoman harga jagung adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018. Aturan menetapkan acuan harga pembelian jagung di tingkat petani dengan kadar air 15% sebesar Rp. 3.150 per kilogram dan harga acuan penjualan di industri pengguna (sebagai pakan ternak) Rp 4.000 per kilogram. (Sumber: katadata.co.id)

Refleksi: Rupiah Limbung, Harga Pakan Melambung

Stok jagung melimpah tetapi peternak kesulitan mendapatkannya. (Sumber: fajarsumatera.com)

Industri peternakan ayam di dalam negeri tidak henti-hentinya menghadapi cobaan berat. Para pelaku usaha di sektor ini berharap adanya keseriusan pemerintah dalam menjalankan kebijakan yang sudah dibuat.


Ada kisah dunia khayalan yang belakangan sedang terjadi di dunia nyata. Kisah ini dikemas dalam film pendek animasi Superman versus Gatotkaca dan tengah menjadi viral di media sosial. Kedua pahlawan ini bertarung mempertahankan jati diri masing-masing. Gatotkaca berusaha sekuat tenaga untuk melawan Superman, namun akhirnya ia ambruk juga. Gatotkaca terkapar.

Pertarungan dalam film animasi ini mengilustrasikan bagaimana kondisi nilai tukar rupiah dalam beberapa bulan terakhir terhadap dolar Amerika. Media menuliskan dolar makin perkasa. Nilai tukarnya melampaui angka Rp 15.000 lebih per dolar, bahkan sempat mencapai Rp 15.283 per dolar.

Pelemahan rupiah yang terus berlanjut itu tampaknya sesuai prediksi mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli, pada 3 Oktober lalu. “Apakah Rp 15.000 ini sudah akhir? Ini baru permulaan,” ujarnya kepada awak media di kompleks DPR RI, Jakarta, waktu itu.

Makin tingginya nilai tukar rupiah tak hanya membuat situasi politik Indonesia kian gaduh, tapi juga berimbas berat terhadap usaha peternakan unggas. Harga bahan baku pakan ternak yang masih impor, seperti bungkil kedelai dan lainnya, mau tak mau makin melambung.

Yang memprihatinkan, pada pertengahan Oktober lalu, para peternak kesulitan mendapatkan jagung untuk bahan pakan ternak. Padahal, 22 Juni lalu, Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, menyatakan bahwa stok jagung nasional melimpah, bahkan surplus, begitu kata Mentan.

Mentan menjamin tidak akan ada impor jagung pada tahun ini. Bahkan karena stok melimpah, Indonesia dapat mengekspor jagung ke Filipina dan Malaysia. Menurut data Kementan, tingkat produksi jagung di dalam negeri meningkat dalam lima tahun terakhir. Jumlah produksi pada 2016 mencapai 23.578.413 ton meningkat menjadi 28.924.009 ton pada 2017 dan pada tahun 2018 mencapai 30.043.218 ton.

Tapi fakta di lapangan, empat bulan berikutnya, para peternak ayam kesulitan mendapatkan jagung untuk pakan ternaknya. Ada apa?

Sukarman, Ketua PPRN (Paguyuban Peternak Rakyat Nasional) memiliki dugaan yang cukup kuat. “Fakta di lapangan, jagung ternyata sebagian besar diserap perusahaan feedmill lewat pedagang saat panen di sentra-sentra produksi, sehingga peternak kesulitan memperoleh jagung dengan harga yang wajar,” ungkapnya saat menggelar aksi unjuk rasa di Pendopo Pemerintah Kabupaten Blitar, 15 Oktober lalu.

Selain sulit didapat, harganya pun tinggi. Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Herry Darmawan, menyebut harga jagung di Jawa Timur mencapai Rp 5.100 per kg, sementara di Jawa Tengah dan Jawa Barat harga jagung dipatok sebesar Rp 5.000 per kg.

Harga tersebut jauh dari acuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, yaitu Rp 3.150  di tingkat petani dan Rp 4.000 di tingkat peternak. “Dengan harga yang melambung, peternak harus merogoh modal lebih besar lagi untuk bisa bertahan,” ujar Herry kepada Infovet.

Derita para peternak ayam tak sampai di sini. Di tengah kelangkaan dan tingginya harga jagung, dalam beberapa minggu di bulan Oktober harga telur dan daging ayam broiler justru merosot. Dari data yang dihimpun Infovet, pada Selasa (9/10), harga telur ayam pada kisaran Rp 16.000-Rp16.300 per kg, jauh bila dibandingkan harga acuan yang baru yakni Rp 18.000-Rp20.000 per kg di tingkat peternak. Kondisi ini menjadi pukulan telak bagi para peternak ayam di dalam negeri.

Soal langkanya jagung di pasaran, pemerintah memiliki argumen yang berbeda. Kementan berdalih, rantai pasok jagung yang tak sempurna sempat 'mengecoh' pasokan dan harga. “Mereka (petani dan peternak) tidak tahu informasi jagung sebenarnya ada. Ini masalah komunikasi dan distribusi saja. Jagungnya memang ada, tapi masalah komunikasi dan distribusi,” kata Sekretaris Jenderal Kementan, Syukur Iwantoro, kepada media di Jakarta, 24 Oktober lalu.

Peternak Menuntut
Lazimnya pelaku usaha di sektor lainnya, para pelaku usaha peternakan yang makin terjepit dengan kondisi ini pun makin terusik. Bagi mereka, tak ada jalan lain untuk menyuarakan kepentingannya, selain melalui aksi unjuk rasa. Pada 15 Oktober, PPRN menggelar aksi demonstrasi di Pendopo Pemerintah Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

Para pengunjuk rasa menuntut agar Mentan Amran turun dari jabatannya. PPRN juga menuntut pemerintah menyediakan jagung yang cukup dengan harga yang wajar sesuai aturan Kemendag.

Cara peternak bersuara melalui aksi demo memang tergolong “cespleng”. Sehari setelah didemo, pemerintah merespon aspirasi peternak. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita dan Dirjen Tanaman Pangan (TP), Sumardjo Gatot Irianto dan tim dari Kementan langsung turun ke lapangan, melakukan pertemuan dengan peternak ayam petelur mandiri di Kabupaten Blitar, (16/10).

Sebelumnya, tuntutan yang sama juga muncul dari para peternak ayam petelur mandiri di Kendal dan Cepu. Namun di dua kota ini, Dirjen PKH dan tim sudah terlebih dahulu melakukan dialog dengan peternak. Tak ada gejolak massa.

Sebagai langkah cepat jangka pendek, Kementan merespon permintaan tersebut dengan menghimbau agar para perusahaan pabrik pakan ternak membantu para peternak mandiri mendapatkan jagung dengan harga terjangkau, yaitu Rp 4.500-4.600 per kg dari harga pasar saat ini sebesar Rp 5.000-5.200.

“Sehingga ada subsidi Rp 500-600 per kg. Subsidi ini bisa disisihkan dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan pabrik pakan ternak,” kata Ketut saat merespon tuntutan peternak.

Merespon hal tersebut, beberapa perusahaan akan memberikan bantuan jagung dengan harga subsidi ke Kabupaten Kendal oleh PT Sidoagung (100 ton) dan Kabupaten Blitar antara lain PT Charoen Pokhphand (50 ton), PT Japfa Comfeef (40 ton), PT Panca Patriot (100 ton), PT Malindo (20 ton), BISI (2 ton), CV Purnama Sari (10 ton) dan perusahaan lain. 

Butuh Keseriusan Pemerintah
Persoalan melemahnya nilai tukar rupiah, banyaknya persoalan yang dihadapi oleh pelaku usaha peternakan di dalam negeri, hingga “paceklik” jagung pakan ternak, merupakan bagian dari “nilai” rapor Pemerintahan Presiden Jokowi dan Jussuf Kalla selama empat tahun terakhir. Para pelaku bisnis di berbagai sektor memiliki pendapat yang beragam soal rapor Jokwi -JK. Ada yang menilai bagus, ada juga yang menilai jeblok.

Ketua Bidang Peternakan dan Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J. Supit, seperti yang dikutip Kontan.co.id, mengapreasiasi kinerja Pemerintahan Jokowi -JK selama empat tahun berkuasa. Ada sejumlah hal positif yang terlaksana, seperti pembangunan infrastruktur hingga percepatan perizinan melalui Online Single Submission (OSS). Tapi beberapa sektor ia nilai masih kedodoran.

Salah satunya swasembada pangan masih menjadi pekerjaan rumah. Ada yang bilang berhasil surplus, tapi faktanya jagung untuk pakan ternak susah dicari. Ia mengatakan, masalah ini harus segera diselesaikan. Jika dibiarkan, bisa membingungkan investor.

Ketua Gopan, Herry Dermawan, berpendapat, industri peternakan ayam di dalam negeri tidak henti-hentinya menghadapi cobaan berat. “Sebelumnya kita dihadapkan persoalan ancaman masuknya ayam Brazil, sekarang kita dihadapkan persoalan tingginya harga jagung dan langka,” kata Herry.

Menurut dia, adanya ide untuk menggantikan jagung dengan gandum impor kurang tepat. Jika dipaksakan peternak menggunakan gandum sebagai pengganti jagung, maka performa ayam akan berubah. “Ayam kita sudah terbiasa makan jagung, performa akan berubah kalau diganti dengan gandum,” katanya.

Menyikapi persoalan krisis jagung yang belakangan menjadi poelmik, Herry menegaskan, dari sisi kebijakan pemerintah sudah bagus. Hanya saja, pelaksanaanya masih membutuhkan keseriusan. Tanpa adanya keseriusan, maka sebagus apapun kebijakan yang dibuat akan sia-sia.

Sementara, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), Desianto Budi Utomo, mengusulkan agar pemerintah lebih memaksimalkan peran Bulog. Lembaga ini bukan hanya berurusan dengan beras semata, namun jagung seharusnya juga menjadi “wilayahnya”.

“Salah satu tugas Bulog juga menstabilkan harga jagung, jangan sampai terlalu mahal atau terlalu murah,” kata Desianto kepada Infovet.

Menurutnya, harga jagung yang ideal berkisar antara Rp 3.500-3.700 per kg. Dengan harga yang ideal, pabrik pakan bisa menyerap produksi jagung dengan baik pula saat panen raya tiba. Ia merinci kebutuhan jagung 87 produsen pakan ternak yang tergabung dalam GPMT diperkirakan rata-rata 500-600 ribu ton per bulan. Saat ini, serapannya hanya 200-300 ribu ton jagung, akibat kurangnya pasokan dan mahalnya harga. 

Akibatnya, “Stok jagung di pabrik pakan ternak yang dulunya bisa dua bulan, sekarang hanya 25 hari, bahkan belasan hari,” ungkap Desianto. Dengan kondisi kelangkaan jagung, anggota GPMT akan mencari jalan melalui substitusi dengan bahan baku lokal atau bahan baku impor, misalnya dengan mengganti gandum.

“Namun bagi feedmill, kalau memang kondisinya sedang tidak ada jagung, harga berapapun pasti akan dibeli. Seperti pada tahun lalu, harga jagung sempat Rp 7.000 per kg. Tapi kalau terpaksa menggunakan gandum untuk bahan baku pengganti, yang kasihan adalah pabrik-pabrik kecil yang belum memiliki teknologi pengolahannya,” pungkasnya.

Akankah kelangkaan jagung masih akan berimbas pada usaha peternakan unggas di tahun 2019? Semoga saja tidak. (Abdul Kholis)

Bisnis Peternakan Menuju Generasi Industri 4.0

Ketua ASOHI Irawati Fari saat memukul gong pembukaan seminar bisnis peternakan 2018 didampingi para pengurus ASOHI. (Foto: Infovet/Ridwan)

“Meningkatkan Konsumsi Protein Hewani Menuju Generasi Industri 4.0” menjadi tema yang diangkat dalam Seminar Nasional Bisnis Peternakan 2018 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Kamis (22/11).

“Kami mencermati isu yang berkembang di dunia bisnis tentang terjadinya era baru yang disebut revolusi industri 4.0, di mana teknologi semakin berkembang dan manusia dituntut lebih mengembangkan pikirannya,” ujar Ketua Panitia, Yana Ariana, ketika menyambut peserta seminar.

Ia menambahkan, dengan berkembangnya dunia bisnis, industri peternakan dituntut mampu membiasakan diri dengan hadirnya revolusi industri tersebut. Sebab industri peternakan merupakan penyedia protein hewani terbesar untuk masyarakat.

Pada kesempatan serupa, Ketua ASOHI, Irawati Fari, menyampaikan, dengan hadirnya revolusi industri stakeholder peternakan dituntut untuk lebih bersinergi. “Kita sebagai pelaku ingin industri ini berjalan dengan baik. Stakeholder peternakan merupakan mitra ASOHI dan kita harus ikut memberi support kepada pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Agar industri peternakan menjadi lebih sehat dan lebih bergeliat,” kata Ira.

Hal tersebut juga disambut baik oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, yang turut hadir pada seminar tahunan itu. Menurutnya, pelaku industri peternakan diharapkan mampu meningkatkan produksi dan mengembangkan produk-produk baru dengan pemanfaatan teknologi, guna meningkatkan konsumsi protein asal hewan.


Simbolis konsumsi telur sebagai kampanye peningkatan konsumsi protein hewani bersama para stakeholder peternakan, serta Duta Ayam dan Telur Indonesia (pojok kanan). (Foto: Infovet/Ridwan)

Seminar sehari ini turut menghadirkan pembicara tamu Pakar Ekonomi Pertanian, Bayu Krisnamurthi dan menghadirkan narasumber Direktur Pakan Sri Widayati, Direktur Perbibitan Sugiono yang diwakili Kasubdit Standarisasi dan Mutu Ternak, Muhammad Imran, Direktur Kesehatan Hewan Fadjar Sumping, Ketua ASOHI Irawati Fari, serta pandangan asosiasi peternakan diantaranya GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas), GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), Pinsar Indonesia (Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat), GOPAN (Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional), PPSKI (Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia) dan AMI (Asosiasi Monogastrik Indonesia). (RBS)

Indonesia Impor Bahan Baku Pakan Ternak dari 5 Negara Ini



 Sekitar 35% bahan baku pakan ternak masih impor

Lima negara ini diantaranya Brazil, Amerika Serikat, Argentina, Australia, dan New Zealand (Selandia Baru) merupakan negara pemasok bahan baku untuk pakan ternak di Indonesia. Sekitar 35% bahan baku pakan ternak masih diimpor. Sementara 65% sisanya seperti jagung dan bekatul dipasok dari dalam negeri.

Hal tersebut dikemukakan Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), Sudirman. Informasi yang dilansir dari detikfinance, Rabu (23/5/2018), Indonesia mengimpor bungkil kedelai dari Brasil, Argentina dan Amerika Serikat (AS). Sementara, tepung daging dan tulang berasal dari Amerika, Australia dan New Zealand (Selandia Baru).

"Tahun lalu kita mengimpor bungkil kedelai 4,2 juta ton. Kalau tepung daging dan tulang itu impor per tahu sekitar 400 sampai 500 ribu ton," ungkap Sudirman.

Harga bungkil kedelai dari Rp 5.200/kg jadi Rp 7.600/kg, sedangkan, daging dan tulang naik dari Rp 7.900/kg menjadi Rp 8.500/kg. Sudirman menjelaskan pengusaha pakan ternak akan menaikkan harga antara 2-3%. Kenaikan tersebut tidak terlalu besar mengingat stok bahan baku di produsen masih cukup banyak dan persaingan ketat di antara produsen.

Dia menambahkan harga bahan baku pakan ternak bakal naik seiring penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah, yang berujung pada kenaikan harga pakan ternak. Menurut Sudirman, kenaikan harga pakan ternak tidak akan di atas 10%.

"Ada ya, seharusnya naik di atas 10% dengan hitungan. Namun paling naikkan 2% sampai 3% karena persaingan ketat. Setiap pabrik memiliki stok masing-masing kemudian harga murah. Jadi kalau di pasar persaingannya cukup ketat, nggak langsung naik," terang Sudirman.

Sementara itu Direktur Pakan Ir Rr Sri Widayati MM yang dihubungi Infovet, Rabu (23/5/2018) menyatakan beberapa bahan pakan yang masih diimpor yaitu bungkil kedelai, Meat Bone Meal (MBM) dan bahan lain seperti Corn Gluten Meal (CGM), Distillers Dried Grains with Soluble (DDGS).

“Bahan utama seperti jagung, Pemerintah tidak lagi melakukan impor jagung untuk pakan sejak 2017. Sebagai komponen utama porsi Jagung dalam pakan  40-50 persen,” tandas Sri Widayati.

Dia menambahkan, bahan-bahan pakan yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri adalah crude palm oil (CPO) dan dedak. (detikfinance/ndv)












ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer