Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Sapi Perah | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PROGRAM BANK PAKAN DORONG PENGEMBANGAN SAPI PERAH

Pakan merupakan unsur utama penentu harga produk pangan asal ternak. (Foto: Istimewa)

Penyediaan pakan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pengembangan sapi perah di Indonesia. Tantangan tersebut antara lain penggunaan rumput dengan jerami padi, aplikasi teknologi pengolahan pakan, penyediaan lahan penghasil pakan hijauan, serta konsentrat yang belum terstandar.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Prof Nahrowi, dalam pembukaan acara Pendampingan Manajemen Pakan Peternak Sapi Perah melalui aplikasi daring, Selasa (29/12). Acara diselenggarakan oleh AINI dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), berlangsung pada Desember 2020 hingga April 2021.

Nahrowi mengharapkan bahwa dalam menghadapi permasalahan pakan di Indonesia yakni seputar ketahanan pakan, keamanan pakan dan aspek lingkungan, para pemangku kepentingan di bidang persusuan yakni para pelaku usaha yang tergabung dalam KPBSU, pemerintah dan akademisi ataupun peneliti dapat bersinergi memajukan industri persusuan Indonesia.

Direktur Pakan, Ditjen PKH, Drh Makmun Junaidin pada kesempatan tersebut menjelaskan tentang arah kebijakan pakan nasional yang mengacu pada dua hal utama, yakni keamanan pakan dan ketahanan pakan.

“Ketahanan pakan yakni menjamin ketersediaan pakan unggas dan pakan ruminansia, serta keamanan pakan yakni meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pakan yang diproduksi dan yang diedarkan,” kata Makmun.

Untuk mencapai hal itu, telah dicanangkan strategi pencapaian program yakni dengan pengembangan hijauan pakan ternak, pengembangan pakan olahan dan bahan pakan, serta pengembangan mutu dan keamanan pakan. Makmun menambahkan, karakteristik penyediaan pakan untuk ruminansia adalah sebagian besar diproduksi oleh pabrik pakan skala menengah (PPSM) dan kecil atau kelompok pabrik pakan skala besar hanya 1 % dari total produksi pakan, serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal spesifik lokasi.

Karena pakan merupakan unsur utama penentu harga produk pangan asal ternak, yang pada sapi perah mencapai 67%, maka pemerintah telah mendorong adanya lumbung pakan di tingkat peternak, terutama dalam menghadapi musim kering. Konsep lumbung pakan tersebut dituangkan dalam program bank pakan. 

“Ini bertujuan untuk membentuk kelembagaan usaha pakan, mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal, melakukan pengolahan, pengawetan, dan penyediaan pakan secara berkelanjutan, serta mengoptimalkan pemanfaatan peralatan dan teknologi pengolahan pakan,” tandasnya. (IN)

BINCANG BISNIS PERTANIAN ALA BANK MANDIRI


Bincang Bisnis Pertanian Bersama Bank Mandiri via Daring Zoom Meeting

Selama pandemi Covid-19 melanda Indonesia hampir semua sektor pendukung ekonomi Indonesia bisa dibilang lesu. Namun begitu sektor pertanian dinilai sebagai sektor yang resisten terhadap wabah Covid-19. Hal ini terlihat dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik dimana PDB dari sektor pertanian tumbuh 16,24% pada triwulan-II 2020 (q to q) dan bahkan secara yoy, sektor pertanian tetap berkontribusi positif yakni tumbuh 2,19%. 

Melihat peluang tersebut, Bank Mandiri menggandeng Prisma mengadakan webinar bertajuk "bincang bisnis pertanian bersama bank mandiri" dengan tujuan memberikan informasi mengenai potensi bisnis pertanian kepada masyarakat.

Acara webinar tersebut berlangsung selama 4 hari berturut - turut pada 7 - 11 Desember 2020 melalui daring zoom meeting. Peluang bisnis sektor pertanian yang dibahas meliputi potensi penggilingan padi, irigasi pertanian, kios tani, dan peternakan sapi perah.

Infovet berkesempatan mengikuti webinar pada tanggal (11/12) yang lalu. Sebagai narasumber yakni Drh Totok Setyarto Direktur PT Nufeed Indonesia dan Aryawan Kepala bagian kredit mikro Kanwil 7 Bank Mandiri Jawa Tengah.

Dalam kesempatan tersebut Totok menuturkan bahwa peluang bisnis sapi perah masih menjanjikan. Hal ini dikarenakan Indonesia masih mengimpor sekitar 70-80% susu dari negara lain (Selandia Baru dan Australia). Ia juga menjabarkan mengenai 3 sektor yang dapat digarap oleh peternak atau calon pengusaha baru dalam sektor tersebut.

"Di usaha ini bisa bermain di pedet lepas sapih, dara bunting, dan sapi perah alias produsen susunya sendiri. Menurut saya ini masih berpeluang besar di Indonesia," tutur Totok.

Namun begitu menurut Totok, sektor sapi perah cukup terbebani dengan kendala berupa permodalan. Sulitnya akses permodalan menjadi kendala utama bagi para calon peternak baru untuk menjalankan bisnis ini.

Sementara itu, Aryawan mengatakan bahwa Bank Mandiri selaku salah satu program BUMN turut mendukung program pemerintah dalam membangun sektor usaha mikro khususnya yang bergerak di bidang pertanian.

"Kami mendukung program pemerintah di sektor pertanian, disini kami bertindak sebagai fasilitator bagi masyarakat yang ingin memulai usaha, khususnya yang bergerak di bidang pertanian," tutur Aryawan.

Ia juga menerangkan beberapa produk pembiayaan yang bisa digunakan oleh masyarakat. Salah satunya yakni Kredit Usaha Mikro (KUM) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Mengenai limit yang dapat dibiayai untuk peternakan sapi perah, Aryawan mengatakan bahwa limit maksimal 500 Juta rupiah.

"Tergantung mau pakai produk yang mana. Ada banyak jenis, misalnya KUR Mikro, kita bisa memberi pembiayaan maksimal 50 juta tanpa jaminan, tetapi syaratnya usaha tersebut sudah mulai berjalan selama setahun," kata Aryawan.

Diskusi interaktif pun berjalan dengan dinamis dimana para peserta terlihat sangat antusias dengan banyaknya pertanyaan terkait produk pembiayaan oleh Bank Mandiri di bidang peternakan sapi perah. (CR)


TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU DOMESTIK DI ERA 4.0

Industri susu di Indonesia harus selalu berinovasi memanfaatkan perkembangan teknologi. (Foto: Istimewa)

Susu adalah cairan yang berwarna putih kekuningan atau putih kebiruan yang merupakan sekresi kelenjar ambing sapi yang sedang laktasi tanpa ada penambahan atau pengurangan komponen dan belum mengalami pengolahan.

Berdasarkan daerah asal, pengelompokan sapi perah dibagi menjadi dua, yaitu sapi perah daerah sub tropis, yakni negara yang memiliki empat musim (semi, panas, dingin dan gugur). Sapi tersebut diantaranya Friesian Houlstein (FH), Jersey, Guernsey, Ayrshire dan Brown Swiss. Adapun daerah tropis adalah negara yang memiliki dua musim (kemarau dan penghujan) layaknya di Indonesia. Sapi daerah tersebut yakni Red Sindhi, Sahiwal dan PFH.

Dua kategori besar bangsa sapi perah dunia tersebut dijelaskan oleh Kepala Quality Contol & Research and Development CV Cita Nasional, Moh. Nur Ali Muslim SPt dalam Bincang Peternakan bertema “Strategi Keberlangsungan Peternakan Sapi Perah di Era Industri 4.0” pada Minggu (1/11/2020).

Acara diselenggarakan oleh KSPTP, BEM FAPET UNPAD, panitia MUNAS ISMAPETI XVI dan Indonesia Livestock Alliance (ILA) melalui aplikasi daring tersebut dilangsungkan dalam rangka menyongsong Musyawarah Nasional ISMAPETI XVI yang menurut rencana akan dilaksanakan pada 9-15 November 2020.

Dalam webinar tersebut, hadir juga narasumber penting lain, yakni Ir Raden Febri Christi, SPt MS IPM (Pengajar Fakultas Peternakan UNPAD), Septian Jasiah Wijaya (owner Waluya Wijaya Farm). Acara diikuti sekitar 200 peserta dari berbagai latar belakang, baik dari kalangan akademisi, pemerintahan, serta swasta dan umum.

Dijelaskan Nur Ali Muslim, di Indonesia sapi perah yang umum dibudidayakan adalah sapi jenis Peranakan Friesien Houlstein (PFH), merupakan sapi hasil persilangan antara sapi asli Indonesia yakni sapi jawa atau madura dengan sapi FH. Ciri fisik sapi PFH yakni secara penampilan menyerupai jenis sapi perah FH, produksi air susunya relatif lebih rendah daripada sapi perah FH, bentuk badannya juga lebih kecil dibandingkan sapi FH, produksi susunya berkisar 2.500-3.000 liter per masa laktasi. 

Di era industri 4.0 yang dicirikan oleh adanya penggabungan teknologi automatisasi dengan teknologi siber tersebut, membawa konsekuensi pada teknologi cerdas yang dapat terhubung dengan berbagai bidang kehidupan manusia, menjadi inovasi baru, temuan baru, teknologi baru, sistem baru dan juga peluang bisnis baru yang sangat besar.

Menghadapi hal itu, Ali mengatakan, industri pengolahan susu memiliki berbagai tantangan untuk segera berbenah. “Harus selalu berinovasi, karena jika tidak maka akan tertinggal dengan industri dan produk lain, terus mencari informasi-informasi terkait dan terkini, ketersediaan tenaga ahli menjadi hal yang diharuskan, serta mampu menggunakan media seperti Facebook dan Instgram sebagai sarana pemasaran, kemudian mampu menggunakan startup e-commerce agar produk lebih dikenal masyarakat,” kata Ali.

Sementara ditambahkan oleh Septian Jasiah, salah satu kendala juga suplai susu lokal Indonesia yang masih jauh dalam mencukupi kebutuhan nasional.

“Dari kebutuhan susu, Indonesia masih mengimpor hampir 78% sedangkan susu dari peternak sapi perah Indonesia hanya 22% saja. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang dalam sektor peternakan sapi perah maupun pengolahan produk susu,” ujar Septian.

Padahal susu merupakan produk yang memiliki nilai gizi tinggi untuk masyarakat. Peluang usahanya pun masih terbuka lebar. “Kebutuhan inilah yang menjadi salah satu peluang berbisnis di sektor pengolahan susu,” tukasnya. (IN)

BANTU PETERNAK SAPI PERAH, FFI ADAKAN PROGRAM RENOVASI KANDANG

Program Renovasi Kandang untuk membantu peternak memiliki kandang yang nyaman (Foto: INF)



PT Frisian Flag Indonesia (FFI) menjalankan program Renovasi Kandang bagi para peternak sapi perah di Lembang dan Pangalengan. Program ini untuk membantu para peternak agar memiliki kandang ideal yang nyaman dan higienis.

Akhmad Sawaldi selaku Project Manager DDP & FDOV PT Frisian Flag Indonesia mengatakan kandang yang baik dan sesuai standar adalah syarat penting bagi kenyamanan peternak dan sapi perah.

Program Renovasi Kandang bertujuan memperbaiki kandang, meningkatkan kenyamanan sapi perah, meningkatkan produktivitas ternak, serta menjadikan peternak dan kandangnya sebcagai contoh bagi peternak sapi perah lainnya," ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (20/7/2020).

Dia menambahkan, peternak sapi perah mitra FFI dapat mendaftarkan kandangnya yang akan ditindaklanjuti tim dengan proses verifikasi dan seleksi. Jika seluruh persyaratan sudah terpenuhi, tim kontraktor yang ditunjuk FFI akan memulai proses administrasi dan melakukan renovasi.

Adapun bagian kandang yang mendapat perhatian dalam program ini meliputi struktur kandang, tempat pakan ternak, dan lantai kandang.

Sementara ini, sudah ada tujuh peternak dari koperasi di Lembang dan Pangalengan yang sudah direnovasi kandangnya dan menikmati manfaat dari program ini. Ke depannya FFI dan koperasi masih membuka kesempatan bagi peternak yang ingin merenovasi kandangnya sesuai dengan syarat dan ketentuan yang diterapkan.

"FFI berharap Program Renovasi Kandang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan para mitra peternak sapi di Indonesia serta mendukung pencapaian target produksi susu segar nasional," kata Sawaldi.

Saat ini, sebagian besar kondisi kandang sapi perah di Indonesia belum memenuhi syarat. Selain karena faktor pengetahuan, biaya yang cukup besar membangun kandang juga menjadi tantangan peternak. (Sumber: ayobandung.com)

SAMBUT HARI SUSU SE-DUNIA BEM FKH IPB GELAR WEBINAR



Hari susu se-dunia atau World Milk Day jatuh pada tanggal 1 Juni yang lalu. Dalam menyambut event tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB (BEM FKH IPB) mengadakan webinar dengan tema "Bisnis Susu ala Dokter Hewan".

Narasumber yang dihadirkan tentunya juga orang - orang yang sudah tidak diragukan lagi kompetensinya di bidang sapi perah Indonesia. Mereka adalah Drh Deddy Fakhruddin Kurniawan dan Drh Muhammad Dwi Satrio yang juga merupakan alumnus FKH IPB.

Antusiasme peserta pun terbilang tinggi, hal ini terlihat dari jumlah yang lalu - lalang masuk ke dalam aplikasi google meeting, kurang lebih 150-an orang hadir dalam webinar tersebut. Mereka pun bukan hanya berasal dari kalangan mahasiswa, tetapi juga dosen, ASN, peternak, bahkan praktisi sapi perah.

Seminar dibuka dengan paparan dari Drh Muhammad Dwi Satriyo yang bertajuk bisnis susu ala dokter hewan. Dalam presentasi dengan durasi 30 menit, Drh Satrio membagikan pengalamannya sebagai dokter hewan, peternak, dan pengusaha di bidang persusuan. 

Menurutnya konsumsi susu di Indonesia masih sangat rendah ketimbang negara - negara lain di Asia Tenggara apalagi dunia. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, namun menurutnya yang terpenting adalah kesejahteraan peternak sapi perah. 

"Harga susu di Indonesia rendah, jauh ketimbang di negara - negara Asia tenggara maupun dunia, oleh karenanya peternak enggan membesarkan skala usahanya. Padahal kalau kita lihat negara tetangga saja, Malaysia misalnya, harga susunya lebih tinggi dari kita, sudah begitu konumsi susu negeri Jiran dua kali bahkan tiga kali lipat lebih tinggi daripada kita," tutur Satriyo. 

Belum lagi ketika bicara kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terhadap peternakan sapi perah, misalnya saja ia mencontohkan di kawasan Cisarua dekat tempat tinggalnya. Menurutnya, pemerintah harus lebih berpihak pada peternak sapi perah, supaya produksi susu bisa meningkat.

"Dulu di sini masih banyak tanah kosong, tumbuh banyak rerumputan bagus itu untuk hijauan pakan ternak ruminansia. Namun sekarang yang banyak tumbuh adalah villa - villa, lahan hijauan berkurang, jadi sulit buat kasih hijauan ke sapi, mau tidak mau peternak membeli rumput dengan harga yang kurang ekonomis, sementara harga susu segitu - segitu saja," papar Satriyo.

Satriyo juga membagikan tips beternak agar produksi susu meningkat, diantaranya dengan memberikan pakan terbaik, meningkatkan manajemen pemeliharaan, dan tetap menjaga sanitasi lingkungan dan hygiene di peternakan. Hal ini akan berpengaruh kepada produksi dan kualitas susu, karena kualitas susu juga menjadi hal yang menentukan dalam penentuan harga susu.

Sementara itu di presentasi kedua Drh Deddy Fakhruddin Kurniawan mengajak peserta untuk lebih mengubah mindset tentang persusuan di Indonesia. Ia mencontohkan bahwa di negara terbelakang, berkembang, dan negara maju mindset peternaknya berbeda.

"Kalau kita negara berkembang, pasti masih membicarakan soal peningkatan konsumsi dan produksi, sementara di negara maju sana mindset sudah berbeda, mereka bicara tentang genetik, animal welfare dan yang nomor satu adalah proud alias kebanggan terharap produk susu yang mereka hasilkan, kita kapan?," tukas Deddy.

Ia juga mengatakan bahwa di negara - negara maju, kampanye minum susu dilakukan secara masif dan terstruktur. Hal ini dilakukan karena mereka tahu betul bahwa susu juga merupakan sumber protein yang esensial bagi tubuh. 

"Konsumsi susu negeri paman Sam itu 9 - 10x lipat lebih tinggi dari negeri kita, konsumsi susu India, itu 4-5x lebih tinggi daripada Indonesia. Padahal, kalau menurut data penduduk dunia, Indonesia ini kan penduduknya paling banyak ke-4 atau ke-5 se-dunia, seharusnya konsumsinya ya nomor segitu juga," tukas Deddy.

Oleh karenanya menurut Deddy, perlu dilakukan juga kampanye masif yang terstruktur dan berkelanjutan agar masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi susu. Apalagi kalau susu yang dihasilkan berasal dari peternakan lokal, selain menyehatkan, tentunya bangga dengan produk peternak lokal, dan kita juga membantu peternak lokal kita, support our local farmer!. (CR)



GANGGUAN REPRODUKSI MERECOKI PRODUKTIVITAS SAPI PERAH

Peternakan sapi perah. (Istimewa)

Akhir tahun 2018 kemarin, penulis berkesempatan kembali berkunjung ke salah satu peternak sapi perah binaan yang berada di Situ Udik, Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Setelah lebih dari dua tahun tidak ke sana, perjalanan menuju Kavling 43 menurut penulis banyak mengalami perubahan. Kavling-kavling yang semula penuh dengan sapi perah, kini terlihat lengang dan kosong. Lalu-lalang truk pengangkut rumput dan pengangkut susu ke koperasi juga terlihat kian sepi. Sebagian kandang dibiarkan kosong dan ditumbuhi rumput-rumput liar yang terlihat bersemak semak. Selain itu, kavling rumah anak kandang juga terlihat kosong. Terbesit pertanyaan di benak penulis, apa benar beternak sapi perah di sana sudah tidak menjanjikan lagi?

Melihat fenomena tersebut penulis berbincang dengan H. Burhan pemilik Kavling 43 yang kini masih bertahan dengan populasi 50 ekor sapi perah. Dari populasi tersebut 21 ekor laktasi fase medium dan late dengan days in milk lebih dari 150 hari, sebanyak tujuh ekor calon dara umur kurang dari 15 bulan serta populasi lainnya periode kering, pedet dan sapi jantan.

Burhan bercerita bahwa pada puncak laktasi sapinya dapat mencapai produksi 20 liter per hari. Beberapa sapi mengalami kendala reproduksi yaitu susah terjadi kebuntingan, sehingga produksi susu akan turun terus-menerus secara alami. Ia mengatakan, selain karena faktor pelayanan petugas reproduksi dari koperasi yang masih harus dioptimalkan, banyaknya fenomena pendarahan 1-2 hari setelah inseminasi buatan atau yang dikenal sebagai metestrus bleeding kerap ditemukan.

Produksi susu akan berada pada puncak laktasi pada days in milk 30-120 hari yaitu pada fase peak. Produksi dapat bertahan pada puncak 1-2 bulan kemudian dengan manajemen pemeliharaan dan nutrisi yang bagus. Secara umum pada fase medium atau late dengan days in milk lebih dari 150 hari akan terjadi penurunan secara alami. Sapi dengan perfoma reproduksi baik akan terjadi perkawinan dan kebuntingan pada days in milk 90 -120 hari, sehingga masa kering kandang akan dilakukan pada days in milk 300-330 hari (fase late).

Pada days in milk ini kering kandang dapat berjalan dengan baik dan produksi susu selama tujuh bulan proses kebuntingan juga masih menguntungkan. Sebaliknya, jika kebuntingan terjadi pada fase late (days in milk lebih dari 210 hari), maka pengeringan terjadi pada days in milk 420 hari. Jika hal ini terjadi maka peternak akan mengalami kerugian, karena pada fase late produksi susu sudah tidak mampu menutupi biaya produksi. Kondisi yang lebih parah lagi, jika hingga fase late induk tidak bunting produksi susu akan berhenti atau diberhentikan dalam kondisi tidak bunting (dry off).

Kesempatan berikutnya penulis melakukan observasi ke kandang sapi perah milik Burhan. Desain kandang yang digunakan sangat minim cahaya matahari yang menyebabkan deteksi birahi dengan melihat faktor eksternal tanda birahi menjadi sulit (abang, abuh, anget, dinaiki, menaiki dan keluranya lendir bening). Masalah lainya yang ditimbulkan karena minimnya cahaya matahari adalah kurangnya asupan...

Drh Joko Susilo, M.Sc.
Medik Veteriner Muda
Balai Veteriner Lampung

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Februari 2019.

Geliat Pemasaran Susu Sapi di Rejang Lebong

Susu besar manfaatnya untuk anak-anak (Foto: Pixabay)

Strategi peternak sapi perah di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu dalam memasarkan susu sapi ini patut dicontoh. Guna menyerap produksi susu di Rejang Lebong, peternak dan dinas terkait menggulirkan gerakan minum susu dikalangan pelajar yang mereka namakan Gerimismas, dalam bentuk kerjasama dengan sekolah-sekolah yang ada di Rejang Lebong .

"Kita akan melakukan penjualan susu sapi perah yang sudah dikemas dengan beberapa rasa ke sekolah-sekolah, karena memang susu sangat besar manfaatnya untuk anak-anak," ungkap Plt Kabid Peternakan Dinas Peternakan dan Perikanan Rejang Lebong sekaligus Kepala Puskeswan Curup, Drh Firi Asdianto.

Seperti diberitakan bengkulu.antaranews.com, Senin (21/1/2019), saat ini produksi susu sapi perah yang dihasilkan dua kelompok di Rejang Lebong mencapi 200 liter per hari, sedangkan yang terjual perharinya baru berkisar 50 persen saja.

"Dari 200-an liter susu segar yang dihasilkan ini langsung dibeli oleh koperasi baru 80 liter per hari. Sisanya harus dijual peternak sendiri dan jika tidak laku, kan sayang kalau terbuang begitu saja," ujarnya.

Dalam memaksimalkan penjualan susu segar yang dihasilkan dua kelompok peternak sapi perah yang ada di Desa Air Bening, Kecamatan Bermani Ulu Raya dan Desa Mojorejo, Kecamatan Selupu Rejang, pihaknya juga menawarkan usaha penjualan susu segar kepada masyarakat Rejang Lebong sehingga bisa membantu pemasaran produksi susu segar dari peternak.

Kalangan warga setempat yang tertarik membantu pemasaran susu peternak tersebut akan mereka dukung sepenuhnya dengan memberikan bantuan pinjaman alat untuk penjualan susu segar, antara lain lemari pendingin untuk tempat penyimpanan susu agar tidak cepat rusak.

Alat penyimpan susu ini mereka pinjam pakaikan kepada pelaku usaha susu di daerah itu. Apabila usahanya tidak produktif lagi, maka akan mereka diambil, guna diberikan kepada penjual susu lainnya yang membutuhkan.

Selain akan meminjamkan lemari pendingin, Dinas Pertanian dan Perikanan Rejang Lebong, imbuh Firi, juga akan memberikan bantuan wadah susu (cup) maupun alat pengemasan susu yang akan dijual itu sendiri. (NDV)

Aging Population Tenaga Kerja Sapi Perah Mengancam Keberlanjutan Usaha

Sapi perah yang dibudidaya di daerah Kopeng, Kabupaten Semarang.

Kira-kira 100 meter dari Jalan Raya Solo-Semarang tepatnya di Kelurahan Doborejo, Kecamatan Argo Mulyo, Kabupaten Salatiga, Jawa Tengah, penulis bersama Tim Monitoring Sapi Perah Direktorat Bibit dan Produksi menjumpai kelompok tani yang salah satu aktivitasnya beternak sapi perah.

Ada hal sangat menarik dari kelompok tani ini, yaitu semua anggota kelompoknya rata-rata berusia di atas 60-70 tahun, tampak giginya ada yang tanggal, ompong dan berambut uban. 

Dari hasil wawancara, mereka sebenarnya pekerja telaten dan memang mengabdikan untuk usaha sapi perahnya dengan memerah susu sapinya dua kali sehari dan rajin menyabit rumput hijauan pakan. Ditanya rumput apa yang dipakai, dengan lancarnya mereka sebut nama-nama rumput hijauan pakan ternak untuk pakan hijauan dan legume konsentratnya dengan sejumlah perbandingan dicampur pula dengan kulit kacang hijau, kulit kopi dan kulit singkong sebagai penambah cita rasa pakan ternaknya. 

Produksi susunya lumayan bagus, yaitu 12-13 liter per hari yang diambil secara rutin harian oleh loper koperasi susu dan dihargai Rp 4.400 per liternya, setelah melalui tes berat jenis oleh sang loper. 

Potret tenaga kerja yang menua ini sebenarnya merupakan fenomena umum ketenagakerjaan sektor pertanian kita. Semakin banyak brain drain tenaga kerja muda yang lari ke perkotaan untuk mencari pekerjaan di sektor informal maupun formal. 

Efek backwash ini tentunya meninggalkan tenaga kerja pertanian di pedesaan yang semakin menua, karena sulit mencari penggantinya. Seperti kata seorang warga, Sutimah yang beranak empat, semuanya tertarik bekerja jadi kuli bangunan di perkotaan. Mereka hidup mengontrak rumah di perkotaan dan berpikir biarlah orang tua hidup tenang menggarap sawah dan sapi perahnya. Akibatnya, dalam usaha sapi perah sebagian jadi usaha penggemukan sapi dengan mengawinkan sebagian dengan sapi Limousin atau Simmental atau sapi Merah mereka menyebutnya.

Tindakan ini wajar, karena dari susu sapinya mereka memperoleh income harian dan sebagai tabungan dari usaha penggemukan sapi persilangannya. Jadi sederhana pikirannya, namun cerdas mencari solusi ditengah himpitan kemiskinan struktural yang mendera mereka. 

Kendati demikian, mereka tidak berpikir bagaimana melanjutkan usaha sapi perahnya, sementara usia mereka semakin menua. Tanpa khawatir sedikitpun lalu mereka berpikir bahwa usaha mereka akan berlanjut dengan memanggil pulang anaknya kelak, bila dia meninggal melalui kerabatnya yang sudah guyub itu.

Menurut Hasil Sakernas BPS 2017, menunjukkan bahwa memang tenaga kerja pertanian Indonesia dari tahun ke tahun termasuk peternakan, semakin menua. Data Sakernas tersebut menunjukkan bahwa usia di atas 60 tahun di ketenagakerjaan peternakan berjumlah 929.387 orang atau porsinya mencapai 22,1% dari total keseluruhan, diikuti usia 55-59 tahun 10,6% dan usia 50-54 tahun 10,2%.  Gambaran ketenagakerjaan peternakan tersebut seperti tercantum dalam diagram berikut:...

M. Chairul Arifin

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Januari 2019...

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer