-->

DKI Jakarta Waspada Rabies, Perketat Pengawasan Lalu Lintas Hewan Penular

Oleh:
Drh Rudewi
Medik Veteriner Madya
Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta

Berjangkitnya wabah rabies di beberapa Kabupaten di Propinsi Banten baru-baru ini telah memberikan kekhawatiran penularan kepada propinsi di sekitarnya. Rabies dinyatakan telah berjangkit di Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Cianjur dan Kota Sukabumi Propinsi Jawa Barat serta Kabupaten Lebak Propinsi Banten sesuai Kepmentan No.3600/Kpts/PD.640/10/2009.

Sementara itu Propinsi DKI Jakarta yang dinyatakan bebas Rabies sejak tanggal 6 Oktober 2004 berdasarkan Kepmentan No.566/Kpts /PD.640/10/2004 semakin menguatkan kewaspadaan terhadap penyebaran penyakit yang dapat menular ke manusia ini. Sebelumnya status nol kasus rabies ini terus dipertahankan selama kurang lebih 9 tahun.

Peningkatan kewaspadaan dilakukan melalui pengetatan pengawasan lalu lintas hewan penular rabies, pasalnya DKI Jakarta saat ini telah dikepung oleh daerah penyangga (immune belt) yaitu daerah yang berbatasan langsung dengan daerah tertular. Pengawasan terhadap hewan rentan rabies, serta pencegahan dan penanggulangannya ini pun telah diatur dalam Perda DKI No. 11 Tahun 1995.

Rabies atau penyakit Anjing Gila adalah penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus, bersifat akut karena menyerang susunan syaraf pusat pada hewan berdarah panas maupun manusia yang menderita.

Rabies sangat ditakuti karena bersifat zoonosis dan merupakan penyakit yang sangat berbahaya apabila gejala klinis yang timbul selalu diikuti dengan kematian baik pada hewan maupun manusia dan sampai saat ini belum ada obatnya.

Semua hewan berdarah panas dapat menularkan rabies. Anjing, kucing dan kera termasuk hewan yang sangat berpotensi dalam menularkan rabies dan lebih dari 90 % kasus rabies di Indonesia ditularkan oleh anjing, sehingga anjing menjadi obyek utama dalam pemberantasan rabies. Virus rabies masuk kedalam tubuh manusia atau hewan melalui luka akibat gigitan hewan penderita rabies maupun luka yang terkena air liur hewan atau manusia penderita rabies.

Ada 2 macam gejala rabies yaitu Rabies ganas dan Rabies tenang. Rabies ganas ditandai dengan hewan menjadi ganas menyerang atau menggigit apa saja, ekor dilengkungkan di bawah perut diantara dua kaki, tidak menurut lagi pada perintah pemilik, air liur keluar berlebihan, kejang-kejang kemudian lumpuh dan biasanya hewan mati setelah 4-7 hari sejak timbul gejala atau paling lama 12 hari setelah penggigitan.

Sedangkan untuk rabies tenang ditandai dengan hewan menjadi suka bersembunyi ditempat gelap dan sejuk, tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan, kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tak terlihat, kelumpuhan serta kematian dapat terjadi dalam waktu singkat.

Pencegahan dan Kewaspadaan
Pemilik atau pemelihara hewan penular rabies wajib untuk memelihara hewan yang sudah tertular rabies di dalam rumah atau pekarangan rumah. Bila rumah tidak dipagar maka anjing harus dirantai kurang lebih 2 meter. Apabila dibawa keluar rumah, anjing harus dilengkapi dengan pengaman (dibrongsong). Pemberian vaksinasi anti rabies pada anjing, kucing dan kera peliharaan juga merupakan suatu kewajiban, vaksinasi pun dilakukan secara teratur setiap tahun.

Selain itu masyarakat juga harus aktif dalam melaporkan setiap kasus penggigitan hewan penular rabies kepada manusia. Hewan penular rabies yang menggigit dilaporkan dan dibawa ke Rumah Observasi Rabies, Balai Kesehatan Hewan & Ikan di Ragunan. Sementara manusia yang digigit dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan pertolongan.

Tindakan observasi akan dilakukan terhadap hewan penular rabies yang telah menggigit manusia di Rumah Observasi Rabies Dinas Kelautan dan Pertanian Propinsi DKI Jakarta selama 14 hari. Jika mengalami kematian pada saat masa observasi maka kepala anjing tersebut dikirim ke laboratorium untuk kepastian diagnosa penyebab kematian. Namun apabila dalam masa observasi hewan tetap hidup maka hewan segera divaksin anti rabies dan dikembalikan kepada pemilik atau dieliminasi bila tidak ada pemilik.

Petugas maupun masyarakat juga secara rutin melakukan penangkapan hewan penular rabies yang berkeliaran ditempat umum yang selanjutnya dilakukan eliminasi. Sementara itu setiap pemilik atau pemelihara hewan penular rabies dilarang untuk menelantarkan hewan penular rabies serta membiarkan hewan penular rabies berkeliaran di luar pekarangan rumah.

Pengawasan lalu lintas terhadap setiap pemasukan dan pengeluaran hewan penular rabies dari dan ke DKI Jakarta, harus mendapatkan rekomendasi atau izin dari Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk dan disertai dengan surat Kesehatan Hewan dan Surat Keterangan Vaksinasi Rabies serta syarat lain yang ditetapkan oleh Gubernur.

Syarat-syarat pemasukan meliputi beberapa hal yaitu harus melalui tempat pemasukan, mempunyai surat Keterangan Kesehatan atau Health Certificate yang berisi antara lain keterangan tidak menunjukkan gejala klinis rabies dalam waktu kurang dari 48 jam sebelum diberangkatkan yang diterbitkan oleh Dokter Hewan berwenang atau Dokter Hewan Prakahtek.

Selain itu juga harus mempunyai Surat Keterangan Identitas (Paspor) yang berisi antara lain telah berada atau dipelihara sekurang-kurangnya 6 bulan di negara atau wilayah/daerah asal sebelum diberangkatkan dan hewan sekurang-kurangnya telah berumur 6 bulan serta tidak dalam keadaan bunting 6 minggu atau lebih dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui saat diberangkatkan.

Apabila diberangkatkan melalui darat tidak boleh melalui wilayah atau daerah tertular. Dan apabila dalam perjalanan harus transit maka harus memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang Karantina Hewan.

Bagaimana Menangani Kasus Gigitan
Pertolongan pertama pada penderita gigitan adalah dengan mencuci luka gigitan secepatnya dengan sabun detergen selama 5-10 menit di bawah air yang mengalir, dikeringkan dan diberi yodium tinctura atau alkohol 70% setelah itu segera pergi ke “RABIES CENTER” yaitu:
RSUD TARAKAN
Jl. Kyai Caringin No. 7 Jakarta Pusat.
Telp. 021-3503150
RUMAH SAKIT PUSAT INFEKSI PROF. DR. SULIANTI SAROSO
Jl. Sunter Baru Permai, Jakarta Utara .
Telp. 021-6506559

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Dinas Kelautan dan Pertanian Propinsi DKI Jakarta, Bidang Peternakan yang beralamat di Jl. Gunung Sahari Raya No. 11, Jakarta Pusat Telp (021)6285484.

Tantangan Dokter Hewan dan Ruang Bagi Tegaknya Otoritas Veteriner

Bertempat di Ruang Kutilang Wisma Kagama UGM Yogyakarta, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia mengadakan pertemuan dan konsolidasi organisasi. Ketua PB PDHI Drh Wiwik Bagja menjelaskan tentang situasi terkini organisasi dan mengkritisi UU No 18 tahun 2009. Acara tunggal yang diikuti oleh seluruh pengurus PDHI se-Propinsi Daerah Istimewa Yogyakara dan utusan dari berbagai Instansi kompeten daerah maupun pusat yang ada di daerah itu, berlangsung 11 Februari 2010.

Menurut Wiwik, dengan secara efektifnya ditandatangani AFAS yaitu suatu pakta persetujuan bersama negara ASEAN untuk layanan kesehatan hewan pada Mei 2009, maka profesi Dokter Hewan di negara ASEAN dapat secara bebas melakukan pelayanannya. Sebuah harapan besar sekaligus tantangan yang tidak ringan bagi praktisi di tanah air. Problema klasik dan paling krusial/mendasar di tanah air saja masih sangat banyak yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi itu, maka tentu saja akan semakin menambah beban berat bagi organisasi sekaligus para praktisi.

Lebih lanjut, Wiwik memaparkan problema tentang Otoritas Veteriner di Indonesia yang belum juga mendapatkan solusi dan bentuk organisasi fungsional oleh karena salah satunya warisan penjajah/kolonialisme Belanda. Menurutnya, di negara-negara bekas jajahan Ingris, umumnya otoritas veteriner sudah ada dan fungsional. Contoh terdekat adalah Malaysia dan Singapura. Sedangkan Indonesia yang merupakan bekas kolonial Belanda perangkat perundangan sama sekali tidak ada.

”Jika kita berbicara tentang realita lulusan Fakultas Ekonomi ada Kementerian Keuangan, Pertanian ada Kementerian Pertanian, Kehutanan (Kemenhut), Kedokteran (Kemenkes), Hukum (Kemenhukham), Tehnik (PU), Perikanan (Kemenperiklut), dlll masih banyak lagi,” ujarnya. Lalu dimana profesi Dokter Hewan ada lembaga yang menaunginya?

Selama ini memang ada asumsi yang salah di benak sebagian besar ahli tata negara dan pakar politik. Menempatkan profesi kedokteran hewan itu hanya sebagai bagian dari pertanian. Oleh karena itu struktur organisasi negara yang dibentuk sama sekali tidak mengakomodasi secara maksimal peran dan fungsi kedokteran hewan. Padahal, profesi itu tidak hanya yang terkait dengan kesehatan hewan semata, namun erat sekali berhubungan kesejahteraan masyarakatnya.

Sekadar mengambil contoh tentang kasus Penyakit Flu Burung dan Flu Babi juga Rabies, sudah pasti mengancam keselamatan, kesehatan dan kenyamanan masyarakat. Juga tidak kalah pentingya dengan ketersedian bahan pangan hewani yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi masyarakat. Oleh karena itu jika eksistensi profesi terus termarginalkan, maka peran dan fungsinya juga tidak akan optimal. Desakan dan urgensi Otoritas Veteriner bukanlah hanya terkait dengan kekuasan dan jabatan namun lebih lebih luas lagi jangkauan pemikirannya.

Kemudian ketika dimintai pendapatnya oleh Infovet tentang problema klasik para tenaga kesehatan hewan lapangan yang illegal, Wiwik menjelaskan singkat namun proporsional. Jika mengacu pada pasal 47 UU No 18 Th 2009 bahwa tenaga kesehatan hewan adalah dokter hewan dan paramedik. Wewenang dan Hak untuk melakukan diagnosa penyakit serta pengobatan atas hewan/ternak yang sakit hanya dimiliki oleh Dokter Hewan.

”Namun demikian, tenaga paramedik dapat melakukan bantuan jika diminta dan dibawah pengawasan dokter hewan. Hak mutlak untuk melakukan pengobatan dengan obat hewan keras dan injeksi/parenteral juga hanya dimiliki oleh dokter hewan dan tidak ada profesi lainnya yang bisa menggantikan,” jelas Wiwik.

Sedangkan sekretaris PDHI Cabang Yogyakarta, Dr Drh Dody Yudhabuntara usai acara tersebut menitipkan pesan ke Infovet untuk disampaikan ke publik akan adanya rencana kegiatan Bakti Sosial Masyarakat dan Peternak. Lokasi ada di daerah pegunungan tandus tepatnya desa Wukirharjo di sisi kiri lokasi Candi Prambanan Sleman Yogyakarta.

Kegiatan itu diselenggrakan oleh PDHI Cabang Yogyakarta dan Perhimpunan Istri Dokter Hewan Indonesia (PIDHI). Menurut Dody bahwa bakti sosial masyarakat ditangani oleh PIDHI sedangkan terhadap sasaran peternak oleh PDHI.. Selamat dan sukses ....(iyo)

Menteri Pertanian Siap Buka Munas VI ASOHI Mei 2010

Menteri Pertanian RI Ir. Suswono menyatakan kesediaannya untuk membuka acara Munas VI ASOHI yang akan berlangsung 20 Mei 2010 di Jakarta. Pernyataan itu disampaikan Mentan ketika menerima kunjungan Pengurus ASOHI di ruang kerjanya Selasa, 9 Februari 2010.

Delegasi ASOHI dipimpin oleh Ketua Umum ASOHI Gani Haryanto, disertai pengurus tingkat nasional ASOHI yaitu Drh Tjiptardjo SE (sekjen), Drh Syahrony Djaidi (Bidang Luar Negeri), Drh Albert B Winata (Bidang Pengawasan Peredaran Obat Hewan), Drh Suhandri (Bidang hubungan Antar Lembaga), Drh Rakhmat Nuriyanto (Bidang Organisasi), Drh Abadi Sutisna (Ketua Dewan Kode Etik), dan Ir Bambang Suharno (Sekretaris Eksekutif). Sedangkan Menteri Pertanian didampingi oleh Dirjen Peternakan Prof Dr Tjeppy D Sudjana.

Dalam kesempatan itu selain menyampaikan rencana Munas, Ketua Umum ASOHI juga mengutarakan beberapa peran ASOHI dalam pembangunan kesehatan hewan dan peternakan serta beberapa gagasan solusi atas permasalahan di bidang kesehatan hewan dan peternakan. Diantaranya masalah pengendalian AI, pemenuhan kebutuhan obat hewan, pemberlakuan Perda DKI No. 4 tahun 2007 tentang pelarangan masuknya ayam hidup mulai April 2010, Permentan No. 20 tentang izin impor ayam utuh.

Gani Haryanto juga menyampaikan bahwa kebutuhan obat hewan di Indonesia dipenuhi baik dari produksi dalam negeri maupun impor. Bahkan beberapa jenis obat hewan yang diproduksi di dalam negeri juga telah di ekspor. Nilai ekspor obat hewan tersebut cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Untuk itu diperlukan pembinaan serta penciptaan iklim yang kondusif bagi perkembangan industri obat hewan.

Sebelumnya Gani juga menjelaskan secara singkat kepada Mentan yang baru dilantik 22 Oktober 2009 silam mengenai ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia) yang merupakan organisasi yang mewadahi seluruh kegiatan usaha di bidang obat hewan yang terdiri dari Produsen, Importir, Eksportir, Distributor dan Pengecer Obat Hewan diseluruh Indonesia yang didirikan pada bulan Oktober 1979.

“Dalam perjalanannya bagi penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, ASOHI merupakan mitra Pemerintah yang selalu mendukung program pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan,” ujar Gani.

Gani menerangkan, ASOHI telah berperan serta dalam pengendalian penyakit hewan dalam bentuk penyediaan sumber daya manusia, berupa tenaga teknis dokter hewan sebagai Technical Veterinary Services perusahaan obat hewan yang bertugas memberikan informasi, bimbingan teknis dan pelayanan bagi peternak di seluruh Indonesia. Disamping itu juga sebagai penyedia berbagai jenis obat hewan yang diperlukan, baik sebagai sarana pencegahan, biosekuriti maupun pengobatan penyakit hewan.

Lebih lanjut, kata Gani, ASOHI juga telah menyelenggarakan Seminar Nasional Perunggasan yang ke-5 pada 27 Oktober 2009 silam. Seminar ini dihadiri oleh seluruh pelaku bisnis perunggasan dengan narasumber baik dari asosiasi lingkup perunggasan maupun dari luar yang dapat memberikan inspirasi bagi pengembangan industri perunggasan.

Seminar ini merekomendasikan beberapa hal penting diantaranya adalah menyikapi Permentan No. 20 th. 2009 yang memperbolehkan impor ayam utuh. Kebijakan ini perlu disikapi dengan hati-hati karena kemungkinan akan menyebabkan industri perunggasan tidak dapat tumbuh seperti yang diharapkan.

Hal lain adalah mengenai Perda DKI No. 4 th. 2007 yang menyatakan bahwa mulai bulan April 2010 ayam hidup tidak diperbolehkan lagi masuk DKI Jakarta. Untuk ini sesuai dengan rekomendasi seminar perunggasan, ASOHI telah melakukan koordinasi dengan Pemda DKI dan Asosiasi-asosiasi lingkup perunggasan dan dari pertemuan tersebut telah dibentuk Tim yang menyiapkan agar implementasi Perda ini dapat terlaksana dengan baik dilapangan.

Sementara dengan telah terbitnya Undang-undang No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dimana dicantumkan adanya Sanksi bagi pelanggaran dalam perbuatan, penyediaan, peredaran dan pemakai obat hewan ilegal, ASOHI mengharapkan agar tindakan hukum bagi pengedar obat hewan ilegal dapat dilaksanakan lebih efektif.

“Peredaran obat hewan ilegal, terutama obat yang belum mempunyai nomor registrasi sangat merugikan baik dari aspek ekonomi maupun teknis bagi pengendalian penyakit hewan,” tutur Gani.

Untuk menindak lanjuti terbitnya Undang Undang No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan diperlukan peraturan pelaksanaannya. ASOHI bersedia untuk berperan serta menyampaikan masukan-masukan bagi penyusunan Peraturan Pemerintah yang terkait dengan obat hewan.

Pada prinsipnya Mentan menyambut baik gagasan-gagasan maupun informasi yang disampaikan pengurus ASOHI. Namun Mentan Suswono menanggapi beberapa hal diantaranya tentang Permentan No. 20 Tahun 2009 yang memperbolehkan impor unggas utuh yang menjadi kekhawatiran masyarakat perunggasan.

Menurut Suswono impor yang dibuka adalah khusus untuk produk unggas yang memang pasokan dalam negeri masih kekurangan seperti daging itik peking, kalkun dan lain-lain. Sementara untuk ayam broiler yang selama ini sudah swasembada tetap tidak diperbolehkan impor, jadi peternak tidak usah khawatir.

Sementara untuk persiapan pemberlakuan Perda DKI No. 4 tahun 2007, pihaknya juga terus melakukan koordinasi dengan pemda-pemda di sekitar Jakarta khususnya dalam persiapan kapasitas RPA/RPU. Terlebih penataan pasar unggas dan menjaga kestabilan harga unggas di DKI dan sekitarnya.
”Jangan sampai ada gap harga ayam yang tinggi antara Jakarta dan luar Jakarta karena pasokan ayam yang melimpah di luar Jakarta, sementara suplai ayam di Jakarta seret akibat kapasitas RPA yang terbatas,” terang Mentan.

Terkait dengan penyusunan Peraturan Pemerintah pendukung UU No. 18 Tahun 2009, Deptan sendiri masih menunda pembahasannya sampai gugatan judicial review yang dilayangkan sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi menghasilkan keputusan tetap.

Dalam kesempatan tersebutpun Mentan langsung menyanggupi untuk membuka Munas VI ASOHI yang akan berlangsung 20 Mei 2010 di Jakarta dengan catatan tidak ada tugas khusus dari Presiden RI. (bams/wan)

ULASAN LENGKAP FAKTOR PENDUKUNG TURUNNYA PRODUKSI TELUR, SERTA TIPS MENGATASINYA.


“Faktor-faktor itu adalah faktor kepekaan ayam (ayam ‘moderen’ relatif lebih peka terhadap pengaruh eksternal), faktor lingkungan (iklim/cuaca), faktor bibit penyakit (patogenitas mikroorganisme) dan faktor tatalaksana/manajemen pemeliharaan ayam.”

Faktor pendukung munculnya kasus penurunan produksi telur adalah manajemen health control alias manajemen kontrol kesehatan yang tidak tepat. Demikian Direktur CV Bintang Mandiri Tasikmalaya Jawa Barat Drh Teguh Budi Wibowo.

Dalam hal manajemen health control alias manajemen kontrol kesehatan yang tidak tepat ini, kata alumnus FKH UGM ini, “Biosecurity kurang sempurna, kurang akuratnya program vaksin dan atau penggunaan dan aplikasi vaksin yang tidak tepat, baik pemilihan jenis vaksin maupun penetapan jadwalnya, sanitasi kandang dan lingkungan kurang baik, serta faktor pakan baik mutu maupun komposisinya, tingkat stres di kandang, ventilasi dan lain-lain.”

Stres dapat menyebabkan turunnya produksi telur. Stres yang biasa terjadi meliputi kedinginan, kepanasan, penangkapan dan pemindahan ayam, parasit, dan ketakutan. Kedinginan adalah stres yang paling sering terjadi selama musim penghujan yang banyak terdapat angin dan hujan.
Dalam kondisi ini biasanya kandang ditutup, ventilasi jelak, sehingga menyebabkan tingginya kadar amonia, lembab dan ayam tidak dapat bertahan. Pada kondisi ini juga kondisi lain yang menyebabkan kurangnya lama penyinaran dapat berakibat tidak terangsangnya hormon reproduksi agar ayam mulai bertelur.

Sebaliknya kepanasan adalah stres akibat cuaca panas, ayam akan lebih banyak minum dan mengurangi konsumsi ransum sehingga kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi. Kondisi ini dapat menyebabkan produksi telur turun karena kebutuhan energi dan protein harian tidak tercukupi. Suhu terlalu panas akan mengurangi konsumsi nutrisi dari ransum yang diperlukan untuk pembentukan telur.

Dalam kondisi lingkungan panas, fisiologi tubuh ayam akan mengubah prioritasnya dari semula untuk produksi telur menjadi untuk bertahan hidup. Sementara penangkapan dan pemindahan serta populasi yang terlalu padat yang meningkatkan kanibalisme juga menyebabkan stres pada ayam. Stres ketakutan pun dapat terjadi akibat suara ribut orang-orang dan suara kendaraan di sekitar kandang untuk mencegah ayam ketakutan.

Secara praktis, pentingnya biosecurity pun diungkap oleh peternak pemilik Eden Farm di Segitiga Emas Jakarta dan Jawa Barat Ricky Bangsaratoe. “Faktor penting penyebab dan pendukung muculnya penyakit itu adalah kurang bersihnya kandang ternak dan kurang terpeliharanya lalu lintas lingkungan kandang,” katanya mengungkap salah satu wujud masalah penting dari penerapan biosecurity yang mempengaruhi penurunan produksi telur.

Direktur PT Agrotech Veterindo Jaya di Jakarta Drh Budi Cahyono Wilogo juga menekankan tentang biosecurity ini sebagai faktor penting yang harus diperhatikan, lantaran biosecurity yang kurang baik merupakan faktor pendukung utama munculnya kasus penurunan produksi telur.
“Biosecurity merupakan benteng pertahanan untuk mencegah penyakit,” kata Drh yang juga alumnus FKH UGM ini seraya menambahkan perlakuan vaksinasi yang tidak rutin dan ketat sesuai program dan anjuran juga dapat menjadi faktor pendukung munculnya penyakit.

Drh Budi Cahyono juga mengingatkan faktor yang kelihatannya sederhana namun sesungguhnya sangat penting. “Apakah peternak masih rajin memberikan obat cacing kepada ayam-ayamnya?” tanya dia seraya menambahkan untuk pembuktian tentang faktor ini sesungguhnya juga sangat sederhana. Tinggal mengambil feses untuk diperiksa telur cacingnya di bawah mikroskop, akan ketahuan apakah masalah cacing sudah terbebaskan dari peternakan.

Cacing beserta parasit parasit eksternal dan internal lain memang dapat mengganggu ayam dan produksinya. Adanya cacing pada alat pencernaan akan mengganggu asupan pakan. Padahal yang dibutuhkan untuk produksi telur yang bagus adalah asupan pakan yang bagus, tercukupi secara seimbang kebutuhan karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain.

Selama usus dapat menyerap sari makanan yang ada tersebut, produksi telur pun akan menjadi optimal. “Namun jika fili fili usus terganggu atau rusak, bagaimana bisa menyerap sari-sari makanan ini?” tanya Drh Budi Cahyono Wilogo.

Lebih lanjut mengenai topik-topik pembahasan seperti:

AIR SEBAGAI FAKTOR PENDUKUNG NAIK-TURUNNYA PRODUKSI TELUR
Ada kaitan erat antara naik turunnya produksi telur dengan kualitas air. Ada penekanan perlakuan di peternakan terhadap mutu air ini agak ternak berproduksi optimal dan maksimal dan tidak ambruk sakit. Bagaimana menjelaskan hal ini?

MENGAPA PRODUKSI TELUR TURUN
Secara garis besar dapat terjadi akibat kegagalan manajemen, fluktuasi kandungan nutrisi pakan dan adanya kasus penyakit. rangkuman wawancara dengan drh. I Wayan Seputra, Sales Supervisor PT SHS International Cabang Bali.

INFECTIOUS BRONCHITIS SALAH SATU ANCAMAN TETAP PENYEBAB GANGGUAN PRODUKSI PADA AYAM PETELUR menurut Drh. Wayan Wiryawan Technical Advisor - Malindo Group

Selanjutnya tanggapan mengenai produksi yang merosot bukan monopoli dari penyakit infeksius hasil wawancara dari para praktisi perunggasan di Purwokerto, Pontianak dan Semarang

TIPS AHLI ATASI TURUNNYA PRODUKSI TELUR dari Dr Drh Lies Parede Hernomoadi MSc dari Balai Besar Penelitian Veteriner dan Drh Hernomoadi Huminto MS dari FKH IPB Bogor berlatar penjelasan ilmiah yang kuat. Bila sudah ditemukan penyebab utama, antisipasi permasalahan untuk siklus pemeliharaan berikut. Bila infeksius oleh virus, program vaksinasi harus ditinjau ulang, disertai perbaikan manajemen. Bila produksi mulai membaik, perlu penambahan suplemen atau asam amino esensial dan vitamin.

Untuk selengkapnya silahkan baca majalah Infovet edisi 188/Maret 2010. pemesanan maupun info berlangganan silahkan klik sini.




FAKTOR PENTING MENGATASI TURUNNYA PRODUKSI


Selaras dengan aktivitas sepanjang hari yang dilakukan setiap hari mulai dari sebelum datangnya bibit sampai masa panen, diharapkan tindakan pencegahan itu dapat menjaga produksi telur terus mengalir dan rejeki pun senantiasa tercurah melalui usaha peternakan ayam petelur.

Drh Heri Setiawan dari PT Wonokoyo Jaya Corporindo Surabaya Jawa Timur mengungkap faktor penting untuk mengatasi penyebab turunnya produksi telur adalah menjaga/mempertahankan harmonisasi antara daya tahan tubuh ayam; pengontrolan lingkungan dan mikroorganisme.

“Daya tahan tubuh ayam harus optimal melalui program kesehatan yang baik dan benar,” kata alumnus FKH Unair ini seraya memaparkan program kesehatan yang baik dan benar itu meliputi vaksinasi, gisi/nutrisi seimbang dan sesuai kebutuhan ayam.

Adapun, lanjut Drh Heri, “Pengontrolan lingkungan harus ketat melalui biosekuriti yang tepat dan akurat. Lalu perkandangan juga harus memenuhi syarat.” Sementara pengendalian mikroorganisme patogen harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan melalui proses desinfeksi dan sanitasi yang benar.

Senada dengan hal itu, Drh Teguh Budi Wibowo dari CV Bintang Mandiri Tasikmalaya Jawa Barat mengatakan, faktor penting mengatasi penyakit penurun produksi telur yaitu, “Tingkatkan biosekuriti, tingkatkan sanitasi kandang dan lingkungan, kurangi stres di kandang seminimal mungkin.”

Lalu, tambah alumnus FKH UGM ini, harus dilakukan penerapan program vaksinasi, pemilihan jenis vaksin dan aplikasi serta jadwal yang tepat. Faktor pakan pun harus cukup secara kuantitas maupun kualitas.

Sepakat dengan hal itu, Drh Andy Tristijanto dari PT Sierad Produce Jawa Timur mengatakan cara mengatasi penyakit penurun produksi telur itu, “Yang pasti biosekuriti termasuk kebersihan kandang, program kesehatan. Juga manajemen terutama sistem pakan, ventilasi/sirkulasi udara.”

Peternak Ricky Bangsaratoe dari Eden Farm pun menambahkan faktor penting untuk mengatasi penyakit penurun produksi telur itu adalah, “Dengan cara kebersihan kandang harus selalu terpelihara, dijaga lalu lintas hilir mudik kendaraan, hewan dan semua yang ada di sekitar kandang,” tegasnya.

Sama dengan yang dilakukan Eden Farm di wilayah barat pulau Jawa, pada peternakan ayam petelur Supardi Farm di Jawa Timur pun dilakukan sanitasi kandang dan peralatan peternakan untuk pencegahan penyakit.

Pada peternakan di Desa Kiringan Kecamatan Takeran Kabupaten Magetan Jawa Timur ini, kandang dicuci dan disemprot dengan desinfektan untuk mencegah dan membunuh bakteri dan berbagai organisme lain; serta mencegah keluar masuknya hewan lain dan vektor penyebab penyakit seperti lalat dan tikus ke lingkungan peternakan. Obat pembunuh lalat pun digunakan untuk mengusir lalat.

Kegiatan di Supardi farm dilaporkan oleh Ristina Windawati dari Madiun kepada Program Studi Diploma Tiga Kesehatan Ternak FKH Unair Surabaya. Di sini, katanya, “Dilakukan perbaikan sanitasi air minum dengan dua kali sehari membersihkan tempat minum sebelum diberi air yang baru.” Seminggu sekali tempat minum pun diberi disvektor 25 ml tiap 10 liter selama paling tidak 30 menit.

“Pencegahan yang lebih dini dengan penerapan manajemen peternakan yang dikelola dengan baik meliputi pakan, perkandangan, kontrol kesehatan, sehingga tercipta suasana yang nyaman bagi ayam,” ujar Ristina Windawati yang pernah mengalami langsung kegiatan di peternakan Supardi.

Sehari-hari, kegiatan di peternakan ini dimulai pada pukul 6 pagi dengan memberi pakan ayam sampai pukul 7 pagi. Selanjutnya pada pukul 7 sampai pukul 8.30 anak kandang membersihkan tempat minum dan kandang.

Selanjutnya pengumpulan telur dilakukan pada pukul 8.30 sampai pukul 9.15. Telur diambil dari tempat telur di baterai, dikumpulkan atau dipanen dengan egg tray langsung ditimbang kemudian dibawa ke tempat penyimpanan.

Tibalah saatnya karyawan untuk makan pagi pada pukul 9.15 sampai pukul 9.45. Setelah itu pada pukul 9.45 sampai 10.45 telur yang tertata di egg tray tadi langsung dipindahkan ke kotak kayu yang di dalamnya ditaruh jerami untuk mencegah telur pecah juga saat dipasarkan. Saat pemindahan itu juga dipisahkan antara telur yang normal dengan yang pecah, retak dan tidak normal bentuknya.

Kemudian pada pk 10.45 sampai pukul 11.30 anak kandang meratakan pakan dan membersihkan alat-alat kandang, disusul waktu istirahat sampai pukul 13.00. Berikutnya dilanjutkan pemberian pakan lagi sampai pukul 14.00. Disusul lagi pembersihan tempat minum dan sekitar kandang sampai pukul 14.30.

Pada saat pukul 14.30 inilah dilakukan lagi pengambilan telur dari baterai ke eggtrai kemudian dimasukkan ke kotak telur sampai pukul 15.30. Akhirnya pada pukul 15.30 ini anak kandang kembali meratakan pakan dan pembersihan alat-alat kandang sampai pukul 16.00, lalu pulang.

Berlanjut kegiatan petang, malam, sampai pagi yang merupakan kegiatan bagi penjagaan yang tidak membutuhkan aktivitas yang langsung dilakukan seperti pada pagi sampai sore tadi. Tentu saja penjagaan ini dengan kewaspadaan terhadap hal-hal tak diinginkan terjadi.

Dari kegiatan sehari-hari peternakan ayam petelur Supardi Farm ini, terlihat dan terasa, betapa ketat kegiatan untuk memproduksi telur ayam. Apalagi bila berbagai gangguan dan penyakit bisa saja terjadi pada peternakan yang kegiatannya membutuhkan dedikasi ini.

Selaras dengan aktivitas sepanjang hari yang dilakukan setiap hari mulai dari sebelum datangnya bibit sampai masa panen, diharapkan tindakan pencegahan itu dapat menjaga produksi telur tidak jatuh alias turun. Namun, produksi terus lancar mengalir dan rejeki pun senantiasa tercurah melalui usaha peternakan ayam petelur. (Yonathan Rahardjo)

Contoh kasus penurunan produksi telur terjadi di peternakan ayam petelur, pencegahan dan pengobatan diulas secara lengkap pada majalah infovet edisi 188/ Maret 2010. untuk pemesanan dan info berlangganan silahkan klik disini.

PENYEBAB UTAMA TURUNNYA PRODUKSI TELUR

Bukankah semua penyakit dapat menyebabkan turunnya produksi telur? Soal penyebab utamanya, tentu saja berdasar kenyataan lapangan. Ternyata memang ada penyebab turunnya produksi telur yang bersifat infeksius, dan ada pula penyebab yang bersifat non infeksius.

Yang sekarang sedang ‘nge-trend’, penyakit utama penyebab turunnya produksi telur ayam layer, “Adalah AI dan ND,” ungkap peternak ayam petelur di daerah elit segitiga emas Pondok Indah-Bintaro-Bumi Serpong Damai Tangerang dan Jakarta Ricky Bangsaratoe. Terhadap AI (Avian Influenza) dan ND (New Castle Disease) ini, peternak sudah sangat familiar.

Sementara itu Drh Ratriastuti Koordinator Produksi dan Laboratorium Unit Barat (Jawa Barat, Banten, Lampung dan Sumatra Barat) PT Primatama Karyapersada (PKP) Layer mengungkap kasus pada banyak peternakan yang dijumpai adalah ND, IB (Infectious Bronchitis), juga Coryza. “Kemungkinan AI juga ada tapi belum dikonfirmasi laboratorium,” katanya seraya ada juga yang dicurigai ke AE (Avian Enchephalomyelitis).

Semua kasus itu menurut Drh Ratri menyebabkan penurunan produksi telur, bahkan ada yang sampai 20-30 persen. Manifestasi yang dijumpai bermacam-macam, seperti ada yang kerabang telurnya lembek, tidak bulat telur, pucat, pipih, mudah pecah, albumin bagian luar dan dalam sangat encer dan lain-lain. Dari semua kasus yang dijumpai ia mengaku angka kematian sudah jarang ada. Namun, “Penurunan produksi telur itu pasti,” katanya.

Ratriastuti menambahkan terhadap penyakit yang menyebabkan turunnya produksi telur itu diagnosa sering dikacaukan oleh begitu banyak persamaan manifestasi antara satu penyakit dengan penyakit lain. Pemeriksaan laboratorium, termasuk dengan titer antibodi, di sini pun mengambil peran dalam pemastian diagnosa.

Ditambahkan oleh Senior Manager Animal Health Kemitraan Jawa Timur PT Sierad Produce Drh Andy Tristijanto, penyebab turunnya produksi telur layer memang banyak. Penyakit-penyakit itu mulai dari penyakit viral (AI, IB, ND, EDS), penyakit bakterial (CRD) bahkan bisa mikotoksin.

Kemudian Direktur CV Bintang Mandiri Tasikmalaya Drh Teguh Budi Wibowo pun mengungkap beberapa penyakit yang dapat menurunkan produksi telur biasanya disebabkan oleh virus yaitu New Castle Disease, Avian Influenza, Infectious Bronchitis, Egg Drop Syndrome, dan lain lain. Katanya, “Faktor penyebab seperti ini dalam bahasa kedokteran hewan biasa disebut causa prima-nya adalah virus.”

Adapun sesungguhnya, hampir semua penyakit unggas khususnya ayam petelur, akan berpengaruh pada produksi telur. “Tapi di sini ada perbedaan persentase dan signifikansi yang besar,” kata seorang narasumber yang tidak mau disebutkan namanya.

Senada dengan pendapat itu, Drh Surya Al Qamar dari FKH Unsyiah Banda Aceh mengatakan, sebenarnya hampir semua penyakit unggas menyebabkan penurunan produksi. Karena, ujarnya, “Ayam menjadi stres dan keseimbangan fisiologisnya terganggu termasuk keseimbangan dan pengaturan fungsi bertelur.”

Drh Surya menegaskan, untuk ayam petelur diperhatikan 2 masalah utama yaitu penyakit (infeksi atau non-infeksi) dan juga penurunan produksi karena malnutrisi (termasuk kesalahan pengaturan asupan gizi).

Hal yang sama juga diamini oleh Drh Heri Setiawan dari PT Wonokoyo Jaya Corporindo Surabaya Jawa Timur. “Penyebab utama turunnya produksi telur ayam petelur terbagi menjadi dua, yakni faktor infeksius (penyakit menular: AI, ND, IB, EDS’76, Fowl Cholera, CRD, Ascariasis dan lain-lain) dan faktor non infeksius (defisiensi vitamin, asam amino, mineral, intoksikasi, Aflatoksikosis dan lain-lain),” paparnya.

Selain itu, persentase dan signifikansi berbagai penyakit hendaknya dilihat sesuai dengan kenyataan lapangan. Ternyata penyakit penyebab turunnya produksi telur memang banyak. Meski, “Kalau dirunut dari nama penyakit ya tentunya EDS (Egg Drops Syndrom). Namanya saja sudah jelas,” kata narasumber lain yang tidak mau disebutkan namanya itu seraya berharap hal ini jangan dilihat dari aspek perdagangan obat hewan.

Menurut narasumber ini, ada juga penyakit lain yang juga dapat menyebabkan turunnya produksi telur, misal penyakit yang khusus menyerang organ reproduksi ayam. Gangguan nutrisi juga berperan dalam produktivitas telur. Namun, katanya, “Gangguan nutrisi sebetulnya bukanlah penyakit, namun dapat memunculkan penyakit.” (Yonathan Rahardjo)

Ulasan mengenai topik ini berlanjut ke pembahasan mengenai Penyakit, Biang dan Gejalanya serta bukti dan fakta lapangan dari narasumber diatas. selengkapnya dapat dibaca pada majalah Infovet edisi 188/Maret 2010. untuk pemesanan dan Informasi berlangganan silahkan klik disini

Menyatu Bersama Keluarga di Annual Meeting

Sejak beberapa tahun ini, PT Gallus Indonesia Utama yang menaungi Infovet, Satwa, Gita Pustaka, Gita Organizer, G-Multimedia dan Gita Consultant, setiap awal tahun menyelenggarakan annual meeting yang juga sekaligus acara silaturahmi keluarga. Yang dimaksud keluarga di sini bukan hanya keluarga dalam arti karyawan perusahaan, melainkan benar-benar anggota keluarga dari karyawan, yaitu suami/istri dan putra-putri karyawan PT Gallus.

Manajemen PT Gallus menyadari, dukungan anggota keluarga sangat penting bagi kinerja karyawan yang artinya juga penting bagi kemajuan PT Gallus. Itu sebabnya antar anggota keluarga juga perlu saling mengenal, saling berinteraksi, minimal setahun sekali, yaitu dalam annual meeting tersebut.

Sebagaimana yang kami singgung di rubrik ruang redaksi edisi Februari lalu, annual meeting kali ini berbeda dari biasanya. Perbedaan ini antara lain dari segi lokasi acara, yang biasanya di Jakarta, kali ini di Bandung, tepatnya di Hotel Garden Permata. Perbedaan lainnya dari segi acara, kalau biasanya ketika karyawan mengadakan annual meeting, anggota keluarga mengadakan acara ramah tamah, kali ini anggota keluarga ada acara tersendiri yaitu tour ke lokasi wisata di wilayah Bandung. Alhasil selama 2 hari itu anggota keluarga karyawan menikmati acara rekreasi seputar kota Bandung. Sedangkan karyawan pada hari pertama mengadakan annual meeting dan baru pada hari kedua bergabung dengan anggota keluarga.

Kita bekerja adalah untuk keluarga. Sebaliknya karyawan dapat bekerja optimal dengan dukungan keluarga. Terima kasih buat keluarga besar PT Gallus Indonesia Utama. Sampai ketemu di annual meeting tahun depan dengan suasana yang lebih baik lagi. (red)


Indo Livestock merupakan pameran industri peternakan dan pakan ternak terbesar di Indonesia yang dipersembahkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Pameran ini digelar dua tahun sekali dan diikuti oleh peserta dan pegunjung dari dalam dan manca negara.

Pameran Indo Livestock merupakan ajang temu bisnis para pengusaha industri peternakan, kalangan ahli kesehatan hewan, peternak, pengelola pakan ternak, pemrosesan makanan, pemasok dan distributor. Selain itu diselanggarakan juga seminar, forum diskusi, paparan dan peragaan produk gratis yang dapat menambah wawasan di bidang peternakan, baik bidang kesehatan hewan maupun bidang lainnya yang terkait dengan kemajuan teknologi peternakan.

Jakarta kembali menjadi tuan rumah untuk pameran dan forum industri peternakan dan pakan ternak internasional terbesar di Indonesia-Indo Livestock 2010. Lebih dari 250 peserta dari 33 negara dan 10.000 pengunjung akan berkumpul di Jakarta Convention Center, Indonesia pada tanggal 6-8 Juli 2010.


Indo Livestock 2010 secara resmi didukung oleh Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian dan mendapat dukungan penuh dari organisasi-organisasi terkait di industri peternakan, termasuk media-media publikasi internasional seperti Asian Poultry, Internationals Hatchery Practice, Far Eastern Agriculture dan media-media publikasi nasional seperti Trobos, Infovet, Poultry Indonesia, Agrina dan Sinar Tani.

Informasi lebih lanjut mengenai pameran www.indolivestock.com

Penghargaan Pahlawan Ketahanan Pangan

Untuk menghargai komitmen dan motivasi yang tinggi dari para Gubernur, Bupati/ Walikota dan Pejabat Fungsional terhadap kinerja dan prestasi yang telah dicapai dalam Pembangunan Ketahanan Pangan maka Pemerintah memberikan penghargaan sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 3856/Kpts/Kp.450/11/2009.

Seharusnya pemberian penghargaan ini dalam rangka Peringatan Hari Ketahanan Pangan Nasional dilakukan pada bulan Juli 2009, namun akhirnya dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 2009, di dua tempat yaitu pada pagi hari di Istana Wakil Presiden dan pada siang hari dilakukan di Gedung A, Departemen Pertanian.

Para penerima penghargaan Ketahanan Pangan Nasional dari seluruh Indonesia berjumlah 164 orang. Penghargaan diberikan dalam 2 bentuk yaitu trophy dan sertifikat. Trophy diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang diwakilkan oleh Prof Dr Boediono Wakil Presiden RI. Pemberian trophy dilakukan secara simbolis terhadap 26 orang penerima Penghargaan di Istana Wakil Presiden, Jakarta.

Diantara orang-orang pilihan penerima trophy tersebut ada sosok yang akrab dikenal pembaca Infovet. Ia adalah Prof Dr Drh Soeripto MVS dari Balai Besar Penelitian Veteriner. Prop. Jabar. Infovet mengenalnya sebagai penemu vaksin mutan MGTS-11 pemberantas CRD (chronic respiratory disease) atau penyakit pernapasan kronis pada unggas. Ulasannya yang disampaikan saat pengukuhan dirinya sebagai Profesor Riset Bidang Bateriologi Veteriner oleh Badan Litbang Pertanian di Bogor, (11/8) pernah dimuat Infovet edisi September 2009.

Setelah pemberian trophy, Boediono berkenan memberikan sambutan mengenai pentingnya Ketahanan Pangan di Indonesia. Acara kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah bersama Wapres dan Wakil Mentan Dr Bayu Krisnamurti.

Siang harinya kira-kira pukul 11.30 semua rombongan meninggalkan Istana Wakil Presiden dan bergerak menuju Gedung A, Departemen Pertanian, Pasar Minggu, Jakarta. Kira-kira pukul 14.00 Menteri Pertanian yang diwakili oleh Wakil Menteri Pertanian Dr. Bayu Krisnamurti berkenan memberikan Penghargaan berupa Sertifikat kepada 164 orang yang telah ditetapkan sebagai penerima Penghargaan Ketahanan Pangan Nasional. (wan)

April 2010, Pemotongan Unggas Hanya Boleh di Lima Lokasi

Banyak timbul pertanyaan dari peternak serta pelaku bisnis perunggasan mengenai sampai dimana keseriusan pemerintah DKI memberlakukan Perda DKI No. 4/2007, pasalnya sesuai hasil rekomendasi yang didapat dari seminar perunggasaan yang dilaksanakan oleh ASOHI beberapa waktu yang lalu mengharapkan pelaksanaan Perda ini harus dipersiapkan dengan matang, karena akan mempengaruhi kelancaran peredaran unggas untuk warga DKI. Diperkirakan apabila langsung diterapkan akan mengganggu stabilitas pasar unggas DKI karena sarana dan prasarananya belum siap.

Medik Veteriner Dinas Peternakan dan Perikanan DKI Jakarta, Drh Rudewi yang dijumpai Infovet dikantornya (22/1), menyatakan Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian telah memberikan instruksi kepada Ka. Suku Dinas Peternakan dan Perikanan di daerah DKI Jakarta untuk melakukan sosialisasi kepada para penampung dan pemotong unggas mengenai batas akhir relokasi penampungan dan pemotongan unggas. “Sosialisasi dari dinas sudah gencar dilakukan sejak 6 bulan terakhir ini,” ungkapnya.

Dalam kesempatan lain, sejalan dengan pernyataan Rudewi, Kabid Kesehatan Hewan & Ikan Dinas Peternakan Kab. Bogor Drh Ramilah Erliani N, MM juga menyatakan Pemerintah DKI sudah cukup serius dengan hal ini dan Pemerintah Kab. Bogor juga telah membuat MoU antara Gubernur DKI, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten untuk dapat sama-sama mempersiapkan diri. “Kami telah melakukan persiapan, sosialisasi dan simulasi sehingga saat pelaksanaan April nanti sudah tidak ada lagi gejolak pasar yang tidak kita inginkan,” ujarnya.

Ramilah melanjutkan, dari hasil diskusi yang dilakukan dengan pihak terkait, beberapa simulasi yang dilaksanakan meliputi pengawasan, penertiban serta persiapan infrastruktur yang ada termasuk jalan-jalan yang dilalui ke RPU tersebut. “Di pasar-pasar yang ada, sekitar 153 pasar termasuk PD Pasar Jaya, simulasi yang akan dilaksanakan adalah dengan menyediakan fasilitas dan sarana untuk mendukung terciptanya mata rantai dingin (red - distribusi unggas potong beku) dalam penjualan karkas,” paparnya di depan peternak yang hadir dalam pertemuan diskusi PPUN di Bogor, Kamis (14/1).

Rudewi juga menambahkan sesuai Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1909/2009 Pemerintah DKI telah menetapkan 5 lokasi penampungan dan pemotongan unggas, yaitu di daerah Pulogadung, Cakung, Rawa Kepiting, Petukangan Utara dan di daerah Jakarta Barat RPU Kartika Eka Darma (milik swasta).

“Menurut informasi yang saya terima untuk yang di Rawa Kepiting sudah penuh. Bagi brooker yang ingin memasukan unggas ke tempat tersebut silahkan mendaftar ke pemerintah DKI dan pendaftaran pemotongan sudah dibuka dan akan berakhir pada tanggal 15 maret 2010,” himbau Ramilah.

Siapa yang wajib mendaftar ke RPU di DKI adalah pihak yang memasukan unggas ke DKI (brooker) dan yang melaksanakan pemotongan unggas disana. Karena pada pelaksanaan Perda DKI No. 4/2007 ini, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu pertama harus terdaftar dulu di 5 tempat RPU tadi, kedua harus mempunyai izin pemasukan unggas ke DKI atas rekomendasi dari dinas peternakan daerah asal, kemudian membawa sertifikat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dan surat jalan.

Untuk pemasukan karkas sendiri, izin pemasukan berlaku untuk 1 tahun dan harus berasal dari RPU yang telah memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV), untuk di Jawa Barat dikeluarkan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat atas rekomendasi dari Dinas Peternakan Kabupaten dan kota setempat.

Test Trial Operasi Transportasi Ayam Sehat (OTAS)
Menurut informasi yang Infovet terima dari Rudewi, Kepala Dinas Kelautan Dan Pertanian, Drh Edy Setiarto MS telah membentuk dan menugaskan Tim Test Trial Operasi Transportasi Ayam Sehat (OTAS) di Jakarta Barat. Tim ini akan melaksanakan tugasnya pada minggu ketiga dan keempat di bulan Januari, Februari dan Maret .

Ramilah menambahkan bahwa pemerintah DKI akan melaksanakan penertiban unggas yang masuk ke DKI tanpa disertai SKKH dan surat jalan. Penertiban akan dilakukan dua kali dalam sebulan melibatkan instansi terkait seperti polisi, Dishub, Satpol PP dan petugas dari Dinas Pertanian dan Kelautan.(all)


Tahun 2015, Industri Perikanan Indonesia Bisa Terbesar di Dunia

Dengan tujuan untuk mengevaluasi dan menginventarisasi masalah mendasar bisnis perikanan pada saat ini, serta menjajaki dan memproyeksikan peluang perikanan 2010, majalah Trobos dan GPMT (Asosiasi Produsen Pakan Indonesia) Divisi Perikanan menggelar diskusi Outlook Perikanan 2010 pada 14 Januari 2010 lalu di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.

Outlook bertemakan “Industrialisasi Perikanan Menuju Ketahanan Pangan Nasional” menghadirkan Menteri Kelautan dan Perikanan Dr Ir Fadel Muhammad sebagai pembicara kunci.

Dalam pembukaannya Fadel menegaskan bahwa dalam mewujudkan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia maka perlu membuat grand strategy yaitu memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi, mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan serta memperluas akses pasar domestik.

Untuk meningkatkan produksi untuk ekspor, tambah Fadel, akan dilakukan gerakan ekspansi perikanan budi daya di seluruh daerah yang dinilai layak. “Menjadi penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia pada 2015 adalah sebuah keniscayaan,” ungkapnya penuh semangat.

Acara ini juga menghadirkan pembicara lain yaitu Direktur Usaha dan Investasi Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor PH Nikijuluw, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Dr Ir Made L Nurdjana dan Ketut Sugama dari Direktorat Pembenihan Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan. (all)

Memaknai Satu Abad Dokter Hewan Indonesia

Pagi itu, segenap dokter hewan dari golongan muda hingga yang sudah sepuh berkumpul secara serentak di Balai Kartini, Sabtu 9 Januari 2010. Kehadiran mereka tak lain adalah untuk turut bersuka cita merayakan 100 Tahun Kiprah Dokter Hewan Indonesia yang ditandai dengan peluncuran buku 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia: Sejarah, Kiprah dan Tantangan.

Acara inipun bertepatan dengan peringatan hari ulang tahun Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) yang ke-57. Organisasi profesi dokter hewan ini telah terbentuk pada tanggal 9 Januari 1953, di Hotel Grand Lembang, Bandung.

Proses terbitnya buku ini setelah melalui serangkaian kegiatan pengumpulan data dan informasi secara intensif, penyusunan serta editing dalam waktu yang relatif singkat dari Tim Penyusun yang diketuai Drh Agus Suryanata.

Buku yang dicetak dengan penampilan bagus ini terdiri dari 462 halaman dengan foto-foto berwarna, bersampulkan hard cover dengan jaket berwarna nuansa abu-abu dan biru bertuliskan angka 100 dalam gradasi warna merah putih.

Disertakan pula dalam buku tersebut compact disc (CD) yang berisikan daftar nama dokter hewan alumni dari seluruh Fakultas Kedokteran Hewan di Indonesia serta alamat kelembagaan pemerintah dan organisasi terkait profesi dokter hewan.

Substansi dalam buku tersebut adalah sejarah, bidang tugas dan tantangan profesi dokter hewan dimasa mendatang, yang dituangkan dalam 7 bab, yaitu: Pendahuluan, Sejarah Dokter Hewan Indonesia, Kiprah dan Tantangan Dokter Hewan Indonesia, Profil Dokter Hewan Berprestasi, Meretas Jalan Menuju Profil Dokter Hewan Universal, Mengenggam Masa Depan, dan Penutup.

Dihadiri Mentan dan Wakil Mentan
Peluncuran buku ini terselenggara dengan semarak dan dihadiri oleh para dokter hewan dari 14 cabang PDHI dan 9 organisasi non teritorial (ONT) yang didirikan berdasarkan bidang spesialisasi dari seluruh Indonesia. Hadir pula para sesepuh (Lansia Veteriner) baik dari Jakarta dan Bogor maupun luar kota, antara lain Drh Soebagio dari Surabaya yang saat ini tinggal di Jakarta, Prof Mustahdi dari Surabaya, Drh E Nugroho dari Semarang, dll. Acara diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Dokter Hewan Indonesia.

Dalam memaknai HUT PDHI dan peluncuran buku 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia, Drh Wiwiek Bagja Ketua Umum PB PDHI menyampaikan terima kasih atas partisipasi seluruh pihak dan mengingatkan tantangan ke depan yang harus dihadapi oleh profesi veteriner dalam mewujudkan pengabdian yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Sambutan dan pembukaan disampaikan oleh Menteri Pertanian RI, yang dilanjutkan dengan tanggapan terhadap materi buku oleh tokoh-tokoh non dokter hewan, pembahasan buku oleh Tim Editor dan diakhiri dengan doa syukur dan pemotongan tumpeng.
Dalam menyemarakan acara telah didendangkan beberapa lagu oleh paduan suara Gita Klinika FKH IPB, Bogor. Selain itu juga ikut berpartisipasi paduan suara ibu-ibu Lansia Veteriner, Jakarta.

Tanggapan Terhadap Buku
Pada kesempatan pemberian tanggapan terhadap Buku 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia disampaikan oleh tokoh-tokoh non Dokter Hewan yaitu DR. Bayu Krisnamurti, Ketua Komnas Flu Burung sekaligus juga Wakil Menteri Pertanian mengungkapkan bahwa aspek sejarah dan pengabdian dokter hewan telah secara lengkap ditulis dalam buku ini.

Namun demikian ikatan emosional ini hanya dapat dirasakan oleh kalangan internal para dokter hewan, bagi pembaca kalangan eksternal diperlukan buku yang ditulis khusus dan bersifat informatif tentang peranan profesi veteriner yaitu penanganan penyakit hewan yang telah dilaksanakan selama 100 tahun ini dan buku khusus mengenai penyakit zoonosis.

Terkait dengan struktur organisasi yang dapat memberikan ruang gerak dan kewenangan bagi profesi veteriner diperlukan wadah bersifat nasional yang idealnya sebagai Badan Otoritas Veteriner, lintas departemen dan langsung di bawah Presiden, atau setidak-tidaknya setingkat Eselon I dalam Kementerian Pertanian.

Tanggapan selanjutnya dari DR. Rachmat Pambudy, Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani dan Nelayan Indonesia (HKTI) berpendapat struktur organisasi profesi veteriner dalam Kementerian Pertanian memang seyogianya ditingkatkan setara dengan Direktorat Jenderal sehingga disamping adanya Direktorat Jenderal Peternakan juga diusulkan dibentuk Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan atau Veteriner.

Pembahasan Buku
Pembahasan buku dilakukan oleh Tim Editor yaitu DR. Soehadji, Drh. Sri Dadi Wiryosuhanto dan DR. Sofyan Sudardjat. Acara pembahasan ini dipandu oleh Moderator dr. Lula Kamal, MSc, yang secara bergantian menggali informasi dari setiap anggota Tim Editor untuk menyampaikan kesan-kesan dan pendapatnya.

DR. Soehadji mengungkapkan bahwa dalam menyusun data serta informasi ibarat “puzzle” yang berserakan menjadi gambar mozaik-mozaik dan secara keseluruhan isi buku ini dapat dilihat secara harfiah dan maknawiah.

Drh Sri Dadi menyampaikan latar belakang dalam penulisan aspek sejarah yang semula dimulai dari kurun waktu awal perkembangan kebudayaan di Nusantara diubah menjadi lebih pendek yaitu sejak diperlukannya dokter hewan pribumi bagi penanganan penyakit hewan yang bermuara pada pendirian Sekolah Dokter Hewan pertama di Indonesia bernama Indische Veeartzen School (IVS) yang berlokasi di Bogor tahun 1906.

Lahirnya sejarah dokter hewan bangsa Indonesia bermula dari kelulusan salah satu mahasiswanya adalah seorang laki-laki kelahiran Kakas, Minahasa, Sulawesi Utara, 30 Juni 1888 yaitu Drh Johannes Alexander Kaligis yang merupakan dokter hewan pertama yang lulus dari angkatan pertama Indische Veeartzen Scholl” (IVS) pada tahun 1910. Selanjutnya Drh J.A Kaligis bekerja di “Veeartsnijkundige Institute” atau Balai Penyelidikan Penyakit Hewan sampai dengan tahun 1911.

Tahun 1910 dalam sejarah Dokter Hewan Indonesia ditetapkan sebagai dimulainya kiprah dokter hewan pribumi di Indonesia sehingga buku ini diberi judul 100 Tahun Sejarah, Kiprah dan Tantangan Dokter Hewan Indonesia (1910-2010).

Dalam bidang pengabdian mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan zaman dan menghadapi tantangan yang makin kompleks. DR. Sofyan Sudardjat menekankan aspek peranan dokter hewan dalam menangkal masuknya penyakit eksotik melalui pengamanan yang maksimum terhadap pemasukan hewan dan produk hewan dari negara-negara yang belum bebas penyakit.

Drh Agus Suryanata sebagai Ketua Tim Penyusun mengungkapkan sangat terbatasnya waktu dalam penyusunan disamping itu harus pandai-pandai mengkoordinasikan para anggota Editor, walaupun masing-masing mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menulis tetapi mempunyai persepsi yang tidak sama dalam beberapa aspek. Dengan demikian terbitnya buku 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia yang monumental ini benar-benar perlu disyukuri.
(tjip/wan)

Selengkapnya baca artikel pada majalah Infovet edisi 187/Februari 2010 ........................................................................................untuk Informasi pemesanan dan berlangganan klik disini

VIRUS SEBAGAI SI CANTIK DAN SI BURUK RUPA


Dibalik keganasan virus sebagai sumber malapetaka yang mematikan, ternyata keberadannya masih bisa dijinakkan sehingga dapat bermanfaat bagi umat manusia. Ini diibaratkan sebagai ‘the beauty and the beast
(si cantik dan si buruk rupa).

Pembuka orasi ilmiah yang diawali dengan paparan kocak tersebut disampaikan oleh Profesor Dr drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika pada acara pengukuhan Guru Besar Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, di Gedung Widya Sabha Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Orasi berjudul Pengembangan Virologi Molekuler Sebagai Basis Pengendalian, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Virus sangat penting untuk kepentingan dunia kesehatan manusia dan hewan.

Dalam orasi ilmiahnya, disebutkan bahwa virologi sebagai ilmu yang mempelajari virus mengalami perkembangan yang pesat sejak 1980-an. Revolusi dalam biologi molekuler diaplikasikan untuk menginterprtasikan dan memahami struktur dan replikasi virus serta patogenesis dan epidemiologi penyakit virus.

Kajian virus pada tingkat molekuler meliputi analisis materi genetik (genom) virus dan produk-produknya serta interaksi dengan protein seluler induk semang (host) manusia, hewan dan tanaman melahirkan cabang ilmu baru disebut virologi molekuler. Piranti diagnostik, vaksin dan obat-obat anti virus yang saat ini dipasarkan merupakan hasil riset virologi molekuler. Produk-produk ini terus menerus diperbaiki, disempurnakan atau diganti dengan cepat.
irus merupakan makhluk sub-seluler yang memiliki materi genetik RNA atau DNA dan melakukan replikasi hanya pada sel hidup yang sesuai. Virus terkecil (Circovirus) berukuran 16 nm (nano meter: 1 mikron = 1000nm) dan terbesar virus cacar 450 nm. Ultrastruktur yang sederhana menyebabkan paling mudah dipelajari secara molekuler, sehingga sering dianggap sebagai ‘Trojan Horse’.

Tahap awal infeksi virus adalah penempelan virus pada dinding sel. Proses ini melibatkan komponen protein permukaan virus sebagai ligand dengan reseptor permukaan sel. Pada virus pseudorabies protein itu adalah gIII, rabies protein G, cacar epidermal growth factor, Rhinovirus VP1, 2 dan 3, encefalomielitis virus VP4, coronavirus HE, parainfluenza H-N, influenza HA dan HIV gp120. sedangkan reseptor pada permukaan sel dapat berupa reseptor epidermal growth factor (cacar), ICAM-1 (rhinovirus), IgG (encefalomielitis), asetil-kolinesterase (rabies), asam sialat (influenza), CD4 (HIV).

Tahap penetrasi merupakan proses pelepasan selubung virus (uncoating) di sitoplasma atau di inti sel. Tahap transkripsi untuk virus DNA dan/atau translasi serta replikasi genom virus untuk memproduksi mRNA, protein virus dan genom anakan yang melibatkan enzim dan mekanisme seluler, kecuali virus RNA yang berpolaritas negatip memiliki RNA-dependent-RNA polymerase (influenza, paramiksovirus, rabies).

Proses transkripsi, translasi dan replikasi genom masing-masing virus berbeda. Virus DNA rantai ganda (papovavirus, adenovirus, herpesvirus) menggunakan transkriptase seluler untuk menghasilkan mRNA yang selanjutnya mengalami splicing yaitu penghilangan intron sehingga mRNA dewasa ini menjadi protein. Virus yang tidak mengalami splicing adalah virus cacar dan African swine fever. Virus DNA serat negatip tunggal (parvovirus) menggunakan transkriptase seluler menghasilkan mRNA serta mengalami splicing sebelum ditranslasi menghasilkan protein. Reovirus dan birnavirus (penyebab Gumboro) mempunyai RNA genom serat ganda. Serta negatip dari genomnya digunakan oleh enzim RNA-polymerase untuk menghasilkan mRNA. Serat positip untuk membentuk serat negatip untuk menghasilkan mRNA.

Tahap terakhir adalah maturasi, perakitan dan rilis. Protein yang dihasilkan ditransportasikan ke bagian tertentu dari sel sesuai dengan transpor signal pada protein itu yang selanjutnya mengalami glikosilasi dan pemotongan. Virus yang memiliki amplop memperoleh selubung lemak pada saat rilis dari sel dan keluar dari sel dengan menyembul ke permukaan (budding).
(masdjoko/wan)

Pembahasan mengenai Virus Avian Influenza (AI/Flu Burung) menurut Prof Dr drh I Gusti Ngurah K Mahardika serta mengenai Indonesia yang saat ini memerlukan sebuah Lembaga Pengendalian Penyakit dipaparkan secara lengkap oleh Wartawan Infovet dalam sebuah artikel dalam sebuah artikel pada majalah Infovet edisi 187/Februari 2010 ........................................................................................untuk Informasi pemesanan dan berlangganan klik disini

SETELAH TUJUH TAHUN BERSAMA FLU BURUNG

Penyakit Avian Influenza (AI) atau lebih populer dengan flu burung yang mewabah di Indonesia sejak bulan September tahun 2003 telah menimbulkan kerugian bagi banyak pihak. Penyakit ini menjadi perhatian dunia karena telah menular ke manusia pada tahun 1997 di Hongkong. Setelah itu flu burung ditemukan di sejumlah negara Asia, yaitu Korea Selatan, China, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Penularan dari hewan ke manusia yang menyebabkan kematian, menimbulkan kekhawatiran terjadinya pandemi (wabah penyakit infeksi yang menyebar ke seluruh dunia atau dalam wilayah yang luas) seperti pandemi yang terjadi pada tahun 1918-1919 di kenal sebagai Influenza Spanyol (Spanish Flu), dan dianggap sebagai wabah flu terbesar sepanjang masa.

Penyakit AI yang disebabkan oleh virus Influenza Tipe A dari keluarga Orthomyxoviridae ini berdasarkan patogenitasnya, dibedakan menjadi dua bentuk yaitu Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan High Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Selain menyerang ayam ras komersial, penyakit AI juga menyerang berbagai jenis unggas termasuk unggas eksotik yang dipelihara di kebun binatang.

Banyak pakar melaporkan bahwa unggas air seperti entog, angsa dan itik bertindak sebagai carrier virus AI, sehingga dapat berperan sebagai ’inkubator’ virus sebelum ditularkan ke hewan lainnya. Sementara itu ternak babi dapat bertindak sebagai intermediate host, sedangkan burung-burung liar diduga dapat menyebarkan virus tersebut. Realitas ini memungkinkan terjadinya penyebaran penyakit lebih luas termasuk penularan pada manusia, karena AI merupakan salah satu penyakit zoonosis yang paling diperhitungkan.

Di Indonesia, virus LPAI sudah diisolasi dari itik dan burung Pelikan pada tahun 1983 dan diidentifikasi sebagai H4N6 dan H4N2. Penyebab wabah peyakit AI yang terjadi di Indonesia pada tahun 2003 telah dapat diisolasi, dan selanjutnya dikarakterisasi sebagai virus AI dengan subtipe H5N1 yang sangat patogen.

Beberapa strain virus LPAI mampu bermutasi pada kondisi lapang menjadi virus HPAI. Virus HPAI bersifat sangat infeksius dan dapat menyebabkan kematian hingga 100% dalam waktu yang cepat pada unggas dengan atau tanpa gejala klinis, dan dapat menyebar dengan cepat antar flock.

Penularan ke unggas lain terjadi melalui kontak langsung dengan sumber penularan sekresi hidung, mata dan feses dari unggas terinfeksi, udara di daerah tercemar, peralatan kandang tercemar atau secara tidak langsung melalui pekerja kandang, kendaraan pengangkut, pakan, dan lain-lain yang berasal dari daerah tercemar. Feses yang terkontaminasi virus AI dapat tahan sampai waktu yang sangat lama terutama dalam keadaan sejuk dan lembab.

Kerugian Terbesar Karena Pemberitaan
Merebaknya kasus penyakit AI di berbagai wilayah Indonesia diduga mempunyai dampak yang cukup serius secara lintas sektoral, mengingat dampak sosial ekonomi yang ditimbulkannya cukup besar. Dampak terbesar menurut Drh Slamet Riyadi pada industri perunggasan dan sarana pendukung lainnya. Sejak merebaknya kasus flu burung ini, industri perunggasan Indonesia bahkan dunia merosot tajam sampai ambang batas kolaps. Data kerugian akibat flu burung diperkirakan mencapai Rp 3.87 trilyun, dengan banyaknya ternak unggas yang mati maupun dimusnahkan akibat terpapar virus ini.

Dampak lain menurut Ketua Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Cabang Lampung ini adalah meningkatnya impor produk peternakan, serta kepanikan masyarakat yang berakibat sebagian menghindari konsumsi telur dan daging ayam. Kepanikan terjadi di masyarakat bukan karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan media, akan tetapi karena materi dan pelaksanaan sosialisasi itu sendiri yang keliru di lapangan, sehingga kasus pneumonia pada manusia yang seyogianya diarahkan ke Tuberkolosis, dengan adanya gaung flu burung kasus tersebut diarahkan menuju kasus penyakit AI.

Di samping itu, pemberitaan yang berlebihan tentang flu burung ternyata memiliki dampak tersendiri bagi industri perunggasan nasional. Kerugian yang dialami oleh masyarakat perunggasan bukan disebabkan dampak langsung dari wabah flu burung, melainkan akibat pemberitaan yang berlebihan dan tidak proporsional.

Berbagai usaha dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus AI di lapangan. Usaha penanggulangan AI ditempuh dengan jalan pemusnahan massal ayam-ayam yang terpapar AI dengan memberikan dana kompensasi pada peternak. Sulitnya penanggulangan AI di Indonesia terkendala pada sosial budaya masyarakat yang kental. Di samping itu, masalah utama yang menyebabkan sulitnya penanggulangan penyakit tersebut adalah adanya usaha-usaha peternakan unggas dengan skala non komersial pada lokasi yang tersebar, sehingga jumlah dan keberadaannya sulit dikontrol, oleh karena belum adanya perwilayahan (zoning) industri perunggasan itu sendiri.

Penerapan biosekuriti yang ketat pun pada sistem budidaya, pemasaran, distribusi, dan pemotongan unggas pada berbagai sektor usaha perunggasan khususnya pada sektor 3 dan 4 juga masih longgar dan menjadi persoalan yang sulit dipecahkan. Demikian juga halnya dengan program vaksinasi. Sebagian peternak menyatakan bahwa vaksinasi AI khususnya pada ayam pedaging tidak perlu dilakukan mengingat biaya yang dikeluarkan untuk vaksinasi cukup tinggi, namun dalam konteks pencegahan penyakit, vaksinasi dianggap sebagai satu cara jitu yang dapat menghambat masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh ternak. Lantas, bagaimanakah kondisi usaha peternakan terkini setelah 7 tahun bersama penyakit AI?
(sadarman, dari berbagai sumber)

Beragam laporan dari beberapa narasumber Infovet di lapangan mengenai pembahasan ini, seperti dari Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD, drh Dinar Hadi Wahyu Hartawan, dari Padang; Drh Dodi Mulyadi, dari Palembang; Drh Hari dan Ir Hanggon dirangkum dalam sebuah artikel Infovet edisi 187/Februari 2010 ........................................................................................untuk Informasi pemesanan dan berlangganan klik disini

Tahun Baru 2010 Bersama Medion

Kemeriahan tahun baru 2010 semakin terasa tatkala pada Minggu pagi tanggal 3 Januari 2010 di lokasi pabrik Medion Cimareme Bandung, diadakan perayaan tahun baru 2010 bersama seluruh staf Medion. Kegiatan ini sebagai ungkapan berbagi kebahagiaan dengan semua staf yang telah turut serta membangun Medion.

Nuansa kekeluargaan dan persaudaraan sangat terasa dalam acara tersebut dimana satu sama lain saling berbaur bercengkerama dan bercanda tanpa mengindahan pangkat yang dikenakan. Berbagai hiburan selayaknya acara tahun baru juga turut menyemarakkan kegiatan tersebut. Dalam kesempatan itu pula, Medion menganugerahkan penghargaan kepada 40 orang staf atas loyalitas mereka berkarya bersama Medion selama 5, 10, 15 hingga 30 tahun.

Tema yang diangkat kali ini adalah “Medion Go Green” yang turut dimeriahkan dengan pembagian souvenir berupa tanaman buah seperti nangka, belimbing, jeruk dan mangga. Diharapkan tanaman itu akan ditanam oleh tiap peserta di rumahnya masing-masing sebagai bentuk partisipasi menekan efek global warming.

Tema Medion Go Green bertujuan untuk meningkatkan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Dengan mengadopsi slogan reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recycle (daur ulang), diharapkan setiap pekerja bisa mengamalkan perilaku ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-harinya. (red)

Quo Vadis Kebijakan Vaksin AI di Indonesia

Oleh: Drh Abadi Sutisna MSi

Alhamdulillah sampai akhir tahun 2009 Avian Influenza alias ”flu ayam” masih eksis di Indonesia, walaupun kasusnya tidak sehebat tahun-tahun sebelumnya. Sebenarnya kalau mau diintrospeksi, mau sampai kapan virus ini bisa diberantas? Bahkan apakah mungkin Indonesia bisa memberantasnya?

Barangkali sudah sekian puluh penelitian yang dilakukan oleh lembaga Departemen Pertanian, Universitas dan tak kurang-kurangnya bantuan asing yang mengaitkan expert yang satu dengan yang lainnya untuk meneliti penyakit akibat virus AI yang notebene adalah juga penyakit zoonosis. Belum lagi Depkes yang juga tak kalah rajinnya mengumpulkan data darah peternak ayam di Jawa Barat.

Kalau ditinjau dari segi pemberantasan penyakit seharusnya faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengendalian AI dengan kebijakan vaksinasi adalah:
1. jenis virus yang ada di lapangan.
2. jenis vaksin yang ada di pasaran.
3. jumlah vaksin yang tersedia.
4. kualitas vaksin, dan
5. pola penyebaran jenis virus.

Berangkat dari situ sudah barang tentu perlu diperhatikan juga ”Dinamika Virus AI” artinya virus ini sangat cepat berubah. Lihat saja gejala patologi anatomi yang ditimbulkan oleh virus AI pada awal outbreak di tahun 2003 sangat berbeda dengan gejala patologi anatomi pada AI yang sekarang.

Kedua, dinamika ayam dalam hal ini DOC, misalnya DOC yang diproduksi dari wilayah Jawa Barat divaksin dengan vaksin AI strain Legok, maka hanya dalam waktu beberapa jam kemudian ayam sudah sampai di Jawa Timur atau Bali. Dari sini bisa diartikan bahwa jenis vaksin yang di Jawa Barat sama dengan jenis vaksin yang di Jawa Timur atau Bali. Dengan demikian untuk dapat mengikuti dinamika virus AI dilapangan perlu kesinambungan Pemetaan Antigenik (antigene mapping) Virus AI sehingga dapat diikuti terus-menerus perkembangannya.

Sejauh ini belum diketahui pasti apakah kenaikan titer antibodi pada ayam dikarenakan oleh hasil vaksinasi ataukah karena infeksi alam. Hal ini perlu ditelaah supaya kita tidak terlena dengan hasil vaksinasi dari pemantauan tersebut, yang seharusnya perlu diperkuat dengan pelaksanaan program DIVA (Differentiating Infected from Vaccinated Animals).

Atas dasar itulah dirasa perlu dilakukan ”uji tantang” (challenge test) terhadap vaksin yang beredar di Indonesia. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya virus AI yang mana yang akan digunakan sebagai virus tantang? Juga perlu diyakinkan melalui kajian yang seksama bahwa virus yang digunakan untuk uji tantang adalah benar-benar mempresentasikan keadaan di lapangan. Uji tantang ini berlaku untuk semua jenis vaksin yang beredar di Indonesia baik produksi lokal maupun impor, sehingga mohon maaf kepada produsen vaksin lokal bukannya tidak percaya pada kualitasnya, tetapi supaya diketahui ketepatan policy pemberantasan AI.

Beberapa waktu yang lalu produsen vaksin AI dikejutkan dengan adanya ”issue” bahwa pemerintah hanya akan menggunakan vaksin AI H5N1 strain lokal. Pertanyaan berikutnya muncul, bagaimana dengan peternak yang telah terbiasa menggunakan vaksin impor? Kalau ujug-ujug impor vaksin tersebut distop akan timbul kekosongan stok vaksin akibatnya pembibit/peternak dirugikan dan lebih parah lagi virus shedding akan makin besar. Belum lagi hal ini juga dikhawatirkan akan kembali menyuburkan upaya penyelundupan vaksin ilegal dari luar negeri karena permintaan yang melambung tinggi sementara stok tidak ada. Untuk itu perlu dijaga agar impor vaksin tidak terhambat sebelum diberlakukan ketentuan baru.
Tenggang waktu harus diberikan untuk kesiapan bagi pemerintah maupun para importir dan produsen vaksin AI dalam negeri. Hal ini agar dapat memberi kesempatan persiapan yang cukup bagi importir maupun produsen vaksin sebelum membuat vaksin baru atau sebagai stok vaksin lama paling sedikit selama 12 bulan. Karena diketahui sebagian besar perusahaan pembibitan lebih mempercayai (fanatik) menggunakan vaksin AI yang menurut mereka sudah terbukti kehandalannnya.

Kemudian di bulan November 2009 lalu tersiar kabar bahwa pemerintah akan menentukan 4 masterseed virus AI yang bakal dijadikan vaksin AI. Nah keempat virus tersebut adalah :
  1. A/Chicken/West Java/PWT-WIJ/2001
  2. A/Chicken/Pekalongan/BBVW-208/2007
  3. A/Chicken/Garut/BBVW-223/2007
  4. A/Chicken/West Java (Nagrak)/30/2007
Mudah-mudahan masterseed ini sudah diuji purity, potency, proteksi, safety, stability dan quality-nya, sekali lagi mudah-mudahan. Berbagai pertanyaan kemudian muncul dari berbagai pihak mengenai rencana perubahan kebijakan vaksinasi AI ini. Beberapa pertanyaan itu diantaranya adalah, Siapa dan lembaga mana yang telah menguji keempat master seed tersebut? Tetapi peraturan tinggal peraturan. Di Indonesia tetap harus ada petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak). Artinya semua kebijakan tersebut tentu harusnya sudah melalui prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pemerintah pun melalui Surat Edaran yang ditandatangani Dirjen Peternakan No. 30099/PD.620/F/9/2009 tanggal 30 September 2009 memberikan kriteria yang jelas bahwa untuk menghasilkan vaksin yang baik dengan kualitas, efikasi dan keamanan yang tinggi serta potensi yang optimal master seed baru harus :
  1. Berasal dari subtipe H5N1,
  2. Sifat immunogenisitas tinggi,
  3. Sifat antigenisitas dengan cakupan geografis yang luas,
  4. Sifat genetik dan antigenik yang stabil, serta
  5. Tingkat proteksi yang tinggi terhadap uji tantang dengan beberapa isolat virus yang berbeda karakter genetik dan antigeniknya.
Pertanyaan berikutnya adalah kapan peraturan yang ditunggu itu akan keluar dan apakah akan segera berlaku? Dari keempat master seed tersebut, dimana disimpannya? Bagaimana cara produsen vaksin bisa mendapatkan master seed tersebut? Apakah harus “beli” atau hibah atau bagaimana prosedur mendapatkan master seed atau working seed-nya? Paling betul adalah produsen boleh membeli working seed dan wajib lapor kepada pemerintah tentang produknya. Jangan lupa untuk dilakukan pengujian produk akhir vaksin tersebut.

Pertanyaan lain lagi apakah produsen vaksin boleh mengkombinasi keempat working seed tersebut sehingga didapatkan vaksin AI polivalen atau bahkan menggunakan working seed yang mereka miliki sendiri sejauh sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan Pemerintah?
Selanjutnya apakah boleh dibuat vaksin rekayasa genetik dari empat masterseed yang ditetapkan pemerintah ini, misalnya vaksin rekombinan/reverse genetic? Pertanyaan ekstrim berikutnya muncul dari sisi produsen luar negeri adalah bolehkah dilakukan “toll manufacturingworking seed tersebut ke luar negeri?

Masukan ASOHI
Berbagai pertanyaan tersebut senada dengan masukan dari pertemuan dengan para importir dan produsen vaksin yang digelar Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) 4-5 November silam dan telah disampaikan kepada Dirjen Peternakan secara langsung. Diantaranya dalam menentukan master seed, perwakilan perusahaan importir dan produsen vaksin AI sepakat memberikan masukan agar terjaminnya keamanannya dan kestabilannya serta daya proteksinya tinggi perlu pengkajian yang seksama sehingga dapat diperoleh suatu master seed yang unggul serta kemungkinan diperlukannya kombinasi beberapa kandidat master seed.

Lebih lanjut, master seed yang telah terpilih disimpan dan disediakan oleh Pemerintah yang dapat diperoleh bagi semua produsen obat hewan untuk di produksi baik di dalam maupun di luar negeri. Selain itu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh vaksin AI yang efektif dan aman agar dapat pula diberikan kesempatan bagi produk vaksin AI rekombinan.

Sementara untuk Pelaksanaan Uji Tantang supaya tercapainya daya proteksi yang tinggi agar virus yang digunakan dalam uji tantang benar-benar mempresentasikan strain virus yang ada pada berbagai lokasi di lapangan. Selain itu diharapkan di masa mendatang virus AI yang digunakan untuk uji tantang agar dapat diperoleh para produsen obat hewan untuk uji tantang diperusahaan masing-masing dalam rangka Internal Quality Control.

Perhatikan 4 ...Si
Atas semua paparan tersebut, Pemerintah sebagai pemegang kebijakan perlu memikirkan masak-masak manakala akan membuat kebijakan baru. Dengan kata lain perlu diperhatikan 4 ...Si nya, yaitu:
  1. Apa urgensinya?
  2. Bagaimana argumentasinya?
  3. Bagaimana aplikasinya?
  4. Serta apa konsekuensinya?
Kesimpulannya disini penulis kembali menegaskan agar Pemerintah jangan tergesa-gesa membuat peraturan baru yang akan berdampak besar bagi pelaku industri peternakan. Jawabnya mari kita tanya pada rumput yang bergoyang. (Red*)



Agrinex Expo Kembali Digelar

Pameran agribisnis berskala internasional akan digelar tahun ini pada 12-14 Maret mendatang di Jakarta Convention Center (JCC) Hall A dan Cendrawasih. Demikian pernyataan dari Ir. Rifda Amarina President Director Performax pada saat rapat persiapan panitia Agrinex International Expo 2010 dengan DEPTAN di Ruang Pola Lt. 2 gedung pertanian (7/12).

Performax, setelah tiga tahun berturut-berturut sukses dalam penyelenggaraan pameran agribisnis maka untuk tahun ini Agrinex Expo pun naik kelas menjadi Agribussines Expo International. Hal ini sesuai dengan amanat dari Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada sambutannya dalam pembukaan Agrinex 2009 lalu. Beliau juga menyatakan bahwa saat ini Indonesia telah berhasil dalam swasembada beras maka akan semakin banyak pula agribisnis yang harus di perbincangkan untuk diperjuangkan.

Dengan mengusung tema “Agribussines Destination for Lokal & Global Market” sehingga sudah pasti expo kali ini dapat menjadi tempat dimana trend kebutuhan dunia akan produk agribisnis dapat tergambar dengan jelas, sehingga akan tumbuh industri agribisnis yang berorientasi pada pasal global. “Beberapa Negara telah menyatakan akan hadir di Agrinex expo tahun ini diantaranya Perancis, Jepang, Polandia, Cina, Singapura dan yang lain pun akan segera menyusul kesertaannya,” ungkap Rifda kepada Infovet.

Kedepan Agrinex akan terus menjadi expo agribisnis di negeri ini dengan dukungan dari Departemen Perdagangan, Departemen Luar Negeri, Departemen Koperasi dan UKM serta dari Departemen Pertanian. Sehingga tentu saja Agrinex dapat menjadi fasilitator untuk para pelaku usaha, Litbang, CSR Program, PEMDA, serta Departemen terkait dalam menampilkan apa yang telah dan akan dilakukan dalam membangun agribisnis untuk kesejahteraan bangsa. Selain itu Agrinex akan menjadi tempat mendapatkan mitra bisnis dan inspirasi bisnis usaha bagi para buyer, trader dan investor.(all)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer