Webinar pendekatan new normal beternak babi pasca ASF di Indonesia pada rangkaian FLEXcitement yang diinisiasi PT Boehringer Ingelheim. (Foto: Infovet/Ridwan) |
Pada kesempatan tersebut Sauland yang juga Ketua Asosiasi Mogastrik Indonesia (AMI), menjelaskan proses pemasakan pakan sisa untuk ternak babi bisa dilakukan selama 2 menit dengan suhu 70 derajat untuk mengeliminasi ASF. “Karena bila tidak itu sangat berisiko tinggi. Karena itu harus kita ubah pengelolaan pakan untuk ternak babi ini,” jelasnya.
Sauland mengemukakan, perbaikan pakan bisa dilakukan dengan pemberian enzim, toxin binder, mineral, oil, maupun probiotik. Teknologi tersebut, kata dia, wajib digunakan peternak babi skala rakyat saat ini.
“Atau bisa dengan fermentasi pakan maupun perlakuan sanitasi pakan sebelum diberikan pada ternak. Bisa juga peternak memanfaatkan pakan dari singkong, palm kernel meal dan palm kernel cake. Ini bisa menjadi alternatif dan dalam beberapa penelitian hasilnya baik. Jadi janganlah terkendala dengan pakan yang bisa membuat harga babi menjadi mahal,” ucap dia.
“Beri pelatihan pula pada anak kandang untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam budi daya ternak babi. Karena SDM menjadi kunci pencegahan ASF. Saya yakin dengan begitu kita bisa mencegah ASF di new normal ini.”
Sementara Feliks Adi Nugroho, technical swine dari Boehringer Ingelheim Indonesia yang membawakan materi Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRS) virus menekankan hal serupa.
“Virus akan menjadi lebih buruk apabila peternak tidak menerapkan sistem all in all out. Buatlah kandang terpisah sesuai fasenya untuk meminimalisir risiko penyebaran penyakit,” kata Feliks.
Feliks pun memberikan saran pencegahan dan kontrol penyakit pada ternak babi. Pertama, melakukan indentifikasi tujuan (mengontrol atau mengeliminasi penyakit). Kedua, menetapkan status (shedding atau exposure status) penyakit melalui pengecekan di laboratorium.
Ketiga, memahami kekurangan manajemen (biosekuriti, lokasi, produksi dan lain sebagainya). Keempat, membangun solusi sesuai tujuan awal (pencegahan infeksi, peningkatan kekebalan dan lain-lain) atau dengan melaukan vaksinasi.
“Walau vaksinasi bukan menjadi solusi tunggal, namun bisa memberikan proteksi terhadap ternak. Pemberian vaksinasi pada semua fase umur babi berpengaruh pada peningkatan kekebalan dan menurunkan kasus penyakit, memperbaiki FCR, mortalitas, morbiditas dan culling rate rendah,” jelas Feliks.
Adapun langkah kelima, lanjut dia, dengan implementasi dan monitoring solusi yang telah ditetapkan. “Dari langkah-langkah yang sudah kita buat, bisa kita lakukan monitoring dengan checking biosekuritinya, hasil vaksinasi atau manajemen untuk mengetahui hasilnya,” pungkasnya. (RBS)