Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Ditjen PKH | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

HALALBILAHAL VIA ZOOM ASOSIASI PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTAN GENJOT PERTAMBAHAN POPULASI SAPI BELGIAN BLUE

Sapi Belgian Blue,menjadi andalan Indonesia dalam memperbaiki genetik sapi Indonesia

Kementerian Pertanian terus berupaya memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat terutama yang berasal dari daging sapi. Salah satunya adalah pengembangan sapi Belgian Blue (BB) yang sudah dilakukan sejak tahun 2017 melalui Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang. Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) ini sudah berhasil memproduksi embrio sapi BB murni pertama di Indonesia.

"Produksi ini menggunakan dua sapi donor jenis BB murni hasil Transfer Embrio (TE) di BET Cipelang yakni Srikandi dan Arimbi," ujar I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI, Selasa (9/6).

“Pengembangan sapi BB dilaksanakan oleh dua belas UPT lingkup Kementerian Pertanian yang berasal dari tiga eselon 1 di Kementerian Pertanian, yaitu Badan Litbang Pertanian BPPSDMP dan Ditjen PKH, dengan dukungan pakar pendamping yang berasal dari perguruan tinggi terbaik di Indonesia”, ucap Ketut.

Pengembangan BB sendiri dilakukan di UPT yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda, tujuannya untuk mengetahui lingkungan terbaik di Indonesia bagi sapi BB sehingga sapi BB bisa beradaptasi dan berkembang dengan baik di Indonesia.

"Pengembangan BB di Indonesia dilakukan dengan dua acara yaitu melalui TE dan Inseminasi Buatan (IB)," jelas Ketut.

Ketut menambahkan, embrio dan semen BB yang digunakan untuk program pengembangan BB berasal dari negara asalnya, yaitu Belgia. Hal ini dikarenakan, pihaknya ingin sapi BB yang dikembangkan di Indonesia berasal dari sapi BB asli dari Belgia.

Selain itu, penggunaan embrio dan semen BB dalam program pengembangan sapi BB ini dinilai Ketut memiliki risiko yang lebih kecil dibandingkan harus mendatangkan sapi BB hidup dari Belgia.

"Biayanya juga lebih murah dan handling lebih mudah dibandingkan menghandling sapi hidup. Embrio BB digunakan untuk menghasilkan sapi BB murni sedangkan semen beku digunakan untuk menghasilkan sapi BB persilangan," paparnya.

Jadi cara kerjanya yaitu dengan menanam atau menitipkan embrio pada sapi lokal Indonesia yang memenuhi syarat. Lalu, untuk semen BB disuntikan pada sapi lokal Indonesia yang juga sudah memenuhi syarat.

Karena, sapi BB murni yang merupakan hasil transfer embrio membutuhkan bantuan untuk kelahirannya. Sekitar 95% sapi BB murni lahir dengan bantuan caesar, sedangkan sapi BB persilangan seluruhnya (100%) dapat lahir secara normal.

"Sampai dengan hari ini, kami mencatat kelahiran 455 ekor sapi BB yang tersebar di seluruh UPT pelaksana pengembangan BB," ungkap Ketut.

Ketut menyebut, BET Cipelang bersama dengan UPT pelaksana lainnya telah mampu melaksanakan program pengembangan sapi BB yang dibuktikan dengan kelahiran sapi BB di seluruh UPT pelaksana. Sedangkan, Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari dan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang juga sudah mampu memproduksi semen beku sapi BB.

"Ini merupakan hal yang membanggakan bagi Kementan, kita sudah mampu memproduksi embrio sapi BB, dan memproduksi semen beku sapi BB," kata Ketut.

Diketahui, produksi embrio sapi BB murni ini sudah dilaksanakan pada 10 Februari 2020. Embrio yang dihasilkan dari sapi donor BET Cipelang ini berhasil menghasilkan embrio BB dengan komposisi darah BB 100 persen.

BET Cipelang sebagai satu-satunya UPT dengan tupoksi melaksanakan produksi, pengembangan dan distribusi embrio ternak telah mampu menghasilkan embrio sapi BB sebanyak 166 embrio (27 embrio BB murni dan 139 embrio BB persilangan).

"Embrio persilangan yang dihasilkan oleh BET Cipelang sudah dicoba untuk ditransferkan pada sapi resipien di BET Cipelang dan seluruhnya dapat lahir secara normal. Namun, untuk embrio BB murni belum dicoba," ucap Ketut.

Sapi BB persilangan ini, baik yang memiliki darah BB 50% mapun 75% mampu melahirkan secara normal, dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa sapi persilangan BB dengan sapi lainnya tidak memiliki kelainan reproduksi.

Sedangkan, semen beku BB yang dihasilkan oleh BBIB Singosari dan BIB Lembang terhitung sebanyak 27.862 dosis (17.579 dosis semen beku sapi BB murni dan 10.283 dosis semen beku BB persilangan).

Sebagai catatan, semen beku “Gatot Kaca” sapi BB jantan pertama di Asia Tenggara sudah dicoba untuk IB pada sapi Aceh di BPTUHPT Indrapuri. Sampai saat ini sudah terdapat 5 ekor sapi persilangan BB dengan sapi Aceh yang lahir, dan semuanya lahir secara normal.

Ketut menegaskan, dengan keberhasilan produksi semen dan embrio sapi BB oleh UPT lingkup Kementan, ketergantungan impor semen dan embrio beku BB Indonesia berkurang dan harapan pemenuhan kebutuhan daging akan dapat terwujud.

"Semen beku dan embrio beku BB ini akan didistribusikan kepada masyarakat setelah mendapatkan rekomendasi dari pakar pendamping pengembangan BB," tuturnya.

Lokasi sebaran tempat kelahiran sapi BB yaitu, BET Cipelang, BBPTUHPT Baturraden, BPTUHPT Padang Mengatas, BPTUHPT Sembawa, BPTUHPT Indrapuri, Balitnak, Polbangtan Bogor, BBPKH Cinagara, Polbangtan Yogyakarta - Magelang, Polbangtan Malang, BBPP Batu dan Loka Penelitian Sapi Potong Grati.

Sementara itu, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Sugiono, mengatakan sebelum disebar ke masyarakat akan dilakukan kajian lebih dulu untuk mendapatkan data yang akurat terkait pertumbuhan sapi BB. Dikatakan Sugiono, saat ini pengembangan sapi BB sudah dikaji di tingkat UPT lingkup Kementan.

"Hasilnya bagus, kita akan kaji terus di tingkat peternak yang sudah bagus manajemenya, setelah itu baru didistribusikan ke masyarakat," imbuhnya.

Menurut Sugiono, sperma sapi BB baru bisa disebar ke masyarakat pada tahun 2022 setelah melalui tahapan kajian yang berjenjang dari lingkup UPT, dan uji coba di peternakan dengan manajemen pengelolaan yang bagus. Hal-hal yang akan dikaji sebelum disebar yaitu pertambahan bobot badan, pertumbuhannya baik, aspek kesehatan, dan aspek lingkungan.

"Kajiannya perlu dua tahun, dicoba dulu di kelompok tertentu, kalau punya manajemen bagus baru dilepas ke peternak. Tahun ini Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri (Sikomandan) juga sudah pakai semen BB di wilayah tertentu," jelas Sugiono.

Ia berharap ke depannya, sapi BB ini bisa terus dikembangkan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi daging sapi dalam negeri yang kebutuhannya cukup tinggi.

"Sapi Belgian Blue ini memiliki bobot lebih besar dibanding sapi pada umumnya, jadi diharapkan dapat meningkatkan produksi daging sapi dalam negeri," pungkasnya.

Sekadar informasi, Sapi Belgian Blue atau yang lebih dikenal dengan Sapi BB ini merupakan sapi hasil pemuliaan yang dilakukan dalam kurun waktu yang sangat lama di negara asalnya, Belgia. Sapi ini merupakan hasil persilngan antara Sapi Shorthorn dengan sapi lokal Belgia saat itu.

Pembentukan sapi BB sendiri berawal dari upaya pemerintah Belgia untuk menghasilkan sapi dwiguna (penghasil susu dan penghasil daging). Namun, untuk memenuhi kebutuhan protein hewani di negara tersebut, arah pengembangan sapi BB membentuk sapi BB ini menjadi sapi potong penghasil daging.

Program pemuliaan sapi Belgian Blue ini sendiri pada saat itu dipimpin oleh seorang professor dari Belgia yaitu Professor Hanset pada tahun 1973, dengan keunggulan sapi BB yaitu 'double muscling'.

Performa sapi BB yang besar dan potensi karkas yang dimilikinya sangat menarik negara lain untuk ikut mengembangkannya. Sapi BB ini sudah mulai tersebar ke 40 (empat puluh) negara di dunia. (INF)

GORONTALO DIGUNCANG ANTHRAX, KEMENTAN BERTINDAK

Tim gabungan yang turun ke lapang untuk melakukan reaksi cepat terhadap anthrax 

Berita mengejutkan datang dari Kabupaten Gorontalo dimana sejumlah sapi milik warga di Desa Daenaa, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo, mengalami kematian mendadak dan diduga terinfeksi anthrax. Kasus tersebut ditindaklanjuti Kementerian Pertanian dengan berkoordinasi bersama Pemerintah Provinsi Gorontalo, melakukan investigasi, mengambil sampel untuk diteliti di laboratorium, serta memastikan ketersediaan stok obat dan vaksin.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita di Jakarta, Senin (8/6).

"Petugas kesehatan hewan sudah turun ke lapang melakukan investigasi kasus dan pengambilan sampel untuk konfirmasi laboratorium di BBVet Maros," katanya.

Ia juga memastikan bahwa pengobatan untuk hewan yang sakit sudah dilakukan, disertai dengan sosialisasi tentang penyakit Anthrax bagi masyarakat sekitar kasus.

"Dua minggu setelah pengobatan selesai, akan dilakukan vaksinasi di wilayah tersebut," tambahnya.

Ia juga memastikan bahwa stok obat berupa antibiotik dan vitamin, serta vaksin di Gorontalo masih mencukupi untuk memastikan penanganan kasus di wilayah tertular dan sekitarnya.

"Tahun ini kita siapkan stok vaksin sebanyak 15.000 dosis dan operasionalnya untuk Gorontalo," tutur Ketut.

Sebelumnya diinformasikan bahwa ada kasus suspek Anthrax di Desa Daenaa, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo. Dugaan kasus Anthrax ini diketahui setelah ada laporan kasus Anthrax jenis kulit pada delapan orang penduduk yang diduga memotong paksa sapi sakit dan kemudian mengonsumsi dagingnya. Anthrax merupakan salah satu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis).

"Kami sudah koordinasikan juga dengan Kemenkes, untuk memastikan penanganan terintegrasi kasus ini dengan pendekatan one health," ungkap Ketut.

Di tempat terpisah, saat diminta keterangan terkait kasus, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi membenarkan adanya laporan dugaan kasus Anthrax kulit tersebut. Menurutnya pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemda untuk melakukan penyelidikan epidemiologi dan penanganan kasus secara terpadu antara unsur kesehatan dan kesehatan hewan.

Ia menekankan pentingnya kesadaran masyarakat tentang bahaya Anthrax ini, serta menghimbau agar masyarakat tidak memotong hewan yang sakit dan kemudian mengkonsumsi dagingnya. Nadia menyebutkan bahwa penduduk yang menunjukan gejala Anthrax kulit telah ditangani oleh Puskesmas.

Hal senada disampaikan oleh Direktur Kesehatan Hewan, Kementan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa. Menurutnya risiko terbesar penularan Anthrax di Indonesia adalah melalui pergerakan dan pemindahan hewan tertular serta ketika ada hewan sakit yang dipotong dan kemudian dagingnya dijual atau dibagikan untuk konsumsi.

"Kita selalu sampaikan kepada masyarakat agar segera melaporkan setiap kasus hewan sakit kepada petugas untuk ditangani, dan meminta mereka agar tidak memotong hewan sakit dan tidak mengkonsumsi dagingnya bahkan tdk melukai hewan yang mati akibat anthrax tegas Fadjar.

Sementara itu, berdasarkan informasi dari salah satu petugas Dinas Peternakan Provinsi Gorontalo, diketahui bahwa lokasi kasus, yakni di Desa Daenaa sebelumnya tidak pernah dilaporkan ada kasus Anthrax sehingga tidak ada pelaksanaan vaksinasi di wilayah tersebut sebelumnya.

Diduga kasus Anthrax yang terjadi karena adanya pemasukan ternak baru dari luar wilayah. Hal ini diperkuat dengan informasi bahwa pada tanggal 9 Mei 2020, salah satu peternak ada yang membeli sapi indukan dan anakan sebanyak dua ekor di Pasar Bongomeme Kabupaten Gorontalo, yang merupakan daerah endemis Anthrax. (CR)

HOAX AYAM DIBERI HORMON PERTUMBUHAN, BEGINI PENJELASAN KEMENTAN


Ayam diberi hormon pertumbuhan, tidak benar. (Foto: RRI)

Menyikapi beredarnya informasi tentang ayam yang diberi hormon pertumbuhan dan membahayakan bagi kesehatan masyarakat, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menegaskan bahwa informasi atau berita tersebut adalah hoax.

"Undang-undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan secara tegas melarang penggunaan hormon bagi hewan konsumsi," jelas Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, di Jakarta, (03/04).

I Ketut Diarmita

Menurutnya sesuai dengan amanat Undang-undang, Pemerintah telah mengatur penerapan sistem jaminan keamanan pangan terhadap unit usaha produksi pangan asal hewan (termasuk daging ayam), dari sejak ternak dibudidayakan sampai dengan siap dikonsumsi masyarakat.

"Daging ayam itu termasuk jenis pangan yang mudah rusak (perishable food), oleh karena itu Pemerintah mengawasi keamanan pangannya secara ketat," tambahnya.

Terkait isu pemanfaatan hormon pertumbuhan yang mengakibatkan ayam pedaging (broiler) lebih cepat tumbuh, Ketut menjelaskan bahwa ayam broiler yang ada sekarang merupakan ayam yang secara genetik diseleksi untuk dapat tumbuh cepat dengan pemeliharaan yang spesifik, terukur, dan disiplin, termasuk pemberian pakan dan kesehatan yang diatur ketat dalam sistim pemeliharaannya.

"Jadi tidak ada sama sekali penggunaan hormon pertumbuhan pada ternak ayam," tegasnya.
Lebih lanjut Ketut menyampaikan bahwa pemerintah pusat dan daerah telah mengatur dan juga mengawasi tata cara budidaya yang baik dalam sistem budidaya ternak potong termasuk ayam broiler.

Pengawasan Keamanan Pangan Asal Hewan

Sementara itu, Syamsul Ma'arif, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen PKH menyampaikan bahwa Kementan secara rutin melakukan Program Monitoring-Surveilans terhadap Residu dan Cemaran Mikroba (PMSRCM) pada produk hewan, dan sejauh ini tidak ditemukan adanya residu hormon pada daging ayam.

Hal yang sama juga terjadi pada pemeriksaan residu antibiotik dalam daging ayam dan telur, Ia memastikan bahwa residu antibiotik yang ditemukan sudah mendekati nol seiring dengan pengaturan penggunaan obat hewan, khususnya penggunaan antibiotik di peternakan.

Terkait hoax seputar daging ayam ini, Syamsul menyampaikan bahwa Kementan telah melaporkannya kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar pembuat/penyebar hoax tersebut diproses sesuai ketentuan.

"Selain langkah proaktif kami dalam memberikan komunikasi, informasi dan edukasi tentang keamanan produk hewan kepada masyarakat, diharapkan langkah ini juga didukung oleh swasta, asosiasi, dan pemangku kepentingan terkait lainnya," pungkasnya. (Rilis Kementan)


KEMENTAN PERKUAT JEJARING LAOBRATORIUM KESWAN

Memperkuat jejaring lab keswan dalam mengantisipasi wabah

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) perkuat jejaring dan kapasitas laboratorium kesehatan hewan (veteriner) guna mengantisipasi ancaman wabah penyakit hewan. Menurut Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, hal ini diperlukan agar laboratorium veteriner mampu mendeteksi secara cepat, tepat, dan akurat penyebab wabah, termasuk penyakit infeksi baru/berulang (PIB).

Ketut menjelaskan bahwa penguatan kapasitas laboratorium veteriner merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespon Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia.

“Inpres tersebut harus diterjemahkan menjadi rencana kerja operasional dan terukur untuk mengatasi masalah aktual yang dihadapi saat ini, seperti African Swine Fever (ASF) di Sumatera Utara, Anthrax di Jawa Tengah dan DIY, serta antisipasi kemungkinan COVID-19 pada hewan," ujarnya saat menutup acara Pertemuan National Reference Coordinating Committee dan Jejaring Laboratorium Veteriner, 05/03/2920.

Ia juga berharap bahwa peningkatan kapasitas laboratorium veteriner tersebut dapat berkontribusi langsung pada peningkatan daya saing komoditi peternakan dan obat hewan, serta mendukung Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor (Gratieks) sesuai arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Di depan pimpinan Laboratorium Kesehatan Hewan lingkup Kementan dan provinsi se-Indonesia, Ketut berpesan agar peningkatan kapasitas laboratorium veteriner dilakukan secara berkelanjutan sebagai upaya mendukung peningkatan kualitas sistem kesehatan hewan nasional yang memenuhi standar internasional.

"Peningkatan kapasitas ini harus meliputi peningkatan kemampuan pengujian, manajemen sistem mutu, sistem manajemen biorisiko, jejaring kerja, dan sistem manajemen informasi," tegasnya.

Menurut Dirjen PKH, penguatan jejaring laboratorium veteriner dilakukan melalui penguatan laboratorium rujukan nasional penyakit hewan, penambahan ruang lingkup laboratorium rujukan nasional guna memenuhi kebutuhan pengujian ASF di Balai Veteriner Medan, COVID-19/SARS-CoV2 pada hewan di BBVet Wates, Toxoplasmosis di Balai Veteriner Lampung, serta Dourine dan Glanders di BBUSKP.

Lebih lanjut Ketut menjelaskan perlunya laboratorium rujukan nasional memperluas parameter pengujian keamanan pangan produk hewan, keamanan pakan dan obat hewan, serta berpartisipasi dalam jejaring laboratorium one health bersama jejaring laboratorium kesehatan masyarakat dan jejaring laboratorium universitas one health.

"Saat ini, hampir 100% laboratorium veteriner di bawah Kementan terakreditasi ISO/IEC SNI 17025:2017, namun untuk tingkat provinsi baru 19. Kita coba akselerasi agar pada tahun 2024 seluruh laboratorium veteriner terakreditasi ISO/IEC SNI 17025:2017," tambahnya.

Ketut kemudian meminta agar jejaring laboratorium veteriner juga mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Sub-Urusan Bencana Daerah Kabupaten/Kota yang dapat dijadikan kerangka untuk penguatan kapasitas mencegah, mendeteksi dan merespon zoonosis pada pemerintah daerah.

Terakhir, ia berpesan agar laboratroium veteriner mengoptimalkan penerapan iVLab guna memperkuat sistem manajemen informasi di unit pelaksana teknis lingkup Kementan dan laboratorium veteriner provinsi. (CR)

DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TERIMA PENGHARGAAN IKPA

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita. (Foto: Infovet/Ridwan)

Satuan Kerja (Satker) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) meraih penghargaan IKPA (Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran) terbaik dan menerima Kartu Santri (Kartu Tidak Antri) dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta V, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara, Kementerian Keuangan.

Penghargaan diberikan pada acara Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Tahun 2019 dan Sosialisasi Langkah Strategis Pelaksanaan Anggaran Tahun 2020 yang diselenggarakan oleh KPPN Jakarta V di Gedung Auditorium Kementerian Pertanian, Kamis (6/2/2020).

Apresiasi untuk Satker Ditjen PKH ini diberikan karena tata kelola keuangannya dinilai terbaik nomor dua untuk kategori pagu sedang dengan nilai 96.53, sedangkan posisi pertama di terima oleh Sekjen Kemenkum HAM dengan nilai 97.01. Dari lingkup Kementan, penghargaan diterima juga oleh Ditjen Hortilkultura pada posisi ketiga dan Badan Ketahanan Pangan di posisi kelima.

Selain mendapatkan penghargaan terbaik, Ditjen PKH juga menerima Kartu Santri. Kartu ini membuat Ditjen PKH berhak mendapatkan layanan prioritas berupa bebas antrian sebagai apresiasi kepada para pengguna layanan karena telah melaksanakan pengelolaan dana APBN dengan baik. 

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Ditjen PKH, menyampaikan bahwa penghargaan diterima atas penguatan program tata kelola keuangan yang telah dilakukan. 

“Penghargaan ini merupakan buah hasil sinergi seluruh bagian di Ditjen PKH, yang dimulai dari peningkatan kapasitas sumber daya manusia, proses, metode kerja, sistem pengendalian dan koordinasi yang didasari oleh kerja profesional, mengikuti aturan serta integritas dan komitmen diri yang kuat,” kata Ketut dalam keterangan tertulisnya. 

Ia menegaskan bahwa hal-hal tersebut merupakan dasar dalam mengubah performa institusi. “Kita harus hormati institusi dengan integritas dan loyalitas, serta jalankan amanah. Terintegrasi dari atas sampai ke bawah,” ucap dia.

Penguatan dalam tata kelola keuangan, lanjut dia, sebagai bagian dari upaya perbaikan berkelanjutan dalam mengembangkan proses dan layanan yang pada akhirnya akan memberikan hasil lebih baik. Selain itu, Ditjen PKH berupaya mengukur dan mengevaluasi kinerja laporan keuangan melalui program elektronik Rekonsiliasi Laporan Keuangan.

“Saya selalu mengingatkan kepada seluruh jajaran di Ditjen PKH, anggaran merupakan amanat yang sangat penting yang harus digunakan dan dikelola dengan baik dan bertanggung jawab,” tegasnya.

Sementara Kepala KPPN Jakarta V, Lasmaria Manurung, menjelaskan bahwa terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam penilaian untuk pemberian penghargaan apresiasi satker terbaik mitra KPPN. Pemberian penghargaan ini dilakukan sebagai apresiasi kinerja pelaksanaan anggaran Tahun 2019. Penilaian dilaksanakan dengan berpedoman pada beberapa indikator dalam pelaksanaan APBN yang dilakukan secara adil dan transparan pada kategori pagu besar, sedang dan kecil.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta, Ludiro, turut mengapresiasi sinergi Satker dalam memastikan dan mengawal terlaksananya berbagai program prioritas secara efisien, melayani dan mampu bekerja secara tim.

“Kedepan, kami mengajak Satker untuk memastikan pelaksanaan anggaran 2020 dapat berjalan optimal dan lebih baik dari sebelumnya,” kata Ludiro. (INF)

BIMTEK PENGELOLAAN USAHA PEMBIAKAN SAPI INDUKAN BX

Rochadi Tawaf saat memberikan bimbingan kepada peternak. (Sumber: Istimewa)

Pada November 2018, Pemerintah Indonesia melalui melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementrian Pertanian (Kementan), telah membagi-bagikan ternak sapi indukan BX kepada peternak di Jawa Barat melalui 24 kelompok ternak di Kabupaten Sumedang, Bandung Barat, Cianjur, Subang, Cirebon, Indramayu, Ciamis, Tasikmalaya dan Pangandaran.

Berdasarkan kegiatan Rapid Apraisal terhadap 24 kelompok peternak penerima bantuan, ternyata pada umumnya sapi betina indukan BX mengalami kesulitan bunting, kurus dan sebagian mengalami kematian. Beberapa faktor penyebabnya yang paling dominan karena sapi-sapi tersebut tidak dipelihara sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidupnya. Misal, lemahnya manajemen pakan, kesulitan mengawinkan karena silent heat dan manajemen pengelolaan yang tidak sesuai dengan Good Farming Practices.

Selain masalah tersebut, juga karena lemahnya perencanaan bisnisnya maka ada sebagian anggota kelompok yang mengundurkan diri dalam mengelola sapi betina produktif tersebut. Hal ini berakibat terhadap sapi-sapi tersebut sehingga tidak mendapat pakan yang cukup, yang menyebabkan sapi tersebut anorexia (kekurangan pakan).

Dalam kerangka memperbaiki kondisi tersebut, Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (PB ISPI) menugaskan Program Manajemen Unit (PMU) wilayah Jawa Barat (Jabar) bekerja sama dengan Balai Pelatihan Peternakan dan Ketahanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (BPPKP DKPP) Provinsi Jabar mengadakan kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) pengelolaan usaha pembiakan sapi indukan BX, 4-5 Februari 2020. Ini juga merupakan “Improvement Program For Productive Female Cattle” (IP2FC), kerja sama PB ISPI-Gapuspindo didukung oleh Ditjen PKH Kementan.

Selanjutnya, setelah pelaksanaan Bimtek akan ditindaklanjuti dengan pembinaan dan bimbingan selama lima bulan terhadap kelompok peternak tersebut.

Adapun tujuan dari Bimtek ini untuk memperbaiki manajemen pakan, pola reproduksi dan manajemen usaha pembiakan sapi indukan BX sesuai prinsip Good Farming Practices bagi 24 kelompok peternak penerima sapi BX, sehingga di akhir program mampu meningkatkan kebuntingan, menurunkan tingkat kematian, memperbaiki performanya dan harmonisasi kelompok.

Ruang lingkup materi yang diberikan meliputi manajemen pakan (pengetahuan bahan baku pakan, manajemen HPT, menyusun ransum sederhana, pengawetan pakan dengan pola fermentasi dan praktek pembuatan ransum/pakan), sistem reproduksi (pengetahuan alat reproduksi dan sistem perkawinan), manajemen pencatatan dan rearing (teknik membuat catatan dan manajemen rearing/pedet), sos-ek peternakan (perencanaan bisnis, biaya produksi dan pemasaran hasil dan pemberdayaan kelompok peternak).

Peserta pelatihan terdiri dari 24 kelompok peternak masing-masing dua orang, perwakilan dinas kabupaten (sembilan kabupaten dan tenaga UPTD penerima sapi BX, jumlah seluruhnya 56 orang). Serta instruktur terdiri dari petugas BPPKP DKPP, dosen fakultas peternakan Universitas Padjajaran dan tokoh peternak di Jawa Barat. (INF)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer