Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PASCA FREE AGP, KONSEKUENSI REGULASI DAN UPAYA MENJAGA PERFORMA AYAM DENGAN PAKAN TERAPI

Penggunaan antibiotik dalam pakan masih diperbolehkan melalui pakan terapi yang penggunaannya harus sesuai aturan pemerintah. (Foto: Dok. Infovet)

Kebijakan penggunaan antibiotik dalam dunia peternakan dua tahun terakhir ini benar-benar menjadi tema dan trending topik yang selalu seru untuk dikupas lebih rinci dan detail. Tidak hanya berdampak terhadap perubahan pola strategi dalam menyusun formula pakan, namun juga startegi tata cara pemeliharaan termasuk sistem biosekuritinya.

Zaman telah berubah, waktu berganti dan strategi untuk bisa bertahan hidup dengan efisiensi terbaikpun mengalami penyesuaian. Titik-tolak perubahan ini terjadi seiring dengan penegasan implementasi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan pada bagian kelima. Kriteria obat hewan yang dilarang tercantum dalam Pasal 15 ayat 1. Kebijakan tersebut sesuai amanat Undang-Undang No. 18/2009 juncto No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Secara tersurat, esensi dari Permentan No. 14/2017 mengatur penggunaan antibiotik yang dicampur dalam pakan tidak lagi diperbolehkan. Kendati demikian, pencampuran antibitoik dalam pakan saat ini hanya boleh digunakan dengan resep dokter hewan dan dalam monitoring yang ekstra ketat. Berbeda dengan era sebelumnya dimana antibiotik masih diizinkan sebagai pemicu pertumbuhan (Antibiotic Growth Promotor/AGP). Namun dengan adanya penegasan pemerintah terkait pelarangan penggunaan antibiotik, menjadi paradigma baru bagi industri peternakan khususnya untuk menyediakan produk-produk peternakan yang lebih ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal).

Konsekuensi yang harus dihadapi dari hal tersebut terjadi tidak hanya di kalangan peternak, namun juga terjadi di semua stakeholder yang berhubungan dengan industri peternakan (feed mill, breeding farm, perusahaan obat hewan dan imbuhan pakan, perusahaan penyedia bahan baku pakan dan sebagainya). Sehingga tantangan kuman penyakit, baik virus ataupun bakteri harus disikapi dengan melakukan antisipasi lebih dini dan lebih serius dibandingkan sebelumnya. Jangan sampai bakteri menjadi kebal (resistant) terhadap berbagai jenis antibiotik, sehingga akan menjadi bom biologis yang membahayakan bagi kelangsungan hidup manusia.

Isu Resistensi Antimikroba (AMR/Antimicrobial Resistance)
Pada Juli 2014 silam pernah diadakan pertemuan global “The Review on Antimicrobial Resistance” dimana dari hasil pertemuan tersebut menyatakan bahwa kasus infeksi bakteri yang kebal/resisten terhadap antimikroba meningkat sangat signifikan. Di Eropa dan Amerika Serikat saja lebih dari 50.000 nyawa hilang tiap tahunnya karena kasus resistensi ini pada kejadian infeksi sekunder bakteri penyakit malaria, HIV/AIDS dan TBC.

Dari pertemuan itu juga para ahli memperkirakan jumlah korban meninggal secara global di seluruh dunia mencapai sedikitnya 700.000 setiap tahun. Pada 2050, jumlah ini diprediksi naik mencapai 10 juta orang, jauh lebih tinggi dibandingkan korban meninggal akibat kanker, diabetes, kecelakaan lalu lintas, kolera, tetanus, measles, diarea dan kolera.

Dari total jumlah tersebut, korban terbesar sekitar 4 juta orang dari Afrika dan Asia. Bahkan prediksi biaya kesehatan untuk mengatasi kasus resistensi ini mencapai hingga 100 triliun dolar AS per tahun. Selain itu resistensi antibiotik juga turut meningkatkan risiko kematian yang secara langsung berpengaruh pada menurunnya usia harapan hidup suatu negara.

• Konsekuensi di Kalangan Peternak
Terbukti semua peternak berbenah diri. Bagi para peternak yang mempunyai anggaran cukup, tidak tanggung-tanggung langsung menyulap kandangnya dari open house (kandang terbuka) menjadi semi closed house (tunel) bahkan full closed house (kandang tertutup) dengan evaporative cooling system.

Tantangan kuman dari luar bisa ditekan karena kandang dalam kondisi tertutup 24 jam, dimana hanya area inlet (tempat udara masuk) saja yang dibuka. Harapannya jumlah kontaminan bibit penyakit bisa di tekan seoptimal mungkin. Tidak hanya itu, di kalangan peternak yang masih menggunakan sistem kandang terbuka pun tidak mau kalah. Mereka mencari... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2019.

Oleh: Drh Eko Prasetio
Private Commercial Broiler Farm Consultant

BUPATI BLORA TANDATANGANI KERJASAMA BIDANG PETERNAKAN DENGAN PT SURYA AGROPRATAMA

Bupati Blora Djoko Nugroho

Bupati Blora Djoko Nugroho menyambut baik peluncuran Program Kerjasama di Bidang Peternakan dengan Memberdayakan Peternakan Rakyat yang digelar di The Icon, Hotel Morrissey, Jakarta, Kamis (28/11/2019). Program kerjasama ini merupakan diwujudkan melalui penandatanganan kerjasama antara PT Surya Agropratama (PT SAP) dengan Infrabanx, LPPM IPB, serta PT SAP dengan Kabupaten Blora.

Kerjasama dengan Kabupaten Blora berupa implementasi kemitraan dengan peternakan rakyat di wilayah tersebut.

Djoko mengemukakan Kabupaten Blora memiliki masyarakat peternakan yang besar dan menjadi salah satu kabupaten di  Jawa Tengah yang menjadi sentra pengembangan produksi sapi potong.

“Ada tiga jenis ternak yang diusahakan di Kabupaten Blora yaitu ternak besar, ternak kecil, dan unggas. Sapi potong merupakan jenis ternak besar  terbanyak di di Kabupaten Blora,” kata Djoko. 

Setiap tahunnya, lanjut Djoko, jumlah sapi yang tersebar di wilayah Kabupaten Blora terus mengalami peningkatan cukup bagus. Tidak heran, jika Blora dikenal banyak orang dengan sebutan “Lumbung Ternak di Jawa Tengah.” 

Tahun 2019, jumlah sapi yang tersebar di semua wilayah Blora menembus angka 239.000 ekor. Sementara sebelumnya, di tahun 2017 jumlah sapi sebanyak 222.000 ekor, tahun 2018 sebanyak 231.000 ekor. (NDV)

PT SAP LUNCURKAN PROGRAM KERJASAMA PEMBERDAYAAN PETERNAKAN RAKYAT UNTUK SAPI POTONG

Foto Bersama Setelah Penandatangan Kerjasama (Foto: NDV/Infovet)

Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) yang digagas Guru Besar Fakultas Peternakan IPB, Prof Dr Muladno MSA, di tahun 2019 ini tercatat sebanyak 34 SPR-IPB yang telah dideklarasikan di 22 kabupaten di 10 provinsi. Perkembangan SPR yang pesat ini tak terlepas dari perwujudan kerjasama LPPM IPB dengan PT Surya Agropratama.

PT Surya Agropratama (SAP) adalah perusahaan agrobisnis yang memiliki peternakan sapi dan memproduksi susu segar yang berkomitmen untuk turut mensejahterakan peternakan rakyat.

Bernardi Rahaju


Untuk mewujudkannya, PT SAP membentuk struktur “konsorsium” guna mendukung peternakan rakyat yang terdiri dari pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, dan investor.

“Tujuan dari konsorsium ini untuk memberikan edukasi peternak rakyat menjadi kelompok peternak yang profesional, sekaligus mewujudkan kemitraan dalam rantai produksi yang teratur, sehingga secara keseluruhan rantai produksi sapi potong menjadi sustainable,” ungkap Bernardi Rahaju, Direktur PT Surya Agropratama dalam peluncuran Program Kerjasama di Bidang Peternakan Dengan Memberdayakan Peternakan Rakyat di Jakarta, (28/11/2019).

Pada acara peluncuran Program Kerjasama di Bidang Peternakan Dengan Memberdayakan Peternakan Rakyat turut hadir Darren S Dimoelyo, Direktur Utama PT Surya Jaya Abadi Perkasa (PT SJAP) sebagai Agriculture Sector Sponsor, Dr Ir Aji Hermawan MM selaku Kepala LPPM IPB, Prof Dr Muladno MSA Guru Besar Fakultas Peternakan IPB yang juga sebagai Penggagas Konsep Sekolah Peternakan Rakyat, serta Sebastian S Subba dari Master Agent Infrabanx INHC 103.

Penandatanganan kemitraan ini diwujudkan melalui penandatanganan beberapa kerjasama. Pertama, kerjasama antara Infrabanx dengan PT Surya Agro Pratama untuk pendanaan dan dukungan teknis investasi di bidang peternakan. Kedua, kerjasama antara PT SAP dengan LPPM IPB untuk Program Train of Trainers atas konsep SPR ke perguruan tinggi lainnya. Ketiga, kerjasama antara PT SAP dan Kabupaten Blora untuk implementasi kemitraan dengan peternakan rakyat di wilayah Kabupaten Blora. (NDV)

PT SUI GELAR PELATIHAN PEMELIHARAAN AYAM KUB DI NTT

Dr. Tike Sartika menjadi salah satu narasumber pelatihan (Foto : SUI)


PT Sumber Unggas Indonesia (SUI) selaku pembibit Ayam Kampung menggelar pelatihan pemeliharaan Ayam KUB (Kampung Unggul Balitnak), di Kupang dan Atambua, Nusa Tenggara Timur. Kegiatan tersebut berlangsung pada tanggal 27 – 30 November 2019. Sekitar 70 orang peserta akan menghadiri pelatihan di Kupang dan 50 orang lainnya di Atambua. Pelatihan tersebut sekaligus menjadi kegiatan introduksi Ayam KUB kepada peternak di NTT.

Ayam KUB sendiri merupakan Ayam Kampung asli Indonesia hasil seleksi Balai Penelitian Ternak Ciawi. Ayam KUB dapat tumbuh seberat 0,9-1 kg dalam waktu 70 hari. Selain itu Ayam KUB juga berpotensi sebagai Ayam Kampung petelur dengan produksi 160-180 butir perekor pertahun dengan puncak produksi mencapai 65-70%.

Denny Natsir, Direktur Marketing & Sales PT SUI menuturkan bahwa kandungan protein pada Ayam Kampung yang tinggi kiranya dapat menjadi dapat menjadi alternatif bagi masalah stunting di NTT. Selain itu ia juga berharap pelatihan ini juga dapat meningkatkan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat NTT.

“Harapannya agar dari pelatihan ini muncul peternak – peternak Ayam Kampung mandiri baru di NTT, sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Target kita disini mudah – mudahan dapat mendistribusikan 10.000 ekor DOC Ayam Kampung per minggu,” tukas Denny.

PT SUI sendiri baru memperoleh izin menjadi penetasan Ayam Kampung di NTT pada tahun 2019. Meskipun begitu, PT SUI telah berpengalaman sejak 2011 sebagai perusahaan yang bergerak di ayam asli Indonesia dari hulu hingga ke hilir.

Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, PT SUI bermitra dengan Australia-Indonesia Partnership for Promoting Rural Incomes through Support for Markets in Agriculture (PRISMA) dan Dinas Peternakan Provinsi NTT, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Belu. (SUI/CR)


BOGASARI LEPAS EKSPOR PAKAN TERNAK



Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat melepas ekspor komoditas pertanian (Foto: Kementan)

PT Bogasari Flour Mills, anak usaha Indofood Sukses Makmur melepas ekspor wheat bran pellet untuk pakan ternak sebanyak 7.700 ton ke Filipina dari pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (27/11/2019). Nilai ekspor pellet tersebut mencapai Rp 132 miliar. Pellet merupakan produk sampingan gandum.

Direktur Indofood Sukses Makmur, Fransiscus Welirang, khusus tahun ini, total ekspor produk pakan ternak oleh Bogasari ke Filipina sejak awal tahun hingga November 2019 telah mencapai 58 ribu ton atau senilai Rp 158 miliar. Adapun, total ekspor pellet ke seluruh negara tujuan ekspor pellet pada periode yang sama mencapai 273 ribu ton dengan nilai diperkirakan tembus Rp 726 miliar. 

"Pellet ini menjadi salah satu bahan baku pakan ternak, pasar kita di Asia Timur. Selain Filipina, ada Jepang, Vietnam, Cina, Jepang, dan Korea. Timur Tengah khususnya Arab Saudi juga sudah," kata Fransiscus dalam pelepasan ekspor di Pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (27/11/2019).

Ia mengungkapkan, bahan baku pembuatan pellet untuk pakan ternak digunakan dari dedak gandum. Adapun dedak gandum merupakan sisa dari proses pengolahan gandum impor menjadi tepung terigu. 

Gandum impor yang diolah itu, sebanyak 75 persen menjadi tepung terigu dan sisanya, 25 persen yang menjadi dedak gandum dijadikan pellet sehingga seluruhnya menjadi barang yang bernilai. (Sumber: republika.co.id)


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer