Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Peternakan Unggas | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

URGENSI SERTIFIKASI NKV PADA BUDIDAYA UNGGAS PETELUR

Suasana Webinar

Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI), Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (ASKESMAVETI), dan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Kementerian Pertanian RI melaksanakan Webinar bertajuk Obrolan Ringan Kesmavet (ORKES) pada Sabtu (9/12) melalui daring Zoom Meeting. 

Tema yang diangkat dalam webinar pada hari itu yakni Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) pada usaha budidaya unggas petelur. Lebih dari 50 peserta mengikuti acara tersebut. Hadir sebagai narasumber yakni Drh Siwi (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor), Drh Sri Hartati (ASKESMAVETI), Drh Yosi (PT Alfindo), dan Drh Diah Nurhayati (Direktorat Kesmavet Kementan RI). 

Tujuannya yakni sebagai sosialisasi mengenai sertifikat NKV pada unit budidaya unggas petelur baik bagi dokter hewan yang terjun langsung di lapangan, peternak, bahkan dinas - dinas yang menaungi fungsi - fungsi peternakan di tiap kota, kabupaten, dan provinsi. 

Dalam sambutannya Ketum ADHPI Drh Dalmi Triyono mengatakan bahwa NKV masih menjadi kegelisahan bagi peternak dan dokter hewan yang berkecimpung di peternakan unggas petelur. Hal tersebut menurut dia lantaran masih banyak hal yang ambigu dan belum dapat dipahami sepenuhnya terkait sertifikasi NKV di tingkat peternak dan bahkan dokter hewan yang bergerak di perunggasan.

"Atas kekhawatiran ini kami berkoordinasi dengan ASKESMAVETI, lalu kami coba mengedukasi anggota PDHI dan peternak terkait ini melalui acara ORKES ini. Semoga acara ini menambah pemahaman kita semua terkait NKV," tutur dia. 

Pada kesempatan yang sama Ketum ASKESMAVETI Drh Renova Ida Siahaan menyambut baik acara ini. Menurutnya, seritfikasi NKV yang telah digalakkan kepemilikannya oleh pemerintah sejak 13 tahun yang lalu nyatanya masih sulit diimplementasikan di lapangan. 

"Mungkin baru sebagian kecil saja unit usaha budidaya unggas petelur yang memilikinya, bahkan yang kami ketahui baru 10% saja di seluruh Indonesia. Saya berharap dari pertemuan ini dokter hewan di lapangan yang bergelut di peternakan unggas petelur juga bisa jadi promoter dan mitra agar peternak mau memiliki sertifikat NKV," kata Renova. 

Alur pendaftaran Sertifikasi NKV diperesntasikan oleh Drh Diah Nurhayati. Dirinya secara rinci menjelaskan terkait background, esensi, dan perincian dokumen dan persyaratan lain yang digunakan untuk mendaftarkan sertifikasi NKV. Selain unsur administratif, ia juga menjelaskan aspek teknis terkait sarana dan sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh unit usaha yang hendak mendaftarkan sertifikat NKV.

Selanjutnya terkait pendaftaran sertifikat NKV melalui aplikasi SISKAS NKV yang terintegrasi OSS dijelaskan oleh Andika Wahyu. Ia mengatakan bahwa aplikasi tersebut dibuat untuk mempermudah pemohon dalam mendaftarkan dan memantau status sertifikat NKV-nya. Selain itu aplikasi juga akan memudahkan petugas dinas terkait untuk melakukan pengecekan, verifikasi, dan pengesahan terkait audit dan penerbitan NKV. 

Update mengenai aspek teknis dan administrasi juga disampaikan oleh Drh Siswiyani dari Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor. Beberapa aspek teknis dan administratif tadi dilakukan untuk mempermudah peternak dalam mengurus sertifikat NKV dan mengaplikasikan persyaratannya di farm.

Yang menarik yakni ketika Drh Yosi dari PT Alfindo mempresentasikan materinya. Ia secara gamblang membeberkan pengalamannya mengurus sertifikat NKV, melaksanakan persyaratannya, serta benefit yang didapat dari diperolehnya sertifikat NKV.

Berbagai tanggapan dari peserta yang hadir juga mewarnai acara tersebut. Misalnya seperti aspek pendampingan dan penanggung jawab teknis NKV di farm, nasib peternak mikro yang kemungkinan merasa diberatkan dengan persyaratan, lama antrean dan waktu pengurusan, kurangnya tenaga auditor dari pemerintah, dan lain sebagainya. Rencananya ADHPI dan ASKESMAVETI akan kembali berkoordinasi melalui event serupa maupun kegiatan berbeda lainnya (CR).




SEMINAR ONLINE II: PANDEMI VS BIOSEKURITI, PERLU DICERMATI PETERNAK UNGGAS

Seminar Pandemi vs Biosekuriti yang dihadiri oleh akademisi, pemerintah, swasta dan asosiasi bidang peternakan. (Foto: Dok. Infovet)

PT Gallus Indonesia Utama melalui GITA Organizer dan Infovet kembali menyelenggarakan Seminar Online Kedua mengenai “Pandemi vs Biosekuriti pada Peternakan Unggas”. Seminar yang diselenggarakan Kamis (18/6/2020) diikuti oleh akademisi, pemerintah, swasta dan asosiasi peternakan.

Serupa dengan seminar pertamanya, kegiatan yang kedua kalinya ini kembali menghadirkan National Technical Advisor FAO ECTAD Indonesia, Alfred Kompudu dan Poultry Technical Consultant, Baskoro Tri Caroko, serta dimoderatori langsung oleh Pemimpin Redaksi Majalah Infovet, Bambang Suharno.

Dalam sesi pertama, Alfred Kompudu menyampaikan mengenai implementasi biosekuriti tiga zona di usaha peternakan unggas. Dalam paparannya, ia memaknai biosekuriti sebagai tindakan atau pengamanan hidup yang perlu dicermati oleh peternak.

“Sebagai pengamanan hidup karena prinsip dari biosekuriti itu sendiri adalah mencegah mikroba masuk, berinteraksi, tumbuh dan berkembang, serta menyebar ke seluruh area kandang. Adapun elemen dari biosekuriti tersebut adalah isolasi, kontrol lalu lintas dan sanitasi,” kata Alfred.

Manisfestasi dari biosekuriti dimaksud Alfred adalah dengan mengimplementasikan biosekuriti tiga zona, yakni dengan cara membagi areal kandang dalam tiga zona, yakni zona merah, kuning dan hijau, dengan tujuan memberi keuntungan pada peternak.

“Keuntungan dari mencegah mikroba menginfeksi unggas, menyaring mikroba hingga tiga lapisan perlakuan, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat bagi anak kandang, memiliki daya saing perunggasan dari sisi kualitas produk yang dihasilkan, menurunkan ancaman resistensi antibiotik (AMR) bagi konsumen dan yang pasti telah sesuai dengan Good Farming Practices,” jelasnya. 

Terkait dengan bagaimana cara mengimplementasikan biosekuriti tiga zona tersebut, dijelaskan Alfred secara rinci, yaitu dimulai dari membuat layout (denah) kandang, penentuan areal mana saja yang dimasukkan ke dalam zona merah (areal kotor), kuning (areal perantara) dan hijau (areal bersih), kemudian membuat daftar risiko dari orang, benda dan hewan (OBH), lalu urutkan daftar risiko tersebut dari yang tertinggi, pikirkan bagaimana pengendalian daftar risiko dapat dilakukan dengan elemen biosekuriti, serta terakhir sosialisasikan dan berkomitmen untuk intens menerapkannya.

“Jika telah diimplementasikan, hal yang perlu dilakukan adalah monitoring dan evaluasi kegiatannya, mulai dari anak kandang, ternak dan produksinya, serta kesehatan dari ternak yang dipelihara,” ucap dia.

Pembicara seminar Baskoro dan Alfred, bersama Moderator Bambang Suharno. (Foto: Dok. Infovet)

Sementara pada sesi kedua, Baskoro Tri Caroko menyampaikan hal berkaitan dengan pentingnya disinfeksi pada peternakan unggas. Menurut dia, disinfeksi pada dasarnya adalah kegiatan pembasmian hama. Pelaksanaannya ditujukan untuk menonaktifkan virus dan mikroba lain pada berbagai karakteristik hidup yang dimilikinya.

“Fakta lapangan, vaksinasi saja tidak cukup atau tidak mampu memproteksi unggas hingga 100%, padahal risiko penularan penyakit sangat tinggi dari berbagai macam sumber penularan, sehingga upaya disinfeksi diperlukan agar ayam tetap sehat, serta dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal,” kata Baskoro.

Ia pun mengimbau kepada peternak untuk dapat menerapkan One Health, yakni mengendalikan penyakit lebih dini untuk kesehatan manusia, hewan dan lingkungan yang optimal.

“Implementasinya dapat dilakukan dengan cara menerapkan biosekuriti tiga zona, melakukan disinfeksi dengan baik dan tepat guna, amankan unggas dari sumber penularan penyakit, serta istirahatkan kandang selama 14 hari sebelum diisi kembali,” imbuhnya.

Ia juga mengajak peternak untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit menular di usaha peternakan unggas semasa pandemi COVID-19 melalui penerapan biosekuriti tersebut.

Upgrade manajemen pemeliharaan dan kesehatan, serta lakukan vaksinasi tepat guna, tepat waktu, tepat aplikasi dan terprogram dengan baik,” tandasnya. (Sadarman)

LIMA LANGKAH UNTUK KEMAJUAN PERUNGGASAN

Memasuki akhir tahun , seperti biasa ASOHI menyelenggarakan seminar nasional outlook bisnis peternakan. Seminar tahunan ini menampilkan narasumber para pimpinan asosiasi dan pembicara tamu. Kali ini ada yang berbeda, yakni tampilkan Ketua Umum HPDKI (Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia) Yudhi Guntara Noor sebagai narasumber untuk menyampaikan outlook bisnis peternakan domba dan kambing. Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI) menyampaikan situasi terkini tentang “waspada ASF” dimana sejak beberapa bulan lalu, Indonesia dihebohkan oleh banyaknya babi yang mati akibat penyakit misterius. Kasus ini menjadi perhatian dunia mengingat di negara tetangga seperti Timor Leste sudah ditemukan kasus ASF.

Selain itu tampil juga pembicara tamu Prof. Didik J Rachbini, seorang pakar ekonomi yang sekaligus seorang politisi senior. Hadirnya Didik menjadi penting karena seminar ini mengangkat tema “Bisnis Peternakan di Era Pemerintahan Jokowi Periode Kedua”. Didik yang pakar ekonomi dan praktisi politik sangat pas membawakan tema ini karena dengan kepakaran dan pengalamannya ia mampu menganalisa bagaimana prospek ekonomi makro di era pemerintahan Jokowi periode kedua.

Hal penting yang disampaikan Didik adalah peringatan  buat para pelaku bisnis bahwa tahun 2020 kemungkinan pertumbuhan ekonomi akan melambat. Namun jika terjadi krisis pun ia meyakini tidak akan seperti krisis tahun 1998. Ia mengibaratkan, situasi nya seperti kita naik sepeda di jalan berlumpur. Perlu hati-hati , jangan ngebut karena mudah terpeleset. Demikian  Didik mengingatkan. Tentunya peringatan ini berlaku untuk semua pelaku usaha, termasuk usaha peternakan.

Akan halnya masalah perunggasan, intinya para pimpinan asosiasi masih mengharapkan pemerintah melakukan langkah-langkah perbaikan dalam mengatur iklim usaha agar kondusif bagi semua pelaku. Kasus hancurnya harga ayam di Jawa Tengah yang merembet ke wilayah lainnya pada tahun 2019 ini menjadi pelajaran perlunya pengelolaan pasokan DOC nasional  agar sesuai dengan permintaan pasar.

Berdasarkan data realisasi impor GPS, Pinsar Indonesia memprediksi tahun 2020 masih terjadi gejolak harga akibat over supply, jika tidak dilakukan penanganan yang serius.

Melihat pandangan-pandangan para narasumber, Infovet sudah beberapa kali menulis pandangan perihal bagaimana sebaiknya pemerintah campur tangan dalam urusan usaha perunggasan.

Setidaknya ada  lima langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam menangani gejolak perunggasan.

Pertama,  adalah manajamen pasokan (supply management). Pemerintah perlu campur tangan dalam urusan ini agar pasokan ayam dan telur sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tidak perlu khawatir karena negara yang menganut ekonomi pasar bebas pun melakukannya. Di Indonesia, pengaturan pasokan sangat penting karena mayoritas peternak menjual ayam hidup yang sangat rawan "dikendalikan"  pedangang karena keterbatasan waktu jual. Langkah ini sudah dilakukan pemerintah dengan membentuk Tim Analisa Supply Demand. Bahwa tim ini mungkin dipandang sebagian peternak belum menghasilkan rekomendasi yang jitu, sebaiknya didiskusikan perbaikan yang akan datang, apakah perbaikan metode kerja, jumlah anggota tim atau yang lainnya.

Kedua adalah hilirisasi, yang maksudnya pemerintah perlu mendorong pelaku usaha agar sebanyak mungkin yang melakukan investasi RPU (Rumah Pemotongan Unggas), sehingga yang dijual ke konsumen adalah daging beku dan daging segar dingin. Jika ini berkembang, maka gejolak harga kemungkinan tidak akan terlalu tajam dan masih dalam batas yang bisa diterima pelaku usaha.
Pemerintah juga sudah mengatur melalui Permentan agar peternak dengan skala tertentu wajib memiliki RPU. Dalam hal ini kami berpendapat, perlu ada kebijakan insentif yang menarik misalkan keringanan pajak, bantuan sarana dan yang lainnya, agar hilirisasi akan lebih cepat terealisir dan dampak lanjutannya fluktuasi harga ayam tidak terlalu tajam.

Ketiga adalah peningkatan konsumsi melalui promosi. Kampanye ayam dan telur masih bisa ditingkatkan karena pendapatan masyarakat makin meningkat dan jumlah penduduk terus bertambah. Upaya menangkal hoax tentang ayam dan telur masih menjadi PR masyarakat perunggasan dan pemerintah. Di tahun yang akan datang diharapkan pemerintah pusat dan daerah dapat memiliki anggaran khusus untuk kampanye ayam dan telur. Karena inilah sumber protein hewani yang paling terjangkau masyarakat namun masyarakat masih ditakut-takuti informasi mengenai hormon, kolesterol dan informasi negatif lainnya. Saat ini kampanye ayam telur baru dilakukan oleh asosiasi perunggasan saja dengan dana mandiri yang mungkin dampaknya tidak begitu besar.

Kementerian lain seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan kampanye  Gerakan Makan Ikan  (Gemarikan) yang kegiatannya mulai dari pusat hingga daerah secara berkesimbungan . tentunya Kementan juga bisa melakukan hal yang sama.

Keempat adalah pemasaran ke luar negeri. Kegiatan ekspor bukanlah semata-mata untuk meraih untung sesaat, melainkan sebagai langkah pengendalian supply demand di dalam negeri sekaligus promosi untuk membuka pasar baru. Insentif untuk perusahaan yang melakukan ekspor perlu diberikan agar kegiatan ini bisa terus berkembang.

Kelima, yang tak kalah pentingnya adalah pengendalian penyakit unggas. Jika ada wabah penyakit perlu penanganan yang cepat agar peternak terlalu lama tidak bertanya-tanya tentang bagaimana mengatasinya sehingga korban tidak terus bertambah dan konsumen makin ketakutan. Wabah AI tahun 2004 menjadi pelajaran bagi kita. Kini di era bebas AGP peternak juga dituntut melakukan perbaikan sistem budidayanya.

Menurut catatan Infovet lima langkah tersebut sudah dilakukan pemerintah, tinggal dikembangkan lagi  agar berdampak lebih positif bagi perunggasan nasional.  Mudah-mudahan tahun 2020 kebijakan dan implementasinya bisa disempurnakan lagi. Masyarakat perunggasan perlu memberikan masukan konstruktif untuk suksesnya program tersebut.***

Disusun oleh Bambang Suharno, Pemimpin Redaksi Majalah Infovet.
Artikel ini adalah Editorial Majalah Infovet edisi Desember 2019

TELAH HADIR BUKU BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS

Kita ketahui bersama Biosekuriti merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam suksesnya budidaya peternakan, oleh karena itu para pelaku budidaya peternakan maupun para petugas lapangan dari perusahaan sarana produksi peternakan (perusahaan obat hewan, pakan, bibit, kemitraan), serta  petugas penyuluh dari pemerintah perlu terus meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya mengenai biosekuriti mulai dari konsep hingga pelaksanaannya.
Prinsip dalam pencegahan dan pengendalian penyakit di dalam sebuah industri peternakan unggas adalah dengan cara penerapan manajemen flock, biosekuriti, tindakan vaksinasi, dan sanitasi. Sampai saat ini, biosekuriti masih menjadi salah satu metode terbaik untuk meminimalisir mikroorganisme di dalam peternakan. Dengan menyusun program biosekuriti, kita tidak hanya menciptakan lingkungan peternakan yang sehat namun juga dapat mencegah penyebaran penyakit zoonosis dan menjamin kesehatan masyarakat.
Kebutuhan informasi dalam bentuk buku seperti Buku Biosekuriti Peternakan Unggas ini diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai manfaat biosekuriti dan bagaimana implementasinya di lapangan. Diharapkan para peternak, penyuluh peternakan, mahasiswa, tenaga lapangan dari perusahaan sarana produksi peternakan dapat memanfaatkan buku ini sebagai salah satu referensi penting untuk menjalankan biosekuriti.
Buku setebal 128 halaman ini juga dilengkapi dengan katalog peralatan penunjang biosekuriti dan daftar obat antiseptik dan desinfektan. Sehingga buku ini sangat layak menjadi salah satu referensi penting untuk menjalankan biosekuriti di farm anda!
Segera dapatkan bukunya melalui GITAPustaka (Infovet Group) di no kontak 082311962430 atau 08568800752.


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer