-->

KOLABORASI USDA DAN NARA GELAR KONFERENSI PROTEIN

Foto Bersama Para Peserta 
(Foto : CR)


North American Renderers Association (NARA) kembali hadir menggelar perhelatan seminar di sektor peternakan. Kali ini NARA bersama dengan United States Department of Agriculture (USDA) menggelar acara bertajuk USDA - NARA Animal Protein Conference, USA Rendered Products : Nutrition, Sustainability, and Beyond. Acara tersebut berlangsung pada Selasa 24 September 2024 di Hotel Park Hyatt, Jakarta. 

Lisa Ahramijan selaku Konselor Bidang Pertanian Kedutaan Besar Amerika Serikat dalam pidato pembukanya menyambut baik apa yang telah dilakukan oleh NARA. Ia juga menyebut bahwa USDA akan sepenuhnya mendukung NARA dan menjadi partner yang baik bagi Indonesia dalam industri peternakan khususnya dalam bidang pakan ternak melalui NARA. 

Dalam kesempatan yang sama, Senior Vice President NARA Dana Johnson Downing, mengapresiasi terselenggaranya acara tersebut. Menurutnya Indonesia dan Amerika punya sejarah panjang dalam kerja sama dalam berbagai sektor termasuk pertanian, khususnya peternakan. Ia juga sedikit menjelaskan mengenai terminologi rendering yang mungkin asing di telinga masyarakat Indonesia. 

"Rendering adalah proses yang memanfaatkan kembali produk sampingan yang jika tidak akan terbuang dari daging yang tidak kita makan. Dengan mengolah bahan-bahan tertentu yang dianggap tidak dapat dimakan oleh banyak konsumen di Amerika Utara, seperti lemak, tulang, dan protein tertentu, para penyedia makanan menyediakan bahan-bahan yang bersih dan aman yang digunakan untuk mengembangkan produk-produk baru yang berkelanjutan sekaligus mengurangi limbah makanan secara keseluruhan," tuturnya. 

Ia juga menekankan bahwa rendering merupakan salah satu cara manusia dalam mengurangi limbah makanan yang nantinya dapat dimanfaatkan kembali untuk bahan pangan maupun bahan pakan bagi hewan ternak maupun hewan piara. Lebih jauh kemudian Dana menjabarkan mengenai lika - liku produk rendering di Amerika Serikat, hambatan, serta keunggulannya. 

Tidak ketinggalan Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak, Desianto Budi Utomo juga menjabarkan mengenai industri pakan di Indonesia. Meskipun pakan unggas masih menjadi pemegang dominasi dalam produksi pakan, ia menyebut bahwa potensi Indonesia masih terbuka dalam industri pet food

"Pet food ini cukup menjanjikan, namun memang sayangnya terkendala dari bahan baku. Dalam hal ini 85% komponen biaya produksi pakan berasal dari harga bahan baku, apabila harga bahan baku dapat ditekan, Indonesia masih bisa jadi pesaing bagi Thailand dalam industri ini," tuturnya.

Senada dengan Desianto, Syahroni Djaidi Ketua  Ketua Perhimpunan Pengusaha Makanan Hewan Kesayangan Indonesia. Dirinya melihat kesenjangan yang cukup lebar antara produksi dan kebutuhan pasar pet food. Hal ini juga ditambah dengan kebutuhan pakan yang semakin meningkat seiring bertambah populasi kucing dan anjing.

“Dari kondisi neraca perdagangan eksisting yang defisit dan kebutuhan pakan hewan yang bertambah tiap tahun, menunjukan peluang untuk memperkuat agroindustri pet food nasional, baik dengan mendorong penggunaan produk lokal yang ada atau membuat produk baru”, tutur dia.

Syahroni berharap keberadaan NARA dapat menjadi salah satu trigger kepada para produsen pet food untuk memulai dan mengembangkan usahanya. Ia juga yakin bahwa NARA siap menghadirkan bahan baku berkualitas untuk industri pet food

Selain pet food, pakan akuakultur juga memilki prospek yang menjanjikan di Indonesia. Hal tersebut dikemukakan oleh Denny Mulyono yang juga salah satu Ketua Umum GPMT yang membidangi pakan akuakultur. 

Dirinya mengutip data World Bank dimana potensi pakan akuakultur Indonesia diperkirakan meningkat pada tahun 2021 ke atas. Hal tersebut disebabkan karena produksi sektor budidaya akuakultur yang semakin naik karena permintaan pasar. Sedangkan, sektor perikanan tangkap diperkirakan menurun. 

"Isu over fishing dan isu lingkungan ini meningkatkan demand di sektor perikanan budi daya, oleh karena itu kesempatan ini kita harus ambil," tuturnya.

Denny juga menyebut bahwa dalam pakan akuakultur, produk hasil rendering digunakan sampai dengan 10%, oleh karenanya ia berharap agar NARA dapat menyediakan bahan baku yang berkualitas dengan harga yang terjangkau bagi produsen pakan akuakultur. 

Acara tersebut juga mengundang berbagai ahli baik dari pakan akuakultur maupun pet food. Beragam narasumber membahas aspek teknis mengenai pentingnya ketersediaan protein yang baik dan cukup dalam suatu formulasi ransum baik pet food maupun pakan akuakultur. 

Penyelenggaraan acara ini didukung oleh PT Gallus Indonesia Utama divisi GITA EO dan Majalah Infovet sebagai media partner (CR)

 

ENISTAN 2024, SUKSES DIGELAR DI INDONESIA

Foto Bersama Para Peserta ENISTAN 2024
(Foto : CR)
Industri makanan hewan kesayangan (pet food) terus mengalami permintaan, terlebih selama periode lockdown selama pandemi Covid-19. Peristiwa pandemi tersebut membuat masyarakat mulai mengembangkan hobi baru, salah satunya adalah mengadopsi hewan peliharaan. Tentunya dengan semakin meningkatnya minat memelihara hewan tentunya juga akan berbanding lurus dengan kebutuhan dari hewan peliharaan tersebut.

Di ASEAN sendiri, Indonesia adalah importir pet food terbesar setelah Malaysia dan Filipina, hanya Thailand dan Vietnam saja yang neraca perdagangannya positif (surplus). Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI (11/11/2021), pada tahun 2021 pemenuhan kebutuhan pakan sebesar 60 persen adalah impor.

Meskipun di Indonesia sendiri pet food masih banyak diimpor dari luar negeri bukan berarti produsen makanan hewan di Indonesia tidak menggeliat, beberapa produsen pakan ternak telah melirik ceruk dalam bisnis ini yang cukup menguntungkan.

Sebuah konferensi bernama Equipment & Ingredient Solutions to Animal Nutrition Conference (ENISTAN) digelar pada Selasa 16 Juli 2024, acara tersebut diprakarsai oleh North American Renderers Association (NARA) dan Lamb Consultacny. Acara tersebut dihadiri perusahaan yang bergerak di industri pakan, baik pakan aquafeed maupun pakan petfood.

Prospek Bisnis Pet Food di Indonesia

Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Ternak (GPMT), Deny Mulyono sebagai salah satu pembicara menyebut bahwa industri pet food merupakan salah satu industri yang cukup[ menjanjikan di masa depan untuk Indonesia.

Ia menyebut sebuah data survey yang dilakukan oleh Rakuten pada 2018 dimana Indonesia menempati posisi pertama dengan penduduk yang memiliki hewan peliharaan kucing terbesar di Asia.

Fakta bahwa Indonesia menduduki posisi pertama dengan hewan peliharaan kucing terbanyak se-Asia disebabkan karena Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia sehingga populasi kucing di negara ini jauh lebih besar dibandingkan dengan populasi anjing

“Besarnya angka ini tentu berdampak secara signifikan terhadap industri pet economy di Indonesia. Dari seluruh kategori layanan industri pet care di Indonesia, pet food menguasai pangsa pasar,” tutur dia.

Ia melanjutkan, pasar pet food di Indonesia merupakan pasar yang sedang berkembang pesat saat ini, khususnya industri pakan kucing. Tingkat pembelian pet food terlihat selalu meningkat walaupun pada awal kemunculan pandemi sempat terjadi penurunan jumlah volume pembelian.

Namun, pada 2021 lalu terjadi peningkatan volume pembelian hingga 17% atau 932.2 juta kg. Pemilik hewan peliharaan diperkirakan menghabiskan uang sekitar 1 jutaan per bulannya untuk membeli pet food, dimana saat ini pet food di Indonesia didominasi merek asing.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Syahroni Djaidi selaku Ketua Perhimpunan Pengusaha Makanan Hewan Kesayangan Indonesia. Dirinya melihat kesenjangan yang cukup lebar antara produksi dan kebutuhan pasar pet food. Hal ini juga ditambah dengan kebutuhan pakan yang semakin meningkat seiring bertambah populasi kucing dan anjing.

“Dari kondisi neraca perdagangan eksisting yang defisit dan kebutuhan pakan hewan yang bertambah tiap tahun, menunjukan peluang untuk memperkuat agroindustri pet food nasional, baik dengan mendorong penggunaan produk lokal yang ada atau membuat produk baru”, tutur dia.

Djaidi melanjutkan, pengembangan produk pet food lokal menghadapi tantangan dari sisi konsumen, sisi produsen dan kompetisi pasar. Dari sisi konsumen, pengembangan produk baru untuk segmen tertentu menghadapi sejumlah risiko, yaitu risiko fungsional, risiko physical , risiko sensory, dan risiko sosial.

Risiko fungsional terkait dengan fungsi kandungan gizi misalkan apakah produk berdampak pada kesehatan, kelincahan dan beberapa produk ditujukan untuk peningkatan kecerdasan hewan.

Risiko physical terkait dengan dampak fisik dari makanan misalkan apakah produk baru dapat menyebabkan bulu rontok, obesitas dan malas bergerak. Risiko sensory bisa saja terkait dengan menyebakan tidak mau makan, menimbulkan tubuh atau kotoran hewan lebih berbau. Risiko sosial terkait dengan risiko pemilik atau pemelihara dalam suatu komunitas, misalkan produk lokal akan dibandingkan dengan produk yang lain dan dianggap berdampak sosial dalam pergaulan di komunitas.

Dari sisi produsen tidak hanya pada aspek produksi dimana harus lebih efisien dengan mempertimbangkan skala produksi (economic of scale) tetapi juga mempertimbangkan aspek pemasaran. Aspek pasar bisa berupa edukasi produk baru, branding, pemilihan saluran distribusi/ mitra, promosi dan meyakinkan konsumen untuk memilih produk baru tersebut.

Tantangan berikutnya adalah kompetisi pasar. Kompetisi pet food, khususnya kucing dan anjing sudah pada kondisi pasar mature. Persaingan untuk segmen menengah ke atas sangat ketat dan didominasi oleh perusahaan global. Berdasarkan data dari Euromonitor (2022), tiga pemain teratas di sektor makanan kucing di Indonesia adalah Mars Inc, Colgate-Palmolive Co, dan Nestlé SA, mewakili 75,5 persen pangsa pasar pada tahun 2021.

Kesempatan Dalam Berjejaring

Melihat kesempatan tersebut Dr Peng Li yang mewakili North American Renderers Association (NARA) menyampaikan bahwa sebetulnya Indonesia masih bisa berbicara banyak dalam industri pet food. Bukan hanya sebagai importir pet food, Peng Li menilai bahwa Indonesia memiliki kesempatan sebagai negara produsen pet food di kawasan ASEAN.

“Untuk itulah kami hadir dalam menyelenggarakan konferensi ini. Kami membawa berbagai mitra bisnis kami baik dari segi bahan baku, mesin, dan bahkan teknologi terkini yang digunakan dalam industri pet food. Beberapa diantaranya bahkan telah menjadi supplier bagi produsen pet food terkemuka di dunia,” tuturnya.

Oleh karenanya output dirinya harapkan dari acara ini yakni terjadi sebuah simbiosis mutualisme dalam antar stakeholder untuk membangun industri pet food di Indonesia. Hal tersebut sangat memungkinkan, karena memang pasar yang tersedia di Indonesia sangat menjanjikan. (CR)

 

 

 

 

 

 

 

LAGI - LAGI NUTRICELL BERHASIL MERAMBAH PASAR INTERNASIONAL

Seremonial Pelepasan Ekspor Nutricell Oleh Wamentan

PT Nutricell Pacific, salah satu pemain utama di bidang peternakan dan Kesehatan Hewan kembali berhasil merambah pasar internasional. Kali ini pasar dari salah satu negara ASEAN, Vietnam dan secara mengejutkan Jepang berhasil mereka rambah. Acara seremonial pelepasan ekspor tersebut digelar di Kantor Nutricell yang berlokasi di Taman Tekno, Tangerang Selatan pada Senin 29 Januari 2024 yang lalu. 

Suaedi Sunanto selaku CEO Nutricell mengatakan bahwa produk yang berhasil diekspor kali ini berupa feed suplement dalam bentuk fat powder ke Jepang, dan produk pet food ke Vietnam. Tak kurang sebanyak 14 ton feed suplement dan sekitar 2000 box pet food berhasil mereka ekspor. Total nilai transaksi pada hari itu mencapai 50 ribu USD.

"Semua ini berkat kerja keras dan kolaborasi yang apik dari kita semua, saya ucapkan terima kasih kepada semuanya atas perjuangannya. Sekali lagi kami membuktikan bahwa produk lokal mampu bersaing di pasar global," tutur Suaedi dalam sambutannya. 

Fat powder sendiri menurut Suaedy merupakan salah satu feed suplement yang digunakan pada sapi perah. Biasanya sapi dengan produktivitas tinggi (lebih dari 30 liter susu / hari) kandungan lemak susunya berkurang. Oleh karenanya dibutuhkan suplementasi agar kadar lemak susunya sesuai standar. 

"Kami membuat fat powder dari bahan lokal asli yakni by product kelapa sawit. Alam menyediakan, teknologi kami menyempurnakan, sehingga didapatlah produk lokal berkualitas yang mampu bersaing dengan produk luar," kata Suaedi. 

Untuk produk pet food Nutricell produk yang diekspor berupa pakan basah dan snack untuk hewan kesayangan. Menurut Suaedi saat ini di Vietnam kebanyakan produk kompetirotnya berasal dari Thailand. Dimana Thailand merupakan produsen pet food terbesar di ASEAN dan kedua di dunia di bawah Amerika Serikat. 

"Kita juga berharap pemerintah juga serius dalam industri pet food ini, karena menurut kami ini masih sangat potensial. Bahkan pertumbuhan industri pet food di Indonesia masih berada diangka dua digit. Tentunya ini bisa menjadi kesempatan kita," tegas Suaedi.

Dalam kesempatan yang sama, hadir pula Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi. Ia menyatakan rasa bangganya kepada Nutricell karena menjadi salah satu perusahaan yang konsisten mengharumkan nama Indonesia melaui upaya ekspor. 

"Kami sangat bangga kepada Nutricell, semoga kedepannya bisa merambah pasar di negara lain, Timur Tengah misalnya. Kami juga di kementan berusaha sekuat tenaga untuk membantu produsen lokal untuk membuka pasar di seluruh dunia, oleh karenanya kerjasama ini harus terus berjalan untuk mengharumkan nama Indonesia," tutup Harvick. (Cr) 


ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer