Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Fokus | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MEMAKSIMALKAN POTENSI GENETIK BROILER MODERN

Brooding yang tepat terlihat dari kerataan penyebaran (DOC). (Foto: Istimewa)

Dalam pemeliharaan ayam broiler, langkah awal yang harus dilakukan adalah mengetahui status kesehatan (DOC) yang akan dipelihara. Untuk melihat keseluruhan status kesehatan (DOC), bisa dimulai dengan melakukan sampling BB awal (DOC) saat baru datang (BB ideal 38-42 gram), pengecekan kondisi bulu (kering dan mengarah ke bawah), pengecekan kondisi bola mata (mata cerah, bundar dan aktif), pengecekan kondisi pusar (pusar dalam kondisi bersih dan tertutup sempurna), pengecekan suhu rektal (suhu normal 40-40,6° C), status dehidrasi (kaki bersih, bulat, mengkilat seperti lilin), uniformnity harus di atas 80% dan refleks bangkit (suatu kondisi anak ayam dapat bangkit dari posisi terbalik dalam waktu tiga detik).

Kualitas DOC yang sejak awal kondisinya kurang baik akan menyebabkan tingginya biaya medikasi, tingginya konversi pakan dan berpengaruh pada tingkat hidupnya. Secara umum anak ayam rentan pada perlakuan dan perubahan kondisi lingkungan yang menyebabkan mudah stres dan peka terhadap infeksi penyakit. Sehingga pada kebanyakan anak ayam yang mutunya kurang baik, cenderung mengalami keterlambatan dalam percepatan tumbuh, sehingga akhirnya menghasilkan performa yang suboptimal.

Mutu genetik broiler yang baik akan muncul maksimal apabila pemeliharaan ayam ditunjang faktor lingkungan yang mendukung, misal pakan berkualitas tinggi, sistem kandang baik, serta perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Broiler merupakan ternak paling ekonomis bila dibanding ternak lain, kelebihannya adalah kecepatan pertambahan/produksi daging dalam waktu relatif singkat, sekitar 4-5 minggu produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi. Saat ini produksi ayam pedaging sebagian besar berlangsung dalam kondisi intensif, dipelihara dalam kandang dengan lingkungan tertutup dan terkontrol.

Pemeliharaan broiler terbagi menjadi dua periode, yaitu starter dan finisher. Masa brooding merupakan bagian fase starter, masa permulaan bagi perkembangan dan pertumbuhan. Periode brooding di awali dari persiapan kandang sampai umur anak ayam 14 hari. Periode brooding merupakan fase kritis dalam kehidupan broiler karena pada fase ini ayam belum mempunyai sistem termoregulasi yang baik untuk menjaga suhu tubuhnya tetap normal, sehingga diperlukan pemanas/brooder.

Brooding yang baik harus ditunjang litter yang bagus. Fungsi penting litter meliputi kemampuan menyerap kelembapan, menghancurkan kotoran sehingga meminimalisir ayam bersentuhan dengan kotoran, menyediakan lapisan isolasi antara anak ayam dan suhu lantai yang dingin. Kondisi litter yang baik memungkinkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2023.

Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021-8300300

PERUBAHAN KEBUTUHAN GIZI MENGIKUTI PERKEMBANGAN BROILER MODERN

Genetik broiler selalu berubah setiap tahunnya. (Sumber: zootecnicainternational.com)

Genetik broiler selalu berubah setiap tahunnya karena perusahaan pembibitan secara terus-menerus mengembangkan broiler agar makin baik dan efisien sesuai permintaan konsumen. Broiler modern saat ini sudah sangat berbeda dengan broiler pada 50 tahun lalu, oleh karena itu kebutuhan gizinya juga berubah mengikuti perkembangan genetika. Jadi teori nutrisi dan manajemen pemeliharaan 25 tahun lalu, termasuk rekomendasi gizi dari buku NRC (1994) sudah tidak dapat diterapkan lagi.

Perubahan Genetika Ayam
Broiler modern menjadi semakin efisien dalam mengonversi zat gizi dalam ransum menjadi daging ayam, hal ini ditunjukan dengan nilai konversi pakan (kilogram pakan menjadi kg tubuh ayam) yang semakin kecil. Kalau pada 1975 konversi pakan untuk mencapai 2 kg ayam masih 2.3, maka saat ini konversi pakan hanyalah 1.3-1.4 saja. Beberapa ahli memperkirakan bahwa suatu saat di masa mendatang, konversi pakan broiler dapat mencapai hanya 1.0.

Dari sisi berat badan, broiler saat ini tumbuh sangat cepat. Data di 2022, menunjukan bahwa berat broiler 2 kg dapat dicapat dalam umur 30 hari saja, sedangkan berat 1,2 kg hanya dicapai dalam waktu 22 hari. Dengan makin cepatnya pertumbuhan broiler, maka pemeliharaannya dalam satu tahun dapat mencapai 7-8 siklus. Perkembangan pertumbuhan broiler tidak hanya dari segi berat badan, tetapi juga dari segi komposisi karkas, dengan makin meningkatnya konsumsi daging dada terutama di negara maju, maka persentasi daging dada juga makin meningkat.

Pentingnya Periode Awal
Pertumbuhan broiler yang makin cepat akan membutuhkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2023.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

BAGAIMANA MAKSIMALKAN POTENSI GENETIK BROILER?

Berkat kemajuan bidang teknologi dan seleksi breeding yang baik selama lebih dari 100 tahun, ayam broiler mengalami perkembangan genetik yang sangat pesat. (Foto: Istimewa)

Ayam ras pedaging/broiler, merupakan ayam yang khusus dikembangkan untuk dimanfaatkan dagingnya. Kurang lebih 100-an tahun lalu melalui berbagai proses penelitian dan pemuliaan, dihasilkanlah ayam ras broiler dengan performa genetik terbaik. Namun begitu, masih ada saja kendala yang menyebabkan potensi genetiknya tidak maksimal.

Didesain untuk Penuhi Kebutuhan Pasar
Berkat kemajuan bidang teknologi serta seleksi breeding yang baik selama lebih dari 100 tahun, ayam broiler mengalami perkembangan genetik yang sangat pesat. Hasilnya ayam broiler di masa kini semakin efektif dalam mengonversi pakan menjadi bobot badan, sehingga menghasilkan daging yang lebih banyak yang tentunya dapat memenuhi keinginan pasar.

Menurut mantan Ketua Umum ADHPI, yang juga praktisi perunggasan, Drh Dedy Kusmanagandi, seleksi genetik broiler yang dilakukan selama ini telah meningkatkan produktivitasnya. Pada kurun waktu 1960-1970an, untuk mencapai bobot hidup 1,3 kg membutuhkan masa pemeliharaan selama 84 hari, namun sekarang dengan masa pemeliharaan kurang lebih 38 hari, ayam broiler sudah mampu mencapai bobot hidup 2,5 kg.

“Potensi genetiknya memang memungkinkan untuk seperti itu, namun di lapangan sangat jarang peternak yang dapat mencapai potensi genetik maksimal dari si ayam. Oleh karenanya ini masih menjadi PR bersama, soalnya kalau potensi ini dapat dimaksimalkan, produksi kita akan lebih baik dari sekarang,” tutur Dedy.

Ia juga menyebut bahwa ke depannya kemungkinan besar ayam broiler masih akan menjadi sumber protein hewani primadona, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Pasalnya harga per gram protein broiler dibanding komoditas daging lainnya adalah yang termurah, sehingga hal ini juga akan berdampak pada tingginya permintaan pasar.

Tinggi Performa, Rawan Stres & Penyakit
Dalam urusan performa tidak usah diragukan lagi dari segi pertumbuhan bobot per hari, konversi pakan, maupun parameter pertumbuhan lainnya ayam broiler sangat luar biasa. Kendati demikian, sebagai kompensasinya… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2023. (CR)

KESEHATAN AYAM DAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN, KUNCI PENTING MENJAGA POTENSI BROILER

Menjaga potensi genetik broiler, karena industrinya berkembang dari tahun ke tahun sebagai pemenuh protein hewani utama. (Foto: We Animals Media)

Daging ayam merupakan salah satu sumber protein penting bagi masyarakat. Menurut data BPS (2022), jumlah produksi daging ayam ras di seluruh Indonesia mencapai 3,2 juta ton di 2020 dan meningkat menjadi 3,4 juta ton pada 2021. Hal ini senada dengan peningkatan jumlah populasi ayam pedaging (broiler) dari 2,9 miliar ekor di 2020 menjadi 3,1 miliar ekor di 2021. Angka-angka ini menunjukkan bahwa industri broiler terus berkembang dari tahun ke tahun.

Perkembangan industri peternakan broiler ini tentunya tidak lepas dari potensinya sebagai penghasil daging. Secara genetik, broiler mampu mencapai pertumbuhan berat dari ±42 gram menjadi ±2,8 Kg dalam kurun waktu enam minggu. Perkembangan ini juga didukung potensi perkembangan konformasi karkas yang lebih baik daripada ayam bukan ras. Tentunya hal ini berpengaruh krusial bagi pemenuhan protein di Indonesia yang memiliki penduduk sangat besar. Walaupun demikian, untuk mencapai pertumbuhan bobot tubuh optimal tentunya membutuhkan dukungan berbagai faktor yang memengaruhi, diantaranya:

• Kesehatan Unggas
Penyakit unggas jelas menjadi tantangan bagi pencapaian bobot optimal broiler. Penyakit unggas dapat menyebabkan kerugian dalam hal kematian yang ditimbulkan, tidak tercapainya berat badan standar (karena ayam tidak nafsu makan atau mengganggu pertumbuhan), ataupun dari segi pengeluaran biaya tambahan untuk mengatasi penyakit. Oleh karena itu, pencegahan terhadap penyakit unggas sebaiknya menjadi pilihan utama. Ada dua cara pencegahan penyakit yang dapat dilakukan secara sinergi:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2023. (SANBIO-MENSANA)

MENJAGA KESEHATAN TETAP KONDUSIF SETIAP TAHUN

Salah satu penerapan biosekuriti. (Foto: Istimewa)

Menghadapi masa-masa ke depan dalam beternak sepertinya tidak sesederhana dulu. Sudah jadi kewajiban bagi pelaku budi daya perunggasan lebih aware, serta dapat mengantisipasi penyakit dan tantangan yang akan datang menghadang.

Jika memprediksi masalah penyakit di tahun depan, tentunya tidak akan 100% akurat. Banyak faktor yang bakal menentukan kejadian penyakit di kandang. Namun tidak ada salahnya memperkirakan dan sedikit “meramal” apa yang akan terjadi di tahun depan, sambil mengambil ancang-ancang agar lebih siap, pasalnya beternak merupakan suatu “seni” yang terus berkembang dari zaman ke zaman.

Menganggap Remeh Penyakit Lama = Bahaya
Menurut konsultan perunggasan, Tony Unandar, yang juga anggota dewan pakar ASOHI, selama ini penyakit unggas yang terjadi di lapangan masih cenderung itu-itu saja, akan tetapi tidak pasti kapan penyakit akan menyerang. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya.

“Bisa dibilang kita masih akan terus berkutat dengan penyakit lama yang beredar di lapangan, seperti CRD, ND dan lain sebagainya, monoton begitu-begitu saja dan faktor yang sangat urgen untuk diperbaiki adalah manajemen pemeliharaan dari peternak-peternak kita,” tutur Tony.

Seakan tidak ada upaya perbaikan dalam hal tersebut, bukan hanya kasus penyakit yang akan terus berulang, tapi juga tingkat keparahannya maupun jenis penyakit baru akan bertambah di masa depan.

“Saya beri contoh sederhana... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022. (CR)

REVIEW PENYAKIT UNGGAS 2022 DAN PREDIKSINYA DI 2023

Kasus penyakit ayam umumnya terdiri atas penyakit primer dan sekunder, meskipun tidak menutup kemungkinan kasus yang terjadi merupakan gabungan dari keduanya. (Sumber: thehumaneleague)

Memasuki akhir 2022, merupakan momen yang tepat bagi seluruh elemen masyarakat untuk merefleksikan apa saja yang telah dilakukan selama satu tahun ke belakang, serta menyusun rencana ke depan agar lebih baik. Tidak terkecuali para peternak ayam yang sebaiknya juga melakukan evaluasi program pemeliharaan satu tahun ini dan menyusun rencana target pemeliharaan tahun depan yang diharapkan lebih baik.

Dalam membangun bisnis peternakan unggas, diperlukan kerja keras dan meminimalkan kesalahan. Untuk itu diperlukan suatu evaluasi. Tujuan evaluasi untuk meninjau ulang semua kegiatan yang telah dilakukan dan hasil yang telah dicapai. Dalam menjalankan usaha, evaluasi merupakan proses pengukuran efektivitas strategi yang digunakan sebagai alat menganalisis situasi program berikutnya.

Selama tahun ini, banyak laporan dari para dokter hewan lapangan PT Romindo di seluruh Indonesia, bahwa kasus ND (Newcastle Disease), IBD (Infectious Bursal Disease), SHS (Swollen Head Syndrome), CRD, NE, Coryza dan Kolibasilosis, kejadiannya selalu tinggi setiap bulannya. Selain itu, Mikotoksikosis juga dilaporkan terjadi di hampir seluruh wilayah.

Namun sebelum lebih jauh membahas penyakit-penyakit di atas, akan lebih baik jika mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan imunosupresi pada ayam, karena faktor ini sangat erat kaitannya dengan kejadian penyakit pada ayam.

Kasus penyakit ayam umumnya terdiri atas penyakit primer dan sekunder, meskipun tidak menutup kemungkinan kasus yang terjadi merupakan gabungan dari keduanya yang menyebabkan komplikasi/kompleks. Penyakit primer yang dimaksud adalah penyakit yang disebabkan karena jumlah tantangan agen penyakit yang tidak dapat diatasi sistem pertahanan tubuh ayam. Sedangkan penyakit sekunder yang dimaksudkan adalah penyakit yang disebabkan melemahnya sistem pertahanan tubuh ayam, sehingga memudahkan terjadinya infeksi agen penyakit lain atau imunosupresi.

Imunosupresi merupakan kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka agen-agen penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh, sehingga timbul gangguan pertumbuhan dan produksi.
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022.

Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021-8300300

RESISTENSI ANTIMIKROBA: SANG PANDEMI SENYAP

Yang ditakutkan adalah apabila resistensi antimikroba benar-benar sudah terjadi pada semua jenis antimikroba, sehingga tidak ada sediaan yang efektif dalam mengendalikan mikroba patogen. (Foto: Dok. Infovet)

Selain penyakit-penyakit yang telah disebutkan, nyatanya ancaman juga datang dari resistensi antimikroba (AMR). Bukan hanya sektor peternakan yang terancam, tetapi juga kesehatan manusia dan lingkungan.

Resistensi antimikroba kini sudah menjadi isu yang mendunia, bahkan dalam KTT G20 yang berlangsung di Bali, hal itu dibahas para pemimpin dunia yang hadir. Tentunya ini harus menjadi perhatian lebih dari para stakeholder, baik di bidang kesehatan manusia maupun hewan.

Isu Global Ditakuti di Seluruh Dunia
Team Leader FAO ECTAD Indonesia, Dr Luuk Schoonman, mengatakan bahwa sektor peternakan berkontribusi dalam masalah AMR. Berdasarkan data yang ia dan timnya kumpulkan, pada 2017 saja sekitar 93.000 ton antimikroba diberikan kepada hewan, dimana 73%-nya merupakan hewan yang didayagunakan sebagai pangan (ternak).

“Selain itu 76% antimikroba yang digunakan pada hewan ternak juga digunakan pada manusia. Ini tentu mengkhawatirkan, oleh karenanya resistensi antimikroba ini juga tanggung jawab bagi para stakeholder di dunia kesehatan hewan,” kata Luuk.

Yang ditakutkan menurut Luuk adalah apabila resistensi antimikroba benar-benar sudah terjadi pada semua jenis antimikroba, sehingga tidak ada sediaan yang efektif dalam mengendalikan mikroba patogen yang mungkin dapat menyebabkan kematian pada hewan dan manusia.

Beradasarkan data WHO yang dijabarkan oleh Luuk, sekitar 700.000 orang meninggal akibat resistensi antimikroba di 2014. Ia juga membuka data dari The Lancet pada Januari 2022, dimana pada 2019 sekitar... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer