 |
Webinar Rabies Membahas Penggunaan Vaksin Oral Untuk Mencegah Rabies |
Sabtu 3 Februari 2024 kemarin, Direktorat
Kesehatan Hewan bersama dengan FAO ECTAD Indonesia dan Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) menyelenggarakan
webinar bertajuk "Potensi Vaksinasi Oral Rabies dan Pertimbangan Untuk Penggunaannya di Indonesia" melalui daring Zoom Meeting. Penggunaan vaksin oral tentunya menjadi salah satu strategi dalam peningkatan
cakupan vaksinasi anjing dalam memberantas rabies.
Direktur Kesehatan Hewan Drh. Nuryani Zainuddin dalam semabutannya menyebutkan bahwa vaksinasi rabies secara oral menjadi opsi dalam vaksinasi anjing liar yang sulit ditangkap.
“Opsi lain yang mungkin bisa digunakan adalah
vaksinasi oral rabies untuk anjing. Seperti diketahui, konsep ini sudah lama digunakan
untuk vaksinasi hewan liar, termasuk untuk pengendalian rabies. Di beberapa
negara Eropa, vaksinasi oral rabies untuk satwa liar sudah dilakukan sejak
1970-an, dan terbukti telah berhasil memberantas rabies pada satwa liar di
beberapa negara. Untuk satwa liar, pemberian vaksin oralnya menggunakan pesawat
atau helikopter dan disebar ke habitat satwa tertarget, misalnya rubah,
sementara untuk anjing, metodenya sangat berbeda," tutur dia.
Dalam kesempatan yang sama bertindak sebagai narasumber yakni Dr Ad Vos, salah satu ahli vaksin yang merupakan bagian
dari Departemen Kesehatan Masyarakat Ceva Sante Animale, dalam presentasinya
menjelaskan tiga komponen utama metode vaksinasi oral rabies untuk anjing.
“Setidaknya ada
tiga komponen utama, yaitu vaksin yang memiliki efikasi dan aman bagi spesies
target maupun non target; umpan yang disukai anjing lokal dan efektif dalam
melepaskan vaksin di rongga mulut; serta teknik pemberian yang menggunakan
sumber daya lokal dan mampu membatasi kontak dengan spesies non target," kata dia.
Selain
itu, dirinya menceritakan bahwa metode vaksinasi oral rabies terbukti efektif
dalam mencapai cakupan di atas 70% dan cost-effective
di beberapa negara.
“Penggunaan teknologi dalam pelaporan vaksinasi terbukti
efektif dalam proses monitoring pelaksanaan metode ini secara real time di
lapangan”, tambahnya.
Sementara itu, narasumber lainnya, Drh Khrisdiana Putri dari
Universitas Gadjah Mada dan merupakan salah satu anggota Komisi Obat Hewan Kementan,
menyebutkan bahwa produk vaksin oral yang sudah diregistrasi di Indonesia
terbukti aman untuk penggunaannya di lapangan.
Hal tersebut juga diamini oleh Drh I Gusti
Bagus Oka, dari Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Dirinya menceritakan
pengalamannya dalam memberikan vaksin oral rabies di lapangan.
“Sebelum
memberikan umpan pada anjing, jangan sampai menimbulkan kecurigaan anjing
kepada kita karena bisa membuat anjing lari. Hindari kontak mata dengan si
anjing, dengan jalan berpura-pura lewat melewati anjing sebelum menjatuhkan
umpan di depannya. Selain itu vaksin oral tersebut aman dan efektif untuk digunakan," tuturnya.
Program pilot yang telah dilakukan di Indonesia ini dapat terlaksana berkat kerjasam antara Direktorat Kesehatan
Hewan bersama dengan FAO ECTAD Indonesia, AIHSP, dan Ceva Sante Animale, serta
Ceva Animal Health Indonesia. Mereka berkolaborasi melakukan beberapa studi di Bali pada tahun
2021-2022, yaitu studi penerimaan umpan vaksin oral rabies, efektivitas
vaksinasi oral rabies, potensi kontak dengan masyarakat, serta studi
imunogenisitas vaksin oral, di mana hasilnya telah dipublikasi tahun 2023.
Studi tersebut menghasilkan temuan penting yang bisa digunakan sebagai referensi
dalam memperkuat kualitas vaksinasi anjing melawan rabies di Indonesia. Hasil
studi menunjukkan bahwa anjing lokal menerima umpan yang terbuat dari tepung
telur dan umpan yang terbuat dari usus sapi Bali dengan tingkat kesuksesan masing-masing
95,2% dan 82,6%. Untuk respon imun, tidak ada perbedaan kuantitatif yang
signifikan pada level antibodi yang ditimbulkan oleh vaksin oral dan vaksin
parenteral yang biasa digunakan di Indonesia.
Setidaknya
ada dua pesan kunci yang diidentifikasi dalam acara seminar tersebut yakni Vaksin oral rabies mempunyai potensi
sebagai opsi untuk menjawab masalah sulitnya vaksinasi anjing liar dan anjing
berpemilik yang diliarkan dalam puaya pengendalian dan pemberantasan rabies.
Selain itu, berbagai studi telah membuktikan keamanan, efektivitas,
imunogenisitas, dan cost-effectiveness
penggunaan vaksin oral rabies di beberapa negara.
Sebelum
menutup webinar, Drh Nuryani menambahkan bahwa ia berharap agar vaksin oral rabies dapat digunakan
untuk target anjing liar atau anjing berpemilik yang diliarkan, sementara
anjing kesayangan dan anak anjing dapat divaksinasi dengan vaksin parenteral.
Metode vaksinasi rabies oral ini nantinya digunakan sebagai pelengkap dalam
pelaksanaan vaksinasi massal untuk meningkatkan cakupan vaksinasi dalam
menghentikan penularan virus rabies di lapangan. (WFH).
Wahid Fakhri Husein – praktisi
manajemen kesehatan hewan dan One Health; Direktur Sahabat Anti Rabies*