Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Opini | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BERTAHAN DARI STATUS BEBAS PMK (SEJARAH YANG TERLUPAKAN )

Bambang Suharno

 Ketika terjadi wabah PMK di Indonesia sejak Mei  2022 lalu, banyak orang terkejut melihat betapa banyaknya kerugian yang diderita peternak. Masyarakat baru tersadar bahwa sejak 1990 Peternakan Indonesia dibuai oleh situasi yang nyaman tanpa PMK. Kondisi baik bertahun-tahun    ini dirasakan sebagai hal yang biasa saja, hingga    masyarakat lupa (atau melupakan) bahwa sebelum  tahun 1990 negeri ini harus berjibaku menghadapi  ancaman PMK yang menghabiskan dana triliunan rupiah.

 Masyarakat juga banyak yang tidak tahu bahwa pada periode bebas PMK tahun 1990 hingga 2022, Indonesia mengalami masa heroik dalam upaya mempertahankan diri dari masuknya wabah PMK. Masa itu berlangsung tahun 1999-2003 berupa pandemi PMK dimana banyak negara yang semula bebas PMK diserbu wabah PMK yang sangat tidak mudah diberantas.

Negara Eropa yang menerapkan sistem yang sangat ketat seperti Inggris dan Perancis  kebobolan wabah PMK dan harus memusnahkan jutaan ekor sapi (stamping out) sebagai upaya agar segera kembali mendapat status bebas PMK.

Mengapa Indonesia, sebagai negara berkembang, kali ini bisa bertahan dengan status bebas PMK? Ini karena Pemerintah waktu itu menerapkan kebijakan  maximum security (pengamanan maksimum). Konsep kebijakan  ini digagas dan diterapkan langsung oleh Dirjen Peternakan saat itu, Dr. Drh. Sofjan Soedardjat MS. Keputusan menerapkan kebijakan Maximum Security adalah keputusan yang berani, karena sebagai pejabat eselon satu ia harus meyakinkan atasannya (Menteri Pertanian), juga Menteri terkait lainnya,  Lembaga DPR, MPR dan juga presiden bahwa kebijakan ini akan efektif. Ia harus berkejaran dengan waktu antara berkordinasi dengan atasan, bawahan, lintas kelembagaan, dan sekaligus juga segera melakukan langkah taktis agar Indonesia tidak kebobolan PMK. 

Obrolan Tentang PMK bersama Dr Sofjan
Harap ditonton sampai selesai

Konsekuensi dari kebijakan Maximum Security, Sofjan sebagai Dirjen Peternakan harus tegas menolak bantuan daging dari negara lain yang tertular PMK, menolak kapal bermuatan jagung dari negara Argentina dan Brasil yang tengah dilanda wabah PMK, menerapkan disinfeksi terhadap Pangeran Charles yang berkunjung ke Indonesia karena Inggris sedang mengalami wabah PMK, menerapkan disinfeksi super ketat terhadap pemimpin negara G-20 yang waktu itu mengadakan pertemuan di Indonesia, menolak impor kulit dari negara Afrika, membatalkan rencana presiden Libya Muammar Khadafy yang berencana menunggang unta di Indonesia  dengan unta yang dibawa dari Libya, dan berbagai kebijakan yang pastinya harus melalui proses birokrasi yang tidak sederhana.

Untunglah akhirnya upaya yang dianggap “berlebihan” oleh sebagian orang ini, berhasil membuat Indonesia lolos dari serangan wabah PMK. Waktu itu wabah melanda ratusan negara ini hanya menyisakan 5 negara yang tetap bebas PMK, dimana salah satunya adalah Indonesia.  

Sebagai apresiasi atas keberhasilan Indonesia saat itu, tahun 2003 Menteri Pertanian Prof Bungaran Saragih didampingi Dirjen Peternakan  Sofjan Soedardat diundang oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties /OIE) untuk berpidato di depan para Menteri anggota OIE. Menteri Pertanian Indonesia saat itu berbagi pengalaman tentang keberhasilan Indonesia tetap bebas PMK. Inilah momen yang pastinya sangat membanggakan.

Sayangnya, kisah sukses menyelamatkan negara dari serangan wabah PMK periode ini sepi dari berita. Masyarakat menganggap bahwa tidak ada PMK adalah hal biasa saja.

Sofjan begitu gigih mempertahankan Indonesia bebas PMK bukanlah tanpa sebab. Pengalamannya sebagai ketua tim operasional pemberantasan PMK yang mewabah tahun 1983 menjadikan ia punya pemahaman dan pengalaman yang mendalam tentang PMK.  Di usianya yang masih 30an tahun, Sofjan saat itu dipercaya sebagai ketua tim operasional yang harus mampu berurusan dengan lintas kementerian hingga Polri dan TNI. Ia ditempa dengan situasi wabah. Bukan saja ditempa dalam keahlian sebagai dokter hewan yang menangani wabah, melainkan kemampuan berkordinasi dengan pejabat lintas sektoral, memimpin tim peternakan di pusat  dan daerah, juga berkordinasi dengan pejabat TNl dan POLRI, serta yang tidak kalah pentingnya, melakukan penyediaan vaksin dan obat-obatan dengan cepat.

Keberhasilan Indonesia mendapat pengakuan bebas PMK tahun 1990, tak lepas dari peran dia bersama timnya. Tak heran jika, di tahun 1999-2003 dengan jabatannya sebagai Dirjen,  ia berjuang keras agar PMK tidak masuk ke Indonesia. 

Dia juga bersama seniornya Dr Soehadji dan beberapa tokoh peternakan pada tahun 2010 melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK)  gara-gara UU no 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan membolehkan impor komoditi peternakan dari negara yang belum bebas MK.

Kini tatkala wabah PMK benar-benar terjadi di Indonesia, kita perlu kembali melihat sejarah. Mengambil pelajaran penting dari semua kejadian.

Itu sebabnya melalui kanal Youtube Infovet saya juga melakukan wawancara dengannya agar setidaknya pengalamannya bisa deketahui lebih banyak orang (klik layar video youtube di artikel ini atau klik di sini.

Saya juga mendorong Dr Sofjan Sudardjat untuk segera menulis buku tentang “Pengamanan Maksimum Kesehatan Hewan dan Risalah Khusus PMK di Indonesia”, agar publik punya referensi keilmuan, kebijakan dan pengalaman yang telah terbukti berhasil diterapkan.

Alhamdulillah usulan ini diterima dan penulisan buku langsung dikebut untuk segera terbit. Semoga lancar dan bermanfaat bagi masyarakat.**

Penulis adalah Pemimpin Umum/Redaksi Majalah Infovet

Langganan Majalah Chat WA di sini




CHAT LANGGANAN

DUGAAN ASAL TERJADINYA WABAH PMK DI INDONESIA

Pandangan dari sudut geo-ekonomi veteriner, oleh M Chairul Arifin

Wabah PMK kembali merebak sesudah Indonesia menikmati bebas dari PMK sejak tahun 1986 dan diakui oleh OIE secara resmi di tahun 1990. Menurut laman bnpb.go.id PMK yang mulainya hanya menyerang sapi dan kerbau di dua propinsi di awal Mei 2022 yaitu Aceh dan Jawa Timur, kini dalam waktu 59 hari saja, (14Juli 2022) telah meluas ke 22 propinsi dan menimbulkan kesakitan pada 368.073 ekor sapi dan kematian 2.235 ekor di 246 kabupaten/kota. Kalau dihitung rataan per harinya terdapat 6.746 ekor ternak sakit dan mati 39 ekor dalam sehari.

M Chairul Arifin

Demikian cepat wabah menular sehingga dinyatakan  sebagai Status Keadaan Darurat PMK oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang memang ditugasi sebagai  Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian dan Penanggulangan Wabah PMK oleh pemerintah. 

Menjadi pertanyaan dari mana asal usul terjadinya wabah, sampai episentrum awal di dua propinsi Aceh dan Jawa Timur? Narasi ini mencoba menjelaskan dari sisi geo-ekonomi veteriner mengapa timbul wabah PMK dengan maksud tidak sama sekali menyalahkan pihak terkait dalam menelusuri asal terjadinya wabah di dua propinsi episentrum yang kemudian meluas ke 22 propinsi pada 246 kabupaten/kota di Indonesia.

Untuk ini terdapat saling ketergantungan dengan kejadian PMK di tempat lainnya di belahan dunia yang  mempengaruhi Indonesia dan perkembangan di Indonesia sebaliknya akan berpengaruh di tingkat global, terutama dengan kemajuan teknologi informasi. 

SITUASI GLOBAL PMK DAN DAMPAKNYA KE INDONESIA SAAT INI

Kejadian PMK di Indonesia tidak terlepas dari situasi global khususnya di Asia Tenggara. Di tingkat global menurut World Organisation for Animal Health (WOAH yang dulunya disebut OIE) dilaporkan saat ini terdapat sejumlah negara yang dinyatakan bebas PMK, baik bebas tanpa vaksinasi dan bebas dengan tetap melakukan vaksinasi. Negara yang bebas tanpa vaksinasi ada 67 negara dan yang bebas tapi melakukan vaksinasi 14 negara. Terdapat pula sejumlah negara yang belum resmi status PMKnya tetapi telah mengajukan program pengendaliannya kepada WOAH, yaitu 8 negara diantaranya Botswana, Kyrgistan, Namibia, China, Mongolia, Thailand, India dan Maroko. Status Indonesia yang semula terkategori negara bebas tanpa vaksinasi terpaksa ditangguhkan status bebasnya oleh WOAH bersama dengan negara Kazachtan yang pada hampir bersamaan dengan Indonesia timbul wabah PMK di negaranya.

Situasi di tingkat internasional ini menjadi sangat menarik karena timbulnya wabah di Kazachtan dapat menjadi titik awal penelusuran wabah PMK di Indonesia. Negara yang berbatasan dekat dengan China ini mempunyai hubungan dagang erat dan merupakan pintu keluar China untuk berdagang dengan negara perbatasannya sampai ke negara di Asia Tenggara. Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand sampai Semenanjung Malaysia . 

Secara kebetulan pula dilihat dari perjalanan virus PMK dari negara tersebut berturut-turut ternyata sama dengan serotype dan typhotype virus PMK yang sedang mewabah di Indonesia, yaitu OME-SA/Ind-2001. Secara menarik perjalanan virus digambarkan dalam peta visual oleh laman VPH Boehringer Ingelheim Jerman dari Kazachtan, Nepal, Pakistan, India, Bhutan  Myanmar, Laos, Thailand, Semenanjung Malaysia, Aceh Tamiang, sampai pulau Jawa. 

Negara Asia Tenggara seperti Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam, Thailand dan Malaysia sudah tak terbantahkan lagi memiliki strain virus yang sama dengan China termasuk Indonesia saat ini. Kejadian wabah yang bersamaan dengan Kazachtan memperkuat dugaan terjadinya wabah di Indonesia ada kaitannya dengan negara di Asia Tenggara yang hulunya berada di China. 

TERNAK HIDUP ATAU PRODUK TERNAK?

Harian Kompas, 14 Juli 2022 dalam laporan investigasi melaporkan adanya penyelundupan ternak kambing Saanen dari Thailand. Kambing Saanen adalah rumpun/galur yang sudah ditetapkan Kementrian Pertanian sebagai kambing penghasil susu kambing. Pada saat saat wabah berlangsung lalu lintas ternak itu justru tengah berlangsung antara oknum pedagang Thailand dengan oknum pedagang Indonesia melalui pelabuhan tikus via daring di Kabupaten Aceh Tamiang, yang tidak terawasi. Laporan investigasi Kompas menyebutkan bahwa salah satu pintu masuknya ternak illegal tersebut ada di Dusun Sido Makmur, Desa Paya Udang Kabupaten Aceh Tamiang. Alur-alur sungai wilayah ini terlindung oleh lokasinya yang jauh dari keramaian. Aliran sungainya terhubung dengan laut lepas Selat Malaka yang menjadi penyambung Indonesia dengan Thailand. Di sepanjang alur itu berdiri gubuk dan dermaga kecil tempat berlabuh sampan dengan kapasitas mesin lima tenaga kuda (Kompas, 14 Juli 2022).

Hal ini diakui oleh pihak Kepala Desa setempat karena memang lokasi desanya sangat dekat dengan Thailand. Hanya butuh waktu 30 menit saja sampan sudah sampai tergantung pasang surutnya air laut. Kejadian ini sejatinya ibarat gunung es yang sudah berlangsung cukup lama.

Selain itu terdapat pintu masuk ilegal lainnya yang rawan yaitu sepanjang pantai timur Sumatera dan pulau di Kepulauan Riau. Misalnya ada dugaan timbulnya wabah Lumpy Skin Disease ( LSD) yang menyebabkan ternak sapi di kepulauan Riau menderita karena lalulintas orang, ternak hidup dan produk ternak illegal dari Malaysia. Di perbatasan seputar Entikong Kalimantan Barat juga sering terjadi penyelundupan ternak dan produknya dari dan ke Malaysia Sabah Serawak  yang sering lolos dari pengawasan pihak berwenang. Demikian juga perbatasan Nusa Tenggara Timur dengan negara Timor Leste dan Papua dengan Papua New Guinea. 

Sebagai negara kepulauan yang letak strategis maka perbatasan laut dan darat dapat meningkatkan lalulintas dan komunikasi penduduk dan barang di perbatasan. Tapi lalulintas dan komunikasi wajib memenuhi protokol kedua negara sehingga dapat terhindar dari kerugian ekonomi yang besar. 

Pelajaran penting dari kejadian wabah PMK yang diakibatkan dari adanya lalulintas ternak ilegal/penyelundupan mengisyaratkan kepada kita tentang perlunya infrastruktur karantina dan kesehatan hewan untuk ditingkatkan. Kemampuan personilnya harus ditingkatkan baik kuantitas dan kualitasnya. Karena penyelundupan ternak dan produknya tidak lagi menggunakan cara yang konvensional tetapi mereka memanfaatkan tehnologi daring yang sering tak terlacak akibat kita tidak menyangka sebelumnya. Penyelundupan ternak ke Aceh Tamiang  dari oknum pedagang ternak Thailand itulah contohnya.

Laporan investigasi Kompas semoga membukakan mata pihak terkait.

CERATES, EMPLASTRUM, DIPPING: OBAT UNTUK LEPUH KUKU DAN KUKU COPOT PADA SAPI PENDERITA PENYAKIT MULUT KUKU (PMK) - BAGIAN 3

Oleh Mochamad Lazuardi

Kemunculan PMK sapi di Indonesia hingga 9 Juni 2022, ternyata makin meluas dan cepat menyebar dengan gejala paling memberatkan yaitu luka lepuh dan gangrena pada kuku serta mengakibatkan kuku lepas. Pada kondisi demikian yang terjadi adalah sapi tidak mau berdiri dan hanya tidur-tiduran. Dampak tersebut bila berlangsung lama dan posisi tidur tak berubah, akan mengakibatkan penekanan kulit terhadap dasar lantai, sehingga terjadi kematian jaringan kulit. Bila hal tersebut terjadi dalam waktu lama, maka beresiko fatal terhadap diri sapi penderita PMK sehingga menimbulkan resiko kematian.

Awal luka lepuh pada kaki sapi baik dewasa atau tua, serta anak-anak maupun usia muda, akan menimbulkan gejala pincang. Tindakan awal dalam menyikapi kasus tersebut adalah melakukan pemeriksaan untuk menetapkan tiga hal. Tiga hal yang dimaksud adalah (1) tingkat keparahan, (2) strategi penetapan bentuk obat disesuaikan tingkat keparahan dan (3) kesuksesan jaminan frekuensi paparan bahan aktif obat terhadap luka dan (4) perilaku menahan sakit pada kaki dikaitkan hasil penetapan bentuk sediaan. Empat hal tersebut pada akhirnya menjadikan para peternak, perawat sapi PMK (termasuk tenaga medis veteriner) harus mengenal CERATES, EMPLATRUM dan DIPPING.

CERATES

Dalam sejarah obat vs., pengobatan cerates mulai diperkenalkan dalam jajaran sediaan obat setelah ditemukan senyawa parafin, kendati mengawali dibuatnya parafin tingkat farmasetik. Tingkat kemurnian farmasetik tersebut menjadikan parafin dapat digunakan untuk bidang medis (sekitar awal perang dunia ke II). Awal penggunaan medis pertama kali adalah digunakan untuk mengobati prajurit yang terluka akibat terkena bahan peledak atau luka bakar. Dalam perjalanan waktu akhirnya parafin cair dapat dibuat menjadi parafin padat, dan dikembangkan untuk tambahan senyawa penstabil kosmetika dalam bentuk lilin. Dengan kemunculan obat keperluan medis berbentuk lilin (cera bahasa latin), maka diberi nama CERATES. Komposisi obat tersebut berciri-ciri banyak mengandung lilin, sehingga sangat sesuai untuk luka lepuh PMK, serta mampu menjangkau tempat pelipatan kulit atau kuku. Formula lilin tersebut dapat bersifat pelindung kulit serta tidak mudah meluruh dan rontok mengikuti arah gravitasi bumi. Seandainya meluruh dan rontok ke bawah, masih tetap ada bagian dari formula lemak atau lilin yang menempel di kulit.

Secara umum bahan-bahan pembentuk cerates terdiri senyawa tunggal dan atau campuran seperti lemak alami atau lemak hewan (“gajih” bahasa jawa). Bisa juga digunakan lilin dari sarang lebah, parafin padat ditambah sedikit dengan parafin cair atau dapat juga dicampur dengan getah pohon (contoh getah pohon pinus atau getah pohon damar). Jenis lain yang juga sering digunakan untuk peningkatan konsistensi lilin adalah lemak ikan paus dengan catatan lemak ikan paus dipadukan dengan parafin padat. Komposisi formula cerates bercirikan sukar bercampur dengan air, sehingga bila diaplikasikan ke kulit atau luka lepuh, secara otomatis akan bersifat melindungi. Konsistensi obat jenis ini jauh lebih padat dibanding salap, sehingga tidak mudah meleleh pada akibat peningkatan suhu tubuh meskipun suhu tubuh mencapai 40 ℃.

Keunggulan cerates yaitu dapat menutupi lepuhan PMK pada kulit sehingga tidak mudah terinfeksi kuman yang terbawa air dari lantai kotor. Pada kasus kuku copot, maka pilihan terbaik adalah bentuk sediaan cerates. Sebagai pertimbangan mampu menjangkau pelipatan-pelipatan kulit dan atau kuku yang sukar dijangkau. Dengan demikian sensitivitas rasa sakit akibat lepuh di kulit kuku ataupun lepasnya kuku, dapat tertutupi. Perlu diketahui bahwa kaki hingga telapak kaki hewan golongan sapi dan kerbau merupakan wilayah sensorik terbaik, sehingga bila terdapat luka di daerah tersebut maka secara reflek hewan akan melindungi kaki yang sakit. Bentuk perlindungan diri salahsatunya adalah ternak tak mau berdiri dengan berumpu pada empat kaki mereka. Cerates dibentuk oleh sebagaian besar lilin, sehingga dalam proses pembuatannya harus dilakukan pelelehan lilin terlebih dahulu kemudian dilakukan penambahan bahan-bahan lain dalam keadaan hangat. Dengan demikian bila lilin mengental maka campuran tersebut terjerap didalamnya. Sediaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menetralkan keseimbangan asam-basa di lantai atau tanah akibat urin sapi atau kotoran lainnya.

Kelemahan bentuk sediaan cerates yaitu bila komposisi tambahan lilin bercampur dengan bahan alami, maka sering terjadi komplek yang rancid. Oleh sebab itu untuk menghindari proses reaksi rancid (“tengik” bahasa jawa), maka persentase tambahan bahan alam hanya dibatasi (sekitar 10-20%). Ditinjau dari tingkat bahaya bila terkonsumsi, secara tidak sengaja oleh sapi, maka bahan-bahan pembawa di atas tidak akan membahayakan, kecuali disengaja diberikan oral dengan takaran berlebihan. Ditinjau dari ketahanan simpan sediaan cerates, maka sediaan ini termasuk lama disimpan. Dalam catan penelitian diketahui daya simpan senyawa tersebut antara 1-2 tahun terutama lilin atau parafin padat dengan catatan tempat penyimpanan harus kering serta bersuhu antara 20-25 ℃. Namun sebaliknya lilin atau lemak asal hewani atau nabati, tidak tahan lama bahkan hanya tahan beberapa hari meskipun disimpan dalam suhu dan tempat sesuai di atas.

Bahan-bahan alami sering berinteraksi dengan udara sehingga bisa mengalami proses kimiawi sekaligus merubah struktur molekul lilin atau lemak alami. Ditinjau dari keberadaan formula cerates, dapat disimpukan bahwa bahan pembentuk cerates termasuk parafin padat, mudah ditemui di tanah air. Dengan demikian dapat dipastikan permintaan sediaan cerates seharusnya dapat dipenuhi mengingat bahan-bahan tersebut tersedia di pasaran.

EMPLASTRUM

Tinjauan sejarah menunjukkan bahwa emplastrum mirip dengan pleister luka atau obat yang dilekatkan di daerah pegal-pegal dan digunakan untuk manusia. Prinsip emplastrum adalah kain dengan ditengahnya terdapat bahan obat aktif untuk tujuan target kerja, dimana kain tersebut dilekatkan pada kulit. Emplastrum sangat sesuai untuk kasus-kasus luka melepuh pada daerah kulit, mengingat wilayah kuku serta ujung kaki, sering beresiko terkontaminasi kotoran di lantai. Pada keadaan demikian kain yang dilekatkan akan bermanfaat sebagai pelindung luka lepuh atau luka terbuka. Isi bahan aktif yang ada di tengah kain dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga secara dinamis dapat disesuaikan dengan khasiat yang dikehendaki misal antiradang, antibiotika, anti rasa sakit lokal, dsb. Namun demikian volume yang diletakkan pada tengah emplastrum tidak boleh melebihi kain pelingkup, sehingga bahan aktif tak tercecer keluar.

Secara internasional atau nasional ukuran panjang atau lebar kain yang akan dilekatkan pada ujung kulit kaki atau kuku, tidak ada ketentuan. Namun perlu diketahui bahwa daya lekat tersebut menyebabkan tidak semua luka di kulit dapat diberi emplastrum, mengingat kain yang dilekatkan harus di lepas kembali pasca pengobatan. Pada kondisi demikian apabila sapi atau kerbau masih sensitif terhadap daerah luka diujung kaki, maka tidak mudah untuk ditarik lepas, sebab hewan akan selalu berontak. Untuk menghindari kesulitan membuka maka sediaan tersebut dibuat lebih panjang sehingga perlekatan dapat dilakukan pada daerah ujung kulit sehat. Penggunaan emplastrum pada luka lepuh PMK, harus diimbangi dengan penjagaan kebersihan lantai kandang atau tanah tempat pijakan kaki sapi PMK. Hal tersebut disebabkan masa buka emplastrum cukup lama, sehingga dalam rangka memperpanjang waktu buka harus diupayakan agar kain yang tetempel tetap bersih.

Modifikasi emplastrum masa kini terbuat dari polifinil tipis dan tembus pandang, sehingga dapat diprediksi tempat penempelan bahan aktif sesuai target obat. Modifikasi lain yaitu dibuat dengan sistem lekat terbatas, dan akan terlepas secara otomatis setelah 4-5 hari pasca perlekatan. Modifikasi tersebut amat menguntungkan perawat luka lepuh penderita sapi PMK, karena dapat dipastikan waktu penggantian emplastrum baru.

Pada luka lepuh terbuka akibat PMK, pemberian bahan aktif yang diletakkan di tengah emplastrum dapat berupa padat dan setengah padat. Hingga saat ini bahan aktif yang dipilihkan belum ada berbentuk cair, namun demikian dikemudian kelak dapat dibuat bentuk sediaan cair. Terdapat beberapa keuntungan bila bahan aktif emplastrum berbentuk setengah padat, salahsatunya adalah bersifat melapisi luka sekaligus akan memapar luka secara lama. Hal tersebut berbeda bila bahan aktif yang diletakkan ditengah emplastrum berupa padat. Bahan aktif padat, akan cepat mengering akibat terpapar oleh sekreta luka lepuh. Sehingga bila kelak kain dibuka maka bahan aktif padat tersebut terlihat melekat pada luka lepuh dan tidak mudah di bersihkan karena harus menarik epitel kulit yang terlekat di padatan bahan aktif.

Aplikasi emplastrum sangat menguntungkan pada sapi PMK dengan kuku copot, pada kondisi demikian dapat dilakukan pembebatan melingkar hingga 4-5 cm di atas kuku. Kondisi tersebut sangat membantu menghilangkan rasa nyeri saat telapak kaki di tapakkan di lantai atau di tanah, sehingga instink untuk berdiri semakin kuat. Pembebatan yang dimaksud diusahakan cukup kuat sehingga dipastikan bila kaki yang sudah dibebat menginjak lantai maka emplastrum tidak akan lepas. Ciri-ciri sapi penderita PMK nyaman dibebat dengan emplastrum, adalah cepat berdiri dan tidak mengangkat kaki saat berdiri.

DIPPING (RENDAM)

Sediaan tersebut di atas berasal dari bahasa Inggris dan dalam bahasa Indonesia dikenal rendam atau “celup” bahasa jawa. Teknik rendam untuk kasus luka melepuh pada kuku dan kuku copot pada sapi penderita PMK, amat sesuai dengan situasi kondisi pemelihara ternak. Bila pemelihara ternak memiliki waktu terbatas untuk kegiatan pemeliharaan, maka teknik rendam adalah pilihan yang paling tepat. Sebab cukup dengan memasukkan ke dua kaki pada obat yang telah diwadahi dalam tempat tertentu, dan dibiarkan terendam beberapa menit. Keuntungan bentuk sediaan ini adalah obat mampu menjangkau tempat-tempat pelipatan dalam hasil perendaman kaki. Keuntungan tambahan adalah aplikasi tersebut sangat praktis dan tak membutuhkan perangkat lain agar obat memapar di segala tempat diwilayah kaki yang terendam. Kerugian teknik rendam yaitu obat harus memiliki bentuk sediaan larut sempurna (solutio) sehingga bahan aktif yang terlarut oleh pelarut obat dapat mencapai tempat luka dengan kadar sama. Kerugian lain yaitu penggunaan sisa obat belum tentu dapat digunakan kembali, sebab jaringan kulit yang mati akan mengkontaminasi obat tersebut. Namun bila diyakini obat tak terkontaminasi bahan-bahan pengotor, maka bekas obat dapat digunakan kembali. Kerugian yang paling menonjol adalah hasil paparan obat cepat kering dan cepat hilang, pada keadaan demikian sangat tidakmenguntungkan untuk luka lepuh kronis sebab membutuhkan persyaratan pengobatan luka harus lama terpapar obat.

Upaya perendaman pada jenis sapi atraktif, tidak mudah dilakukan sebab sapi akan berusaha menendang. Pada keadaan demikian obat dalam wadah khusus akan ikut tertendang sehingga obat tidak dapat diaplikasikan. Jenis-jenis sapi atau kerbau yang mudah dilakukan perendaman kaki adalah sapi atau kerbau dengan temperamen tenang atau mudah dikendalikan.

Terdapat upaya modifikasi teknik perendaman dengan tujuan agar obat tetap terpapar secara lama, teknik tersebut dilakukan dengan meletakkan wadah di kaki sapi dan diikat kuat sehingga tetap melingkupi kaki sapi. Cara tersebut cocok dilakukan terhadap jenis sapi-sapi bertemperamen atraktif, sehingga upaya penempatan wadah untuk merendam kaki sapi cukup satu kali namun obat terus menerum merendam kaki sapi.

Penulis adalah Guru Besar Ilmu Farmasi Veteriner di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

ELECTUARIUM, GARGARISMA, COLLYRIUM ORIS UNTUK TERAPI LUKA MELEPUH LIDAH & MULUT SAPI PENDERITA PENYAKIT MULUT KUKU (PMK) - BAGIAN 2

Oleh: Prof. Dr. Mochamad Lazuardi, Drh. M. Farm

Telah diketahui bersama bahwa gejala subklinis, hingga kronis fenotip penyakit PMK berupa luka melepuh pada lidah dan bibir ternak. Lepuhan tersebut merupakan abses steril, sehingga akan pecah menjadi luka terbuka 2-3 hari kemudian. Luka terbuka tersebut akan mudah mengalami superinfeksi akibat port de entry luka menjadi pintu masuk terjadinya sepsis bakteriemia ke seluruh tubuh. Dengan berjalannya waktu luka terbuka tersebut akan menjadi gangrena yang ditandai dengan meningginya bagian bibir luka terbuka tersebut, serta terasa hangat dengan warna kemerahan. Kondisi tersebut akan memunculkan luka bersekret dengan konsistensi kental. Seiring dengan kemunculan gangrena, akan terlihat sapi mengeluarkan liur berlebihan, serta penurunan nafsu makan minum & menurun. Bila sapi dapat bertahan, maka sapi akan sering tiduran di lantai serta lemah. Strategi awal yang harus dilakukan adalah memanfaatkan pengobatan lokal luka terbuka dan gangrena menggunakan sediaan oral dengan kerja lokal. Dalam dunia peracikan obat hewan, dikenal tiga jenis bentuk sediaan obat (BSO) yang sering digunakan untuk pengobatan kulit dengan kerja lokal. BSO yang dimaksud adalah Electuarium, Gargarisma dan Collyrium Oris dengan ciri konsistensi antara cair encer hingga kental dan digunakan untuk target terapi lokal. Ke tiga bentuk sediaan tersebut membentuk BSO solutio yaitu bahan aktif obat berupa serbuk (bobot) atau cair (volume) terlarut dalam bahan pembawa obat cair (volume). Konsep BSO ditandai dengan aturan yaitu bobot / volume (b/v) atau aturan volume / volume (v/v). Formulasi BSO solutio untuk sapi penderita PMK, sangat disyaratkan mengingat sapi PMK sebagai target terapi memiliki sensitivitas tinggi terhadap rangsangan bahan obat. Sehingga bila BSO obat tersebut tidak saling larut dikhawatirkan akan menimbulkan iritasi mukosa bibir, mulut atau rongga kerongkongan atau dapat menimbulkan refleks muntah.

Ditinjau dari profil ke tiga BSO tersebut, terlihat sangat jernih / bening dan dalam aplikasinya tidak perlu dikocok terlebih dahulu. Ditinjau dari mutu tingkat homogenitas bahan aktif dalam larutan bahan pembawa, solutio amat terjamin mengingat semua bahan aktif larut, sehingga terdispersi secara sempurna ke semua bagian bahan pelarutnya. Mutu tersebut hampir setara dengan BSO injeksi atau sediaan steril yang dirancang untuk penggunaan melalui perobekan lapisan kulit.

Ditinjau dari sejarah keberadaan di Indonesia, tiga BSO tersebut sebenarnya sudah lama digunakan oleh para klinisi bidang kedokteran maupun kedokteran hewan. Seiring dengan berjalannya waktu serta kecepatan perkembangan teknologi obat-obatan, maka ke tiga BSO tersebut menjadi terlupakan. Oleh sebab itu kemunculan kembali PMK (re-emerging diseases) dengan sifat-sifat spesifik virus PMK, maka ke tiga BSO tersebut dapat dimutakhirkan kembali. Sifat spesifik yang dimaksud adalah virus PMK mampu sembunyi dalam jaringan lemak terdalam pada kerongkongan sapi selama beberapa tahun, sehingga penderita sapi dengan mudah mengalami carier.

Ditinjau dari trend perkembangan obat hingga tahun 2022, tiga BSO tersebut masih tergolong banyak diminati oleh petani peternak, kendati banyak ditemui obat-obat modern haasil modifikasi obat-obat lama dan disesuaikan perkembangan IPTEK.

Electuarium

Sediaan ini dimasukkan dalam klasifikasi BSO antara cair dan setengah padat dengan konsistensi kental dan menggunakan bahan pembawa rasa manis. Sediaan tersebut dapat diberi tambahan bahan aktif (remedium cardinale) seperti, penekan rasa sakit, antiradang, anti mikroba dsb. Bahan pembawa yang dimaksud dapat terbuat dari campuran gula kental dan atau madu sera di tambah serbuk gumi arab. Serbuk tersebut dengan penambahan air sebanyak tujuh kali bobot bahan aktif, akan membentuk campuran lendir (mucilagenes) sehingga BSO tersebut menjadi lebih kental. Dalam aplikasi klinik BSO tersebut di gunakan dengan cara melaburkan pada permukaan lidah ataupun pada pangkal lidah dan dasar lidah. Pemberian BSO electuarium pada kasus PMK, amat menguntungkan mengingat bahan pembawa obat tersebut, dapat dimanfaatkan menjadi pelapis permukaan lidah. Sehingga memudahkan ternak sapi untuk menelan hijauan pakan ternak. Bahan pembawa electuarium juga memiliki khasiat sebagai penjaga keseimbangan asam-basa lingkungan mulut sapi. Sehingga lepuh pada lidah tidak akan dirasakan mengganggu oleh sapi penderita PMK akibat pakan yang masuk menjadi licin oleh bahan pembawa. Pada keadaan demikian tingkat keasaman terhadap pakan dapat di netralkan oleh bahan pembawa electuarium. Sebagai tambahan bahan aktif dengan target untuk membunuh virus, dapat diberikan senyawa-senyawa antiseptik-disinfektant serta anti jamur. Seandainya luka melepuh sudah membentuk gangrena dan atau kondisi superinfeksi, maka dapat ditambahkan antibiotika kerja lokal seperti neomycin sulfat. Sebagai tambahan untuk menekan keradangan, dapat dikombinasikan pula dengan obat-obat penekan keradangan (non-steroid atau steroid).

Beberapa keunggulan electuarium adalah dapat mengikuti irama gerak dan lekukan lidah sehingga selalu tetap menempel pada lidah. Akibat konsistensi kental tersebut, BSO electuarium tidak cepat luruh. Dengan demikian memiliki ketahanan menempel antara 4-5 jam. Waktu tersebut sudah cukup memaparkan suatu bahan aktif obat terhadap lepuh lidah penderita PMK. Seandainya sapi diberi pakan hijauan dengan bentuk crumbels, maka penempelan electuarium pada lidah lebih dari 5 jam. Luka lepuh pada PMK dapat diberikan setiap 8 jam sekali dengan harapan paparan lepuh oleh bahan aktif electuarium dapat selalu terjadi.

Kelemahan BSO electuarium yaitu, tidak tahan disimpan lama mengingat bahan pembawa tersebut berasal dari alami seperti madu dan gula merah. Bahan alami tersebut mudah berinteraksi dengan udara sehingga menyebabkan konsistensi kental berubah menjadi setengah padat atau konsistensi seperti mentega. Pada keadaan demikian maka electuarium tak dapat digunakan dan selalu harus dibuat baru. Kelemahan lain adalah sering merangsang serangga-serangga yang menyukai manis-manis. Kelemahan tersebut harus dijadikan perhatian keras mengingat sapi penderita PMK sering terduduk di lantai kandang. Pada kondisi demikian tidak mustahil serangga akan menuju bagian manis mulut sapi. Upaya pencegahan kemunculan serangga terhadap sapi penderita PMK, dapat dilakukan salahsatunya dengan mengembalakan sapi pada lapangan terbuka. Kebiasaan tersebut sangat membantu mencegah penularan PMK, sebab sinar matahari mampu membuat kering luka melepuh akibat PMK.

Gargarisma

Merupakan BSO cair yang terdiri dari antara bahan aktif terlarut dalam bahan pembawa dan umumnya memiliki kriteria v/v. Gargarisma termasuk BSO yang tidak direkomendasikan penggunaan hingga sampai lambung, namun hanya sebatas pangkal kerongkongan. Dengan demikian sangat cocok untuk kasus sapi penderita PMK kronis dimana jumlah virus banyak ditemukan pada pangkal kerongkongan. Bahan aktif yang dikandung dalam sediaan gargarisma umumnya adalah pengencer dahak, pelapis saluran kerongkongan (demulcent) serta pembersih saluran kerongkongan. Pemberian gargarisma pada hewan, sangat tidak aplikatif namun sangat bermanfaat manakala bertujuan untuk membersihkan kerongkongan hingga pangkal. Dalam aplikasi di lapangan sering dilakukan menggunakan drench dan bila telah mencapai kerongkongan, maka leher sapi di tarik kebawah agar dapat memuntahkan obat yang dimasukkan. Bila dilakukan dua hingga tiga kali, maka akan mampu memaparkan bahan aktif obat ke pangkal kerongkongan. Pada aplikasi medik, dapat dilakukan dengan memasukkan selang hingga sepertiga kerongkongan dan mengguyurkan sesuai volume yang dikehendaki. Cara tersebut sangat praktis namun gargarisma yang masuk akan tetelan ke lambung sapi. Resiko tertelan tersebut dapat diabaikan mengingat bahan aktif serta kadar yang digunakan tidak berbahaya untuk lambung. Sebagai bahan pembawa juga dapat berfungsi membantu pencernaan lambung, misal menggunakan bahan pembawa asam klorida dilutus 0,01 N. Komposisi tersebut akan berkhasiat ganda yaitu sebagai anti virus PMK pada wilayah ujung kerongkongan serta membantu meningkatkan pencernaan lambung. Khasiat bekerja ganda tersebut adalah salahsatu keunggulan gargarisma. Sehingga tidak perlu dilakukan upaya memuntahkan kembali. Kelemahan pemberian gargarisma adalah resiko masuknya bahan obat pada saluran nafas dan pada gilirannya dapat masuk ke paru. Kondisi tersebut sangat memungkinkan mengingat saluran kerongkongan dan saluran pernafasan memiliki kedekatan tempat.

Collyrium oris

Merupakan BSO cair dengan kerja lokal sekaligus dapat dimanfaatkan untuk membersihkan rongga mulut maupun luka lepuh bibir sapi penderita PMK. Ditinjau dari nama collyrium oris itu sendiri, dari bahas latin dan memiliki arti Indonesia sebagai cuci mulut. BSO ini memiliki komposisi b/v atau v/v, tergantung bahan aktif yang digunakan. Namun umumnya bahan aktif yang digunakan adalah serbuk, dengan daya kerja antiseptik-disinfektan. Sebagai senyawa pencuci mulut, hanya bisa melakukan pensucihama dan menetralkan keseimbangan asam-basa di rongga mulut. Penetralan keseimbangan asam-basa pada rongga mulut akan menekan kemunculan karang gigi sapi ataupun unsur-unsur pakan yang dapat merusak gigi sapi. Khusus pada kasus penderita PMK, penggunaan senyawa cuci mulut akan menghadang kemunculan infeksi lebih lanjut pada permukaan mukosa mulut yang masih belum terinfeksi virus PMK. Bila collyrium oris tersebut dibuat menjadi lebih hipertonis, maka senyawa aktif yang terkandung dalam sediaan tersebut dapat melakukan penetrasi kedalam sel-sel sehat disekitar mukosa mulut sapi. Kondisi tersebut sangat menguntungkan untuk mencegah penyebaran virus PMK pada sel yang masih sehat dirongga mulut. Peningkatan daya cuci mulut BSO collyrium oris dapat di tingkatkan dengan menambah bahan aktif dengan daya antibiotik dan antijamur. Keunggulan BSO collyrium oris yaitu mampu menembus sela-sela gigi atau tempat sulit di lingkungan rongga mulut, namun kerugian nya adalah tidak mudah mengaplikasikan pada hewan. Pada hewan penggunaan BSO ini memerlukan bantuan pemilik ternak / perawat ternak, dengan cara melakukan penyemprotan menggunakan alat penyemprot di sekitas rongga mulut.

Uraian ke tiga BSO tersebut harus diupayakan untuk tetap diingat oleh masyarakat luas mengingat semua bahan aktif dapat ditemukan di tanah air dan sangat memungkinkan untuk dikemas menjadi ke tiga BSO tersebut.

Penulis adalah Guru Besar Ilmu Farmasi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

PENYAKIT MULUT DAN KUKU PADA SAPI: BAGAIMANA TEKNIK ELIMINASINYA? (BAGIAN 1)

Oleh : Prof. Dr. Mochamad Lazuardi, Drh. M. Farm

Penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi mewabah di Indonesia pertengahan April 2022, dan kita ketahui bersama bahwa penyakit tersebut sejak tahun 1983 tidak pernah muncul di Indonesia. Dengan ketidakmunculan penyakit tersebut, Indonesia mendapat predikat bebas PMK oleh World Organization for Animal Health yaitu suatu lembaga Internasional mengkontrol semua aspek persoalan penyakit hewan serta pengobatannya di seluruh Dunia.

Penyebab PMK & Gejala Tertular

Kita ketahui bersama bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh mikroba terkecil di sebut virus dengan ukuran antara 5.2 Angstrum (Å) atau sekitar 0,52 nanometer atau memiliki struktur molekul pentamer. Virus tersebut merupakan utaian pasangan basa tunggal dan hidup subur di sel hidup terutama yang berinti sel (eukaryot). Oleh sebab itu kasus gambaran klinik terhadap sapi penderita PMK adalah luka melepuh pada tempat-tempat mukosa mulut lidah bibir dan bagian tenggorokan. Luka-luka melepuh tersebut juga ditemui pada pada kulit sekitar kuku dan sela-sela kuku. Pada keadaan demikian sapi akan terlihat mengeluarkan liur serta sambil berjalan pincang. Dampak PMK tersebut sangat merugikan, karena tingkat penyebaran cukup cepat dan resiko kematian sangat tinggi. Bila menyerang pada sapi perah atau sapi bunting, maka resiko penurunan produksi serta resiko kematian induk akan sangat tinggi. Kematian terjadi akibat penurunan nafsu makan secara tiba-tiba dan sapi selalu tiduran akibat luka melepuh pada bagian kuku. Terdapat catatan khusus untuk terhadap penyakit PMK yaitu 1. PMK tidak menular pada manusia, 2. Tidak semua hewan dapat tertular PMK (hanya khusus untuk kelompok ruminan dan babi), 3. Dari kelompok hewan ruminan yang paling tak tahan adalah sapi dan kerbau. 4. Dugaan kuat penyebaran virus dapat dilakukan oleh hewan antara, 5. PMK tak diturunkan oleh induknya melalui janin.

Upaya Pencegahan Penyebaran PMK

PMK merupakan salahsatu penyakit yang mutlak harus dikendalikan dan umumnya di negara-negara maju dilakukan isolasi ketat. Bahkan ternak yang telah menderita PMK, dilakukan pemusnahan total. Sedemikian ketat perlakuan terhadap PMK, sehingga di negara-negara dengan kriteria bebas PMK masalah import ternak atau produk apapun dari ternak asal wilayah tidak bebas PMK adalah dilarang. Indonesia sebetulnya telah tergolong bebas PMK setelah berupaya bertahun-tahun dengan bantuan negara-negara maju untuk menghasilkan vaksin PMK (saat itu galur yang dipakai adalah tipe O java 83). Kota Surabaya dipilih untuk membangun pabrik vaksin PMK berbantuan negara Australia dengan teknologi produksi vaksin suspensi berbasis media ginjal anak hamster dan di inkatifkan menggunakan Asetil etilen imin atau formalin.

Secara teoritik strategi jitu pencegahan penyakit ini adalah mengidentifikasikan apakah sifat penyakit tersebut dapat dieliminir menggunakan antibodi hasil vaksinasi dengan virus serotipe tunggal atau kros-serotipe. Misalkan bila serotipe tunggal yaitu virus PMK galur O java 1983, maka pengebalan tubuh bagi sapi yang belum tertular hanya dapat dilakukan melalui antibodi spesifik PMK galur O java 1983. Kondisi tersebut sangat riskan mengingat rentang upaya kemunculan antibodi dirasakan sangat sempit yaitu hanya dapat dilakukan melalui vaksinasi serotipe tunggal. Akan lebih menguntungkan bila PMK dapat dieliminasi melalui kemunculan antibodi PMK hasil vaksinasi menggunakan galur vaksin kros-serotipe. Misal upaya perangsangan antibodi menggunakan virus PMK non-galur O (misal virus PMK galur Asia), dapat menghasilkan antibodi PMK dengan kemampuan mengeliminasi infeksi PMK yang menyerang berbagai galur. Ternyata dari laporan penelitian tahun 2017 studi didalam laboratorium diketahui bahwa penyakit PMK ini bersifat serotipe tunggal sehingga bagi sapi sehat harus muncul antibodi sesuai galur wabah yang ada. Namun dengan perkembangan IPTEK, mudah-mudahan melalui rekombinant atau cara lain menjadikan kandungan vaksin mampu menghasilkan antibodi semua galur infeksi.

Pemilihan Bahan Pensucihama

Pemilihan bahan pensucihama atau antiseptik-disinfektansia (AD), sangat penting dipahami mengingat virus PMK hanya dapat dimatikan melalui 5 hal yaitu (1) penggumpalan protein melalui AD. Selanjutnya (2) merusak susunan tubuh virus melalui penurunan pH media hidup, (3) merusak susunan tubuh virus melalui pemanasan. Demikian pula (4) merusak susunan pasangan basa virus melalui radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang lembayung ultra. Terakhir adalah (5) hilangnya inang sel hidup tempat virus berkembang. Dari ke lima hal tersebut yang dapat dilakukan oleh pemilik ternak adalah melakukan pensucihamaan semua kandang maupun perlengkapan tempat sarana prasarana perkandangan.

Terdapat 3 hal yang perlu dipilih dan dipilah mengenai bahan-bahan pensucihamaan yaitu (1) bahan AD untuk diri sapi sehat dan atau sapi penderita, (2) perangkat pensucihamaan untuk pakan dan minum atau suplemen lain. Demikian pula (3) bahan AD untuk perangkat kandang dan sarana prasarana pemelihara sapi. Pensucihamaan untuk diri sapi penderita maupun sapi sehat memiliki kriteria obat-obat dengan kera sebagai antivirus. Dengan demikian bahan antivirus tersebut tidak merusak kuman flora normal di tubuh sapi. Contoh antivirus potensial untuk membunuh virus PMK adalah larutan boorwater, larutan yodium tincture 2-3%, larutan kombinasi spritus citricum dengan boorwater pada kadar 2-3 %. Prinsip antiseptik yang digunakan untuk pengobatan luka melepuh pada sapi tidak boleh mengakibatkan racun terhadap tubuh sapi. Dengan demikian cara penggunaan yang paling tepat adalah melalui usapan menggunakan kapas atau kassa pada daerah melepuh. Perangkat pensucihamaan pakan dan minum dapat dilakukan menggunakan sinar lembayung ultra dan cukup disinari 10-20 menit. Pada sistem penyinaran radiasi tersebut yang harus diperhatikan adalah tidak boleh terkena manusia maupun ternak sapi mengingat dampak sinar dapat menimbulkan kanker kulit.

Perangkat pensucihamaan untuk kandang dan prasarana - sarana kandar terbagi menjadi tiga bagian yaitu (a) perangkat untuk mengusir lalat dan hewan kecil lain yang diduga sebagai hewan perantara. Selanjutnya (b) AD ramah lingkungan untuk pensucihamaan kandang perangkat sarana prasarana kandang. Terakhir (c) AD untuk pekerja perawat sapi. Perangkat pengusir lalat dan hewan kecil lain dapat menggunakan pensucihamaan model fumigasi dengan terlebih dahulu menyingkirkan ternak. Perangkat fumigasi dilakukan menggunakan larutan formalin yang diberi serbuk kalium permanganat dan dilakukan pemanasan sampai mendidih. Uap yang dihasilkan mampu mengusir semua hewan-hewan kecil yang selalu berada pada kandang sapi. Bahan kimia AD untuk membersihkan kandang serta perangkat sarana prasarana kandang dapat menggunakan bahan-bahan seperti chlorhexidine, larutan kalium permanganti 1/4000, asam kuat seperti asam klorida. Bahan kimia AD untuk para pekerja perawat kandang dan sapi dapat menggunakan AD yang dapat dibeli di apotik-apotik seperti rivanol, alkohol 70%, Gamexan, atau sabun hijau antiseptik. Perlu diketahui bahwa virus PMK tidak dapat di bunuh dengan obat-obat anti mikroba seperti antibiotika.

Strategi Pemotongan Rantai Penularan

Terdapat teknik pemotongan rantai penyebaran virus melalui 8 cara yaitu (a) memutus lalulintas ternak yang beresiko menular dari wilayah satu dengan wilayah lainnya. Selanjutnya (b) melakukan monitoring kewaspadaan lalu lintas manusia yang aktif bekerja di ternak sapi sumber penularan. Melakukan (c) kontrol ketat produk olahan asal hewan (PSAH) hasil ternak sapi dan kerbau asal wilayah wabah. Menempatkan (d) lampu sinar lembayung ultra pada semua lingkungan luar kandang terhadap wilayah-wilayah yang belum tertular wabah PMK. Lampu-lampu tersebut tetap nyala sepanjang malam hari, dengan demikian akan memberikan protektif bagian wilayah kandang. Memberikan (e) asupan vitamin dan suplement tinggi terhadap ternak-ternak yang belum tertular. Memberlakukan (f) management pemeliharaan ternak higienis dan terkontrol berbasis kartu kendali terhadap semua aspek beresiko penyebab penularan PMK termasuk pemberian vaksinasi. Melakukan (g) isolasi ketat terhadap ternak penderita dan melaporkan ke dinas terkait yang ada di wilayah tersebut agar dilakukan pengamanan secara ketat. Tetap (h) memandikan ternak secara teratur dengan penambahan antiseptik untuk mengeliminir virus PMK.

Pada proses perawatan dan produksi peternakan modern, teknologi yang digunakan untuk memutus rantai penularan tidak hanya menggunakan bahan kimia namun uga menggunakan gelombang suara ultrasonik. Demikian pula teknik pensucihama pada air sebagai sumber mandi dan pembersih kandang dilakukan pemanasan terlebih dahulu serta dilakukan filtrasi Diantara dua teknik tersebut yangpaling murah adalah menggunakan teknik air terlebih dahulu, sehingga air yang digunakan sudah melalui proses sterilisasi meskipun belum bebas dari zat protein pengotor penyebab panas tubuh (pirogen).

Manfaat Sinar Matahari

Peternak sapi dan kerbau di Indonesia, beruntung hidup dilingkungan tropis, sehingga dengan adanya sinar matahari akan mendukung pemutusan infeksi virus PMK pada ternak. Perlu diketahui dengan adanya sinar matahari menyebabkan liur sapi baik sehat atau sakit secara otomatis akan mengering, pada keadaan demikian sel inang tempat hidup virus akan musnah. Bila cara kebiasaan membiarkan ternak sapi makan rumput di padang luas sambil berpanas-panasan maka akan menyebabkan keringnya bekas luka disekitas mulut tempat sumber sel hidup virus PMK. Di negera-negara empat musim, terkadang dapat kita lihat saat musim panas tiba maka sekumpulan ternak sedang merumput padang penggembalaan seharian. Teknik tersebut hendaknya di budidayakan oleh para peternak sapi kerbau sebagai salahsatu upaya memutus rantai penularan virus PMK. Selama dilakukan penggembalaan pada padang penggembalaan, yang perlu diperhatikan adalah adanya hewan-hewan lain seperti burung yang sering hinggap di tubuh ternak. Para peneliti menyatakan bahwa beberapa burung disinyalir membawa virus-virus tertentu yang dapat menyerang ternak dan tidak menutup kemungkinan adalah virus PMK.

*Penulis adalah: Dosen Ilmu Farmasi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Ex President Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia (AFFAVETI) 2009-2017.

DATA PETERNAKAN SERING MEMBINGUNGKAN ? INI SOLUSINYA

 Berapakah sebenarnya konsumsi telur masyarakat Indonesia? Hasil survey ekonomi nasional menyebutkan 7 kg/kapita/tahun. Tapi Kemenko Perekonomian pernah menyebut 18  kg/kapita/tahun. Mana yang betul?

Data BPS menyebutkan produksi telur ayam nasional bisa naik 211% dalam setahun. Benarkah?

Pertanyaan-pertanyaan ini diulas dalam presentasi Bambang Suharno di Kanal Youtube Majalah Infovet. Silakan simak dan kasih komentar. 

Kanal Youtube Infovet adalah saluran informasi baru Majalah Infovet sebagai bentuk upaya peningkatan pelayanan Majalah Infovet kepada pembaca. Marketing Manager PT Gallus Indonesia Utama yang juga Wakil Pemred Infovet Darmanung Siswantoro mengatakan, kanal Youtube Majalah Infovet menyajikan rekaman presentasi narasumber webinar yang diselenggarakan Majalah Infovet dan GITA Organizer beserta mitra-mitranya antara lain webinar outlook bisnis peternakan yang diselenggarakan ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia), edukasi ayam dan telur dan sebagainya.


"Kami tidak menyajikan rekaman webinar secara utuh karena berpotensi membosankan penonton, jadi kami tampilkan video per narasumber dalam sebuah seminar. Dari rekaman webinar outlook bisnis peternakan, Anda bisa memilih presentasi Ketua umum ASOHI, GPPU, GPMT, Pinsar Indonesia, PPSKI, HPDKI atau pimpinan asosiasi lainnya dalam sesuai kebutuhan Anda," ujarnya.

Direncanakan para narasumber dan penulis majalah Infovet juga akan diajak untuk berkontribusi dalam memperkaya konten Yotube Majalah Infovet.

Kanal Youtube majalah Infovet dikelola oleh Dwijo Weliyanto bersama tim yang juga mengelola Youtube Majalah Cat & Dog.

Silakan subrcribe Kanal Youtube Majalah Infovet agar selalu mendapatkan update informasi terkini.

Anda yang mau berkontrubusi mengisi kanal Youtube Majalah Infovet atau memberi saran, hubungi 0813 1069 6307 (dwijo)


PENGERTIAN BIOSEKURITI DI PETERNAKAN UNGGAS

Ilustrasi. (Sumber: Dok. IICA)

Apakah Biosekuriti Itu? (Bio = Hidup, Sekuriti = Perlindungan)
Biosekuriti terdiri dari seluruh prosedur kesehatan dan pencegahan yang dilakukan secara rutin di sebuah peternakan, untuk mencegah masuk dan keluarnya kuman yang menyebabkan penyakit unggas.

Biosekuriti yang baik akan berkontribusi pada pemeliharaan unggas yang bersih dan sehat dengan mengunakan sumber-sumber yang ada di peternakan, mengelola ternak unggas secara semestinya, menggunakan obat lebih sedikit, serta mengurangi kontaminasi.

Tujuan biosekuriti yang baik adalah untuk membangun dan mengintegrasikan beberapa usaha perlindungan yang dapat menjaga ternak unggas supaya tetap sehat. Biosekuriti yang baik menghasilkan kematian yang lebih sedikit pada unggas, penghematan yang cukup besar dalam biaya produksi serta pendapatan yang lebih tinggi bagi peternak unggas.

Selain itu penerapan biosekuriti juga untuk mengurangi risiko adanya penyakit di peternakan dengan cara memelihara higiene yang baik, keteraturan dan disiplin, memelihara lingkungan sekitar peternakan, mengendalikan hama, serta tindakan pencegahan lainnya.

Prosedur Biosekuriti Harus Baik
Penyakit unggas berpengaruh negatif terhadap keuntungan peternak dan bahkan kadang membahayakan kesehatan manusia. Peternakan unggas selalu berisiko terserang oleh penyakit yang mengakibatkan berkurangnya produksi daging dan telur, tergantung pada tingkat keparahan penyakit.

Ketika unggas dipaparkan pada kondisi lingkungan yang tidak sehat seperti panas yang berlebihan, kedinginan, kelembapan, amonia, suara bising, kekurangan air dan/atau pakan, tingkat ketahanan mereka terhadap penyakit menjadi berkurang, membuat ayam rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.

Biosekuriti adalah penerapan yang sangat berguna yang berperan pada perlindungan menyeluruh terhadap industri unggas dari wabah dan penyakit eksotis. Hal yang penting diingat dalam penerapan Biosekuriti adalah:

• Manusia adalah penyebar utama penyakit
• Sebanyak 90% dari kejadian penyakit unggas disebarkan dari satu peternakan ke peternakan lainnya oleh manusia, peralatan dan kendaraan yang telah terkontaminasi.
• Tenaga penjual produk-produk kesehatan hewan, pasokan unggas, pakan, peralatan dan lain sebagainya, berpindah dari satu peternakan ke peternakan lain, berbicara dengan para peternak unggas yang berbeda dan sering kali tidak mengambil tindakan pencegahan dengan membersihkan pakaian, sepatu dan kendaraan.
• Waspadai kehadiran pembeli unggas hidup dan kehadiran pembeli kompos dari kotoran unggas.
• Waspadai para pekerja peternakan unggas komersial yang memiliki unggas di pekarangan rumahnya sendiri.
• Penjaga gerbang atau peternak yang tidak melakukan prosedur sanitasi terhadap pengunjung seperti yang telah ditetapkan oleh peternakan.
• Pemilik peternakan unggas yang mengunjungi peternakan unggas lainnya.
• Penggunaan ulang karung yang sudah kosong, alas kandang dan wadah obat-obatan.
• Tidak melakukan proses pembuangan secara benar untuk unggas yang mati, membiarkan hewan lain memakannya, atau mengizinkan unggas mati untuk dijual.
• Jarak yang berdekatan antara peternakan unggas, khususnya unggas yang berbeda jenis.
• Unggas liar dari daerah berdekatan dan burung liar yang bermigrasi dari daerah yang jauh.
• Pembuangan atau penggunaan yang tidak semestinya dari kotoran unggas, alas kandang bekas pakai, bulu, boks anak ayam, jarum suntik, botol bekas vaksin dan lainnya.
• Sumber air (aliran air, kolam atau sungai) yang digunakan bersama-sama dengan peternakan unggas lain merupakan risiko besar untuk kontaminasi.
• Kehadiran hewan jenis lain di peternakan, seperti anjing, kucing, babi, kelinci, sapi, kuda, ayam-ayam pekarangan, ayam jago, bebek, angsa, burung kakak tua, merpati, kenari, puyuh, kalkun dan sebagainya.

Sebab suatu penyakit dapat menyebar antar kandang melalui manusia yang menjadi penyebar utama penyakit, ataupun melalui bangunan kandang unggas yang terlalu dekat satu sama lain, peralatan yang berpindah dari satu peternakan ke peternakan yang lain dan unggas yang berbeda umur dalam kandang yang sama, serta melalui serangga, kutu, binatang pengerat, burung dan binatang piaraan lainnya.

Pembagian 3 Zona pada Peternakan Terkait Biosekuriti
Adalah penting membagi peternakan menjadi tiga zona, yaitu zona merah, kuning dan hijau. Zona merah adalah zona kotor, batas antara lingkungan luar yang kotor, misalnya lokasi penerimaan dan penyimpanan egg tray/boks bekas telur, lokasi penerimaan tamu seperti pembeli ayam/telur, technical service, maupun pengunjung lain seperti tetangga atau peternak lain. Pada area ini kemungkinan cemaran bibit penyakit sangat banyak.

Penerapan 3 zona merah kuning, hijau untuk memudahkan isolasi dan pengaturan lalu lintas di lingkungan kandang. (Sumber: Dok. FAO)

Zona kuning merupakan zona transisi antara daerah kotor (merah) dan bersih (hijau). Area ini hanya dibatasi untuk kendaraan yang penting seperti truk ransum, DOC/pullet dan telur. Akses hanya diperuntukkan bagi pekerja kandang, lokasi tempat menyimpan egg tray/boks telur yang sudah bersih dan sudah diisi.

Zona hijau adalah zona bersih yang merupakan wilayah yang harus terjaga dari kemungkinan cemaran/penularan penyakit. Area ini merupakan kandang tempat tinggal ternak. Hanya pekerja kandang yang boleh masuk zona hijau. Untuk masuk ke wilayah ini, pekerja harus menggunakan alas kaki khusus zona hijau. Kendaraan tidak boleh masuk ke zona ini. Begitu pula dengan pengunjung, kecuali jika ada kepentingan khusus, misalnya tenaga vaksinasi (vaksinator) atau technical service yang ingin mengontrol kesehatan ayam dengan syarat harus bersedia mengikuti prosedur yang diterapkan di farm tersebut. ***

Dirangkum dari Buku Biosekuriti Peternakan Unggas (Gita Pustaka)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer