Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini penyakit ayam | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

JANGAN BIARKAN GUMBORO MERAJALELA

Perdarahan otot paha salah satu ciri Gumboro. (Sumber: Hari Wahjudi)

Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro masih menjadi momok menakutkan bagi peternak Indonesia. Masalahnya, Gumboro memiliki tendensi tinggi dan sering berulang. Penyakit yang disebabkan Birnavirus ini dapat menular melalui vektor dan mengakibatkan imunosupresif, sehingga memungkinkan penyakit lain untuk ikut menyerang.

“Rajin” Menyerang Ternak
Technical Service Manager PT Boehringer Ingelhieim Indonesia, Drh Titis Wahyudianto, dalam sebuah webinar tentang Gumboro menggambarkan betapa menakutkannya penyakit ini. Gumboro menyerang dengan akut, sangat virulen dan mengakibatkan imunosupresi pada penderitanya.

Menurut Titis, Gumboro juga sangat kerasan dan dapat bertahan di lingkungan kandang selama 50-120 hari pasca infeksi. Bahkan pakan yang tercemar oleh virus ini masih dapat menginfeksi sampai 60 hari pasca terjadinya outbreak.

“Serangan Gumboro sifatnya akut, siklusnya panjang dan virusnya bisa bertahan lama di lingkungan. Tentunya ini sangat berbahaya kalau tidak segera diatasi, karena mereka mengintai setiap saat,” kata Titis.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Technical Consultation and Education PT Medion, Drh Hanin Fadlailul. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan timnya sejak 2019, Gumboro menjadi penyakit ranking satu yang kerap menyerang ayam broiler dan ranking enam pada ayam petelur. Ia mengatakan, dominasi kasus terjadi pada umur 3-4 minggu.

“Memang butuh banyak upaya agar siklus Gumboro bisa dikendalikan dan peternak harus benar-benar menerapkan manajemen biosekuriti dan pemeliharaan yang baik,” ujar Hanin.
Melumpuhkan Sistem Imun

Veterinary Services Manager PT Ceva Animal Health Indonesia, Drh Fauzi Iskandar, mengingatkan ancaman Gumboro yang menyerang sistem imun ayam. Virus tersebut menyerang… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2021. (CR)

MENGENAL BERMACAM PENYAKIT AYAM BROILER

Penyakit ayam broiler

Drh Magdalyna Srihendrawati, Animal Health Service Outer Island Sreeya Sewu Indonesia, memperkenalkan penyakit-penyakit ayam broiler, pada webinar Manajemen Terbaik Broiler Modern Untuk Performance Yang Optimal, yang diadakan oleh Sreeya pada Jumat 17 September 2021.

Drh Magdalyna Srihendrawati
Drh Magdalyna Srihendrawati

Dengan mengenal secara singkat penyakit ayam broiler terpenting, diharapkan peternak mempunyai dasar pengetahuan. Sehingga tidak terlalu bingung jika ada penyakit yang menyerang farm dan juga mampu mengambil langkah pencegahan.

Dehidrasi 

Sebenarnya bukan penyakit tapi suatu keadaan dimana jika DOC datang waktu ditebar di brooding tidak aktif. Hail itu biasanya karena dehidrasi penyebabnya bisa karena terlalu lama di transportasi, bisa juga karena manajemen misal brooding terlalu tinggi suhunya. Ciri fisik ayam di persendian kaki berwarna merah (redhock), kaki kering.

Segera beri vitamin elektrolit, atau air gula/sorbitol. Juga biasanya dehidrasi menyebabkan kerusakan hati dan ginjal jadi bisa ditambahkan hexamin, fungsinya untuk mengeluarkan asam urat dan mengurangi kebengkakan ginjal.

CRD (Chronic Respiratory Disease)

Disebabkan oleh bakteri mycoplasma gallinarum. Faktor resiko diantaranya karena pergantian musim dan ventilasi buruk. Gejala klinis: trachea berlendir. Pengobatan diberi antibiotik selama 5 hari dan vitamin asam amino.

ND (Newcastle Disease)

Disebabkan oleh paramyxovirus. Gejala klinis ayam lehernya melintir (telo) atau spot merah di usus (pencernaan). Tidak ada obatnya, terapi sifatnya suportif berupa vitamin. Bisa dicegah dengan vaksinasi ND di hatchery.

IBD (Gumboro/Infectious Bursal Disease)

Disebabkan oleh birnavirus. Faktor resikonya antara lain pemanas yang kurang optimal, terpaan angin kencang, dan kutu franky. Terapi sifatnya suportif berupa vitamin, pencegahan dengan vaksinasi IBD di hatchery.

IBH (Inclusion Body Hepatitis)

Disebabkan oleh adenovirus, merupakan penyakit akut yang menyerang ayam muda umur 4-6 minggu. Ditandai dengan kematian tinggi sekitar 10% dengan patologi anatomis hati bercak-bercak hitam, pada kantung jantung ada cairan (hydropericard). Terapi suportif dengan memberikan preparat hepato protektor, multi vitamin. Pencegahannya dengan vaksinasi IBH, sedangkan vektornya adalah kutu franky atau tikus.

Avian Influenza (AI)

Disebabkan oleh virus H5N1, ada 2 jenis low patogenic (kematian rendah) dan high patogenic (kematian tinggi). Patologi anatomi ditemukan ptechiae di lemak jantung dan lemak abdomen/perut. Terapi suportif dengan pemberian vitamin, penanggunalangan dengan vaksinasi AI, dan vektornya kutu franky.

Omphalitis

Penyakit yang berhubugan dengan infeksi kuning telur melalui pusar (umbilicus), menyebabkan kematian tinggi pada minggu pertama. Gejala klinis anak ayam lemas karena nafsu makan turun. Terapi berikan antibiotik 3-5 hari setelah pemberian vitamin. Penyebabnya bisa suhu brooding yang tidak stabil.

Colibasillois/Coliseptichaemia

Infeksi yang disebabkan oleh kuman E coli. Gejala klinis DOC yang omphalitis bisa disebabkan oleh E coli, menyebabkan selaput seperti lemak membungkus organ hati, jantung, dan kantung udara. Gejala klinis tidak terlihat namun menyebabkan pertumbuhan berat badan lambat, kematian, dan penyakit komplikasi pada saluran cerna, pernafasan, yang sulit ditanggulangi. Pengobatan dengan antibiotik 3-5 hari.

Brooding Pneumonia/Aspergillosis

Infeksi yang disebabkan oleh spora jamur Aspergillus spp. Gejala klinis DOC susah bernafas, biasanya menyerang anak ayam yang masih dalam masa brooding (1-3 minggu), karena itu disebut brooding pneumonia. Tidak ada pengobatan, DOC yang terinfeksi diafkir, kandang disanitasi dengan desinfektan. Pencegahan lakukan sanitasi hygiene yang ketat sebelum DOC masuk.

Chicken Anemia Virus (CAV)

Disebabkan oleh virus circoviridae, menyebabkan kematian tinggi pada anak ayam umur 1-2 minggu. Patologi anatomi ada bercak/ptechiae di otot dada dan paha, warna kebiruan pada sayap dan ptechiae pada kelenjar thymus. Tidak ada pengobatan spesifik, anak ayam akan berangsur membaik di umur lebih dari 2 minggu. Bisa ditanggulangi dengan vaksin CAV, biasanya dilakukan di breeding.

Coccidiosis/Diare Berdarah

Disebabkan Parasit emeria spp, menyebabkan diare berdarah dan kematian tinggi. Terapi dengan preparat anti cocci selama 2-3 hari. Pencegahan dengan menjaga kualitas litter agar selalu kering. (NDV)

CIRI AYAM CACINGAN

Cacingan sering menyerang ayam broiler dan layer pada kandang yang sanitasinya tidak dikelola dengan baik. Tes laboratorium disarankan agar penyakit cacing pada ayam dapat dideteksi lebih dini. Ciri ayam cacingan bisa juga dilihat dari kondisi fisik ayam.

Ciri-ciri ayam broiler cacingan:

  • Perut kembung.
  • Ayam lesu tidak lincah seperti biasanya.
  • Nafsu makan menurun bahkan bisa tidak mau makan.
  • Pertumbuhannya lambat.
  • Ada cacing pada kotoran ayam.

Ciri-ciri ayam layer cacingan:

  • Produksi telur menurun.
  • Bulu menjadi kusut.
  • Berat badan menurun meski ayam banyak makan.
  • Kualitas telur jelek.
  • Ada cacing pada kotoran ayam.

Ciri ayam terkena cacingan di atas biasanya timbul setelah ayam terinfeksi cacing dalam tingkat yang sudah parah. Saat masih awal terkena cacing seringkali tidak terlihat ciri atau gejala yang jelas.

Cacingan lebih sering ditemui pada ayam layer karena umur peliharanya yang lebih panjang dari ayam broiler. Penyakit cacingan ini bisa ditangani dengan biosekuriti dan sanitasi yang baik, serta pengobatan yang tepat.

LEUCOCYTOZOONOSIS, ANCAMAN LATEN PARASIT DARAH PADA UNGGAS

Prevalensi infeksi pada unggas di Indonesia cukup tinggi. Kinerja produksi pada layer dapat terganggu akibat infeksi Leucocytozoonosis. (Sumber: hightoppoultry.com)

Leucocytozoonosis merupakan penyakit parasit pada unggas yang disebabkan oleh parasit darah, Leucocytozoon spp. Ada dua jenis Leucocytozoon spp, yang ganas pada unggas yaitu L. sabrazesi dan L. caulleryi (Zhao, 2016). Nama lain penyakitnya adalah Malaria Like.

Leucocytozoonosis pada unggas menyebabkan anemia karena kerusakan sel-sel darah merah, yang mengakibatkan gejala anemis, kepucatan, lemah, penurunan produksi dan juga kematian pada unggas. Semua jenis unggas dapat terinfeksi parasit ini, bahkan burung pinguin keberadaannya di kutub selatan juga terinfeksi parasit ini sebagaimana dilaporkan oleh Argilla et al., 2013. Infeksi Leucocytozoonosis pada pinguin dada kuning (Megadyptes antipodes) prevalensinya mencapai 73,7% dengan pengujian menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Pada burung dara, Nath et al., (2014) menemukan prevalensinya 2% di Bangladesh dan 12% pada ayam.

Infeksi pada unggas komersial dapat terjadi pada layer, broiler, ayam buras, itik dan entok. Kinerja produksi pada layer dapat terganggu akibat infeksi Leucocytozoonosis. Prevalensi infeksi pada unggas di Indonesia cukup tinggi. Balai Pengujian Veteriner (BVet) Banjarbaru pada 2019 telah melakukan pengujian ulas darah yang diambil di berbagai kabupaten di Kalimantan. Dari sebanyak 904 ulas darah yang diperiksa mikroskopis dengan pewarnaan Giemsa, sebanyak 287 positif Leucocytozoonosis atau prevalensinya 31,75%. Proporsi pengujian adalah 1:2, diantara tiga ekor unggas salah satu diantaranya terinfeksi Leucocytoozoonosis.

Serangan epidemik Leucocytozoonosis mengakibatkan kematian pada layer sekitar 7,75%. Walaupun kematiannya relatif rendah, tetapi penyakit parasit darah ini berakibat pada penurunan produksi yang sangat signifikans, berkisar 42-84% (Sawale et al., 2018).

Kerugian ekonomi yang sangat besar akan dialami peternak layer bila ayam yang sedang produksi terserang penyakit ini. Prevalensi pada ayam layer di Kalimantan pada beberapa kabupaten sentra ayam layer mencapai 29.17% (BVet Banjarbaru, 2019). Bisa diperkerikan kerugian yang terjadi bila infeksi terjadi pada layer di Indonesia yang jumlahnya mencapai 181.752.456 ekor atau pada ayam layer di Sulawesi Selatan yang mencapai populasi 12.426.412 ekor (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2018).

(a) Ayam tampak pucat dan lemah karena serangan Leucocytozoon spp. (b) Gametosit Leucocytozoon spp. pada ulas darah ayam.

Siklus Hidup
Penyebaran infeksi Leucocytozoonosis tidak terlepas dari peran… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2020.

Ditulis oleh:
Drh Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli

MENGANTISIPASI PENYAKIT DI TAHUN DEPAN

Hindari penyakit dengan mengaplikasikan manajemen pemeliharaan yang baik. (Foto: Infovet/Ridwan) 

Menghadapi tahun 2021, seharusnya pelaku budi daya perunggasan lebih aware dengan apa yang akan datang serta dapat mengantisipasi penyakit yang datang.

Jika bicara prediksi, tentunya tidak akan 100% akurat, semua masih tergantung pada Tuhan Yang Maha Esa. Namun begitu, tidak ada salahnya memperkirakan dan sedikit “meramal” apa yang akan terjadi di tahun depan sembari mengambil ancang-ancang agar lebih siap.

Balada Lagu Lama
Melihat apa yang sudah dipaparkan oleh narasumber sebelumnya, sebenarnya ada pola yang terus berulang yang kerap terjadi tiap tahunnya. Hampir setiap tahun penyakit unggas yang mendominasi bisa dibilang begitu-begitu saja.

Hal ini juga yang menjadi perhatian Tony Unandar selaku private poultry consultant sekaligus anggota dewan pakar ASOHI. Yang ia lihat selama ini penyakit unggas yang terjadi di lapangan masih yang itu-itu saja, berbeda musim memang penyakitnya juga berbeda, tetapi penyakit yang muncul sama.

“Kalau bisa dibilang kita masih berkutat dengan yang lama dan monoton, serta faktor yang sangat urgent untuk diperbaiki adalah pola pemeliharaan dari peternak-peternak kita,” tutur Tony.

Jikalau tidak ada upaya perbaikan dalam hal ini sesegera mungkin, bukan hanya kasus penyakit yang terus berulang akan terjadi, tetapi tingkat keparahannya maupun jenis penyakit baru akan bertambah di masa depan.

“Saya beri contoh yang simple, anda pernah lihat panen di kandang semuanya langsung diangkut? Enggak kan, jangankan di peternakan kecil, yang besar juga begitu ada. Padahal bagusnya kan all in all out, lalu kira-kira berapa persen peternakan di Indonesia ini yang biosekuritinya baik? Mayoritas jelek atau baik biosekuritinya? Saya tanya begitu saja kita langsung tersenyum kecut kan?,” tutur Tony kepada Infovet.

Ia juga berujar bahwa sebaik-baiknya obat baru yang ditemukan, sebaik-baiknya riset di bidang penyakit hewan dan secanggih teknologi berkembang, bila tidak dibarengi dengan manajemen yang baik dan benar, penyakit apapun akan mudah menyerang dan cenderung berulang.

“Kita masih hobi memelihara penyakit, jadi ya seperti inilah potret perunggasan kita. Sebaiknya kita jangan meremehkan ini, agak bosan juga sebenarnya begitu-begitu saja memang permasalahan kita dari dulu, padahal zaman kan berkembang,” ucap dia.

Jangan Kasih Kendor Biosekuriti
Yang diutarakan Tony Unandar tidaklah salah, memang pada kenyataannya beberapa hal acap kali terlihat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2020. (CR)

KASUS PENYAKIT PENTING DI 2020 & PREDIKSINYA DI 2021 MENDATANG

Tahun 2021 terkait penyakit unggas masih akan didominasi oleh penyakit viral. (Foto: Dok. Infovet)


Fenomena kejadian penyakit pada unggas sepanjang 2020 relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pergantian cuaca yang ekstrem dan kondisi suhu yang lebih panas dibandingkan tahun sebelumnya bisa dilihat pada gambar di bawah yang menyebabkan kondisi pemeliharaan ayam mengalami tantangan, diantaranya:

• Kondisi ayam yang mengalami stres dan potensial imunosupresi yang diakibatkan fluktuasi suhu, kelembapan dan kecepatan angin.
• Bibit patogen lebih berkembang diakibatkan kondisi kelembapan lebih tinggi.
• Tantangan manajemen di kandang karena perubahan cuaca yang ekstrem.
• Tantangan pemenuhan kebutuhan energi di saat kondisi panas ekstrem.

Dampak stres karena panas ini paling berbahaya menyebabkan penurunan kekebalan tubuh, sehingga kemampuan imunitas untuk melawan penyakit menjadi berkurang, akibatnya kejadian penyakit potensial meningkat sepanjang 2020.

Berdasarkan pengalaman penulis, di sini akan dibagikan beberapa kasus penyakit paling penting dan sering terjadi di 2020, baik yang menimpa ayam broiler maupun layer.

Chronic Respiratory Diseases (CRD)
Mycoplasmosis terutama yang disebabkan oleh Mycoplasma Gallisepticum (MG) merupakan ancaman nyata dan sangat berperan dalam gangguan sistem ini. Kuman MG yang menempel di silia sel pernapasan akan mengeluarkan endotoksin kemudian melemahkan sistem mukosiliaris. Sumber kontaminasi MG di broiler farm terutama dari burung liar, mobilitas pekerja kandang, kendaraan yang terkontaminasi, serta DOC yang terkontaminasi akibat infeksi vertikal dari induknya.

Sejatinya Mycoplasma mudah mati dalam lingkungan dengan temperatur dan kadar oksigen yang tinggi, kelembapan relatif rendah dan hampir semua jenis disinfektan mampu membunuhnya. Tetapi kondisi ventilasi kandang yang buruk akan mengakibatkan kelembapan udara dan kadar amonia dalam kandang meningkat dan konsekuensinya adalah tekanan oksigen akan menurun. Hal ini yang menyebabkan Mycoplasma yang sudah berada di permukaan sel pernapasan akan berkembang biak dengan cepat dan menggangu sistem mukosiliaris, sehingga rentan akan munculnya infeksi sekunder.

Kontrol yang paling tepat untuk meminimalkan munculnya kasus pernapasan yang dipicu oleh MG adalah melalui kedisiplinan pelaksanaan program sanitasi, pemilihan DOC yang minim kontaminasi MG dan didukung dengan pengaturan ventilasi atau tata laksana kandang yang berhubungan dengan kecukupan oksigen di kandang. Program kontrol di broiler dengan antibiotik khusus untuk MG merupakan pilihan terakhir dan program tersebut sebaiknya didasarkan dengan melihat status MG di DOC yang diterima pada saat kedatangan. Untuk memudahkan kontrol, sangat disarankan memilih DOC yang induknya sudah divaksinasi dengan vaksin MG live.

Inclusy Body Hepatitis (IBH)
IBH menjadi momok yang menakutkan bagi para peternak, hakekat penyakit ini mirip dengan Infectious Bursal Disease (IBD) tetapi lebih hebat dampaknya terhadap mortalitas dan perubahan organ kekebalan tubuh.

Kematian yang disebabkan IBH bisa… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2020

Ditulis oleh:
Drh Sumarno (Senior Manager AHS PT Sreeya Sewu Indonesia)
& Han (Praktisi Peternak Layer)

EVALUASI DAN PREDIKSI PENYAKIT 2020 KE 2021

Selain penyakit viral, penyakit bakterial pada unggas juga masih mendominasi kejadian penyakit di lapangan. (Foto: Istimewa)


Hari berganti, tahun berlalu. Tanpa terasa sudah berada di penghujung tahun 2020. Semua yang diperjuangkan di Tahun ini, mari menganalisis dan evaluasi demi kemajuan diwaktu yang akan datang, di tahun 2021.

Pada 2020, dari laporan pemeriksaan kasus oleh para dokter hewan lapangan PT Romindo di seluruh Indonesia, menunjukkan bahwa kasus penyakit ND (Newcastle Disease), IBD (Infectious Bursal Disease), CRD, NE, Coryza dan Kolibasilosis kejadiannya selalu tinggi setiap bulannya. Selain itu, penyakit Mikotoksikosis juga dilaporkan terjadi di semua wilayah.

Seperti diketahui bersama bahwa penyakit ND adalah salah satu penyakit pernapasan dan sistemik yang disebabkan oleh virus, bersifat akut dan sangat mudah menular dan menyerang berbagai jenis unggas terutama ayam. Pada 2020, gejala klinis ND yang muncul bersifat akut yang berupa pendarahan dan nekrosis pada saluran pencernaan dengan angka kematian tinggi (velogenic viscerotropic). Ada pula dengan gejala klinis pada saluran pernapasan dan syaraf, tanpa perubahan pada saluran pencernaan dengan angka kematian tinggi (velogenic neurotropic). 

Pada 2020 dilaporkan adanya peningkatan jumlah kasus IBD dibanding tahun sebelumnya dan kasusnya tersebar merata. Ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan penyakit ini masih belum optimal dan aman, artinya program vaksinasi IBD, baik aplikasinya maupun pemilihan strain vaksin IBD. Pemakaian vaksin IBD live dengan strain intermediate dan intermediate-plus, kadang kala diberikan pada anak ayam baik broiler, layer maupun breeder. Hal ini akan menyebabkan terjadinya atropi bursa fabrisius sebagai organ limfoid primer yang berakibat terganggunya proses pembentukkan kekebalan secara umum.

Selain penyakit viral, penyakit bakterial juga masih mendominasi kejadian penyakit di lapangan. Yang terbanyak ditemukan adalah penyakit CRD, CRD komplek, Kolibasilosis, NE dan Coryza. Kasus penyakit bakterial ini jumlahnya lebih dari setengah keseluruhan kasus yang ditangani oleh tim Romindo di lapangan. Hal ini dikarenakan masih mengedepankan tindakan pengobatan terhadap penyakit daripada pencegahan. Ketika ayam terlihat gejala klinis sakit saat itulah diberikan produk antibiotika. Padahal kalau dicermati, kasus penyakit bakterial ini sifatnya lebih rutin dan terpola. Jadi mestinya dapat dilakukan program pencegahan penyakit, pada saat ayam masih terlihat sehat.

Untuk itu, perlu dipertimbangkan program lain, yaitu vaksinasi terhadap Mycoplasmosis (MG dan MS), terutama pada ayam layer dan breeder, agar ayam mendapatkan kekebalan lokal MG dan MS sejak awal pemeliharaan hingga afkir. Hal ini karena kuman MG dan MS ini selalu ada di lapangan dan menginfeksi ayam setiap saat. Sehingga dengan memberikan kekebalan lokal sejak awal, maka kondisi tubuh ayam selalu siap menghadapi serangan bakteri Mycoplasma dari lapangan. Efek positif lainnya adalah pemakaian antibiotika misalnya golongan tylosin sebagai pencegahan MG dan MS dapat dikurangi bahkan dihilangkan, sehingga dapat menghemat biaya pengobatan.

Penyakit Coryza atau Snot, pada 2020 ini semakin bandel dan susah dikendalikan. Hal ini terjadi karena ada penyakit lain yang secara diam-diam “membukakan pintu” bagi masuknya bakteri Haemophilus spp. ke dalam tubuh ayam. Penyakit ini adalah AmPV (Avian Metapneumovirus), dengan gejala klinis swollen head syndrome atau kebengkakan di daerah kepala bagian atas. Ketika terjadi outbreak Coryza, perlu dilakukan pemeriksaan serologis terhadap APV, karena meskipun ayam tidak divaksin APV tetapi hasil serologisnya biasanya positif terhadap APV. Ini menunjukkan bahwa ayam sudah terinfeksi APV dan berlanjut menjadi outbreak Coryza. Sering kali APV berjalan tanpa gejala klinis, apabila tidak ada infeksi sekunder yang menyertai.

Helminthiasis atau cacingan, baik karena cacing gilig maupun cacing pita kejadiannya cukup menggangu di lapangan. Pengobatan terhadap cacingan biasanya cukup berhasil tetapi pada beberapa kasus, kejadian cacingan kambuh kembali dalam waktu singkat. Hal ini dimungkinkan karena penanganan kasus cacingan tidak disertai dengan penanganan vektor pembawa, misalnya lalat. Oleh karena itu, penanganan cacingan yang optimal harus dibarengi dengan meminimalkan populasi lalat di lokasi farm.

Mikotoksikosis, adalah penyakit yang disebabkan karena adanya cemaran Mikotoksin dalam pakan. Pada 2020, kasus Mikotoksikosis ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia, baik pada broiler, layer maupun breeder. Tingkat keparahan bervariasi mulai dari hambatan pertumbuhan, penurunan produksi telur, penurunan kualitas telur, kerusakan organ-organ dalam tubuh dan sebagai imunosupresan menurunkan sistem kekebalan dan mendukung munculnya kasus penyakit lain. Hal ini karena Mikotoksin dapat menghambat penyerapan asam amino dan menghambat penyerapan mineral khususnya Ca dan P. 

Lebih jauh lagi, pencemaran multi-mikotoksin dosis rendahlah yang paling banyak ditemui di lapangan. Padahal multi-mikotoksin ini dapat menimbulkan dampak aditif maupun sinergistik pada ayam. Oleh karena itu, tidak ada level aman untuk Mikotoksin.

Prediksi Penyakit 2021
Pada 2021, diprediksi penyakit ayam cenderung muncul... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2020

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA.
Telp: 021-8300300

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer