Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Anthelmentika Alami Hijauan Pakan

Haemonchus contortus, salah satu nematoda yang sering ditemukan
pada ternak kambing, domba dan sapi.
((Kearifan lokal peternak memanfaatkan pakan dedaunan (Jawa: ramban), secara tidak langsung melindungi ternak mereka dari serangan parasit dan resiko resistensi obat cacing komersial.))

Cacing merupakan salah satu parasit yang ditemukan di tubuh ternak ruminansia, dengan menyerang berbagai organ tubuh ternak yang sebagian besar menyerap darah ternak inangnya melalui permukaan organ tubuh. Sebut saja Haemonchus contortus, salah satu nematoda yang sering ditemukan pada ternak kambing, domba dan sapi. Habitat cacing ini berada di abomasum, salah satu kompartemen lambung ruminansia, sehingga sering disebut juga cacing lambung.
Tanda-tanda klinis yang digunakan untuk memprediksi infestasi cacing ini adalah anemia (Eguale et al., 2007). Anemia dapat menyerang dengan cepat pada ruminansia dan beresiko kematian. Hal ini menimbulkan gangguan produksi dan beresiko meningkatkan kerugian peternak. Salah satu cara paling efektif adalah dengan pemberian obat cacing (anthelmentika) secara rutin di kandang, yang tentunya merupakan bagian dari biaya produksi tersendiri, serta dilakukannya rotasi padang gembalaan untuk memutus siklus hidup cacing di permukaan tanah (Coles et al., 2006).

Resistensi Cacing Terhadap Anthelmentika Telah Ditemukan di Seluruh Penjuru Dunia
Dilaporkan telah terjadi resistensi cacing H. contortus terhadap anthelmentika sintetis komersial hampir di seluruh negara di dunia (Odhong et al., 2014; Hoste et al., 2015), yang menyerang sistem pencernaan ternak ruminansia dan meningkat dari tahun ke tahun, seiring tuntutan penggunaan obat cacing yang merupakan bagian penting dari penanggulangan penyakit cacingan pada ternak ruminansia (Haryuningtyas, 2008). Adanya resistensi ini menyebabkan peningkatan dosis penggunaan anthelmentika komersial seperti albendazole, benzimidazole, tetrahydropyrimidines dan obat cacing lainnya, sehingga menyebabkan biaya produksi ikut naik, mirip dengan konsekuensi penggunaan antibiotik sintetis pada pakan unggas dan ikan. Tentu saja ini tidak dapat dibiarkan, demi terjaganya efisiensi usaha peternakan. Hal ini membuat industri peternakan ruminansia mulai beralih mengurangi penggunaan anthelmentika kimia dan menggantinya dengan tanaman yang berpotensi sebagai antiparasit, di luar fungsinya sebagai pakan hijauan ruminansia.
Kerugian lebih besar dirasakan bagi peternak dengan pola pemeliharaan padang gembala, di mana ternak dapat mengakses langsung rerumputan dan tanaman di lahan terbuka. Larva cacing dapat berpotensi ikut terkonsumsi dan hidup di abomasum, tumbuh menjadi cacing dewasa dan menghisap darah ternak inangnya. Telur cacing yang dikeluarkan melalui feses dapat dijadikan parameter seberapa besar ternak terinfeksi. Kejadian nematodiasis untuk ternak di padang gembala dapat ditekan dengan introduksi tanaman mengandung senyawa metabolit sekunder. Selain berfungsi sebagai antiparasit, tanaman ini dapat pula sebagai suplementasi protein pakan ruminansia. Kendala serangan cacing jarang ditemukan pada sistem pemeliharaan semi intensif di kandang, dengan pola pemberian pakan cut and carry serta pemberian pakan tinggi protein dikombinasikan dengan tanaman kaya tanin (Athanasiadou et al., 2001), karena akses ternak terhadap habitat larva cacing ketika menyenggut rumput dapat dihindari.

Local Wisdom Sebagai Solusi
Beberapa peneliti telah melakukan kajian sifat antiparasit terhadap berbagai tanaman lokal di Indonesia. Suplementasi rumput dengan daun singkong dan daun serta biji buah pepaya, dapat meningkatkan asupan nutrien dan mampu menekan parasit saluran cerna (Adiwimarta et al., 2010; Odhong et al., 2014). Hal ini ditunjukkan juga pada daun mimba, kersen, mengkudu, tembakau, nangka, waru dan gamal. Limbah pertanian juga turut menyumbang peran sebagai anthelmentika alami untuk ternak domba, seperti cairan serbuk kulit nanas 250mg/kg berat badan domba (Beriajaya et al., 2005).

Tiga tahapan kunci dari siklus hidup cacing sebagai target utama anthelmentika alami dari berbagai hijauan pakan. Sumber gambar: Hoste et al. (2015).

Peran tanaman mengandung senyawa metabolit sekunder yang bersifat antiparasit terhadap nematoda, dapat dilihat terhadap tiga tahap siklus hidup cacing (lihat gambar). Pertama, menurunkan jumlah telur cacing yang di keluarkan ternak bersama feses. Kedua, menurunkan jumlah larva stadium tiga (L3) yang dimungkinkan terkonsumsi ternak dan yang ketiga adalah menekan perkembangan telur cacing menjadi larva stadium tiga (Hoste et al., 2015).
Jika diperhatikan, peternak rata-rata secara naluriah berdasarkan pengalaman dari generasi ke generasi, telah mempunyai acuan dalam pola pemberian pakan. Meskipun domba dipelihara dengan digembalakan, sesekali mereka memberikan dedaunan (Jawa: ramban) sebagai pakan tambahan. Peternak di dataran tinggi, dengan ketersediaan pakan ramban melimpah dibanding rumput, sering menggunakan tanaman legume kaya protein dan senyawa metabolit sekunder  antiparasit seperti gamal (Gliricidea maculate), lamtoro (Leucaena leucocepala), limbah tanaman kacang tanah dan kedelai, serta daun singkong sebagai pakan basal pendamping rumput, ataupun daun nangka, beringin, waru, jambu dan kersen (Muntingia calabura) sebagai pakan tambahan. Ketika ditemukan ternak yang cacingan dan diare, solusi yang mereka lakukan adalah memberikan dedauan tersebut sebagai pakan hijauan tambahan. Tampaknya solusi obat cacing jarang ditempuh peternak dengan skala kepemilikan di bawah lima ekor. Bagi peternak yang mengandalkan ternak mereka sebagai sumber pendapatan utama, pemberian obat cacing diimbangi dengan sistem pemeliharaan semi intensif (dikandangkan), sehingga menekan akses ternak terhadap habitat larva cacing di rerumputan. Jarang ditemukan di Indonesia, peternak domba skala besar dengan pola padang gembala seperti di New Zealand dan Eropa yang membutuhkan rutinitas pemberian obat cacing sebagai langkah preventif dan pengobatan, selain introduksi legume yang berpotensi sebagai antiparasit. Oleh karena itu, bagi peternak kecil di Indonesia, mempopulerkan kearifan lokal (local wisdom) masyarakat dalam memanfaatkan tanaman lokal Indonesia sebagai antiparasit, dianggap sebagai langkah tepat dan efisien untuk menekan kejadian nematodiasis.

Kembali ke Alam, Kembali ke Peternak
Resiko resistensi cacing terhadap obat cacing komersial yang terjadi di segala penjuru dunia patut diwaspadai dan diantisipasi. Jangan sampai peternak tidak efisien dalam memelihara ternaknya, juga karena rendahnya produktivitas ternak karena kasus nematodiasis. Masuknya teknologi pengobatan dengan obat cacing sintetis komersial tidak serta merta memberikan dampak perbaikan. Dimungkinkan peternak abai dan melupakan, bahwa potensi hijauan alam Indonesia sangat luar biasa. Kebiasaan mereka memberikan aneka hijauan pakan untuk ternak domba dan kambing, menyiratkan nilai ilmiah dari solusi permasalahan yang dihadapi. Tinggal bagaimana para akademisi dan peneliti mentransfer kearifan lokal tersebut ke dalam numerik ilmiah, sehingga apa yang diterapkan peternak dari kebiasaan mereka selama ini, dapat mempresentasikan nilai-nilai ilmiah yang mendukung kesinambungan usaha peternakan mereka, juga secara tidak langsung menjaga asa para peternak untuk semakin sejahtera.

Awistaros A. Sakti, S.Pt
Peneliti Bidang Pakan dan Nutrisi Ternak,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Peternakan,
Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada.

Maksimalkan Potensi Genetik Ayam Modern, Optimalkan Pemanas Selama Brooding

Pemakaian infrared radiant heater sebagai alat pemanas untuk sistem lokal brooder mampu menghasilkan rasa hangat yang konstan terhadap anak ayam dalam lingkungan brooder, sehingga sangat membantu pertumbuhan anak ayam.
Ayam broiler modern saat ini secara genetik mampu untuk tumbuh cepat dengan tingkat efesiensi tinggi, selama 35 hari pemeliharaan berat badan rata-rata bisa mencapai 2 kg. Ayam petelur modern lebih efesien dengan kemampuan produksi telur 360-370 butir selama periode pemeliharaan 65 minggu. Namun, keunggulan genetik saja tidak bisa menjamin sebagai satu-satunya penentu keberhasilan dalam beternak ayam. Lantas?
Bak mesin produksi daging, broiler modern yang ada saat ini secara genetik mampu untuk tumbuh cepat dengan tingkat efesiensi pemakaian pakan cukup tinggi, di mana masa pemeliharaan selama 35 hari mampu tumbuh dengan berat badan rata-rata 2 kg dan feed conversi ratio (FCR)-nya 1,6 poin. Untuk ayam tipe petelur modern sudah lebih efesien dalam hal konsumsi pakan dengan kemampuan produksi telur yang cukup tinggi, yakni mampu menghasilkan telur sebanyak 360-370 butir selama periode pemeliharaan 65 minggu dengan FCR-nya 2,05. Namun demikian, keunggulan secara genetik saja tidak bisa dijadikan jaminan satu-satunya untuk ayam broiler modern untuk dapat tumbuh cepat dengan FCR rendah. Begitu pula halnya dengan dengan ayam petelur modern, faktor genetik bukanlah satu-satunya untuk mampu menghasilkan jumlah telur yang cukup tinggi dengan FCR yang rendah pula.
Bibit ayam broiler maupun petelur dengan genetik unggul akan mucul potensinya untuk bisa tumbuh maksimal dengan keseragaman pertumbuhan yang tinggi, bila dalam masa pemeliharaannya didukung dengan praktek manajemen yang baik. Agar dapat diperoleh performance optimal, maka sangat penting untuk diperhatikan keseluruhan aspek manajemen selama masa pemeliharaan, serta didukung dengan program kesehatan dan vaksinasi dan biosekuriti yang memadai, sesuai dengan kondisi dan tantangan penyakit yang ada di lapangan.
Berkenaan dengan aspek manajemen, agar ayam broiler dan petelur yang unggul secara genetik akan  mampu tumbuh optimal, dengan tingkat keseragaman yang tinggi serta menghasilkan performance maksimal, maka perlakuan pada saat masa brooding sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan ayam broiler maupun petelur modern pada tahap selanjutnya. Selama masa brooding (14-21 hari pertama umur anak ayam) harus diperhatikan dan diatur sebaik mungkin untuk dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan anak ayam, diantaranya pemanas, penerangan, pakan dan air minum.
Kondisi optimal masa brooding, di mana kebutuhan akan pemanas dan asupan nutrisinya terpenuhi dengan baik (sesuai kebutuhan anak ayam), akan sangat membantu proses pembelahan dan sekaligus pembesaran sel-sel dalam tubuh anak ayam. Sehingga dengan pembelahan dan sekaligus pembesaran sel-sel yang maksimal (sesuai dengan potensi genetiknya), dengan sendirinya ayam akan mampu tumbuh cepat dengan pencapaian berat badan optimal, tingkat keseragaman yang tinggi serta tingkat efesiensi pakan yang maksimal pula.

Pentingnya Perlakuan Masa Brooding
Permulaan yang baik adalah faktor penting dalam memaksimalkan keuntungan pada pemeliharaan ayam broiler maupun petelur modern. Pada anak ayam yang baru menetas, cenderung sistem pertahanan tubuh dan organ pencernaan serta organ vital yang lainnya belum berkembang dan berfungsi dengan baik, oleh karena itu penanganan yang baik selama periode awal selama masa brooding sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan serta produktivitas ayam pada periode selanjutnya.
Semua perlakuan berkenaan dengan semua aspek manajemen yang diberikan pada anak ayam selama masa brooding menjadi hal yang sangat penting, oleh karena semua jenis perlakuan yang dijalankan dengan sebaik-baiknya selama masa brooding sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan ayam pada tahap selanjutnya.
Di samping pemberian pakan dan minum yang baik dan benar, pemberian pemanas, penyinaran yang memadai dan senantiasa menjaga kelembaban litter, serta ventilasi yang memadai selama masa brooding, akan sangat menentukan pertumbuhan awal dari anak ayam. Semua perlakuan tersebut di atas selama masa brooding, bertujuan untuk memastikan ayam senantiasa nyaman untuk melakukan aktivitas makan dan minum (baik siang maupun malam hari), sehingga nutrisi yang diperlukan untuk pembelahan dan sekaligus pembesaran sel-selnya menjadi tersedia sesuai kebutuhan untuk mampu tumbuh optimal.

Sistem Pemanas Ideal Daerah Tropis
Indonesia yang terlentak pada lintang Khatulistiwa, di mana hampir keseluruhan wilayahnya memiliki iklim tropis dengan hanya dua kali perubahan musim sepanjang tahunnya. Kondisi cuaca daerah berikilim tropis memiliki karakter perubahan temperatur antara siang dan malam yang cenderung ekstrim dengan tingkat kelembaban yang cenderung tinggi pula, yakni antara 70-85% di siang hari dan sampai lebih dari 90% dimalam hari.
Kelembaban yang relatif tinggi seperti daerah pegunungan ketinggian 300 m di atas permukaan air laut (dpl) kelembaban udaranya bisa mencapai 80-95% RH, bila pemanas yang diberikan kepada anak ayam menggunakan alat pemanas dengan sistem konveksi (udara yang dihangatkan), di mana ventilasi dalam kandang sangat dibatasi atau dengan cara memasang tirai di dalam kandang yang tertutup cukup rapat, untuk mencegah agar udara hangat yang dihasilkan oleh alat pemanas tidak terbuang keluar area brooding. Maka dengan adanya kombinasi antara kelembaban yang relatif tinggi (diatas 85% RH) dengan temperatur udara yang cukup tinggi, antara 30o-34o C, bahkan lebih yang dihasilkan oleh alat pemanas, akan cenderung membuat hawa udara dalam kandang jadi terasa pengap dan membuat anak ayam jadi nampak tidak nyaman. Hal mana dapat ditandai adanya reaksi silent panting. Kondisi ini menyebabkan nafsu makan anak ayam berkurang, maka akibatnya konsumsi pakan berkurang pula, sehingga pembelahan sel dan pertumbuhan anak ayam selama masa brooding jadi kurang optimal.
Pada daerah tropis dengan tingkat kelembaban udara yang relatif tinggi, yakni di atas 80% RH, sistem pemanas yang sangat ideal untuk anak ayam adalah dengan menggunakan pemanas sistem radiasi sinar inframerah (Infrared radiant heating system). Dengan menggunakan pemanas sistem radiasi sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat pemanas, di mana panas dari pancaran sinar inframerah yang dihasilkan oleh alat pemanas, tidak secara langsung memanaskan atau menghangatkan udara ruangan dalam kandang atau brooding area, namun secara langsung memberikan efek rasa hangat kepada anak ayam dan objek lain yang ada di bawah alat pemanas. Prinsip kerja alat pemanas dengan sistem radiasi sinar inframerah ini, meniru prinsip kerja matahari dalam menghasilkan panas yang dipancarkan dalam bentuk gelombang sinar inframerah ke seluruh objek yang mampu disinarinya, untuk memberikan efek rasa hangat atau mengurangi kelembaban serta mengeringkan objek yang disinarinya.
Pemanas dengan sistem radiasi sinar inframerah, di samping bisa lebih menghemat pemakaian sumber energinya (lebih hemat terhadap pemakaian gas), juga sangat optimal bisa memberikan rasa hangat kepada anak ayam tanpa mengurangi rasa nyaman ayam untuk mendapatkan udara segar yang kaya akan oksigen. Sekalipun temperatur udara dalam lingkungan brooding cukup rendah, yakni temperatur udara dalam lingkungan area brooding atau keseluruhan kandang di bawah temperatur ideal yang diperlukan oleh anak ayam, namun selama alat pemanas yang digunakan secara konstan memancarkan sinar inframerah dengan intensitas sinar sesuai kebutuhan anak ayam, maka anak ayam akan tetap merasa hangat.
Pada kandang sistem terbuka, dengan menggunakan pemanas sistem radiasi sinar inframerah, tidak lagi membutuhkan adanya chick guard (lingkaran untuk brooder) dan tirai dalam. Dan pada closed house, dengan menggunakan pemanas sistem radiasi sinar inframerah, bisa lebih banyak memasukkan udara segar ke dalam kandang tanpa khawatir anak ayam jadi kedinginan, karena alat pemanas secara konstan tetap memancarkan sinar inframerah, sehingga anak ayam tetap merasa hangat dan nyaman untuk minum dan makan, karena udara dalam ruangan kandang atau dalam area brooding tidak menjadi pengap.

Aspek Penting Pemberian Pemanas Selama Brooding
Pengaturan dan pemakaian pemanas:

·      Pasang alat pemanas yang sudah disiapkan beserta perlengkapan lainnya sesuai dengan rekomendasi dari supplier dan sesuai kebutuhan.
·      Pemanas dinyalakan sebelum DOC ditebar ke dalam kandang, untuk mengkondisikan lingkungan kandang dengan temperatur area brooding sesuai kebutuhan anak ayam. Sehingga DOC yang ditebar ke dalam area brooding, diharapkan langsung dapat beradaptasi.
·      Sesuai kondisi iklim tropis, lama waktu pemanasan awal (pre-heating) sebelum DOC ditebar, berkisar antara ½-2 jam tergantung jenis alat pemanas yang digunakan dan disesuaikan dengan kondisi iklim, tipe kandang dan sistem pengaturan tirai kandang. Temperatur udara pada area brooding saat pre-heating berkisar antara 18o-30o C dan temperatur pada litter harus sudah didapat antara 32o-38o C (diukur dengan Space Thermometer), posisi di bawah infrared radiant heater (alat pemanas) pada kandang dengan sistem lokal brooder.

Pengaturan Temperatur Selama Brooding
Pengaturan alat pemanas, tempat pakan dan minum, serta luas area brooding, sangat mempengaruhi kondisi ideal dalam area brooding. Untuk memastikan agar ayam dapat tumbuh sehat dan relatif tahan terhadap gangguan penyakit, serta memberikan respon yang baik terhadap semua perlakuan manajemen yang diberikan selama periode awal pertumbuhannya, pastikan ayam ditempatkan pada brooding sistem (indukan buatan) selama 2-3 minggu pertama atau tergantung kebutuhan dan kondisi cuaca/iklim di lapangan.
Temperatur lingkungan yang dibutuhkan oleh anak ayam umur 1-7 hari antara 32o-34o C. Temperatur di bawah 30o C membuat anak ayam menjadi tidak mampu untuk menjaga temperatur tubuhnya, sehingga dapat berpengaruh pada kondisi kesehatan dan perkembangan selanjutnya dari anak ayam tersebut.
Selama anak ayam ditempatkan dalam indukan buatan, agar ayam tetap merasa nyaman, beberapa hal berikut harus diperhatikan:

·      Anak ayam (DOC) yang ditempatkan dalam area brooding, di mana temperatur untuk menghasilkan rasa hangat sudah diatur sebelumnya, sesuai dengan kebutuhan anak ayam.
·      Untuk setiap kandang dengan menggunakan gas brooder radiasi infra merah sebagai alat pemanasnya, tidak diperlukan lagi adanya chick guard dan tirai dalam untuk menjaga udara hangat dalam area brooding.
·      Pada umur satu hari, khususnya pada malam hari anak ayam membutuhkan temperatur pada lantai brooding atau pada level ketinggian anak ayam antara 32o-38o C dengan temperatur untuk seluruh ruangan berkisar antara 18o-28oC atau tergantung kondisi cuaca. Temperatur dalam area brooding dan lantai kandang dapat dikurangi 2o C setiap 4-5 hari, sampai akhirnya disesuikan dengan temperatur seluruh ruangan pada kandang sistem terbuka.
·      Sebagai indikator yang baik, apakah temperatur yang dibutuhkan oleh anak ayam sudah sesuai atau tidak, dapat dilihat dari pola penyebaran anak ayam dalam area brooding. Untuk membuat temperatur yang ideal dalam area brooding sesuai dengan kebutuhan anak ayam, di samping dengan cara mengatur intensitas panas dari sistem pembakaran yang dihasilkan oleh alat pemanas yang dipergunakan, juga dengan mengatur ketinggian alat pemanas. Pastikan bahwa anak ayam tetap merasa hangat dan terdistribusi merata dalam area brooding, baik saat siang mapun tengah malam hari.

Demikian yang dapat penulis sampaikan berkenaan dengan pentingnya optimalisasi pemakaian pemanas selama periode brooding untuk memaksimalkan keberhasilan pemeliharaan ayam modern. Semoga artikel sederhana ini, bermanfaat untuk para pembaca, khususnya para peternak ayam.

Drh Wayan Wiryawan
Asosiasi Dokter Hewan
Perunggasan Indonesia (ADHPI)

UGM Gandeng PT Ciomas Adisatwa Resmikan Laboratorium

Laboratorium Pasca Panen Peternakan UGM bekerjasama

dengan PT Ciomas Adisatwa (Japfa Group).

Pada 18 Desember 2017, Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dan PT Ciomas Adisatwa (Japfa Group), meresmikan pengoprasionalan Laboratorium Pasca Panen Peternakan. Laboratorium yang dikhususkan untuk pengolahan pasca panen daging ayam ini berdiri di atas area seluas 14.527 meter persegi di kawasan Agro Science Techno Park, Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) berlokasi di Desa Madurejo, Prambanan, Sleman.
Dr Hargo Utomo, selaku Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM pada peresmian mengungkapkan, mengenai ide tentang pembangunan Laboratorium Pasca Panen Peternakan berawal dari diskusi informal di pelataran Grha Sabha Pramana UGM yang pada saat itu juga melibatkan dosen-dosen dari Fakultas Peternakan UGM tentang kegalauan terkait upaya universitas dalam rangka meningkatkan pendidikan dan pembelajaran, khususnya di bidang peternakan agar para mahasiswa dan dosen serta peneliti lain memperoleh bekal pengalaman praktek dan sekaligus kajian-kajian empirik yang sekarang dibutuhkan oleh industri.
“Tindak lanjut dari obrolan tersebut kemudian dilakukan diskusi formal antara UGM dan PT Ciomas Adisatwa, 19 September 2013 silam dan menyusun langkah serta persiapan untuk merealisasikan kegiatan proses selanjutnya, kemudian langkah dilakukan dengan sosialisasi, kajian lingkungan dan serangkaian perlengkapan proses administrasi dan perizinan untuk pembangunan Laboratorium Pasca Panen Peternakan,” ujar Hargo Utomo.
Untuk menunjang kelancaran proses belajar mengajar sarana dan prasarana yang dibangun dengan adanya kerjasama ini diantaranya, gedung utama pabrik (Rumah Potong Ayam/RPA), gedung administrasi, ruang kuliah, mess mahasiswa, mess manajer, mushola, kantin, ruang parkir dan peristirahatan ayam. Pabrik ini memiliki 200 ton storage dengan kapasitas produksi 28 ribu ekor per hari atau 2.000 ekor per jam. Pembangunan laboratorium ini menghabiskan dana Rp 35 milliar.
Pada kesempatan serupa, Rektor UGM, Prof Ir Panut Mulyono, dalam pidatonya menyatakan, ada pergeseran paradigma perguruan tinggi di mana dahulu perguruan tinggi hanya berfokus pada pendidikan saja, namun saat ini lebih ke arah research university. Perguruan tinggi tidak hanya mendidik tetapi melakukan penelitian yang juga menjadi fokus. Hasil riset dari perguruan tinggi digunakan untuk pembelajaran dan dimanfaatkan disektor industri. Saat ini paradigma perguruan tinggi bergeser menjadi jembatan transfer ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya, di mana pemerintah mengharapkan perguruan tinggi harus menjadi agent of innovation menghasilkan karya-karya nyata yang dapat dihilirisasi ke ranah industri.
“Perguruan tinggi bisa berkontribusi langsung pada penggairahan iklim ekonomi di Indonesia dan ini sudah sangat tepat kalau UGM bekerjasama dengan Pemda Sleman dan industri, sehingga ketersentuhan perguruan tinggi dan dunia nyata semakin kuat. Dengan adanya Laboratorium Pasca Panen Peternakan kiprah mahasiswa dan peneliti dapat langsung bersentuhan dengan dunia industri, sehingga hasil penelitian yang dilakukan dapat dihilirisasi dan dijadikan produk fungsional yang dapat di pasarkan,” kata Prof Panut.
Sementara, Direktur PT Ciomas Adisatwa, Drh Widihartomo Tri Kuncoro, menyampaikan rasa bangga dengan adanya kerjasama ini, agar mahasiswa terkait siap ketika memasuki dunia kerja. “Kita banyak terima dari fakultas-fakultas (karyawan) yang kita harus mendidik terlebih dahulu 3-4 tahun hingga benar-benar matang,” ungkapnya.
Drh Widihartomo Tri Kuncoro
Ia menambahkan, adanya pembangunan RPA (Laboratorium) yang ke-16 dari PT Ciomas yang merupakan sinergi antara pelaku industri, pemerintah daerah dan universitas, bisa terus bermanfaat dan saling menguntungkan, selain perekonomian masyarakat yang akan lebih bergairah.
Hal senada juga disampaikan oleh Bupati Sleman, Drs Sri Purnomo. Menurutnya, masyarakat yang tinggal di kawasan PIAT UGM (masyarakat Berbah, Prambanan dan Kalasan) diharapkan bisa memanfaatkan Labroratorium Pasca Panen Peternakan sebagai peluang.
Kegiatan peresmian pun ditandai dengan pemencetan tombol yang dilakukan oleh Rektor UGM, Bupati Sleman dan Direktur PT Ciomas Adisatwa, yang dilanjutkan dengan pemotongan pita dan kunjungan pabrik oleh para tamu undangan yang dihadiri oleh rektor beserta jajarannya, petinggi PT Ciomas Adisatwa, dinas terkait, jajaran dekan, pimpinan MWA UGM dan dewan guru besar. (WB/AAS)

CV Pradipta Paramita, Pelopor Probiotik untuk Ternak Indonesia



Bupati Karanganyar, Drs H Juliyatmono awal Desember lalu meresmikan Pabrik CV Pradipta Paramita yang berlokasi di  Desa Waru Pulosari, Kebakkramat, Karanganyar, Solo. CV Pradipta Paramita adalah salah satu pelopor untuk mengkampanyekan aplikasi probiotika terhadap industri perunggasan di Indonesia.

Berawal dari sebuah produk bermerk RALAT, sebuah preparat organik herbal yang berfungsi untuk mengendalikan populasi lalat pada kandang ternak. Dra Agnes Heratri MP, Direktur Utama CV Pradipta Paramita menguraikan suka dukanya dalam mendirikan CV Pradipta Paramita pada tahun 1999.

“Mulanya saya bersama suami, Ir Yani Rustana meramu, mengaduk dan mengemas sendiri produk ke dalam botol di garasi rumah kami. Urusan pemasaran produk ditangani langsung oleh suami hanya dengan mengandalkan sepeda motor hingga lintas kabupaten bahkan provinsi, dengan angkutan umum, bus, dan kereta api,” ungkap wanita yang akrab disapa Ratri ini.

Awal tahun 2000-an CV Pradipta Paramita telah menggencarkan aplikasi probiotika dan mengurangi pemakaian antibiotika pada budidaya unggas.

“Kala itu tidak sedikit orang yang mencibir dan menganggap usaha kami tidak masuk akal dan bahkan melawan arus,” kenangnya.

Kini berbuah bukti nyata, pemerintah mengeluarkan aturan penghentian aplikasi preparat antibiotika di dalam pakan untuk industri ternak. Sekarang, nyaris tiada lagi produsen obat hewan yang tidak ikut serta memproduksi preprat herbal.

"Saat ini pabrik CV Pradipta Paramita didukung oleh hampir 75 orang karyawan. “Awalnya hanya satu produk saja, kini ada sekitar 70 produk, 40 item diantaranya untuk sektor peternakan," kata Ratri.

"Tersedia aneka herbal untuk ayam potong, petelur dan juga ternak sapi, kambing dan babi,” imbuhnya..

Produk-produk CV Pradipta Paramita sudah lolos standar CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik). CV Pradipta Paramita juga menyediakan aneka produk untuk menggenjot produktivitas dan efisiensi usaha perikanan. Bahkan untuk kebutuhan manusia juga dipasarkan produk dengan aneka variasi rasa dan juga manfaat seperti Sari Jahe, Sari Melon, Temu Lawak, dan lainnya.

Segmen pasar obat pengendali lalat organik yakni RALAT, mampu mengambil peran utama di Indonesia dalam berbagai usaha agroindustri saat ini. Omsetnya telah mampu membawa gerbong usaha bisnis Ratri melesat.

“Peresmian pabrik ini adalah cita-cita kami untuk usaha yang maju dan sehat, terus berkembang bersama peternak, petani dan petambak udang,” ucap Ratri penuh syukur. (iyo/nu)

Palestina Apresiasi Penerapan Teknologi IB Indonesia

Foto bersama usai closing ceremony kegiatan pelatihan IB.

10 orang peserta dari Palestina telah mengikuti pelatihan IB (Inseminasi Buatan) di Indonesia yang diselengarakan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), bekerjasama dengan Kementerian Sekretariat Negara dan JICA.
Pelatihan bertajuk “Training  Course on The Strengthening of Artificial Insemination Management and Conservation of Livestock Genetic Resources For Palestine” dilaksanakan oleh salah satu UPT (Unit Pelaksana Teknis) Ditjen PKH, yakni Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Malang, selama 15 hari, yang dimulai 13 Desember-27 Desember 2017.
Wakil Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Taher, pada acara closing ceremony pelatihan yang dilaksanakan di Kantor Ditjen PKH Rabu, (27/12), menyampaikan, ucapan terimakasih dan memberikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia yang telah memberikan pelatihan IB. “Kami berharap hasil pelatihan ini dapat diimplementasikan di negara kami dan dapat berkontribusi untuk meningkatkan produksi ternak di negara kami,” kata Taher.
Kegiatan pelatihan IB pada ternak yang ditutup secara resmi oleh Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, dihadiri oleh Wakil Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Representative JICA di Indonesia, Kepala Biro KLN Kementan, Sesditjen dan para direktur lingkup Ditjen PKH, perwakilan Kemensetneg dan Kemenlu, serta beberapa Tenaga Ahli IB dari BBIB Singosari.
Pada kesempatan tersebut, semua peserta juga menyampaikan ucapan terimakasih dan kesan-kesannya selama mengikuti pelatihan. Wael W. M Halawa, salah satu peserta pelatihan menyampaikan, selama mengikuti pelatihan telah memperoleh pengetahuan dan teknologi soal IB pada ternak. “Kami juga telah mengunjungi UPT Perbibitan Ditjen PKH, antara lain Balai Embrio Transfer Cipelang dan BBPTU-HPT Baturraden,” kata Wael. 
Ia menambahkan, “Kami kagum dengan kemajuan dunia peternakan di Indonesia, khususnya dalam penerapan teknologi dan penguatan kelembagaan, sehingga ini dapat diadopsi dan dikembangkan di negara kami,” tambahnya.
Sementara Dirjen PKH I Ketut Diarmita, menyampaikan, teknologi IB memang telah berkembang dengan baik di Indonesia dan penggunaannya tidak hanya terbatas untuk meningkatkan populasi ternak, tetapi juga sebagai alat untuk peningkatan mutu genetik ternak.
“Keberhasilan teknologi IB di Indonesia terbukti dengan tercapainya swasembada semen beku pada 2012. Kemudian di 2013, Indonesia telah berhasil mencapai swasembada Bull (pejantan unggul). Indonesia juga memiliki teknologi sexing semen beku yang dapat menentukan jenis kelamin kelahiran ternak sesuai dengan kebutuhan peternak,” kata Ketut.
Ia menjelaskan, sejak 2007 Indonesia pun telah mampu melakukan ekspor semen beku ke beberapa negara seperti Malaysia, Kamboja, Myanmar, Timor Leste and Kyrgyzstan. Menurutnya, dengan adanya berbagai keuntungan dari penggunaan teknologi IB,  saat ini IB menjadi ujuk tombak untuk keberhasilan program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) yang merupakan fokus kegiatan Kementan pada 2017-2019. “Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada sapi yang ditargetkan presiden pada 2026,” ungkapnya.
Kepala BBIB Singosari, Enniek Herwijanti, turut mengatakan, sampai saat ini BBIB Singosari telah melatih peserta dari 22 negara selain Palestina. Setelah pelatihan ini selesai, Enniek meminta para peserta tidak hanya mendapatkan pengetahuan baru tentang pengelolaan reproduksi hewan, tetapi juga perlu menciptakan networking, sehingga ke depan akan ada peluang kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan antar kedua negara. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer