Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini olahan daging ayam | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KULIT AYAM, DITAKUTI TAPI TETAP GURIH DAN MENYEHATKAN

Meskipun memiliki sejumlah khasiat positif, mengonsumsi kulit ayam harus tetap bijak. (Foto: Shutterstock)

Salah satu tips agar tak terpicu banyak penyakit akibat konsumsi olahan kulit ayam yang gurih, makanlah dalam batas yang moderat dan jangan sering. Apapun yang berlebihan, pasti berisiko.

Kalau melihat kulit ayam yang masih mentah, rasanya ogah untuk menyentuhnya. Tetapi jika sudah digoreng krispi berbalut tepung, lidah ogah berhenti mengunyah. Mungkin Anda pernah mengalaminya. Kulit ayam goreng krispi bukan cuma disukai anak-anak, orang dewasapun banyak yang menggemarinya.

Olahan yang satu ini hingga sekarang masih pro dan kontra di masyarakat. Ada yang beranggapan olahan kulit ayam sangat berbahaya bagi kesehatan karena mengandung kolesterol tinggi dan tidak layak untuk dikonsumsi orang dewasa. Tetapi ada juga yang berpendapat olahan kulit ayam krispi aman-aman saja dikonsumi selama tubuh dalam kondisi sehat.

Sebagian besar penelitian menyebutkan bahwa kulit ayam tidak baik dikonsumsi bahkan dianjurkan untuk dibuang saja. Salah satu artikel yang ditulis Portal Gizi FK UNDIP, menyebutkan hal ini dikarenakan tingginya kandungan lemak pada kulit ayam, yakni antara 20-30%. Angka ini termasuk cukup besar dibandingkan kandungan proteinnya yang hanya sebesar 12,5% saja.

Kulit ayam memang mengandung banyak lemak. Namun, dalam penelitian selanjutnya disebutkan bahwa lemak dalam kulit ayam lebih banyak terkandung dalam jenis lemak baik (lemak tak jenuh) dibandingkan lemak jahat (lemak jenuh).

Dikutip laman PH Labs, salah satu alasan mengapa kulit ayam tidak disukai adalah kandungan lemaknya (memiliki 40 gram lemak total dalam porsi 3,5 ons). Namun sebagian besar lemak ini adalah lemak tak jenuh, yang sebenarnya dapat mendukung kesehatan jantung karena dikaitkan dengan penurunan kolesterol dan tekanan darah.

Lemak ayam juga mengandung asam oleat yang sehat dan lemak jenuhnya mendukung sistem kekebalan tubuh dan produksi hormon. Selain lemak sehat, dalam 3,5 ons kulit ayam juga mengandung 20 gram protein bersama dengan sedikit zat besi, potasium, dan kalsium. Sebagai bonus, kulit ayam juga tidak mengandung karbohidrat atau gula.

Dietisien di Rumah Sakit Umum Pemerintah Fatmawati (RSUP Fatmawati), Akromah SGz RD, mengatakan bahwa hampir semua olahan kulit hewani memiliki kandungan lemak, termasuk kulit ayam dan kulit sapi. Dietsien ini menyebutkan sebagai contoh kulit sapi merupakan sumber protein hewani yang cukup tinggi kandungannya. Dalam 100 gram kulit sapi, memiliki kandungan protein 10 gr. Sementara kandungan lemaknya tak terlalu tinggi.

“Masih aman-aman saja untuk dikonsumsi dalam porsi yang wajar. Prinsipnya sumber pangan hewani itu mengandung kolesterol. Termasuk kulit sapi dan kulit ayam,” ujarnya kepada Infovet.

Ahli gizi ini menyebut wajar saja jika ada orang yang takut mengonsumsi olahan kulit, karena ketidaktahuan mereka akan kandungan gizinya. Yang terbayang hanya kandungan kolesterol yang menghantui. “Sekali lagi, selama porsinya wajar, tidak berlebihan, tidak masalah,” ujarnya mengingatkan.

Penuh Nutrisi
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ada dua jenis kolesterol di dalam tubuh manusia, yakni LDL (Low Density Lipoprotein) atau yang biasa disebut sebagai kolesterol jahat dan HDL (High Density Lipoprotein) atau yang biasa disebut kolesterol baik. Nah, kondisi tubuh akan tidak bagus jika prosentase koleterol LDL lebih banyak di dalam tubuh dibandingan kolesterol HDL.

Menurut ahli nutrisi ini, kedua jenis koleterol tersebut (HDL dan LDL) sama-sama dibutuhkan oleh tubuh. Namun kondisi tubuh akan baik jika perbandingan antara keduanya sesuai kebutuhan di dalam tubuh. Namun demikian, kalau kosumsi sumber lemak hewani terlalu banyak, maka jumlah kolesterol jahatnya pun akan banyak juga.

Dalam salah satu artikel situs Science Direct menyebutkan, kulit ayam memiliki sejumlah kandungan yang kompleks, di antaranya air: 44.9 gr (g), kalori 440 kkal, protein 9,58 gr, lemak total 44,2 gr, karbohidrat 0,79 gr, kalsium 6 miligram (mg), besi 0,37 mg, magnesium 8 mg, fosfor 95 mg, kalium 119 mg, natrium 51 mg, seng 0,65 mg, tembaga 0,038 mg, mangan 0,014 mg, tiamin 0,04 mg, riboflavin 0,032 mg, niasin 2,56 mg, asam pantotenat 0,61 mg, vitamin b-6 0,116 mg, kolin 28,3 mg, betain 8,3 mg, dan vitamin e (alfa-tokoferol) 0,27 mg.

Selain itu, kulit ayam diyakini mengandung sejumlah kecil vitamin A yang berperan penting untuk kesehatan mata, pertumbuhan sel, dan sistem imun. Situs Science Direct juga mengulas sejumlah manfaat dari mengonsumsi kulit ayam.

Pertama, menyuplai lemak sehat. Berat 1 ons kulit ayam mengandung 8 gram lemak tak jenuh dan 3 gram lemak jenuh. Oleh karena itu, konsumsi kulit ayam dengan cara dan porsi yang tepat sesungguhnya memberikan manfaat yang baik bagi kesehatan tubuh.

Kedua, tidak mengganggu program diet. Total kalori seporsi ayam dengan kulitnya hanya di angka 50 kkal. Sedangkan, lemak jenuhnya ada di takaran 2,5 gram. Oleh sebab itu, mengonsumsi seporsi ayam beserta kulitnya dengan kuantitas yang tepat tidak akan mengganggu program diet. Anda tetap bisa menikmati kulit ayam tanpa rasa khawatir.

Ketiga, menurunkan risiko kanker dan penyakit jantung. Kandungan lemak tak jenuhnya dianggap sebagai salah satu manfaat kulit ayam untuk mencegah munculnya kanker dan penyakit jantung. Kandungan lemak tak jenuh tersebut terbukti baik untuk bagian kardio dan metabolisme tubuh. Namun, disarankan untuk melakukan pengolahan tanpa minyak, agar lemak tak jenuhnya tetap terjaga.

Keempat, melengkapi cita rasa makanan. Kaldu ayam yang diproses dengan bagian kulit akan terasa jauh lebih gurih dibandingkan dengan masakan yang dibuat hanya dengan dagingnya saja. Bukan hanya itu, gorengan ayam ternyata lebih juicy saat dipadukan dengan bagian kulitnya.

Ingat, Jangan Berlebihan!
Meskipun memiliki sejumlah khasiat positif, mengonsumsi kulit ayam harus tetap bijak. Tidak boleh terlalu banyak dan sering. Sebab, tubuh juga membutuhkan asupan gizi dari makanan lainnya. Dalam banyak literatur kesehatan sering dijelaskan ada sejumlah risiko jika terlalu banyak mengonsumsi olahan kulit ayam.

Pertama, menyebabkan peningkatan kadar kolesterol. Terlalu banyak atau sering mengonsumsi kulit ayam dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol jahat (LDL) dalam darah. Jika kadar kolesterol LDL meningkat, maka risiko terjadinya penyakit jantung dan stroke dapat meningkat.

Kedua,meningkatkan risiko obesitas. Konsumsi kulit ayam dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penumpukan lemak pada tubuh. Hal ini dapat berdampak pada naiknya berat badan.

Ketiga,menyebabkan tekanan darah tinggi. Konsumsi kulit ayam secara berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah meningkat dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung dan stroke.

Keempat, dapat memicu risiko kanker. Konsumsi kulit ayam yang mengandung lemak jenuh dikhawatirkan akan meningkatkan risiko terjadinya kanker, terutama kanker payudara, usus besar, dan prostat.

Oleh karena itu, disarankan untuk mengonsumsi kulit ayam dalam jumlah yang moderat dan tidak terlalu sering. Sekali-kali boleh saja. Tetapi akan lebih baik memilih bagian ayam yang lebih sehat, seperti daging ayam tanpa kulit atau telur ayam, agar mendapatkan manfaat nutrisi tanpa menimbulkan dampak buruk kesehatan. “Intinya, jangan berlebihan dalam mengonsumsi,” kata Akromah.

Daging dan telur ayam merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan gizi yang baik untuk tubuh. Beberapa manfaat dari protein hewani di antaranya untuk pertumbuhan dan regenerasi sel-sel tubuh, meningkatkan pembentukan energi tubuh, meningkatkan ketahanan tubuh, dan meningkatkan massa otot. ***

Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

MENYIASATI TRAUMA KONSUMSI DAGING AYAM

Daging ayam bukan hanya murah, tetapi banyak kandungan gizinya yang menyehatkan, salah satunya bisa dibuat menjadi sup. (Foto: Shutterstock)

Ibu rumah tangga yang pintar masak, bisa jadi “terapis” andal untuk menghilangkan trauma konsumsi daging ayam pada keluarga. Bagaimana caranya?

Tak semua orang suka mengonsumsi daging ayam karena alasan tertentu. Ada yang lebih memilih makanan yang bersumber dari tumbuhan dengan asumsi lebih rendah lemak atau karena vegetarian. Namun ada juga yang sudah tidak mau sama sekali mengonsumsi daging ayam lantaran “trauma”.

Untuk alasan trauma rasanya perlu dicari tahu penyebabnya. Umumnya, bukan karena tersedak tulang ayam di tenggorokan, namun karena adanya kejadian tak mengenakkan yang dilihatnya sendiri saat akan mengonsumsinya.

Akibat kejadian tersebut bisa menimbulkan seseorang tak mau lagi mengonsumsi daging ayam. Bisa hanya sementara waktu, bahkan bisa juga ada yang selamanya. Inilah yang disebut trauma dalam tulisan ini.

Hal tersebut seperti dialami oleh Isfahani, warga Perumahan Bumi Sawangan Indah, Kota Depok, Jawa Barat, yang sudah hampir lima tahun lebih tidak mau makan daging ayam. Apapun jenis olahannya, ia akan menolak saat disuguhi. “Pokoknya walaupun kata orang lain olahan ayam di restoran enak banget, saya tetap enggak mau makan,” tuturnya kepada Infovet.

Pensiunan ASN di Kementerian Perhubungan ini mengaku, setiap kali istrinya memasak olahan daging ayam, ia tak pernah menyentuh sama sekali. Sang istri pun memahami kondisi suaminya, maka itu sajiannya hanya untuk anak-anaknya saja. Pun di saat mengikuti acara jamuan makan-makan di manapun, ia menghindari menu makanan yang sebenarnya sangat sehat dan lezat ini.

Apa gerangan yang terjadi sampai-sampai pria berumur 59 tahun ini antipati dengan olahan daging ayam? Apakah karena sedang menjalani ritual tertentu dan berpantangan makan daging ayam?

Ternyata ada kejadian kurang mengenakkan yang pernah ia lihat sendiri, terkait proses pemotongan ayam di pasar tradisonal tempat istrinya biasa berbelanja. Isfahani menuturkan, waktu itu ayam-ayam pedaging hidup yang baru saja diturunkan dari mobil boks, tak semua dalam kondisi hidup. Ada juga yang sudah mati dan bau menyengat. Ayam-ayam yang sudah mati itu dijadikan satu di tempat pemotongan di pasar itu. Rupanya, ayam yang sudah mati dan banyak mengundang lalat pun dipotong juga oleh juru sembelih di rumah pemotongan ayam tersebut.

“Aduh, saya lihat sendiri kok begini mereka jualannya. Ayam yang sudah mati juga dipotong dan dicampur dengan ayam-ayam yang tadinya masih hidup,” ujarnya.

Gara-gara kejadian tersebut, Isfahani langsung mengajak istrinya pergi dan tidak jadi membeli ayam di tempat itu dan memutuskan membeli bahan makanan lain. Sejak saat itu, dia benar-benar trauma mengonsumsi daging ayam. Padahal, sebelumnya orang ini gemar makan ayam goreng.

Tapi itu kejadian setahun lalu. Dalam beberapa bulan, Isfahani perlahan sudah mulai mau mengonsumsi daging ayam. Hanya saja bukan daging ayam yang disajikan secara utuh, seperti ayam goreng atau olahan gulai.

“Saya mau makan kalau sudah dalam bentuk olahan campuran dengan bahan lain, misalnya jadi risoles atau makanan bentuk lainnya. Pokoknya asal jangan masih bentuk utuh paha ayam atau bagian dada,” tukasnya.

Ngibuli Suami untuk Asupan Gizi
Apa yang menjadi penyebab Isfahani akhirnya mau “come back” konsumsi daging ayam? Ternyata semua itu berkat kelihaian sang istri, Mintarsih, dalam memasak. Setelah hampir lima tahun tak pernah menyuguhkan masakan daging ayam untuk suaminya, ia mulai mencari cara agar Isfahani mau kembali mengonsumsi daging ayam.

Dengan berbagai cara sang istri mencampurkan daging ayam yang sudah digiling halus ke dalam olahan lauk seperti bakwan, nasi goreng, tahu atau tempe goreng yang dibalut dengan tempung.

“Kadang juga saya bikin kue yang bisa dicampur pakai daging ayam giling. Ternyata suami saya suka karena ternyata jadi lebih gurih. Awalnya tanya ke saya, ini tumben bikin lauknya enak? Nah, setelah selesai makan baru saya jawab, itu dicampur daging ayam,” tutur Mintarsih sembari tertawa.

Ngibuli suami tapi untuk asupan gizi yang baik, begitu Mintarsih mengibaratkan. Upaya ibu rumah tangga yang satu ini tergolong smart dan bijak dalam menjaga asupan gizi keluarganya. Ternyata mengonsumsi daging ayam tak selalu dengan sajian ayam utuh, tetapi bisa diolah menjadi beragam menu makanan yang menggoda selera.

“Buat saya daging ayam atau telur itu lauk yang harganya cukup terjangkau, tapi kandungan gizinya sangat baik untuk keluarga. Enggak perlu setiap hari, biar enggak bosan,” ucapnya.

Nalar Kesehatan
Contoh lain kasus trauma terhadap olahan daging ayam juga terjadi pada Hadi Rahman, seorang jurnalis sebuah media online di Jakarta. Hanya saja tidak separah Isfahani. Hadi, hanya enggan menyantap daging ayam yang diolah menjadi sup ayam kuah bening.

Tampilan daging ayam yang masih tampak putih, mirip dengan daging ayam mentah membuat ia langsung menggeser mangkuk supnya yang tersaji di meja makan. Hadi hanya mau memakan ayam yang sudah digoreng agak kering atau daging ayam yang berbalut tepung krispi.

“Dulu gara-garanya waktu makan di warung dekat stasiun kereta di Jakarta, waktu pesan sup ayam begitu digigit ternyata daging ayamnya masih ada darahnya. Saya enggak jadi makan. Selera makan jadi hilang, geli banget,” tuturnya kepada Infovet.

Sejak itu, baik di rumah atau kemana pun tugas kerja, ia menghindari menu sup ayam. Kendati demikian, Hadi tetap mengonsumsinya jika dalam bentuk ayam goreng atau menu lainnya. Menurutnya, daging ayam bukan hanya murah, tetapi banyak kandungan gizinya yang menyehatkan orang yang mengonsumsinya.

Apa yang dialami oleh Isfahani dan Hadi hanyalah sebagian kecil persoalan konsumsi daging ayam. Masih banyak hal lain yang menjadi penyebab orang enggan mengonsumsi daging ayam. Bukan karena persoalan daya beli masyarakat yang rendah. Tetapi bisa juga dipengaruhi nalar kesehatan sebagian masyarakat yang masih rendah.

Sebagai contoh, ada orang yang pengeluarannya di luar urusan makan mencapai Rp 300 ribu per bulan hanya untuk membeli rokok. Per hari para perokok bisa menghabiskan uang Rp 10 ribu untuk urusan bakar-bakar keretek. Gaya hidup merokok sangat sulit untuk dihentikan, karena sudah candu.

Andai saja pengeluaran uang tersebut dibelanjakan dengan nalar yang sehat, bisa untuk membeli 10 ekor daging ayam dalam sebulan. Artinya, dalam tiga hari sekali satu keluarga bisa makan olahan daging ayam. Sementara jika dibelikan rokok, hanya dinikmati seorang diri.

Ibu Terapis Jitu
Kembali ke topik awal, tentang menghapus trauma konsumsi daging ayam. Memang bukan hal mudah untuk dipraktikkan menghilangkan trauma terhadap konsumsi daging. Apalagi jika penyebab trauma adalah kejadian menjijikan yang dilihatnya sendiri. Sungguh akan menyayat jiwa dan butuh waktu untuk memulihkan dan mau “bersahabat” lagi dengan daging ayam.

Terapis yang paling pas untuk mengatasi trauma ini adalah istri (jika yang trauma adalah suami) dan ibu (jika yang trauma adalah anak-anak). Ibu rumah tangga yang pintar memasak akan menjadi “dokter” keluarga dalam urusan makanan.

Sajian daging ayam panggang yang menggugah selera. (Foto: Food Network)

Dia harus pintar membuat olahan apapun untuk keluarganya, dengan bahan daging ayam yang tersembunyi. Artinya, daging ayam tak harus dimasak dalam bentuk sajian daging utuh. Namun bisa diolah dengan berbagai bentuk yang menggugah selera.

Selain itu, ada hal lain yang perlu diperhatikan, yakni bagaimana mengolah daging ayam secara baik dan sehat. Sebab, daging ayam yang dibeli di pasar atau bakul sayur, tetap harus dicermati kebersihannya. Cegah potensi bahaya. Setelah mengetahui ada potensi tersebut, tak perlu panik apalagi sampai menghindari makan ayam pedaging.

Yang harus dilakukan hanya memastikan ayam tersebut diolah dengan baik, agar kandungan bakteri dan zat berbahaya lainnya yang ada di dalamnya hilang atau berkurang ke level aman bagi kesehatan manusia.

Simpanlah daging ayam yang belum dimasak dalam wadah tertutup dan masukkan ke dalam kulkas. Masak daging ayam hingga benar-benar matang. Salah satu tanda kematangan adalah tidak ada lagi darah yang merembes maupun tersisa pada daging.

Masaklah ayam dengan cara merebusnya, sebagai cara terbaik untuk mengurangi risiko yang menyangkut kesehatan. Jangan letakkan ayam matang ke wadah yang sama dengan wadah bekas ayam mentah. Selain itu, hindari penggunaan talenan serta pisau bekas memotong ayam mentah untuk mengiris daging ayam yang sudah dimasak.

Pastikan pula mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan setelah mengolah daging ayam. Dan dengan memasak hingga matang seluruhnya sebelum menyantapnya, bisa meminimalisir rasa khawatir dalam mengonsumsi daging ayam. ***


Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer