Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Avian Influenza | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

CEGAH VIRUS DI KANDANG AGAR TIDAK VIRAL!

Vaksinasi, salah satu upaya mencegah penyebaran virus. (Foto: Istimewa)

Dua tahun sudah dunia di teror wabah penyakit viral (COVID-19). Layaknya manusia, hewan pun bisa terserang penyakit yang disebabkan oleh virus. Beberapa diantaranya menyebabkan kerugian ekonomis bahkan yang bersifat zoonosis layaknya Avian Influenza (AI) dapat menyebabkan ditutupnya lalu lintas hewan antar negara dan kepanikan massal.

Seperti diketahui, virus merupakan mikroorganisme yang familiar dan sangat sering didengar, namun tidak dapat dilihat secara kasat mata. Dalam hal penyakit unggas, beberapa jenis virus sangat berbahaya apabila menginfeksi unggas, misalnya saja Newcastle Disease (ND). Maka dari itu, dibutuhkan strategi khusus dalam menangkal ancaman penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus.

Musuh yang Tak Kasat Mata
Tanpa disadari keberadaan virus memang sudah ada di lingkungan. Di tanah, kandang, air, sapronak, pakaian, alat transportasi dan lain sebagainya, jika dilihat secara mikroskopis pasti akan terdapat virus. Tidak seperti bakteri, virus bisa dikatakan benda hidup juga benda mati. Hal ini karena ketika berada di lingkungan, virus mampu melakukan “hibernasi” atau disebut dorman. Namun, jika virus ada pada inang dan inang tersebut merupakan specific host-nya, maka ia akan menginfeksi dan menyebabkan penyakit. Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB), Prof I Wayan Teguh Wibawan, yang juga konsultan perunggasan, prinsip ini mutlak harus dipahami peternak.

“Kan sering di peternak kita dengar dari mulut mereka, kalau ditanya buat apa pakai antibiotik ini-itu, mereka masih banyak yang bilang kalau antibiotik bisa ngobatin ND, Gumboro, itu kan salah,” paparnya. Oleh karena itu, Wayan mengimbau para dokter hewan perunggasan agar lebih mendidik peternak supaya tidak salah kaprah.

Selain itu, virus merupakan mikroorganisme yang sulit dibunuh, beberapa jenis virus kata Wayan, dapat hidup dalam suhu tinggi dan rendah. Apabila keadaan lingkungan tidak menguntungkan, virus tidak mati melainkan dorman sampai ia bertemu inangnya dan barulah virus aktif menginfeksi.

Belum lagi sifat adaptasi virus yang luar biasa hebat, adaptasi yang dimaksud Wayan yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2021. (CR)

PENYAKIT VIRUS: TIDAK MENGENAL MUSIM

Serangan penyakit viral pada ternak broiler modern tak kenal musim. (Foto: Dok. Infovet)

Beternak ayam memang susah-susah gampang, mungkin begitulah keluhan yang sering didengar dari beberapa peternak. Berbagai aspek menjadi alasan dalam sulitnya beternak, salah satunya penyakit. Peternak sudah tidak asing lagi dengan penyakit-penyakit seperti Avian Influenza (AI), Newcastle Disease (ND), Gumboro, Marek’s dan lain sebagainya.

Selain itu, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit, misalnya perubahan cuaca yang tidak menentu dan ekstrem, sanitasi dan biosekuriti yang kurang baik, serta kesalahan dalam manajemen pemeliharaan dapat menyebabkan ayam lebih sering terinfeksi penyakit.

Mengantisipasi Musim Kering
Berdasarkan lokasi dan posisinya, Indonesia merupakan Negara tropis dimana hanya terdapat dua musim, hujan dan kemarau. Kedua musim tersebut memiliki potensi yang sama pada serangan penyakit.

Berdasarkan data terbaru BMKG (2021), puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Agustus 2021. Hal tersebut disampaikan oleh Drh Eko Prasetyo dari Tri Group dalam sebuah webinar mengenai perunggasan. 

Menurut Eko, perubahan musim yang ekstrem dari musim penghujan menuju musim kemarau atau sebaliknya menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya serangan penyakit infeksius seperti virus, terutama bagi ayam broiler modern.

Hal ini tentu saja berkaitan dengan genetik broiler modern, dimana mereka memiliki beberapa karakteristik peka dengan pergantian suhu dan kelembapan di lingkungannya. “Jika terjadi perubahan suhu sangat ekstrem, misalnya di musim kemarau suhunya sangat tinggi dan perbedaan suhu antara malam dan siang mencapai lebih dari 8° C, bisa dipastikan ayam akan mudah stres,” tutur Eko.

Lebih lanjut, ketika terjadi pergeseran keseimbangan antara lingkungan, hospes (ayam) dan agen infeksius (bakteri, virus, parasit dan sebagainya), maka yang akan terkena dampak negatif adalah hospes. Terlebih lagi stres dapat mengakibatkan sistem imun ayam tidak bekerja maksimal.

Dijelaskan bahwa stres akan memicu sekresi hormon Adenocorticotropin pada kelenjar pituitary yang kemudian akan meningkatkan sekresi hormon Kortikosteron yang mempengaruhi fungsi sistem imun. Jika sudah begini penyakit akan mudah masuk karena imunosupresi.

Berdasarkan pengalama Eko, di musim kering alias kemarau ketika diawali adanya… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2021. (CR)

PENYAKIT VIRAL YANG MASIH “VIRAL”

Penyakit viral pada ternak broiler masih menjadi momok menakutkan. (Foto: Tim Scrivener)

Unggas merupakan salah satu penyumbang pangan hewani terbesar dalam pemenuhan kebutuhan protein manusia. Selain karena harganya yang sangat terjangkau oleh semua kalangan masyarakat, unggas juga mudah didapatkan serta mampu memberikan kandungan gizi yang cukup bagi kebutuhan manusia.

Produk utama yang dihasilkan unggas berupa karkas, jeroan dan telur. Perkembangan populasi perunggasan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan 5-10% (BPS). Perkembangan ini juga diikuti dengan tantangan risiko penyakit yang dari tahun-ketahun terus mengintai.

Salah satu penyakit pada unggas yang sangat berbahaya dan memiliki risiko tinggi yaitu penyakit viral. Penyakit viral dapat menyebabkan kematian yang sangat tinggi dalam waktu yang cepat, penurunan produksi telur yang tajam, serta performa ayam yang buruk khususnya pada ayam broiler.

Jenis penyakit viral pada unggas yang masih viral sepanjang tahun dan menjadi musuh peternak adalah Avian Influenza (AI), Newcastle Disease (ND), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Bursal Disease (IBD), Egg Drop syndrome (EDS) dan Inclution Body Hepatitis (IBH). Virus-virus tersebut mendominasi kejadian kasus penyakit viral unggas dari tahun ke tahun. Karena sifat virus yang cepat menular yang terus bermutasi memunculkan beragam variasi sehingga merupakan momok yang tidak pernah habis.

Berdasarkan data kasus penyakit pada unggas yang terkonfirmasi uji laboratorium melalui uji polymerase chain reaction (PCR) dan sekuensing pada 2016-2020 menunjukkan bahwa penyakit viral didominasi oleh penyakit ND. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae yang dapat menimbulkan kematian tinggi hingga 100% dan penurunan produksi. Strain patogen yang saat ini sering ditemukan adalah ND genotipe 7. 

Penyakit viral selanjutnya yang juga banyak dijumpai di peternakan dan sangat merugikan adalah… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2021.

Ditulis oleh:
Ir Syamsidar SPt MSi IPM
Marketing Support PT Sanbio Laboratories

RUSIA LAPORKAN PENULARAN AI H5N8 KE MANUSIA

Avian Influenza H5N8 melanda Rusia

Rusia melaporkan kasus pertama penularan avian influenza strain  H5N8 dari burung ke manusia. Wabah flu burung dengan strain ini dilaporkan tengah terjadi di beberapa negara, namun sejauh ini hanya ditemukan pada unggas.

Virus AI dengan strain H5N8 antara lain mewabah di wilayah Rusia, Eropa, China, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Strain yang menular ke manusia sejauh ini hanya H5N1, H7N9, dan H9N2. Sebanyak 7 pekerja peternakan unggas di Rusia bagian selatan terinfeksi H5N8 pada wabah Desember lalu. Para pekerja saat ini sudah membaik.

"Situasi ini tidak berlanjut," kata Anna Popova, kepala lembaga pengawas kesehatan konsumen Rusia, Rospotrebnadzor, yang melaporkan temuan tersebut ke WHO, dikutip dari Reuters, Minggu (21/2/2021).

Dalam sebuah email, perwakilan WHO di Eropa mengatakan telah menerima laporan tersebut. Diakui, ini adalah pertama kalinya strain tersebut menular dari hewan ke manusia.

"Informasi awal menunjukkan bahwa kasus yang dilaporkan adalah pekerja terpapar dari kawanan burung," tulis email tersebut.

"Mereka tidak bergejala dan tidak ada penularan dari orang ke orang yang dilaporkan," lanjutnya.

Sebagian besar kasus infeksi avian influenza pada manusia dikaitkan dengan kontak langsung dengan unggas hidup maupun mati. Daging unggas yang dimasak dengan benar disebutkan aman untuk dikonsumsi. (reuters/CR)


AVIAN INFLUENZA MEREBAK DI INDIA

Angsa liar, salah satu biang keladi merebaknya AI di India

India dibuat heboh dengan munculnya wabah flu burung di lima negara bagian, saat pandemi virus corona masih melanda. Hal ini menyebabkan Kementerian Lingkungan India segera mengeluarkan peringatan nasional.

“Flu burung telah menginfeksi unggas - unggas di sabuk Barwala, distrik Panchkula di utara negara bagian Haryana, kami sejauh ini sampai tanggal 6 Januari 2021 tercatat 350.000 unggas mati di distrik itu, semuanya diduga mati karena flu," papar Mukesh Kumar Ahuja, wakil komisaris departemen peternakan.

"Arahan dari Kementerian terkait sedang diikuti dan distrik itu berada di bawah pengawasan ketat terhadap gejala pada hewan lain," ungkap Ahuja.

Wabah itu juga menewaskan 2.400 burung migran di negara bagian utara Himachal Pradesh. 
“Hingga Senin malam, kami telah mencatat kematian 2.403 ekor angsa liar yang semuanya positif virus H5N1. Ini serius dan kami mengikuti pedoman dari Kementerian untuk menghentikan penyebaran virus ke unggas peliharaan,” ujar Dr Munish Batta, wakil direktur epidemiologi di departemen peternakan.

Angsa - angsa liar tersebut tiba di Danau Bendungan Pong, yang terletak di negara bagian Himachal, dari Asia Tengah, Rusia, Mongolia, dan wilayah lain pada musim dingin setelah melintasi pegunungan Himalaya. Januari lalu, lebih dari 100.000 burung itu berada di danau.

Batta lebih lanjut mengatakan radius 10 kilometer di wilayah sekitar danau dalam pengawasan ketat setelah lima bangkai angsa pertama dinyatakan positif flu burung, dan pariwisata telah ditangguhkan.

Kebun binatang juga jadi korban

Sebanyak 589 bangkai burung gagak dan merpati di sebuah kebun binatang di Gopalpur, negara bagian Rajasthan, ditemukan positif flu burung.

“Kami tidak mengetahui sumber pasti darimana virus AI tersebut berasal, sejauh ini kami memastikan bahwa unggas yang mati dikubur atau dibakar dan area tersebut didisinfeksi, sesuai pedoman Kementerian,” papar Dr Virender Singh, direktur departemen peternakan negara bagian Rajasthan.

Sementara itu negara bagian tengah Madhya Pradesh dan negara bagian selatan Kerala juga melaporkan lebih dari 10.000 unggas mati, termasuk bebek, gagak, dan merpati, selama sepekan terakhir.

Menurut media lokal Mathrubhumi, negara bagian Kerala telah menyatakan flu sebagai "bencana" dan mengatakan akan memusnahkan 48.000 bebek.

Untuk menghindari penyebaran unggas peliharaan dan unggas ternak, Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan peringatan nasional kepada negara-negara bagian dan mengarahkan mereka mengambil langkah serius dalam hal ini.

“Mempertimbangkan situasi gawat ini, kementerian meminta semua negara bagian atau teritori serikat untuk mengambil semua tindakan pencegahan yang mungkin untuk mencegah penularan penyakit, jika ada, pada hewan, burung dan manusia lain. Pengawasan terhadap kematian satwa liar, terutama perlu menjadi prioritas, dan negara bagian diminta melaporkan kejadian kematian tersebut kepada kementerian ini,” papar pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup tersebut. (Reuters/CR)

FLU BURUNG KEMBALI ANCAM PERUNGGASAN BENUA BIRU

Migrasi unggas liar ditengarai sebagai biang keladi outbreak AI di Eropa


Beberapa pekan terakhir kasus flu burung ditemukan di beberapa negara benua biru seperti Prancis, Belanda, Jerman, Inggris, Belgia, Denmark, Irlandia, Swedia, dan untuk pertama kalinya pada pekan ini ditemukan di Kroasia, Slovenia dan Polandia, setelah melanda Rusia, Kazakhstan, dan Israel.

Sebagian besar kasus terjadi pada unggas liar yang bermigrasi tetapi kini wabah telah dilaporkan sampai ke peternakan, yang menyebabkan kematian atau pemusnahan setidaknya 1,6 juta ayam dan bebek sejauh ini di seluruh wilayah, menurut laporan Reuters, 27 November 2020.

Di Belanda sendiri, sebagai pengekspor daging dan telur ayam terbesar di Eropa, terhitung hampir 500.000 ayam mati atau dimusnahkan karena virus pada musim gugur ini, dan lebih dari 900.000 ayam mati di satu peternakan tunggal di Polandia minggu ini, kata kementerian kedua negara tersebut.

"Risiko penularan di peternakan unggas dan lebih banyak kasus di antara unggas liar lebih tinggi daripada dua tahun terakhir karena kemunculan masif berbagai virus flu burung di Eropa," kata juru bicara Institut Friedrich-Loeffler, sebuah badan penelitian penyakit hewan federal Jerman.

Unggas yang mati di Rusia mencapai 1,8 juta ekor pada akhir Oktober, dengan hampir 1,6 juta di antaranya terjadi di satu peternakan dekat Kazakhstan, menurut data Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE).

Strain utama virus flu burung yang ditemukan tahun ini di Eropa adalah H5N8, yang memusnahkan ternak pada 2016/17 ketika wilayah tersebut mencatat wabah terbesar pada unggas dan burung liar, tetapi ada juga laporan H5N5 dan H5N1.

Meskipun risiko terhadap manusia rendah, Badan Keamanan Pangan Eropa (EFSA) mengatakan minggu ini bahwa evolusi virus perlu dipantau secara ketat. Suatu strain H5N1 telah diketahui bisa menyebar ke manusia.

Pelaku industri unggas Uni Eropa mengatakan mereka sangat prihatin dengan wabah terbaru tetapi mereka yakin sekarang lebih berpengalaman dalam menangani wabah.

"Kami telah bekerja sangat keras untuk meningkatkan keamanan, untuk melatih peternak dan meningkatkan keterlacakan sehingga kami berharap jika ada kasus, kami dapat mengatasinya," kata Anne Richard, kepala lobi industri unggas ANVOL di Perancis.

Sebagian besar kabupaten telah menaikkan status kewaspadaan mereka ke level "tinggi", yang menyiratkan bahwa unggas dan burung dari semua jenis dipelihara di dalam ruangan atau dilindungi untuk menghindari kontak dengan burung liar.

Wabah flu burung seperti penyakit hewan lainnya seringkali mendorong negara pengimpor untuk memberlakukan pembatasan perdagangan.

Tindakan ini akan menambah beban akibat lockdown virus corona yang sudah diberlakukan, dan mengancam penjualan selama liburan akhir tahun.

"Sudah sulit untuk mengekspor dengan adanya COVID, itu akan membuatnya lebih buruk," kata Denis Lambert, kepala eksekutif grup unggas terbesar Prancis LDC, mengatakan pada Rabu.

Namun, pendekatan negara pengimpor unggas untuk membatasi pembatasan ke wilayah yang terkena virus akan membantu meringankan dampaknya.

Cina, misalnya, telah menghentikan impor produk unggas dari empat wilayah di Rusia karena flu burung, kantor berita TASS melaporkan pada hari Rabu. (INF/Reuters)

PERKEMBANGAN KASUS AVIAN INFLUENZA DAN SOLUSINYA

Vaksinasi masih menjadi andalan dalam mencegah AI. (Sumber: Istimewa)

Kasus Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) masih banyak terjadi di dunia. China merupakan negara yang paling banyak mengalami wabah yang disebabkan oleh beberapa strain virus HPAI (H5N1, H7N9, H5N6 dan H5N8) dengan penyebaran yang semakin luas pada unggas dan juga korban pada manusia.

Di Indonesia, hingga saat ini kasus Avian Influenza (AI) pada unggas telah menyebar keseluruh provinsi. Berdasarkan laporan dari Team Veterinary Representative PT Romindo Primavetcom, kasus AI masih terjadi di Kalimantan (dua kasus), Medan (tiga kasus), Jawa Timur (dua kasus) dan Tangerang (satu kasus).

Penyakit AI dilaporkan pertama kali muncul di Indonesia pada 2003 silam, penyakit tersebut disebabkan oleh HPAI strain H5N1 clade 2.1. Sampai saat ini Kasus AI telah menyebar di seluruh provinsi, dan dikarenakan dampaknya yang merugikan, maka AI dimasukan dalam 25 penyakit hewan menular strategis berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 4026/Kpts/OT.140/4/2013.

Virus AI dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu bentuk akut yang disebut dengan HPAI dan yang bentuk ringan disebut Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Virus pada unggas yang mempunyai subtipe H5 atau H7 telah diketahui mempunyai hubungan erat dengan penyakit yang bersifat patogenik, sebaliknya banyak juga virus influenza A subtipe H5 atau H7 yang bersifat tidak patogen (Tabbu, 2000).

Sebagian besar ahli penyakit unggas menyatakan penanggulangan AI masih sulit mencapai hasil yang diinginkan. Beberapa hal yang menjadi hambatan untuk bebas dari penyakit AI diantaranya sistem pemasaran unggas yang sebagian besar belum tertata dengan baik. Dengan sistem pemasaran yang ada saat ini, ayam afkir yang diduga terjangkit AI dapat mencemari tempat penampungan di pasar tradisional dan mencemari alat transportasi yang berasal dari pasar tradisional tersebut. Sehingga pada saat kembali ke peternakan, alat-alat transportasi tersebut akan mencemari peternakan karena tidak melalui proses sanitasi dan desinfeksi yang baik.

Vaksin inaktif AI saat ini sering menjadi “kambing hitam” kegagalan program penanggulangan penyakit. Perdebatan penggunaan vaksin yang efektif masih sering didiskusikan.

Program vaksinasi pada peternakan petelur komersial dan peternakan ayam pembibit saat ini sudah berjalan dan terprogram dengan baik. Namun, masih ada empat kelompok unggas yang belum melakukan vaksinasi terhadap AI, yaitu kelompok ayam broiler (pedaging), ayam pejantan (jantan jenis ayam petelur), ayam kampung dan jenis unggas lain (bebek, angsa, puyuh). Hal tersebut mengakibatkan kurang efektifnya program vaksinasi terhadap AI karena jumlah populasi ayam terbesar di Indonesia adalah populasi ayam broiler, ayam kampung dan unggas lain dibandingkan dengan populasi ayam petelur komersial dan ayam pembibit.

Penanggulangan AI dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Terdapat tiga hal yang dapat dilakukan di peternakan, yaitu tatalaksana peternakan yang optimal, vaksinasi dan biosekuriti.


Karakteristik Patologi Anatomi AI.

Program Vaksinasi AI
Perlu dipahami bahwa pemberian vaksinasi AI tidak dapat serta-merta secara langsung menghilangkan tantangan virus dan memberikan jaminan bahwa ayam bebas dari penyakit AI.

Tujuan vaksinasi terhadap AI adalah untuk mengurangi gejala klinis, mengurangi gangguan produksi telur, menurunkan mortalitas yang disebabkan virus AI, mengurangi populasi ayam yang rentan dan mengurangi pencemaran/shedding virus di lokasi peternakan.

Prinsip dasar pemakaian vaksin AI adalah antigen vaksin harus dapat memberikan stimulasi kekebalan yang optimal sebelum virus asal lapang menginfeksi tubuh ayam. Kemudian, vaksin harus homolog dengan sub tipe H atau subtipe H dan N virus asal lapang. Karakteristik vaksin AI yang ideal (menurut Suarez, 2000) vaksin dapat meransang respon kekebalan humoral (HMI-humoral mediate immunity) dan kekebalan seluler (CMI-cell mediate immunity), sehingga perlindungan terhadap ayam cepat terbentuk.

Vaksin AI juga harus aman untuk unggas dan aman untuk diproduksi. Master seed berasal dari virus LPAI, serta waktu yang diperlukan untuk stimulasi kekebalan singkat sehingga cocok  digunakan pada ayam pedaging.

Kriteria lain yang diharapkan pada vaksin AI adalah harga relatif tidak mahal, mudah diberikan pada ayam, perlindungan efektif dan dapat dicapai dengan dosis tunggal untuk ayam semua umur.

Pencegahan penyakit terhadap AI umumnya sudah dilakukan oleh peternak. Program standar yang telah dilakukan peternak ayam petelur adalah dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin inaktif sebanyak minimal tiga kali. Bahkan di beberapa wilayah padat peternakan, vaksinasi inaktif telah dilakukan 3-4 kali pada periode grower dan 1-2 kali pada periode bertelur. 

Pelaksanaan Vaksinasi AI
Teknik alias cara pemberian vaksin juga mempengaruhi hasil vaksinasi. Pemberian vaksin dengan reaksi stres yang minim dapat meningkatkan ransangan kekebalan yang tinggi. Selain itu metode vaksinasi, program vaksinasi, vaksinator dan peralatan vaksinasi beserta sarana/prasarana peternakan ayam, meliputi umur/variasi umur dan status kesehatan, kesemuanya memegang peranan dalam keberhasilan penanggulangan AI.
Untuk mengurangi... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2020)


Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264
JAKARTA. Telp.021 8300300

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer