Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

REMBUK PETANI-PETERNAK: DEMI KESEJAHTERAAN, BUKAN PILPRES-PILPRESAN


Sejumlah petani dan peternak yang tergabung dalam berbagai macam organisasi berkumpul di Gedung Pewayangan Kautaman, TMII Rabu (21/3) yang lalu. Acara bertajuk Rembuk Petani dan Peternak Indonesia 2019 tersebut dimotori oleh beberapa LSM seperti Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), Lokataru, dan Agriwatch.

Acara tersebut sukses terlaksana walaupun sempat terjadi aksi penolakan oleh beberapa organisasi massa karena dinilai bermuatan politis. Ketua LSM Pataka, Yeka Hendra Fatika menegaskan bahwa tidak ada sama sekali agenda politik dari acara tersebut, apalagi deklarasi kepada salah satu calon presiden. “Kita tidak mempolitisasi petani dan peternak, tujuan acara ini murni untuk kepentingan petani dan peternak dimana saat ini kebijakan – kebijakan yang dibuat dinilai memberatkan mereka. Toh, siapapun presidennya nanti, kalau kebijakannya tidak berpihak pada petani dan peternak,” imbuhnya.

Hal serupa juga dikatakan oleh presidium Agriwatch, Jones Batara Manurung. Menurutnya tidak ada kepentingan politik apapun dalam acara hari itu, semuanya yang didiskusikan adalah murni curahan hati petani dan peternak. “Semua disini berkumpul dengan tujuan yang sama, enggak peduli itu capres-capresan dan politik, kita semua berjuang untuk kedaulatan petani-peternak Indonesia lha wong kita disini bayar sendiri – sendiri kok, tanpa adanya sponsor dari kedua capres,” kata Jones dalam sambutannya.

Jones Batara Manurung memberikan sambutan


Dalam acara tersebut, peserta yang terdiri atas petani dan peternak diberikan kesempatan untuk berorasi menyuarakan kegelisahannya kepada pemerintah terkait pemangku kebijakan. Satu – persatu peserta bergantian berorasi, setiap orang diberi waktu selama 5 menit. Banyak isu – isu di bidang pertanian yang diangkat dalam setiap orasi peserta.

Hadir juga dalam kesempatan tersebut Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, Drh I Ketut Diarmita beserta DIrektur Kesehatan Hewan Drh Fadjar Sumping Tjaturrasa dan Direktur Perbibitan, Sugiono. Dalam pidatonya Ketut mengklaim produksi daging dan telur ayam Indonesia saat ini meningkat. Menurut dia, Indonesia dapat melakukan ekspor ke berbagai negara, karena sedang terjadi surplus daging dan telur ayam. Kementan mencatat ekspor produk olahan daging ayam berlangsung mulai 2016-September 2018 mencapai 118,81 ton. "Nilai ekspor kita tinggi. Kenapa bisa ekspor karena kita melakukan langkah-langkah peningkatan produksi," ucap Ketut.

Data Kementan juga menunjukkan surplus produksi daging ayam sebanyak 269.582 ton atau setara 22.482 ton per bulan. Hal itu diperoleh dari jumlah kebutuhan daging ayam pada 2018 sebanyak 3.051.276 ton atau 254.273 ton tiap bulannya, lebih tinggi dari final stock broiler (ayam pedaging) sebanyak 3.517.731 ton atau 293.143 tiap bulannya. Kementan juga mencatat surplus produksi telur ayam ras sebanyak 795.071 ton atau setara 66.256 ton per bulannya. Nilai itu diperoleh dari kebutuhan telur ayam ras pada 2018 mencapai 1.766.410 ton atau setara 147.201 per bulannya. Sedangkan, potensi produksi telur tahun 2018 mencapai 2.561.481 ton atau setara 213.457 per bulannya. 

Menanggapi Ketut, Ketua Presidium Layer Nasional Ki Musbar mengapresiasi keberhasilan Kementan dalam meningkatkan populasi dan menggenjot produksi. Namun begitu, ia juga menyoroti ketimpangan yang dialami antara peternak skala besar (integrator) dan mandiri. “Okelah kita produksi naik, ekspor, tapi siapa yang menikmati?, apakah peternak mandiri?, integrator kan?. Kalau mereka bisa ekspor, seharusnya di pasar becek dalam negeri mereka jangan ikut bermain juga,” tutur Ki Musbar.

Ki Musbar mempertanyakan keberpihakan pemerintah dan peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah perunggasan yang sejak beberapa tahun belakangan masih seperti benang kusut. “Padahal di UU No. 18 2009 itu ya, peternak mandiri seharusnya dilindungi oleh pemerintah di sektor budidaya, oleh karenanya kami ingin agar integrator jangan terlalu dikasih “nafas” budidaya itu hak kami para peternak,” pungkasnya. Dalam acara tersebut juga dibacakan maklumat kesejahteraan petani dan peternak Indonesia kepada Kementan. Harapannya, pemerintah diminta agar lebih perhatian lagi kepada petani dan peternak mandiri akan kesejahteraan mereka. (CR)

RAKERNAS GPPU, BERSINERGI DAN DUKUNG PROGRAM PEMERINTAH

Foto bersama seluruh anggota GPPU dan tamu pembicara (foto: Nunung/Infovet)

Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) digelar di Hotel Grand Zuri Serpong pada Kamis dan Jumat, 21-22 Maret 2019. Mengusung tema “Konsolidasi dan Efisiensi Dalam Rangka Menunjang Program Kerja Pemerintah yang Berkelanjutan”, GPPU menyimpan harapan dapat bersinergi dan terus mendukung program pemerintah. 
       
“Situasi perunggasan saat ini, kendalinya ada  di pemerintah, sehingga GPPU sebagai pelaksana program pemerintah harus mensupport dan akan terus support pemerintah,” kata Ketua Umum GPPU, Ir Achmad Dawami dijumpai Infovet usai acara.

Lebih lanjut Dawami mengemukakan, anggota GPPU dimana terdiri dari perusahaan-perusahaan breeding farm merupakan hulunya perunggasan indonesia. 

Menurutnya, para anggota GPPU ini selain sebagai pengembang bisnis indonesia, namun di sisi lain dapat menjadi penghancur.   

Oleh karenanya, sangat penting diberlakukan kontrol anggota dan diadakannya Rakernas ini, Dawami mengajak seluruh stakeholder perunggasan untuk tetap positive thinking di tengah tumpukan masalah.

Sesi diskusi (foto: Nunung/Infovet)

“Saya mengajak pemerintah, akademisi, dan swasta untuk berpikir positif, kendati banyak sekali gonjang-ganjing maupun problematika yang sedang melanda perunggasan Tanah Air,” ungkapnya. 

Selain itu, diharapkan stakeholder perunggasan berkomitmen dan tentunya konsisten ikut serta dalam kampanye konsumsi protein hewani secara berkesinambungan, untuk memenuhi target dari program pemerintah. 

“Kita tahu selama ini konsumsi ayam dan telur ini masih dipengaruhi hari raya dan event besar saja, jadi wajar kegiatan promosi harus lebih ditingkatkan,” ujarnya.

Dawami juga mendorong para peternak untuk membenahi manajemen serta berpikir menuju efisiensi. “Tidak hanya peternak, petani pun harus memikirkan efisiensi dalam hal ini harga jagung,” imbuhnya.

Terkait proteksi dari pemerintah untuk para peternak, Dawami berpendapat patut disyukuri ketika pemerintah tengah mempersulit impor namun kelamaan akan jebol juga jika ada pihak-pihak yang tidak mau berubah.

Keterbukaan dan komunikasi baik antara pemerintah dan swasta yang juga menjadi target dari Rakernas GPPU ini.   

Rakernas GPPU tahun ini sangat menarik dilengkapi dengan seminar keilmuan yang menghadirkan pemateri dari PT Hubbard Breeders yaitu Ir Suryo Suryanta kemudian Drh Ayatullah M Natsir selaku Technical Manager PT Ceva Animal Health Indonesia, PT ISA Indonesia, dan Prof Dr drh Wayan T Wibawan MS. (NDV)

ZOETIS GUT HEALTH WORKSHOP VII

Foto bersama Zoetis Gut Health Workshop VII. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kebijakan berbagai negara termasuk Indonesia terkait pelarangan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (AGP) yang berlaku sejak Januari 2018 lalu, yang tertuang dalam Permentan No. 14/2017, masih menjadi polemik bagi peternak. Sebab, selama ini AGP sangat lumrah digunakan peternak untuk meningkatkan performa dan menekan pertumbuhan bakteri di saluran pencernaan unggas.

Beberapa kalangan menyebut, sejak pelarangan AGP diberlakukan, banyak kasus penyakit saluran pencernaan bermunculan di lapangan dan kerap menghantui peternak dan ternaknya. Hal itu menjadi kepedulian PT Zoetis Animalhealth Indonesia, menyelenggarakan 2019 APAC Poultry Gut Health Workshop VII bertajuk “Enhance Poultry Performance by Managing Gut Health in Antibiotic Stewardship Era”, 19-20 Maret 2019.

“Workhshop ini sebagai bukti kepedulian kami untuk meningkatkan kesehatan ternak, khususnya pada saluran pencernaan dalam melawan tantangan koksi dan nekrotik enteritis. Kami secara konsisten memfasilitasi forum ini sejak 2012,” ujar General Manager Zoetis Indonesia, Drh Ulrich Eriki Ginting, saat menyambut peserta yang hadir di Jakarta.

Ia menambahkan, para peserta yang hadir dari beberapa negara, seperti India, Thailand, Taiwan, Vietnam dan lainnya, bisa mendapat pengetahuan yang baik mengenai antisipasi tantangan pada kesehatan saluran pencernaan unggas.

“Saya yakin topik yang dibahas pada forum kali ini akan sangat bermanfaat untuk peserta, sekaligus menjadi ajang diskusi dengan para pakar perunggasan untuk mencari solusi mengenai tantangan kesehatan saluran pencernaan,” ucapnya.

Dimoderatori oleh Prof Dr Drh I Wayan T. Wibawan, MS dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB, workshop menampilkan pembicara Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Private Poultry Consultant Dr Tony Unandar, Senior Director Commercial Development & Lifecycle Management Poultry Dr Dieter Vancraeynest DVM PhD dan Outcomes Research Director APAC & Greater China Cluster Dr Choew Kong Mah DVM.

Selain menggelar seminar, PT Zoetis Animalhealth Indonesia juga mengadakan pelatihan diagnosis dan identifikasi Eimeria bagi peserta. Pelatihan dilakukan di laboratorium protozoologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, dengan narasumber Prof Dr Drh Umi Cahyaningsih MS.

Menurut salah satu peserta seminar, Drh Eko Prasetio selaku commercial poultry farm consultant, mengatakan, seminar yang diselenggarakan Zoetis sangat bermanfaat bagi praktisi perunggasan.

“Kalau melihat program Zoetis yang secara berkala dilakukan untuk mengedukasi peserta terkait kebijakan pemerintah (AGP-banned) yang akhir-akhir ini membuat kesehatan pencernaan menjadi problem utama. Kegiatan ini secara keseluruhan sangat bermanfaat, khususnya bagi praktisi. Seminar dan pelatihannya sangat membantu memberi gambaran di lapangan ketika ada kasus dan menjadi lebih terarah dalam memberikan rekomendasinya,” katanya. (RBS)

BIOSEKURITI HARGA MATI

Pembersihan kandang yang termasuk dalam tindakan biosekuriti dilakukan untuk meminimalisir adanya sumber bakteri dan virus. (Sumber: wattagnet.com)

Penyakit infeksi akibat virus tentunya makin menambah ruwet dalam beternak. Karena tidak ada obat yang pakem untuk mengatasi itu. Beternak sebenarnya susah-susah gampang, namun lebih banyak susahnya ketimbang gampangnya.

Begitulah keluhan yang sering terdengar dari beberapa peternak. Bukan tanpa alasan, berbagai aspek menjadi dalil dalam sulitnya beternak, salah satunya penyakit. Peternak sudah tidak asing lagi dengan penyakit-penyakit seperti AI, ND, Gumboro, Marek dan lain sebagainya.

Selain itu, ada faktor lain yang dapat memengaruhi kejadian penyakit di suatu daerah, misalnya perubahan cuaca ekstrem yang tidak menentu, sanitasi dan biosekuriti yang kurang optimal, serta kesalahan manajemen pemeliharaan dapat menyebabkan ayam menjadi langganan serangan penyakit.

Memahami Pentingnya Biosekuriti
Biosekuriti singkatnya adalah berbagai tindakan atau upaya yang dilakukan agar penyakit tidak dapat masuk dan keluar dari peternakan. Tindakan biosekuriti merupakan harga mati dalam suatu usaha budidaya ternak, terlebih lagi di zaman now penyakit semakin berkembang. Oleh karenanya tidak ada celah bagi peternak teledor dalam hal ini.

Biosekuriti memiliki peranan sangat penting sebagai garda terdepan pencegahan terhadap penyakit unggas, sehingga penyakit tidak dapat masuk, baik antar individu unggas atau kandang maupun antara kandang dengan lingkungan. Penerapan biosekuriti yang baik dapat menekan penyebaran penyakit pada suatu peternakan.

Menurut Drh Jumintarto, Technical Manager PT Kerta Mulya Saripakan, setidaknya aspek biosekuriti menjadi salah satu inti dari budidaya ternak selain vaksinasi. “Saya rasa harusnya biosekuriti ini harus dikuatkan sama seperti aspek pemeliharaan (pakan, bibit berkualitas, dll), tapi pada kenyataannya aspek ini sering kendor,” ujar Jumintarto saat ditemui Infovet dalam suatu seminar.

Menurutnya, banyak faktor yang menjadi kendala dalam penerapan aspek biosekuriti, mulai dari biaya, sumber daya manusia, tidak praktis, sampai ke alasan yang paling klise, yakni malas. “Padahal biosekuriti adalah harga mati, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Setidaknya jika kita tidak mau ayam kita tertular penyakit dari luar, kita juga harus mencegah agar ayam di peternakan sekitar kita atau masyarakat tertular oleh penyakit yang disebabkan di peternakan kita,” jelas dia.

Kontrol Lalu Lintas Ternak, Manusia dan Kendaraan
Banyak hal yang bisa diartikan sebagai aspek biosekuriti, pertama yang harus diperhatikan adalah mengontrol lalu lintas ternak dan manusia. Secara umum tindakan ini dapat berupa memberlakukan kontrol tehadap lalu lintas manusia, mengunci pintu dan melarang pengunjung, atau mengizinkan masuk orang tertentu dan personil yang dibutuhkan (profesional) setelah mereka didesinfeksi. Sepatu khusus, baju penutup dan topi khusus yang telah didesinfeksi juga harus dikenakan ketika tamu datang ke peternakan.

Hal ini bukan tanpa alasan, sebab tangan bisa juga menyebabkan infeksi dan harus didesinfeksi sebelum masuk bangunan kandang atau meninggalkannya. Pada peternakan yang menjalankan biosekuriti ketat (breeding farm) prosedur tadi akan diimplementasikan dengan sangat baik, misalnya... (CR)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Maret 2019.

TINGKATKAN PENGAWASAN DAGING KERBAU IMPOR, KEMENTAN KIRIMKAN TIM AUDIT KE INDIA

Ilustrasi daging kerbau (Foto: Google Image)

Kementerian Pertanian telah meminta klarifikasi kepada Kedutaan Besar India di Jakarta terkait pemasukan daging kerbau beku dan tanpa tulang dari negara tersebut.

“Kami telah meminta klarifikasi kepada Kedutaan Besar India di Jakarta terkait kejelasan kasus yang diberitakan, dan lebih lanjut juga ditanyakan apa langkah-langkah yang diambil oleh otoritas kesehatan hewan berwenang di India dalam menangani kejadian tersebut jika memang benar terjadi,” ungkap Direktur Jenderal Peternakan dan  Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita di Kantor Pusat
Kementerian Pertanian (19/3/2019).

Indonesia akan mengirimkan tim audit ke India untuk melakukan verifikasi program pengendalian PMK yang dilakukan oleh otoritas India, disamping juga melakukan pemantauan terhadap semua rumah potong hewan (RPH) yang telah disetujui oleh Indonesia untuk memasukan daging kerbau beku tanpa tulang ke dalam negeri.

Hal ini dikemukakan oleh Ketut setelah pertemuan dengan Komisi Ahli Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner di Kantor Kementerian Pertanian.

Dalam pertemuan dengan Komisi Ahli Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dirjen PKH menyampaikan pemerintah akan mengambil langkah-langkah yang mengacu pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku, serta selalu meminta masukan teknis dari komisi ahli.

“Saat ini, Komisi ahli telah memberikan masukan bahwa kemungkinan dan risiko adanya virus PMK terbawa ke Indonesia sangat kecil. Hal ini karena Indonesia telah memberikan persyaratan yang ketat sesuai dengan pedoman Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), dan peraturan yang berlaku di Indonesia,” jelas Ketut, dalam keterangan resmi yang diterima Infovet, Senin (19/3/2019).

Lebih lanjut, Dr Drh Denny W Lukman salah seorang anggota Komisi Ahli memastikan bahwa pemerintah telah menerapkan prinsip-prinsip pengurangan risiko melalui penerapan persyaratan teknis pemasukan, sehingga kemungkinan virus PMK masuk ke Indonesia yang berasal dari daging India sangat kecil.

“Semua kerbau harus diperiksa sebelum dan setelah dipotong, tulang dan kelenjar getah bening utama harus dipisahkan dari dagingnya (deboned dan deglanded), kemudian daging dilayukan pada suhu lebih dari 20 celcius selama minimal 24 jam, dan pH daging harus di bawah 6.0. Jadi kemungkinan virus PMK dapat bertahan hidup sangat kecil,” terang Denny.

Kendati risiko tersebut sangat kecil, terlebih dengan adanya pengawasan di pintu-pintu pemasukan yang dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian terhadap setiap produk yang akan dimasukkan, pemerintah tetap memegang prinsip kehati-hatian untuk menentukan tindakan pengendalian dalam menjamin keamanan produk daging yang masuk ke Indonesia.

 “Sesuai peraturan di Indonesia, kita akan pastikan daging yang diekspor ke Indonesia harus berasal dari ternak yang ditampung atau dikarantina selama 30 hari, dan tidak ada kasus penyakit mulut dan kuku dalam radius 10 km selama periode penampungan atau karantina. Selain itu, ternak juga harus dipotong di RPH yang disetujui dan memenuhi persyaratan jaminan keamanan pangan dan kehalalan,” sambung Ketut.

Ketut menegaskan bahwa untuk memastikan Indonesia tetap sebagai negara yang bebas PMK, Direktorat Jenderal PKH melalui Pusvetma dan Balai Veteriner seluruh Indonesia juga melakukan pemantauan/surveilans PMK pada hewan. Sebanyak 3625 sampel dari hewan sepanjang tahun 2018 telah diperiksa untuk memastikan Indonesia tetap bebas dari PMK. (NDV)


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer