Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini asosiasi obat hewan indonesia | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

SEMNAS ASOHI: PETERNAKAN PASCA DUA TAHUN PELARANGAN AGP

Foto bersama seminar nasional ASOHI pasca dua tahun pelarangan AGP di Jakarta. (Foto: Dok. Infovet)

Sejak 2018, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), resmi melarang penggunaan Antibiotic Growth Promoter (AGP). Hal ini menjadi tantangan bagi para pelaku usaha budidaya ternak, khususnya unggas, dan perusahaan obat hewan di Indonesia.

Pelarangan tersebut dilakukan untuk menghindari residu antibiotik pada produk asal hewan untuk konsumsi dan menekan kejadian antimicrobial resistance (AMR) pada manusia, seperti yang dilakukan beberapa negara lain. Kendati demikian, pelarangan AGP kerap dijadikan kambing hitam terhadap melorotnya produksi pada ternak, terutama unggas.

Setelah dua tahun aturan tersebut berjalan, masih banyak pro-kontra yang terjadi, terutama dari segi kesehatan ternak dan bisnis obat hewan. Hal tersebut melatarbelakangi Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) menyelenggarakan Seminar Nasional (semnas) bertajuk "Peternakan Indonesia Pasca Dua Tahun Pelarangan AGP" di Menara 165, Jakarta, Kamis (27/2/2020).

"Tak terasa sudah dua tahun pelarangan AGP berjalan, namun apakah sudah berjalan efektif? Apakah terjadi peningkatan atau penurunan terhadap pemakaian antibiotik pada ternak unggas? Itu yg menjadi alasan kami menggelar seminar ini," ujar Ketua Bidang Hubungan antar Lembaga ASOHI, Drh Andi Wijanarko, mewakili ketua panitia dalam sambutannya.

Pemakaian antibiotik dalam pakan memang sudah dilakukan lama di Indonesia dan bisa dibilang menjadi kebiasaan. Sejak aturan mulai diberlakukan, ASOHI tak tinggal diam dengan terus berkoordinasi bersama pemerintah karena menyangkut banyak hal yang harus dibenahi.

"Ini terkait banyak hal, utamanya pada aturan dimana antibiotik dilarang. ASOHI juga banyak mendapat tekanan dari para anggota yang memiliki sediaan AGP, karena itu dampaknya sangat besar pada penggunannya, digunakan berton-ton. Pengaruhnya tidak hanya dari segi bisnis saja, banyak pertimbangan, namun harus kita taati," tambah Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari.

ASOHI, lanjut Ira, pun banyak mengadakan pertemuan bersama pemerintah. "Kita juga banyak pertemuan dengan pemerintah, sehingga banyak lahir aturan, salah satunya Juknis Medicated Feed, pemerintah juga mengakomodir itu. Kita harap ke depan ada program secara nasional untuk lebih menindaklanjuti dan memperjelas aturan yang ada," jelasnya.

Lebih lanjut disampaikan, "Melalui seminar ini setelah dua tahun AGP dilarang, kita lakukan evaluasi terkait penelitian di lapangan dan mengupdatenya, kami harapkan ada national action program yang bisa menjadi salah satu referensi penindaklanjutan program tersebut. Peran semua sangat penting, sehingga ke depannya aturan bisa lebih tepat sasaran dan akurat."

Sementara, Direktur Kesehatan Hewan, Kementan, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, mengemukakan bahwa pemerintah terus melakukan pembinaan terhadap para pelaku usaha, khususnya obat hewan.

"Kita terus lakukan pembinaan, lagipula alternatif AGP juga sudah banyak, ada lebih dari 300 produk (enzim, asam organik, probiotik, prebiotik dan obat alami). Kami juga terus mengupayakan peternak memiliki sertifikat NKV agar produknya aman dan menerapkan good farming practice, dimana di dalamnya ada kompartemen bebas AI, penerapan biosekuriti 3 zona sebagai solusi penekanan penggunaan antibiotik agar tercipta ternak yang sehat," tukas Fadjar.

Dalam kegiatan tersebut dihadiri para pakar terpercaya yang menjadi narasumber untuk memberikan evaluasi mendalam pasca dua tahun AGP dilarang, diantaranya Fadjar Sumping Tjatur Rasa (Diskeswan), Drh Agustin Indrawati (FKH IPB), Ika Puspitasari (UGM), Prof Budi Tangendjaja dan Sri Widayati (Direktur Pakan Kementan). (CR/RBS)

SEMNAS ASOHI: KEBIJAKAN PEMERINTAH DIHARAP MAKIN KONDUSIF BAGI SEKTOR PETERNAKAN

Simbolis pemukulan gong oleh Kasubdit POH, Ni Made Ria Isriyanthi sebagai pembuka Semnas Bisnis Peternakan yang digelar ASOHI. (Foto: Infovet/Ridwan)

Bertempat di Menara 165 Jakarta, Rabu (20/11/2019), Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), kembali menggelar acara rutin tahunannya yakni Seminar Nasional Bisnis Peternakan bertajuk “Bisnis Peternakan di Era Pemerintahan Jokowi Periode Kedua”.

Menurut Ketua Panitia, Drh Andi Wijanarko, sesuai tema mengingat tahun ini yang merupakan tahun politik, diperkirakan akan berdampak pada dinamika kebijakan yang akan mempengaruhi perkembangan ekonomi termasuk bidang peternakan.

"Memasuki Pemerintahan Presiden Jokowi periode kedua ini, masyarakat peternakan berharap kebijakan pemerintah makin kondusif untuk pelaku peternakan," kata Andi.

Sebab lanjut dia, diperkirakan pada 2020 mendatang situasi ekonomi global akan mengalami penurunan.

"Hal itu telah dilaporkan oleh United Nations Conference On Trade and Development (UNCTAD) yang memberi peringatan bahwa resesi global bisa terjadi di tahun 2020," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari. Menurutnya, dengan pemerintahan yang baru ini tentunya banyak harapan yang disampaikan pelaku bisnis peternakan.

"Namun sebagai pelaku usaha kita juga harus siap dengan berbagai kebijakan baru. Kita juga perlu melihat bagaimana kondisi ekonomi global dan nasional agar kita lebih siap dalam menghadapi tahun-tahun yang akan datang," ujar Ira.

Karena ke depannya, kata Ira, akan muncul banyak pertanyaan terkait kebijakan pemerintah, misalnya tentang impor daging kerbau, program swasembada daging sapi, swasembada jagung, program alih teknologi dan sebagainya.

"Kami harap lewat seminar ini kita dapat merekam opini dari masyarakat yang diwakili asosiasi yang nantinya akan kita sampaikan kepada pemerintah. Kami juga usulkan para pimpinan asosiasi nantinya dapat bersama-sama bertemu dengan Menteri Pertanian untuk menyampaikan hasil seminar ini dan mendiskusikan hal terkait lainnya," tandasnya.


Simbolis konsumsi daging dan telur ayam sebagai kampanye protein hewani. (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam kegiatan tersebut, ASOHI turut mengundang Kepala UPT Pusat Pelayanan Hewan dan Peternakan Dinas KPKP DKI Jakarta, Drh Renova Ida Siahaan, mewakili Gubernur DKI Jakarta, kemudian Kasubdit POH, Drh Ni Made Ria Isriyanthi mewakili Dirjen PKH, dan secara khusus mengundang pakar ekonomi Prof Dr Didiek J. Rachbini, serta sederet pimpinan asosiasi sebagai narasumber seminar, diantaranya ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Pinsar Indonesia, Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI) dan ASOHI, serta tahun ini juga khusus mengundang ketua Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI), yang masing-masing membahas prospek dan tantangan industri peternakan. (RBS)

ASOHI DAN DIRKESWAN KEMBALI SOSIALISASIKAN PERMENTAN NO. 40/2019

Foto bareng pada kegiatan sosialisasi Permentan No. 40/2019 yang diselenggarakan oleh ASOHI di Serpong. (Foto: Infovet/CR)

Setelah sosialisasi perdana di Kementerian Pertanian (Kementan) pada 19 Agustus 2019, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) bersama Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, kembali mengadakan sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 40/2019 tentang Tatacara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian di Swiss-bell hotel Serpong, Selasa (10/9/2019).


Sekitar 150 orang peserta dari beberapa perusahaan importir dan produsen obat hewan hadir dalam acara tersebut. Ketua Panitia, Drh Forlin Tinora, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini seperti halnya pendalaman mengenai Permentan baru tersebut, utamanya di bidang perizinan usaha obat hewan.

“Mudah-mudahan dengan diadakannya acara ini peserta jadi lebih mendalami aturan baru ini dan dapat memberi masukkan kepada pemerintah apabila kiranya ada hal yang mungkin kurang berkenan,” kata Forlin yang juga menjabat Sekretaris Jenderal ASOHI.

Sementara, Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, turut menyampaikan apresiasinya. “Pemerintah dan ASOHI sangat peduli akan hal ini, kalau dilihat dari antusiasme peserta saya yakin semua anggota ASOHI pastinya akan mematuhi aturan main yang berlaku di Indonesia, semoga ini menjadi kabar baik bagi dunia obat hewan kita,” tutur Ira.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit POH, Drh Ni Made Ria Isriyanthi, mewakili Dirkeswan mengatakan, bahwasanya Permentan ini intinya adalah mempercepat perizinan di bidang pertanian. “Obat hewan ini kan komoditas unggulan ekspor, dengan adanya Permentan baru ini diharapkan proses registrasi obat hewan dapat dilakukan lebih cepat dari yang sebelumnya. Perizinan usaha juga akan dibuat sesederhana mungkin untuk meningkatkan gairah investasi,” ujar Ria.

Sebagai pemateri utama dalam kesempatan tersebut, Ria kembali menjabarkan beberapa poin penting dalam Permentan No. 40/2019. Ia juga menyinggung bahwa sektor obat hewan merupakan yang pertama kali mengadakan kegiatan sosialisasi Permentan ini dibanding sektor lainnya. “Ini bukti bahwa kami serius dan peduli dengan industri ini. Oleh karenanya mari kita bersama-sama menjaga komitmen ini,” ungkap dia.

Pada saat sesi tanya-jawab, suasana diskusi sedikit tegang karena terjadi perdebatan sengit antara pihak pemerintah dan pelaku usaha. Namun begitu, ketegangan mampu direda dan win-win solution dapat dicapai.

Pada sesi kedua, peserta yang rata-rata berasal dari kalangan registration officer (RO) diajak berpetualang di dunia digital mengenai tatacara aplikasi pendaftaran obat hewan melalui sistem daring. Sistem ini merupakan inovasi baru yang dinilai dapat memudahkan dan mempercepat pelaku usaha obat hewan dalam melakukan registrasi produknya. (CR)

Annual Meeting 2019, Memantapkan Organisasi yang Tangguh

Foto bersama seluruh Direksi, Staf dan Karyawan PT Gallus Indonesia Utama. (Foto: Infovet/Ridwan)

“Bersama Kita Memantapkan Organisasi yang Tangguh” menjadi tema Annual Meeting PT Gallus Indonesia Utama dalam mengawali awal tahun 2019. Kegiatan tahunan ini dilaksanakan di Jakarta, Kamis (24/1).

Seperti perusahaan pada umumnya, rapat tahunan ini bertujuan untuk melakukan evaluasi kinerja seluruh divisi PT Gallus sepanjang periode 2018 dan persiapan program kerja pada 2019.

Direktur Utama PT Gallus, Ir Bambang Suharno, mengawali acara dengan pemaparan mengenai ASSA (Asumsi, Sasaran, Strategi dan Aksi) untuk 2019. Dalam presentasinya, sistem manajemen mutu dan memantapkan pemasaran lintas divisi menjadi hal yang ditekankan.

Usai pemaparan direksi, acara dilanjutkan dengan pemaparan ASSA masing-masing divisi PT Gallus, diantaranya oleh Ir Darmanung Siswantoro (Majalah Infovet, Info Akuakultur dan Cat&Dog), Wawan Kurniawan (Gita Pustaka), Efrida Uli (Gita Consultant), M. Sofyan (Supporting Team) dan Mariyam Safitri (Gita EO). Masing-masing divisi menyampaikan perolehan kinerja selama 2018 dan program kerja serta target 2019 untuk mendapat hasil yang maksimal.

Usai penyampaian ASSA, dilaksanakan penandatanganan budgeting 2019 oleh seluruh manajer divisi disaksikan langsung oleh direksi PT Gallus. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemaparan Komisaris PT Gallus, Gani Hariyanto.

Dalam paparannya, Gani mengatakan beberapa resep dalam memantapkan organisasi yang tangguh. Pertama, dibutuhkan profesionalisme, diantaranya memahami tugas dan tanggung jawab, bekerja sesuai Sispro dan target oriented. Kedua, dibutuhkan teamwork untuk melancarkan kerja berantai, informatif dan komunikatif, serta berpikir positif dan solusi oriented. Ketiga, dibutuhkan integritas, di mana bekerja bisa berjalan dengan tulus, patuh dan jujur. 

“Untuk membentuk organisasi yang tangguh, bekerja secara profesional sesuai target dan sasaran, bekerja secara teamwork dan integritas yang harus kuat untuk memajukan perusahaan. Jadi, profesional, teamwork dan integritas dibutuhkan untuk bersama-sama memantapkan PT Gallus yang tangguh,” tutur Gani.

Sementara, hadir memenuhi undangan, Ketua Umum ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia), Drh Irawati Fari, turut mengapresiasi pencapaian yang diperoleh PT Gallus. “Tiap tahun selalu berubah menjadi lebih positif berkat manajemen PT Gallus yang semakin baik. Diharapkan bisa lebih ditingkatkan lagi,” ujar Irawati.

Ia pun mengimbau, capaian target kerja menjadi fokus penting dengan memanfaatkan sesuatu yang baru, salah satunya seperti pelarangan AGP yang dapat menjadi peluang. “Kita harus mencari hal-hal baru, bekerja secara inovatif, komunikatif dan teamwork (lintas divisi). Secara garis besar kalau dilihat optimis sekali untuk PT Gallus karena banyak kegiatan. Tetap semangat di 2019, lebih sukses mencapai target,” pungkasnya. (RBS)

Kabar Baik tentang Medicated Feed



Tanggal 6 Juli 2018, Kasubdit POH Drh Ni Made Isriyanthi, menyampaikan kabar gembira dalam acara Halal Bihalal dan Program Temu Anggota ASOHI (PROTAS) yang berlangsung di arena Indo Livestock Expo 2018, Jakarta Convention Center (JCC).

Kabar gembira ini menyangkut nasib mekanisme produk “medicated Feed‘ atau pakan terapi. Dalam kesempatan itu, Ria-sapaannya, menyatakan bahwa dalam draft Juklak Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 14/2017 yang akan segera terbit, diatur antara lain mengenai medicated feed.

Sebagaimana ditulis di rubrik Editorial Infovet edisi April 2018, ada dua Permentan yang menjadi pembicaraan hangat dikalangan pelaku usaha peternakan belakangan ini. Yaitu Permentan No. 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan yang di dalamnya ada aturan pelarangan AGP (Antibiotic Growth Promoter) dan Permentan No. 22/2017 tentang Pendaftaran dan Peredaran Pakan. Dua peraturan ini saling berkaitan.

Permentan No. 14/2017 antara lain mengatur pelarangan penggunaan antibiotika sebagai imbuhan pakan atau lebih popular dengan istilah AGP yang efektif berlaku sejak 1 Januari 2018. Sedangkan Permentan No. 22/2017 mengatur pendaftaran dan peredaraan pakan yang diantaranya menegaskan bahwa pabrik pakan harus membuat pernyataan “pakan tidak mengandung AGP”.

Pasal 2 ayat 1 Permentan No. 22/2017 menyebutkan, pakan yang dibuat untuk diedarkan (untuk diperdagangkan maupun tidak diperdagangkan) wajib memiliki Nomor Pendaftaran Pakan (NPP). Selanjutnya pada Pasal 25  huruf a disebutkan, pakan yang diedarkan harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Pakan yang Baik (CPPB). Kemudian pada syarat-syarat teknis untuk mendapatkan NPP salah satunya adalah produsen pakan harus membuat pernyataan Tidak Menggunakan Hormon Sintetik dan pernyataan Tidak Menggunakan AGP”.

Sementara itu, dalam Permentan No. 14/2017 ditegaskan bahwa antibiotika sebagai imbuhan pakan (AGP) dilarang untuk digunakan, namun antibiotika untuk pengobatan (terapi) masih diperbolehkan. Beberapa jenis antibiotik yang semula didaftarkan sebagai feed additive (berfungsi sebagai AGP), boleh didaftarkan ulang menjadi antibiotika yang berfungsi sebagai terapi (pharmaceutic) jika dapat memenuhi persyaratan teknis untuk terapi.

Karena antibiotika yang berfungsi sebagai terapi ini boleh dicampur di dalam pakan, maka kemudian muncul dua istilah jenis pakan, yakni pakan biasa (reguler) yang digunakan sehari-hari dan sudah dijamin tanpa AGP dan pakan yang diproduksi pabrik pakan yang pemakaiannya sekaligus untuk mengobati penyakit (mengandung obat hewan). Pakan jenis ini digolongkan sebagai medicated feed alias pakan terapi.

Karena medicated feed dipakai untuk terapi, maka penggunaanya harus melalui resep dokter hewan. Karena ini adalah jenis pakan baru, maka masyarakat membutuhkan kejelasan pengaturannya agar tidak menimbulkan perbedaan persepsi di lapangan. Itu sebabnya pemerintah menjanjikan akan menerbitkan petunjuk teknis tentang Permentan No. 14/2017 khususnya mengenai bagaimana implementasi tentang pakan terapi.

Pada tataran ini muncul ide tentang pendaftaran pakan terapi yang terpisah dengan pakan biasa. Jika benar demikian, jelas akan timbul keberatan dari industri pakan, usaha obat hewan maupun peternak. Hal ini karena proses registrasi pakan terapi akan membutuhkan waktu, sehingga merepotkan industri pakan dan menimbulkan ketidakpastian ketersediaan pakan terapi.

Namanya pakan terapi dengan resep dokter hewan tentunya disiapkan sesuai kebutuhan. Jika setiap memproduksi harus didaftarkan, berpotensi membuat proses penyediaan pakan terapi tidak bisa cepat, sedangkan kebutuhan peternak sangat tergantung kasus di lapangan.

Untunglah hal ini dipahami oleh pemerintah. Pada acara temu anggota ASOHI, Kasubdit Pengawasan Obat Hewan menyatakan, bahwa kekhawatiran tentang pakan terapi harus diregistrasi tersendiri tidak perlu lagi. Pada Petunjuk Pelaksana (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) Permentan yang akan terbit nanti, pakan terapi tidak perlu diregistrasi. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah obat hewan yang akan dicampur dalam pakan harus sudah memiliki nomor registrasi. Demikian juga pakan yang akan dijadikan pakan terapi, harus memiliki nomor registrasi (NPP).

Kasubdit POH menyatakan, pakan terapi/medicated feed dalam Juklak nanti didefisikan adalah pakan yang telah mempunyai nomor pendaftaran yang mengandung obat hewan terdaftar untuk tujuan terapi dalam jangka waktu tertentu berdasarkan resep dokter hewan. Kata kuncinya adalah nomor pendaftaran dan resep dokter hewan.

Selanjutnya disebutkan, pakan terapi yang mengandung antibiotik adalah pakan yang telah mempunyai nomor pendaftaran yang mengandung antibiotik terdaftar untuk tujuan terapi dalam jangka waktu tertentu berdasarkan resep dokter hewan.
Dengan demikian harapan publik yang termuat di Editorial Infovet edisi April lalu, kini menjadi kenyataan, ini layak disyukuri. Kita percaya, pihak perusahaan pakan, obat hewan maupun peternak menyambut baik keputusan ini.

Dengan adanya dokter hewan penanggung jawab teknis di perusahaan pakan maupun perusahaan obat hewan, serta adanya pengawas mutu pakan dan pengawas obat hewan, tentunya system pengawasan pakan terapi akan berjalan dengan baik.

Langkah selanjutnya adalah sosialisasi perihal petunjuk teknis yang di dalamnya ada aturan pakan terapi hendaknya dapat dijalankan secepat dan seluas mungkin melalui seminar, penyuluhan, publikasi dan media lainnya, agar masyarakat dapat memahami dengan sebaik-baiknya. Hal ini penting, agar tidak terjadi simpang-siur informasi di masyarakat.***

Editorial Majalah Infovet Edisi Agustus 2018

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer