Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Peternak Broiler | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

HARGA JUAL ANJLOK, PETERNAK SAMBANGI KEMENTAN DAN KEMENDAG

Mediasi peternak rakyat dan integrator yang dilakukan di Kementerian Pertanian, Selasa (26/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam kurun waktu tujuh bulan terakhir (Agustus 2018-Maret 2019), industri perunggasan nasional mengalami kemerosotan harga live bird (LB) broiler di tingkat peternak yang mencapai Rp 12.000/kg. Hal ini diperparah lagi dengan tingginya harga DOC dan pakan, yang membuat peternak bertepuk jidat. Padahal HPP peternak yang ditetapkan pemerintah mencapai Rp 19.000/kg

Awal Maret 2019, para peternak sempat melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara, menuntut kenaikan harga jual dan penurunan harga DOC serta pakan, namun tuntutan tak kunjung terpenuhi, bahkan jelang minggu terakhir di bulan yang sama.

Para peternak terus memperjuangkan nasibnya. Tuntutan pun kembali mereka sampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, Selasa (26/3). Dirjen PKH melakukan mediasi para peternak yang mengajukan Tuntutan Perjuangan Peternak Rakyat dan Peternakan Mandiri (Perjuangan PRPM) dengan integrator (peternak besar).

Sugeng Wahyudi, selaku koordinator peternak sekaligus tim mediasi mengatakan, penyebab hancurnya harga LB disebabkan karena tingginya biaya sarana produksi (DOC dan pakan), diikuti berlebihnya produksi broiler dan lemahnya permintaan.

Ia menyebut, berbagai upaya memang sudah dilakukan pemerintah, namun sampai hari ini belum nampak perubahan signifikan dan cenderung semakin menekan harga LB ke titik terendah. “Apa yang menjadi harapan kita terkait tuntutan peternak semoga bisa mendapatkan solusinya,” kata Sugeng saat mediasi dihadapan integrator.

Adapun lembar tuntutan yang disampaikan peternak diantaranya, tuntutan jangka pendek yakni harga LB Rp 20.000/kg sesuai Permendag No. 96/2019 yang berlaku paling lambat 1 April 2019. Kemudian peternak meminta harga DOC Rp 5.500/ekor dengan kualitas grade I dan harga pakan grade premium turun Rp 500/kg yang berlaku mulai 28 Maret 2019. PRPM juga menuntut kepastian mendapatkan supply DOC sesuai kebutuhan rutin dan meminta penghapusan bundling pakan dan DOC. 

Untuk jangka menengah, mereka meminta adanya Perpres yang melindungi peternak rakyat, melakukan revisi Permentan 32/2017, diantaranya penghapusan kuota GPS dengan melakukan pengaturan di level PS dan impor GPS tetap diawasi serta tidak boleh diperdagangkan. Lalu, integrator wajib menjual LB ke pasar modern (hotel, restoran, kafe) dan meminta pasar becek (tradisional) dikembalikan kepada peternak rakyat, serta meminta ketegasan soal pembanguna CHS diintegrator.

Dalam jangka panjang, tuntutan PRPM meminta mengganti UU Peternakan No. 18/2009 jo UU No. 41/2014 dengan peraturan yang lebih berpihak kepada peternak rakyat dan peternak mandiri.

Beberapa tuntutan tersebut dibacakan dihadapan integrator yang hadir pada mediasi, diantaranya perwakilan Japfa, Charoen Pokphand Indonesia dan Cheil Jedang. Hingga mediasi usai, tuntutan pun masih memerlukan evaluasi bersama.

Hal serupa juga terjadi kala tuntutan PRPM dibawa ke Direktorat Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Rabu (27/3). Menurut salah satu koordinator peternak kepada Infovet, tuntutan yang diajukan masih belum menemui gambaran kebijakannya.

Dari haril pertemuan tersebut, mereka akan mencoba meminta bantuan ARPHUIN (Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia) untuk menyerap ayam milik peternak. Namun, jika harga ayam di tingkat peternak tak kunjung naik dalam dua hari ke depan, tuntutan akan dievaluasi dengan menghadap kembali ke Kementan dan Kemendag 1 April mendatang. (RBS)

PETERNAK MENUNTUT HARGA PAKAN DAN DOC TURUN

Demonstrasi peternak unggas rakyat yang tergabung dalam PPRPN di depan Istana Negara, Selasa (5/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Ribuan peternak ayam broiler yang tergabung dalam Sekber Penyelamatan Peternak Rakyat dan Perunggasan Nasional (PPRPN) menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Negara, Selasa (5/3).

Sebagian tuntutan dari peternak yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia ini meminta harga DOC dan pakan turun, agar biaya produksi tak membengkak.

"Harapan kita hari ini pemerintah mendengar apa yang menjadi keinginan peternak rakyat, yakni harga ayam harus naik di tingkat peternak. Sebab DOC dan pakan, serta sapronak lain yang kita beli di perusahaan tinggi harganya, ini memicu peternak rakyat bangkrut. Padahal kita hanya ingin menikmati hasil dari budidya kita," ujar Sugeng Wahyudi, salah satu koordinator aksi saat ditemui Infovet.

Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa perwakilan peternak rakyat dari daerah, diantaranya Lampung, Jawa Timur, Kalimantan, Bandung, Medan, yang meminta harga bibit serta pakan ternak turun dan harga jual ayam tidak ambruk di bawah hpp (Harga Pokok Produksi).

"Turunkan harga bibit dan pakan, jika tidak kita bakar saja. Pemerintah itu kalo kita jual (ayam) di atas hpp, pemerintah bertindak, tapi kalo harga jual turun di bawah hpp pemerintah diam saja," ujar perwakilan peternak Kalimantan saat menyampaikan aspirasinya.

Harga pokok produksi yang sudah diatur saat ini mencapai Rp 19-20 ribu/kg (live bird). Namun beberapa tahun terakhir harga jual ayam selalu berada di bawah hpp. Sementara adapun kenaikan harga DOC yang mencapai Rp 1.595/ekor dan pakan sebesar Rp 850/kg. Kenaikan terjadi sebanyak enam kali sepanjang 2018. Melonjaknya harga pakan disebabkan kenaikan harga jagung dalam negeri dan penguatan dollar. Sedangkan kenaikan harga DOC dipicu kenaikan harga pakan dan kenaikan biaya depresiasi akibat kosongnya kandang induk pasca pemangkasan produksi.


Aksi demonstrasi peternak rakyat yang meminta perlindungan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Selain itu, ditambahkan perwakilan peternak daerah Lampung, yang meminta budidaya dikembalikan seutuhnya kepada peternak mandiri. "Budidaya itu milik rakyat, kita juga ingin besar. Tolong perhatikan nasib kami (peternak). Ini kita akan perjuangkan sampai titik darah penghabisan."

Ini tentunya menjadi indikasi lemahnya pemerintah mengawasi industri perunggasan. Hal itu juga yang disampaikan Haris Azhar dari Lokataru.

"Pemerintah tidak mau mendengar peternak yang tiap hari gulung tikar dan merugi, mereka lebih peduli terhadap perusahaan besar, kita tidak bisa biarkan ini. Kita harus tuntut produksi peternakan milik peternak rakyat," katanya dihadapan para peternak. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer