Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini pakan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TERBUKTI, KOLABORASI “MAKHLUK HALUS” DAN “CAIRAN SAKTI” BISA TINGKATKAN EFISIENSI

Pemberian probiotik pada ayam meningkatkan nafsu makannya. (Foto: Istimewa)

Makanan merupakan persoalan hidup dan mati bagi semua makhluk hidup. Tidak cukup hanya “tersedia”, kualitas nutrisi yang terkandung dalam makanan pun menjadi unsur penting kedua yang menentukan keberlangsungan hidup.

Dengan mengonsumsi makanan bernutrisi tinggi, makhluk hidup dapat berkembang lebih pesat dan sehat dibanding banyak makan tetapi nutrisi yang dapat diserap tubuh hanya sedikit. Logika yang sama juga berlaku untuk hewan ternak, dalam hal ini ayam dan bebek.

Pemberian suplemen pada ransum atau pakan bukan hal baru, bahkan menjadi kewajiban untuk memastikan agar unggas dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya agar tumbuh secara optimal. Selain melengkapi mikronutrisi yang dibutuhkan tubuh unggas, suplemen prebiotik dan probiotik juga dapat memberikan manfaat dengan meningkatkan kesehatan pencernaan. Dengan begitu, penyerapan nutrisi berjalan optimal dan bau kotoran dapat ditekan.

Kebutuhan Nutrisi Bebek dan Ayam Pedaging
Sebelum memutuskan menambah suplemen, peternak perlu mengetahui kadar nutrisi yang terdapat dalam pakan. Nilai atau kadar nutrisi yang paling umum dijadikan patokan dalam menentukan terpenuhinya kebutuhan nutrisi ternak adalah energi termetabolis (EM) dan protein kasar (CP). Kedua nutrisi tersebut dihitung berdasarkan jumlah dan dibandingkan terhadap jumlah pakan secara keseluruhan. Energi metabolisme pada pakan berfungsi memberi tenaga bagi tubuh unggas agar metabolisme tubuh berjalan lancar. Adapun protein berfungsi vital untuk perkembangan jaringan, organ dan daging unggas.

Dalam dunia peternakan unggas jenis pedaging, istilah grower maupun finisher tak asing didengar. Secara umum, fase grower adalah masa ketika unggas masih berusia harian hingga mencapai usia dimana organ dalamnya sudah berkembang dengan lebih sempurna. Untuk fase finisher merupakan masa terakhir pemeliharaan sebelum panen.

Sementara bagi bebek pedaging, masa starter dimulai saat bebek berusia harian atau dalam istilah lainnya yaitu DOD (day old ducks) hingga berusia sekitar 2-3 minggu. Fase ini paling krusial dalam pertumbuhan organ dalam bebek. Keterlambatan berkembang dalam fase grower akan berdampak besar pada pertumbuhan selanjutnya. Setelah melalui fase grower, bebek memasuki fase finisher, dimana organ dalam tubuh sudah lebih sempurna. Dalam fase ini perlakuan bebek lebih difokuskan pada penggemukan hingga waktu panen.

Kebutuhan nutrisi yang berbeda pada... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023. (MFR/RA)

INDUSTRI DIMINTA SERAP BAHAN BAKU PAKAN LOKAL

Mentan saat meninjau peresmian pabrik pakan di Pasuruan, Jawa Timur. (Foto: Istimewa)

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL), mendorong para pelaku usaha dan industri pakan untuk melakukan penyerapan jagung dan produk lokal seperti dedak yang diproduksi petani Indonesia. Hal ini diungkapkan Mentan saat meresmikan pabrik pakan milik De Heus di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

“Saya berharap dengan adanya pabrik pakan di sini akan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat, terutama penyerapan bahan baku pakan lokal seperti jagung, dedak dan sebagainya yang akan mendorong pengembangan ekonomi pedesaan,” kata SYL, melalui keterangan resminya, Rabu (2/11/2022).

Ia mengemukakan, berdasarkan hasil survei BPS mengenai struktur ongkos usaha peternakan, komponen pakan memiliki kontribusi 56,95 % terhadap total biaya pada budi daya broiler di tingkat peternakan rakyat. Sedangkan untuk budi daya layer, kontribusi pakan mencapai 70,97%.

“Karena itu pabrik pakan dapat menyerap bahan baku pakan dari petani setempat dan harga pakan untuk peternak dapat lebih terjangkau. Di sisi lain saya berharap pabrik pakan memberikan pengaruh ke harga pangan asal ternak yang lebih kompetitif di tingkat konsumen. Yang pasti kita harapkan nantinya ada kerja sama yang saling menguntungkan, antara petani, peternak dan masyarakat sekitar,” harapnya.

Ia menambahkan, pertanian dan peternakan merupakan sektor yang memberi solusi kongkrit bagi tumbuh kembangnya sebuah ekonomi. Kontribusi keduanya bahkan terbukti menjadi kunci utama bagi bangsa Indonesia menghadapi krisis dunia.

Sejauh ini, kata dia, Indonesia mampu menguatkan ekonomi dari ancaman pandemi dan krisis lainya. Indonesia bahkan menjadi negara terkuat pada sistem ketahanan pangan setelah FAO dan IRRI memberi penghargaan swasembada beras selama tiga tahun berturut-turut.

“Dalam menghadapi global warming, dampak COVID-19 dua tahun setengah, dimana ekonomi sedang tergoncang, pangan bersoal di seluruh negara, Indonesia salah satu negara yang sangat survive menghadapi tantangan itu. Bahkan FAO dan IRRI memberikan penghargaan kepada Bapak Presiden terhadap bagaimana pertanian Indonesia menjadi kekuatan bangsa sekarang ini,” tukasnya. (INF)

BEGINI CARA MAKSIMALKAN POTENSI GENETIK BROILER

De Heus Mengajak Peternak Memaksimalkan Potensi Genetik Ayam Broiler

Berkat seleksi breeding yang baik selama lebih dari 100 tahun ayam broiler mengalami perkembangan genetik yang sangat pesat. Hasilnya ayam broiler di masa kini semakin efektif dalam mengonversi pakan menjadi bobot padan sehingga menghasilkan daging yang lebih banyak yang tentunya dapat memenuhi keinginan pasar.  

Namun begitu perkembangan pesat di sisi genetik harus dibarengi dengan pengaplikasian yang apik dari berbagai aspek agar potensi genetik si ayam maksimal. De Heus Indonesia selaku produsen pakan ternak paham betul akan hal ini, bersama dengan Cobb - Vantress Indonesia mereka mengadakan seminar dengan tema “Dealing With Genetic Changes”. Seminar ini dilaksanakan secara daring via Zoom dan luring di IPB International Convention Center, Bogor, Kamis (29/9) lalu.

Bagus Pekik selaku Head of Poultry Value Change De Heus Indonesia menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasinya kepada para peserta yang menghadiri acara tersebut. Terlebih lagi pasca pandemi, dimana menurutnya kini dirinya bertatap muka langsung dengan para peserta. Selain itu dirinya juga mempromosikan konsep baru model bisnis De Heus yang diberi nama De Heus Broiler Model.

Konsep dari model bisnis ini kata Bagus serupa tapi tak sama dengan integrator lain, yakni membudidayakan ayam broiler dengan sistem kemitraan sampai menghasilkan produk berupa karkas. 

"Yang membedakan, kami menghitungnya dari harga karkas (hilir), yang lainnya menghitung mulai dari hulu (DOC,sapronak, pakan, dll). Ketika harga kontrak karkas dihitung duluan, maka harga sapronak dll dapat lebih terukur karena siapapun akan berlomba untuk lebih efisien, sehingga keuntungan yang didapat terasa lebih adil. Ini tentunya akan memperkecil rasa persaingan dan ini adalah solusi bagi fluktuatifnya harga live bird di tingkat peternak. Kolaborasi di sini akan terjadi ketimbang persaingan, dan inilah yang kita butuhkan dimasa yang penuh ketidakpastian ini," tutur Bagus.

Pada sesi pertama dijabarkan mengenai perkembangan genetik ayam broiler oleh Amin Suyono selaku Key Account Technical Manager Cobb Asia Pacific. Ia menjabarkan mengenai perkembangan genetik ayam broiler sejak tahun 1950-an hingga kini. Dimana pada tahun 1950-an presentase daging dada yang dihasilkan oleh karkas hanya 11,5%, sedangkan di masa kini presentasenya meningkat 2,5x lipatnya. 

Meskipun begitu menurut Amin, dibutuhkan manajemen pemeliharaan yang baik untuk memenuhi potensi genetik yang luar biasa tersebut. Yang apabila ada satu aspek yang gagal dipenuhi, potensi tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal.

Yang tidak kalah penting dalam suatu manajemen pemeliharaan adalah pakan. Hal ini disampaikan oleh Suttisak Boonyoung Nutritionist Cobb Asia Pacific. Menurutnya komposisi pakan harus dapat memenuhi kebutuhan dari ayam itu sendiri untuk dapat tumbuh. Ia menyinggung keterkaitan antara kebutuhan protein (asam amino) dengan pertumbuhan ayam.

"Beberapa asam amino misalnya lisin dan metionin berperan dalam pertumbuhan daging dan produksi telur. Jangan lupa pula kebutuhan fosfor dan mineral esensial untuk pertumbuhan frame alias kerangka yang menunjang otot," tuturnya.

Pentingnya pakan baik dari segi kualitas dan kuantitas juga dijabarkan oleh Patrick Van Vugt selaku International Product Manager Royal De Heus. Berdasarkan hasil penelitian, kata Patrick program pemberian pakan pada broiler harus berdasarkan pada genetik, manajemen pemeliharaan, nutrisi dan target produksi. Pada tahap awal proses ayam mulai belajar mencerna  hal terpenting yaitu feed intake alias asupan pakan.

"Jika ayam tidak diberikan pakan dalam bentuk dan ukuran yang tidak tepat akan terlihat pada organ proventriculus dan gizzard, dimana pemberian pakan dalam bentuk yang tepat di setiap fase pemeliharaan akan memberikan efek yang baik bagi perkembangan kedua organ tersebut," tutur Patrick.

Dalam kesempatan yang sama,Technical Manager Breeding De Heus Indonesia, Sofin Faiz  memaparkan sistem housing (kandang) broiler yang aplikatif terhadap kondisi iklim di Indonesia. Dalam paparannya, Ia meyakini bahwa investasi kontrol iklim mikro adalah investasi untuk meningkatkan performa dan aspek finansial.
“Kandang closed house bukan cuma menerapkan sistem ventilasi tunnel dan side saja. Pada kandang yang hanya menggunakan ventilasi tunnel, sangat sulit untuk mendapatkan sirkulasi udara yang tepat dan temperatur yang merata, sehingga kombinasi ventilasi dari samping dan tunnel adalah solusi terbaik untuk kandang di iklim tropis,” tutur Faiz. (CR)

MEMAKSIMALKAN UTILISASI PROTEIN DALAM BAHAN BAKU PAKAN

Demi Estacio memaparkan materi

Tidak bisa dipungkiri bahwa biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam suatu usaha budidaya peternakan. Berdasarkan data dari GPMT, biaya pakan mencakup 65-70% dari seluruh biaya operasional di suatu peternakan. 

Terlebih lagi di masa kini dimana harga bahan baku pakan mengalami kenaikan akibat banyak faktor mulai dari pandemi Covid-19 sampai konflik Rusia - Ukraina. Tentunya ini semakin membuat para produsen pakan harus memutar otak lebih keras dalam mencapai efisiensi.

Selain jagung sebagai sumber energi, di dalam suatu formulasi pakan ternak komponen yang tidak kalah penting lainnya adalah protein. Dalam kondisi terkini, harga bahan baku pakan sumber protein seperti bungkil kedelai dan tepung ikan pun juga mengalami kenaikan yang juga akan berdampak pada kenaikan harga pakan.

Namun begitu, dengan kemajuan teknologi di bidang formulasi pakan masalah tersebut dapat diatasi dengan baik. Hal tersebut disampaikan oleh Demi Estacio, Techincal Service Specialist Jefo Nutrition Inc. 

Dalam paparannya Demi menyebut bahwa dunia sedang mengalami defisit dalam bidang pertanian. Berbagai komoditi pertanian di pasar dunia langka sedangkan permintaan cenderung meningkat sehingga, banyak dari komoditas pertanian harganya meroket.

"Jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, kacang kedelai, MBM, kenaikan pada harga komoditas ini akan juga mengangkat harga pakan, jadi bagaimana solusinya?," tutur Demi.

Ia pun merekomendasikan produsen pakan agar lebih maksimal dalam memaksimalkan nutrien dalam bahan baku terutama sumber protein, dengan menggunakan enzim protease.

"Enzim digunakan untuk memaksimalkan nutrien yang ada pada bahan baku, dengan menggunakan enzim nutrien di dalam bahan baku semisal protein dapat terutilisasi dengan baik. Sehingga dapat diserap lebih maksimal oleh ternak," tuturnya.

Ia melanjutkan bahwa penggunaan enzim protease juga dapat menekan cost pakan. Misalnya ketika dalam suatu formulasi digunakan fish meal dan Soybean meal dalam jumlah 20%, komposisinya penggunaannya dapat ditekan bahkan hampir setengahnya, sehingga cost dari harga pakan semakin irit.

Bukan hanya itu, penggunaan enzim juga dapat mengurangi zat anti nutrisi yang berada di dalam pakan sehingga pakan memiliki kualitas yang lebih baik. Performa dari ternak pun akan tetap terjaga tanpa ada kekhawatiran. (CR)

BEC BEBERKAN SOLUSI LENGKAP HADAPI MIKOTOKSIN

Webinar Peluncuran MegaFix


Permasalahan mikotoksin di dunia peternakan merupakan salah satu topik yang tak pernah bosan dibahas. Pasalnya mikotoksin merupakan isu yang memang mendunia dan masih sering muncul yang seakan tidak pernah ada habisnya. 

Keresahan tersebut kemudian diterjemahkan oleh PT BEC Feed Solutions Indonesia. Mereka menggelar webinar bertajuk "Multiaction Toxin Binder as A Complete Solution for Mycotoxins" pada Rabu (15/6) yang lalu melalui aplikasi Zoom Meeting. Acara tersebut juga menjadi acara launching produk baru dari salah satu principal BEC yakni ICC Brazil yang bernama Megafix.

Anjasmoro Diono selaku Regional Sales Manager PT BEC Feed Solutions Indonesia dalam sambutannya menyatakan rasa terima kasihnya kepada para peserta yang telah hadir menyempatkan waktunya. Ia juga berkata bahwa kerjasama antara BEC dan ICC ini merupakan salah satu langkah dalam menyediakan produk toxin binder yang berkualitas bagi para peternak Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama Ryan Wong selaku Sales Manager South East Asia ICC mengatakan bahwa ICC senantiasa berinovasi dan memberikan solusi terbaik atas masalah yang dihadapi oleh peternak. Terkait problematika di negara tropis, kata Ryan memang tidak bisa dipungkiri mikotoksin masih menjadi ancaman, tidak hanya di Asia Tenggara bahkan di seluruh dunia. Oleh karenanya ICC hadir untuk memberikan solusi terbaik.

Meminimalisir Risiko Cemaran Mikotoksin

Pemateri pertama dalam acara tersebut yakni Mega Pratiwi Saragi selaku Nutritionist dari PT BEC Feed Solutions Indonesia. Dalam pemaparannya Mega menyajikan data yang mengejutkan dari FAO, disitu disebutkan bahwa sekitar 540 juta ton biji - bijian tercemar oleh mikotoksin. Akibat dari cemaran mikotoksin tersebut kerugian yang terjadi yakni sekitar 540 milyar USD.

"Ini baru dari dampak ekonominya, belum dari dampak lain seperti kesehatan hewan dan kesehatan manusia, oleh karena itu mikotoksin sudah menjadi isu global," tutur Mega.

Ia melanjutkan bahwa setidaknya ada 3 faktor yang mempengaruhi cemaran mikotoksin yakni iklim, proses pemanenan, dan manajemen handling dari mikotoksin. Yang apabila satu saja diantara tiga faktor tersbeut mendukung, maka cemaran mikotoksin pada biji - bijian akan tinggi nilainya.

Di Indonesia sendiri menurut Mega, banyak faktor yang memungkinkan cemaran mikotoksin terjadi misalnya pada saat tanaman masih ditanam, proses pemanenan, penyimpanan, saat processing (terjadi cross contamination), dan saat diberikan langsung kepada ternak dalam bentuk pakan.

"Oleh karena itu manajemen yang baik dalam handling bahan baku serta pemrosesan pakan juga penting untuk diperhatikan karena itu juga menjadi faktor penting tinggi / rendahnya cemaran di dalam pakan," kata Mega.

Ia memberikan beberapa langkah antisipasi mencegah cemaran mikotoksin, misalnya mencegah cemaran saat tanaman masih dalam masa tanam (penggunaan fumisida ramah lingkungan), memperbaiki kualitas gudang penyimpanan, memisahkan bahan baku yang terkontaminasi, pemeliharaan mesin processing, dan tentunya penggunaan toxin binder.

"Toxin binder merupakan asuransi bagi kita, setidaknya setelah menerapkan manajemen yang baik dalam pemrosesan dari mulai masa tanam, toxin binder akan menyempurnakan semua proses tadi, tentunya toxin binder yang digunakan juga harus bersifat multi aksi, tepat guna, dan berkualitas, karena masalah mikotoksin memang tidak bisa kita elakkan" tutupnya.

MegaFix® Mikotoksin Multiaksi Yang Efektif

Seperti yang tadi disebutkan, penggunaan mikotoksin yang berkualitas menjadi salah satu kunci dalam menurunkan cemaran mikotoksin dan meningkatkan kualitas pakan maupun bahan baku. 

Dr Kuo-Wei Ssu selaku General Manager ICC ASIA selaku narasumber kedua juga memaparkan data yang mengejutkan. Dimana negara eksportir besar bahan baku seperti USA dan beberapa negara Amerika latin memiliki cemaran mikotoksin yang tinggi pada biji-bijian hasil pertaniannya. 

"Aflatoksin masih mendominasi, DON, Fumitoksin, Zearalenone dan hampir semua cemaran mikotoksin ada pada hasil pertainan tersebut. Ini tentu sangat membahayakan baik untuk kesehatan ternak maupun manusia," kata Dr Kuo.

Ia juga menyebutkan bahwa dalam konsentrasi yang sedikit saja, mikotoksin tetap berisiko menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Yang terjadi pada ternak misalnya imunosupresi, infeksi subklinis, kegagalan vaksinasi, yang berujung pada mudahnya ternak untuk terinfeksi oleh penyakit infeksius lainnya.

"Tentunya kita tidak ingin ini terjadi di setiap siklus pemeliharaan, pastinya peternak berharap akan keuntungan, namun bila cemaran mikotoksin merajalela maka yang terjadi akan sebaliknya bukan?," kata dia.

Dalam mengurangi risiko cemaran mikotoksin Dr Kuo menyarankan penggunaan MegaFix®. Produk tersebut merupakan produk toxin binder generasi keempat yang dimiliki oleh ICC Brazil. Produk ini dikembangkan secara khusus untuk merespon tantangan akut yang disebabkan oleh mikotoksin, seperti zearalenone dan DON.

MegaFix® memiliki bahan aktif aluminosilikat yang diaktifkan secara kimia, B-Glucan dengan konsentrasi dan resistensi tinggi , dan alga mikronisasi. Efek sinergis dari komposisi ini membuat MegaFix® menjadi solusi yang memiliki teknologi terkini dan alami dalam memerangi dan mengurangi risiko cemaran mikotoksin.

Bukan hanya itu, MegaFix® juga memiliki dengan probiotik yang mampu menghasilkan enzim yang dapat mendenaturasi mikotoksin sehingga dapat mengurangi cemaran mikotoksin dalam jumlah yang signifikan.

Kandungan enzim kompleks yang terdapat dalam MegaFix® juga berperan dalam proses pemecahan berbagai jenis mikotoksin seperti T2, fumitoksin, fumonisin, ochratoksin, dan zearalenone.

Tentunya dengan penggunaan MegaFix® banyak keuntungan yang akan didapat oleh peternak seperti perlindungan tinggi dan spesifik terhadap mikotoksin terutama Aflatoxin, Zearalenone, Fumonisin, Ochratoxin and T-2. Ternak juga akan terhindar dari kerusakan hati yang disebabkan oleh mikotoksin. Respon imun yang dalam tubuh ternak juga akan meningkat, sehingga performa dari ternak akan senantiasa terjaga yang tentunya akan mengurangi kematian pada ternak. 

Jangan pula lupakan dampak positif pada manusia dimana penggunaan MegaFix® juga dapat mengurangi residu mikotoksin pada produk asal ternak seperti telur, karkas, dan susu. Tentunya dengan banyaknya dampak positif yang didapat oleh peternak, jangan ragu lagi untuk menggunakan MegaFix®. (ADV)











PEMANFAATAN ENZIM FITASE

Untuk dapat memanfaatkan fosfor dalam biji atau bahan dari tanaman, diperlukan berbagai cara untuk memecah ikatan fosfor dalam fitat termasuk hidrolisis oleh asam, tetapi cara paling efisien menggunakan enzim fitase. (Foto: Dok. Infovet)

Enzim yang pertama kali dikembangkan secara komersial untuk produksi pakan adalah fitase. Enzim ini diperoleh dari jamur Aspergillus niger (ficuum)dan dikomersialkan oleh perusahaan BASF dari Jerman pada 1990-an. Padahal penelitian mengenai fitat sudah banyak dikerjakan pada era 1960 dalam rangka menentukan ketersediaan fosfor dari bahan pakan.

Sudah banyak diketahui bahwa tanaman terutama biji-bijian menyimpan senayawa fosfor dalam bentuk organik yang dikenal dengan inositol hexaphosphate (asam fitat) sebagai sumber fosfor untuk pertumbuhan biji. Sayangnya, fosfor yang terikat dalam asam fitat yang sering kali sudah berikatan dengan zat gizi lainya seperti mineral (Ca, Zn, Fe), karbohidrat dan protein (fitat).

Fosfor dalam bentuk fitat tidak dapat dimanfaatkan secara penuh untuk ternak monogastrik (unggas, babi dan ikan) sehingga banyak dikeluarkan di kotoran. Fosfor yang dikeluarkan tersebut dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan ketika tersebar dalam tanah dan air.

Untuk dapat memanfaatkan fosfor dalam biji-bijian atau bahan dari tanaman, maka diperlukan berbagai cara untuk memecah ikatan fosfor dalam fitat termasuk hidrolisis oleh asam, tetapi cara paling efisien menggunakan enzim fitase sebagai biokatalis yang membantu pemecahan ikatan kimia antara inositol dan fosfat secara hidrolisis. Ketika ikatan ini terhidrolisis maka senyawa fosfor tidak terikat lagi, sehingga dapat dimanfaatkan ternak monogastrik. Perlu disampaikan bahwa untuk ternak ruminansia, fosfor yang terikat dalam fitat masih dapat dimanfaatkan karena mikroba rumen mampu memecah senyawa fitat tersebut.

Karakteristik dan Sifat
Agar fitase dapat bekerja dengan baik dalam pencernaan pakan, maka dibutuhkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

PETERNAK MANDIRI KHAWATIRKAN KENAIKAN HARGA SAPRONAK


Harga Daging Ayam Disinyalir Bakal Melonjak Seiring Kenaikan Harga Sapronak


Peternak ayam mandiri tengah was-was akibat pergerakan harga pakan. Pasalnya, pakan merupakan komponen terbesar biaya produksi ayam baik petelur maupun broiler. Hal tersebut disampaikan Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah Pardjuni. Ia mengatakan harga pakan sejak Januari 2022 hingga akhir Maret 2022 sudah naik 8-10%. Selain itu harga DOC yang sudah mencapai Rp7.700-7.800 per ekor untuk yang sudah vaksin, menyebabkan biaya produksi peternak naik menjadi Rp20-21 ribu per ekor.

"Harga pakan ini mengalami kenaikan luar biasa. Dan akan susah turunnya. Karena sistemnya kan begitu ada order, pabrik akan memproduksi. Jadi, harga cocok, deal, pakan diproduksi, beli, Kalau harga nggak cocok yang nggak diproduksi," kata Pardjuni.

Padahal, lanjut dia, 70% biaya produksi ayam adalah untuk pakan.

"Yang naik itu semua jenis pakan dan konsentrat. Biaya produksi di peternak sekitar 70% untuk pakan," kata Pardjuni.

Di sisi lain, dia menjelaskan, saat ini adalah low season untuk peternak. Dimana, pembelian bibit atau anakan ayam untuk panen saat Lebaran 2022 sudah dilakukan pekan lalu. Selanjutnya, ujar dia, pembelian DOC akan turun sehingga harga anakan akan turun ke kisaran Rp5.500 - 6.000 per ekor.

"Karena nggak ada momen. Pembelian DOC saat ini adalah untuk panen setelah Lebaran. Jadi slow, puncak permintaan itu pekan lalu buat kejar panen Lebaran. Tapi pasokan aman, untuk Lebaran akan naik 20-30% seiring permintaan," kata Pardjuni.

Dengan turunnya harga DOC, biaya produksi diharapkan bisa terkoreksi.

"Kita prediksi Mei harga bagus dan biaya pokok produksi bisa turun karena DOC turun. Itu kalau harga pakan nggak naik. Ini harga pakan sudah alami kenaikan luar biasa, sudah 8-10% dari Januari ke akhir Maret 2022," kata Pardjuni.

Karena itu, dia menambahkan, peternak akan meminta perusahaan pembibitan ayam menurunkan harga DOC.

"Karena komponen yang paling bisa diturunkan itu biaya DOC-nya. Kalau pakan nggak bisa. Ibaratnya, suka harga, deal, produksi. Kalau nggak ya nggak ada pakan. Karena itu harga pakan juga nggak akan gampang turun," kata dia.

Dia memprediksi, harga pokok produksi bisa turun ke bawah Rp20.000 per kg jika harga DOC turun disertai harga pakan stabil tanpa lonjakan berarti.

"Sekarang saja kami beli pakan sudah Rp8.400 - 9.050 harga kandang. Biaya pokok produksi bisa Rp20-21 ribu per kg. Dengan harga jual saat ini, kami masih menikmati keuntungan. Tapi, nanti kalau pakan naik lagi, DOC turun, berarti jual impas. Kecuali kalau pakannya melonjak," kata Pardjuni.

Sementara itu, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) nasional mencatat, harga rata-rata daging ayam ras pada 5 April 2022 bertengger di Rp37.800 per kg. Harga termahal di Nusa Tenggara Timur yang mencapai Rp47.650 per kg. Padahal sebelum puasa, harga daging ayam masih berkisar Rp 32.000 per kg. (INF)

WEBINAR PENGELOLAAN BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI PAKAN

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar webinar bertema “Pengelolaan Bungkil Inti Sawit sebagai Pakan”, Rabu (12/1/2022).

Rektor IPB, Prof Dr Arif Satria SP MSi dalam sambutannya menuturkan saat ini dihadapkan pada situasi di mana perguruan tinggi dituntut untuk memberikan solusi kreatif maupun inovasi ke depan dijadikan trensetter atau perubahan.

“Penemuan sekaligus penelitian yang dilakukan Prof Nahrowi membanggakan dan memberi harapan baru bahwa bungkil inti sawit dapat menjadi bahan baku untuk pakan ternak. Selain itu, hal ini menunjukkan peran perguruan tinggi untuk berkreasi meningkatkan kreatifitas untuk mengembangkan inovasi yang berorientasi future practice,” jelas Arif.

Industri pakan pada Indonesia masih dihadapkan pada dinamika ketersediaan bahan standar pakan yang musiman, serta tidak berkelanjutan.

Pakan ternak merupakan hal yang krusial karena memegang kontribusi terhadap biaya pakan sebesar 80-85%, maka dari itu perlu adanya substitusi bahan pakan yang terjangkau dan berkualitas. Salah satu bahan pakan yang sedang dikembangkan yakni bungkil inti sawit.

Dalam webinar ini hadir Agus Sunanto MP, Direktur Pakan dan Plt Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak yang menyampaikan beberapa kebijakan dan pemanfaatan bungkil inti sawit sebagai pakan.

Agus mengatakan kebijakan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan ada dua hal, pertama adalah feed security untuk terkait menjamin ketersediaan pakan unggas dan ruminansia. Kedua adalah feed safety sebagai langkah meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pakan yang diproduksi dan diedarkan.

Pengembangan hijauan pakan ternak, menurut Agus sebaiknya memanfaatkan varietas hijauan pakan baru dan pemanfaatan lahan dengan sistem integrasi. Selanjutnya adalah pengembangan pakan olahan seperti bank pakan dari hijauan dan limbah pertanian.

Bahan pakan impor sudah sangat langka sehingga diperlukan pemanfaatan bahan pakan lokal. “Selain bungkil inti sawit sebagai bahan protein, maggot juga perlu dipertimbangkan untuk mengganti bahan pakan yang diimpor,” tambah Agus.

Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Drh Desianto Budi Utomo PhD menjelaskan, pemanfaatan bahan pakan lokal di Indonesia mencapai 65%. Bungkil inti sawit belum diprioritaskan, dikarenakan tingkat kecernaan yang rendah dan masih sering ditemukannya sisa batok atau cangkang.

Lebih lanjut dijelaskan teknologi pengelolaan bungkil inti sawit dapat dilakukan dengan teknologi pemisahan cangkang, extruder (pemanasan dengan uap air dan tekanan tinggi), dan fermentasi dengan bakteri, kapang serta formulasi ransum dengan enzim. “Perlunya kerjasama antara peneliti, pemerintah, dan industri pakan serta perlu edukasi dalam peningkatan pemanfaatan sumber bahan pakan lokal,” kata Desianto.

Narasumber berikutnya dalam webinar yaitu Ir Didiek Purwanto IPU selaku Ketua ISPI membahas “Kontribusi Bungkil Inti Sawit dalam mendukung Industri Feedlot dan Dairy”. Perkebunan kelapa sawit nasional tahun 2019 di Indonesia memiliki luas lebih dari 16 juta hektar, sehingga sangat berpotensi untuk menggunakan bungkil inti sawit.

“Perlunya mengoptimalkan penggunaan bungkil sawit dengan terobosan strategis dengan tata niaga yang efisien, peningkatan kualitas, prioritas untuk kebutuhan dalam negeri dengan regulasi yang mendukung” tuturnya.

Dalam acara yang sama, Prof Dr Ir Nahrowi MSc selaku peneliti dari IPB sebagai menuturkan bungkil inti sawit merupakan hasil samping dari sawit dan sangat berpotensi karena harga yang murah dan ketersediaan yang terjamin, namun perlu ditingkatkan kualitasnya. Teknologi pangan yang sedang digunakan saat ini adalah dengan fraksinasi dan hidrolisa sehingga menghasilkan palmofeed dan mannan.

“Teknologi fraksinasi yang diikuti dengan proses hidrolisis tidak hanya dapat meningkatkan kualitas fisik, tetapi kualitas kimianya. Bungkil inti sawit terhidrolisis (palmofeed) dapat dipakai dalam campuran ransum unggas sebesar 12,5% yang masih dapat ditingkatkan lagi penggunaannya diikuti dengan penambahan enzim penghidrolisis serat,” terang Nahrowi. (NDV)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer